BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Definisi Pajak berdasarkan Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut : Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengertian Pajak menurut para ahli diantaranya : 1. Adriani yang dikutip oleh Soemarso (2007:2) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 2. Djayadiningrat yang dikutip oleh Siti Resmi (2009:1) Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan berupa sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan serta dapat dipaksakan, 19
tetapi tidak ada jasa timbal balik dari Negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan secara umum. 2.2. Dasar Hukum PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan Pengertian PPN (Pajak Pertambahan Nilai) 2.2.1. Dasar Hukum PPN Pajak Pertambahan Nilai merupakan salah satu jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat berdasarkan UU Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, Pajak Penjualan atas barang mewah yang mulai berlaku pada tanggal 1985. Lebih kurang dari 10 tahun kemudian Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994, berlaku sejak 1 Januari 1995 dan 5 tahun berikutnya dirubah lagi dengan Undang-undang Nomor 18 tahun 2000 berlaku sejak 1 januari 2001 sampai dengan sekarang. 20
2.2.2 Pengertian PPN Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. PPN menggantikan peranan PPn (Pajak Penjualan) Indonesia, karena PPN memiliki beberapa karakteristik positif yang tidak dimiliki oleh PPn. Berikut legal karakter PPN adalah : a. PPN adalah Pajak Tidak Langsung Pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak, atau dengan kata lain penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetor langsung pajak yang iya tanggung. Oleh karena itu beban pajak akan dibebankan kepada semua konsumen, tanpa memandang siapa konsumen yang akan menanggung pajak. b. PPN adalah Pajak Objektif Pajak yang pengenaannya didasarkan pada objek pajak, baik berupa barang ataupun jasa. c. Multi Stage Levy Karakteristik PPN yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. 21
d. PPN terutang untuk dibayar ke Kas Negara dihitung menggunakan Indirect Subtraction Indirect Subtraction Method adalah metode perhitungan PPN yang akan disetor ke Kas Negara dengan cara mengurangkan pajak atas perolehan dengan pajak atas penyerahan barang atau jasa. e. PPN bersifat Non Kumulatif PPN tidak menimbulkan pajak berganda. f. PPN adalah pajak atas konsumsi umum dalam negeri PPN hanya dikenakan atas konsumsi barang kena pajak dan atau jas kena pajak yang dilakukan di dalam negeri. g. PPN Bersifat Netral Netralis PPN dibentuk oleh dua faktor, yaitu : 1. PPN dikenakan atas konsumsi barang maupun jasa 2. Dalam pemungutannya, PPN menganut prinsip tempat tujuan (destination principle) Tipe pemungutan atau perlakuan perolehannya barang modal dapat diklasifikasikan dalam : a. Consumption Type Value Added Tax Pada tipe ini semua pembelian yang digunakan untuk produksi termasuk barang modal dikurangkan dari nilai tambahannya sehingga memberikan sifat netral PPN atas pola produksi. 22
b. Net Income Type Value Added Tax Pada tipe ini dimungkinkan adanya pengurangan pembelian barang modal dari dasar pengenaan. c. Gross Product Type Value Added Tax Tipe ini menyatakan bahwa pembelian barang modal tidak diperkenankan sama sekali untuk dikurangkan dari dasar pengenaan pajak. 2.3. Objek Pajak Objek PPN diatur dalam pasal 4, pasal 16C dan pasal 16D UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah di ubah dengan UU Nomor 18 Tahun 2000 (untuk selanjutnya disebut UU PPN 1984). Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas : 1. Penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) didalam daerah pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak 2. Impor BKP 3. Penyerahan JKP (Jasa Kena Pajak) yang dilakukan didalam daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak 4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean didalam daerah pabean 5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean 6. Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak 7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain 23
8. Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan (bukan Inventory) oeh PKP (Pengusaha Kena Pajak), sepanjang pajak masukan yang dibayar pada saat perolehannya menurut ketentuan dapat dikreditkan. 2.3.1. Barang Kena Pajak Barang kena pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN. Sesuai dengan pertimbangan Ekonomi, Sosial dan Budaya tidak semua jenis barang dan jasa dikenakan pajak. Berikut barang yang tidak dikenakan PPN : a. Barang hasil pertambangan, penggalian dan pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. Seperti : Minyak mentah, Gas bumi, panas bumi, Pasir dan kerikil, Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara, Biji besi, Biji tomah, Biji tembaga, Biji nikel dan Biji perak. b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Seperti : Beras, Gabah, Jagung, Sagu, Kedelai, Garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium. c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat makan maupun tidak, tidak 24
termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering. d. Uang, emas batangan dan surat-surat berharga (saham, obligasi dan lainnya) 2.3.2. Jasa Kena Pajak Jasa Kena Pajak (JKP) adalah kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut : a. Jasa dibidang pelayanan kesehatan medik b. Jasa dibidang pelayanan sosial c. Jasa dibidang pengiriman surat dengan prangko d. Jasa dibidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi e. Jasa dibidang keagamaan f. Jasa dibidang pendidikan g. Jasa dibidang kesenian dan hiburan yang dikenakan pajak tontonan 25
h. Jasa dibidang penyiaran yang bukan bersifat iklan i. Jasa dibidang angkutan umum di darat atau di air j. Jasa dibidang tenaga kerja k. Jasa dibidang perhotelan l. Jasa disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum 2.4. Subjek Pajak Dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang termasuk subjek pajak yaitu pengusaha kena pajak dan pengusaha kecil. Berikut penjelasan pengusaha kena pajak dan pengusaha kecil. a. Yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dapat dikenakan PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (pasal 4 huruf a dan huruf c Jo pasal 1 angka 15 UU PPN 1984 Jo pasal 2 ayat 1 PP Nomor 143 Tahun 2000) b. Yang mengekspor Barang Kena Pajak yang dapat dikenakan PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (Pasal 4 huruf f UU PPN 1984) c. Yang menyerahkan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan adalah Pengusaha Kena Pajak (pasal 16D UU PPN 1984) 26
d. Bentuk kerjasama operasi yang apabila menyerahkan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak dapat dikenakan PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (pasal 2 ayat 2 PP Nomor 143 Tahun 2000) 2.4.1. Pengusaha Kecil Subjek PPN tidak harus Pengusaha Kena Pajak, tetapi bukan Pengusaha kena pajak pun dapat menjadi Subek PPN sebagaimana diatur dalam pasal 4 huruf b, huruf d dan huruf e serta pasal 16C UU PPN 1984. Berdasarkan pasal-pasal ini diketahui bahwa dapat dikenakan PPN : a. Siapapun yang mengimpor Barang Kena Pajak (pasal 4 huruf b UU PPN 984) b. Siapapun yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean c. Siapapun yang membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya (pasal 16 C UU PPN 1984) 27
2.5. Pengertian Dasar Pengenaan Pajak, Jenis Pengenaan Pajak dan Tarif PPN 2.5.1. Pengertian Dasar Pengenaan Pajak Dasar Pengenaan Pajak (DPP) merupakan suatu jumlah tertentu sebagai dasar untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 2.5.2 Jenis Dasar Pengenaan Pajak Yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah : 1. Harga Jual Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahaan BKP, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini (UU PPN 1984) dan Potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 2. Penggantian Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut UU PPN 1984 dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak. 28
3. Nilai Impor Nilai mpor adalah nilai berupa uang, yang menjadi dasar perhitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undangundang PPN 1984. 4. Nilai Ekspor Niali ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. 5. Nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan 2.5.3. Tarif PPN 1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10 % Tarif Pajak Pertambahan Niali yang berlaku atas penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak adalah tarif tunggal, sehingga mudah dalam pelaksanaannya dan tidak memerlukan daftar penggolongan barang atau jasa dengan tarif yang berbeda sebagaimana berlaku pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas Ekspor Barang Kena Pajak sebesar 0 % 29
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak didaerah pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak yang diekspor atau dikonsumsi di luar daerah pabean, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai 0 %. Pengenaan tarif 0 % bukan berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, Pajak masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor tetap dapat dikreditkan. 2.6. Faktur Pajak 2.6.1. Definisi Faktur Pajak Menurut Waluyo Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan didalam daerah Pabean atau Ekspor Barang Kena Pajak dan untuk setiap penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan didalam Daerah Pabean. Pembuatan Faktur Pajak bersifat wajib bagi setiap Pengusaha Kena Pajak, karena Faktur Pajak adalah bukti yang menjadi sarana pelaksanaan cara kerja (mekanisme) pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai. 30
2.6.2. Jenis Faktur Pajak Menurut Mardiasmo, yang masih didasari Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai No. 18 Tahun 2000, Faktur Pajak dapat berupa : 1. Faktur Pajak Standar Dalam Faktur Pajak Standar harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau Penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat : A. Nama, Alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan Barang Ken Pajak dan atau Jasa Kena Pajak B. Nama, Alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pembeli Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak C. Jenis Barang atau Jasa, Jumlah harga jual atau Penggantian dan Potongan harga D. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut E. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang dipungut F. Kode, Nomor seri, Tanggal pembuatan faktur pajak G. Nama, Jabatan, dan Tandatangan yang berhak menandatangani faktur pajak 31
Faktur Pajak Standar harus dibuat pada : A. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak B. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan, atau C. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 2. Faktur Pajak Gabungan Untuk meringankan beban administrasi, kepada Pengusaha Kena Pajak diperkenankan untuk membuat satu faktur pajak. Yang meliputi semua penyerahan Barang Kena Pajak atau Penyerahan Jasa Kena Pajak yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli yang sama atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama. Faktur Pajak Gabungan yang merupakan Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak. 3. Faktur Pajak Sederhana Faktur Pajak Sederhana paling sedikit harus memuat : 32
A. Nama, Alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak B. Jenis dan kuantitas Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak C. Jumlah harga jual atau penggantian yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau besarnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dicantumkan terpisah D. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhaha Pengusaha Kena Pajak dapat membuat Faktur Pajak Sederhana dalam hal: A. Penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada konsumen akhir B. Penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang Nama, Alamat, atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) nya tidak dapat diketahui. 33