HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah

PENENTUAN WAKTU OPTIMAL PENGUJIAN KEUTUHAN MEMBRAN PLASMA SPERMATOZOA SEMEN BEKU SAPI LIMOUSIN DAN FRISIEN HOLSTEIN MENGGUNAKAN HYPO-OSMOTIC SWELLING

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB)

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi.

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Semen Spermatozoa

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Karakteristik. Volume (ml) 1,54 ± 0,16. ph 7,04±0,8

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO

I. PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

Pengaruh metode gliserolisasi terhadap kualitas semen domba postthawing... Labib abdillah

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis.

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertukaran cairan tubuh sehari-hari (antar kompartemen) Keseimbangan cairan dan elektrolit:

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang

KUALITAS SPERMA SAPI BEKU DALAM MEDIA TRIS KUNING TELUR DENGAN KONSENTRASI RAFFINOSA YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN. yang baik pun meningkat. Salah satu sumber gizi yang paling penting adalah protein

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

Penambahan krioprotektan dalam bahan pengencer untuk pembuatan semen beku melalui teknologi sederhana dalam menunjang pelaksanaan IB di daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang dapat menghasilkan wol

OSMOREGULASI Berasal dari kata osmo dan regulasi Artinya pengaturan tekanan osmotik (tekanan untuk mempertahankan partikel zat pelarut agar tidak muda

PENGGUNAAN KATALASE DALAM PRODUKSI SEMEN DINGIN SAPI

EFEK PENAMBAHAN LAKTOSA DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS MARMUT (Cavia cobaya) SELAMA PRESERVASI SKRIPSI

INTEGRITAS SPERMATOZOA KERBAU LUMPUR (BUBALUS BUBALIS) PADA BERBAGAI METODE PEMBEKUAN SEMEN

PERBAIKAN TEKNIK PEMBEKUAN SPERMA: PENGARUH SUHU GLISEROLISASI DAN PENGGUNAAN KASET STRAW

MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI

HASIL DAN PEMBAHASAN

Luas permukaan. Jarak zat pelarut dan zat terlarut. Suhu.

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

ABSTRAK. Kata Kunci : Jarak Tempuh; Waktu Tempuh; PTM; Abnormalitas; Semen ABSTRACT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Brahman merupakan sapi yang berasal dari India yang merupakan keturunan

Pengaruh Pengencer Kombinasi Sari Kedelai dan Tris terhadap Kualitas Mikroskopis Spermatozoa Pejantan Sapi PO Kebumen

PERAN MALTOSA SEBAGAI KRIOPROTEKTAN EKSTRASELULER DALAM MEMPERTAHANKAN KUALITAS SEMEN BEKU DOMBA GARUT

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran

PENDAHULUAN Latar Belakang

4/18/2015 FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP.

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kelinci Tipe kecil ( small and dwarf breeds

PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING DI DATARAN RENDAH TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL. Simmental Semen s Quality

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C

SKRIPSI. Oleh FINNY PURWO NEGORO. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

Pengaruh Penggunaan Tris Dalam Pengencer Susu Skim Terhadap Resistensi Spermatozoa Sapi Simmental Pasca Pembekuan

TRANSPORTASI TRANSMEMBRAN MEMBRAN SEL

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta 2. Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Cibinong 3

TINJAUAN PUSTAKA. domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. animalia, kelas: mammalia, subklas: ungulata, ordo: artiodactila, sub ordo:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus)

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

3.1 Membran Sel (Book 1A, p. 3-3)

PENGARUH MALTOSA SEBAGAI KRIOPROTEKTAN EKSTRASELULER DALAM MENINGKATKAN KUALITAS SEMEN BEKU GUNA MENDUKUNG KEBERHASILAN TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

Transkripsi:

9 HASIL DAN PEMBAHASAN Semen merupakan salah satu komponen penting dalam penghantaran spermatozoa baik secara konseptus alami maupun inseminasi buatan (IB). Keberhasilan IB sangat dipengaruhi oleh kualitas semen yang digunakan. Inseminasi di Indonesia sebagian besar menggunakan semen beku. Dalam pembuatannya semen beku mengalami berbagai macam kerusakan mulai dari efek larutan pengencer yang hipertonik, kerusakan akibat pembekuan dan akibat thawing. Untuk menjamin kualitas semen maka dilakukan serangkaian uji kualitas setelah thawing diantaranya adalah motilitas dan scoring individu. Spermatozoa diselaputi oleh membran plasma. Membran plasma ini akan mengalami kerusakan akibat pembekuan. Kerusakan membran plasma spermatozoa bisa terjadi di bagian ekor atau bagian kepala. Kerusakan di bagian kepala akan menyebabkan hilangnya enzim-enzim yang terdapat di bagian akrosom sehingga spermatozoa kehilangan kemampuan untuk membuahi ovum, tetapi spermatozoa masih bisa bergerak kerena mitokondria di bagian ekor masih berfungsi. Sebaliknya jika kerusakan terjadi pada bagian ekor maka enzim aspartat aminotransferase yang berfungsi untuk merombak adenosin trifosfat (ATP) menjadi adenosin difosfat (ADP) dan adenosin monofosfat (AMP) hilang akibatnya spermatozoa akan kehilangan daya geraknya. Pengujian terhadap rasio spermatozoa yang hidup dan mati atau keutuhan membran plasma spermatozoa dengan teknik HOS test perlu dilakukan untuk menjamin bahwa membran plasma spermatozoa dari semen beku masih baik, selain indikator motilitas dan scoring individu yang selama ini sudah dilakukan. Metode HOS test dapat memberikan informasi tentang integritas membran spermatozoa. Terdapat berbagai pendapat berbeda mengenai konsep penilaian kualitas spermatozoa dan kemungkinan perbedaan spesies pada kepentingan parameter individual, kualitas spermatozoa juga dapat dinilai dari jumlah spermatozoa, motilitas dan normalitas morfologi spermatozoa (Colenbrander et al. 2003). Selain itu terdapat perameter tambahan, yaitu keutuhan membran plasma dan keutuhan kromatin (Graham 2001; Rodriguez-Martinez 2007). Menurut Morrell dan Rodriguez-Martinez (2009), terdapat hubungan yang kuat antara fertilitas dan

10 motilitas post-thawing, jumlah akrosom normal, keutuhan membran plasma, serta abnormalitas spermatozoa pada sejumlah spesies seperti kerbau (Ahmed et al. 2003), sapi (Al-Makhzoomi et al. 2008), dan antara morfologi, integritas kromatin dan pregnancy rates pada kuda (Morrell et al. 2008). Motilitas Viabilitas Keutuhan Kromatin Morfologi normal Gambar 2 Diagram Venn untuk menunjukkan sub-populasi spermatozoa dalam satu ejakulat berdasarkan parameter kualitas spermatozoa (Morrell & Rodriguez-Martinez 2009). Semen beku berbeda dengan semen segar. Semen beku sudah ditambahkan berbagai macam bahan sehingga melapisi/menyelimuti permukaan membran plasma. Oleh karena itu perlu dicari waktu yang optimal agar hasil pengujian menjadi lebih valid. Hasil pengujian keutuhan membran plasma utuh (MPU) dengan metode HOS test pada semen beku sapi Limousin dan FH, didapatkan waktu yang paling optimal untuk melakukan pengujian tersebut adalah pada menit ke 30-45 masa inkubasi (Tabel 1 dan 2). Inkubasi ini dilakukan dalam larutan hipoosmotik dengan osmolaritas 150 mosm Kg -1 pada suhu 37 C.

11 Tabel 1 Persentase jumlah spermatozoa sapi Limousin yang bereaksi terhadap larutan hipoosmotik selama masa inkubasi Ulangan Masa Inkubasi (menit) 0 15 30 45 60 1 31.51 37.62 51.22 51.78 49.47 2 19.79 50.00 54.84 62.96 57.14 3 24.00 30.23 38.89 50.38 49.02 4 39.13 45.16 51.51 63.64 61.22 5 23.86 49.81 50.76 45.83 34.16 6 21.43 48.15 45.83 45.83 42.37 7 27.42 65.18 51.09 34.1 31.25 8 53.09 61.97 66.67 45.45 39.58 9 31.82 42.86 52.43 53.12 33.80 10 22.73 37.04 57.89 56.06 38.00 11 44.12 51.85 56.18 63.46 36.58 12 30.43 33.33 64.44 58.06 50.00 13 36.58 50.00 59.42 52.94 47.37 14 50.00 50.00 53.64 48.98 31.34 15 41.46 50.00 53.68 54.54 35.56 Rata-rata 33.16 d 46.88 b,c 53.90 a 52.47 a,b 42.46 c SD 10.55 9.63 6.81 8.00 9.43 Superskrip dengan notasi yang berbeda menyatakan perbedaan yang nyata (p<0.05). Pada awal masa inkubasi menit ke-0, sebanyak 33.16 ± 10.55 % spermatozoa sapi Limousin bereaksi terhadap larutan hipoosmotik, sedangkan sapi FH sebanyak 27.19 ± 6.11 % spermatozoa yang bereaksi. Perbedaan yang signifikan (P<0.05) terjadi pada menit ke-0 sampai ke-15, baik pada spermatozoa sapi Limousin maupun FH, yaitu 46.88 ± 9.63 % untuk sapi Limousin dan 35.97 ± 6.14 % untuk sapi FH. Puncak reaksi dari spermatozoa terhadap larutan hipoosmotik terjadi pada menit ke-30 dan ke-45, tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari persentase diantara kedua masa inkubasi tersebut. Spermatozoa sapi Limousin menunjukkan 53.90 ± 6.81 % dan 52.47 ± 8.00 % spermatozoa bereaksi, sedangkan spermatozoa sapi FH menunjukkan 44.52 ± 6.26 % dan 44.46 ± 8.42 %. Penurunan terjadi pada masa inkubasi terakhir (menit ke-60), terjadi penurunan yang signifikan dari menit ke-45 menuju menit ke-60. Semen beku sapi Limousin menurun hingga 42.46 ± 9.43 %, sedangkan semen beku FH menjadi 33.17 ± 9.63 %.

12 Tabel 2 Persentase jumlah spermatozoa sapi FH yang bereaksi terhadap larutan hipoosmotik selama masa inkubasi Ulangan Masa Inkubasi (menit) 0 15 30 45 60 1 25.93 40.00 50.00 51.35 37.78 2 34.15 34.88 41.86 41.02 26.78 3 27.50 30.35 36.73 42.00 30.00 4 25.00 29.03 42.11 43.02 36.96 5 20.00 29.27 46.67 56.52 53.53 6 34.02 42.31 41.93 49.27 13.14 7 26.47 32.14 37.93 48.15 36.00 8 23.08 44.44 55.56 57.50 41.03 9 39.65 43.75 52.50 50.00 37.10 10 22.50 30.95 43.33 35.94 29.69 11 20.00 27.03 32.50 45.45 40.28 12 36.96 43.88 45.90 40.91 39.13 13 24.59 41.38 48.93 28.57 23.08 14 23.08 35.05 41.82 46.85 23.08 15 25.00 35.05 50.00 30.43 30.00 Rata-rata 27.19 c 35.97 b 44.52 a 44.46 a 33.17 b SD 6.11 6.14 6.26 8.42 9.63 Superskrip dengan notasi yang berbeda menyatakan perbedaan yang nyata (P<0.05). Pada awal pengamatan relatif belum banyak spermatozoa yang bereaksi terhadap larutan hipoosmotik. Hal ini dapat disebabkan karena pengaruh dari bahan pengencer yang diberikan sebelum pembekuan semen. Bahan pengencer ini mengurangi sensitivitas membran plasma spermatozoa terhadap larutan hipoosmotik. Pada masa inkubasi yang lebih lama, jumlah spermatozoa yang bereaksi semakin meningkat hingga menit ke-45. Bahan pengencer semen beku lama kelamaan akan habis dan pengaruhnya semakin berkurang sehingga spermatozoa semakin banyak yang bereaksi. Semakin lama masa inkubasi maka membran plasma spermatozoa ini akan rusak hingga tidak bereaksi terhadap larutan hipoosmotik. Hal inilah yang menyebabkan penurunan yang signifikan sampai akhir pengamatan. Reaksi spermatozoa semen beku dari sapi Limousin dan FH tersebut dapat dilihat dalam Gambar 3 dan Gambar 4.

13 60 50 % HOS test 40 30 20 Rata-rata 10 0 0 15 30 45 60 Waktu (menit) Gambar 3 Grafik laju reaksi spermatozoa sapi Limousin terhadap larutan hipoosmotik selama masa inkubasi. % HOS test 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0 15 30 45 60 Waktu (menit) Rata-rata Gambar 4 Grafik laju reaksi spermatozoa sapi FH terhadap larutan hipoosmotik selama masa inkubasi. Keutuhan membran plasma spermatozoa dapat ditentukan berdasarkan persentase keutuhan membran plasma spermatozoa yang diuji dengan metode HOS test dan diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 40 10. Spermatozoa akan bereaksi dengan membengkak atau mengkerut karena masuk atau keluarnya air untuk mencapai kembali keseimbangan osmotik ketika spermatozoa berada dalam lingkungan yang hipotonis maupun hipertonis (Petrunkina et al. 2007). Hal tersebut lebih dahulu dikemukakan oleh Jeyendran et al. (1984) yang menyatakan bahwa, spermatozoa yang mempunyai integritas membran utuh ditandai dengan pembengkakan bagian kepala dan ekor yang berputar ketika dimasukkan ke dalam media hipotonis (Gambar 5).

14 Gambar 5 Reaksi spermatozoa dengan ekor membengkok yang berada pada larutan hipoosmotik. Membran plasma yang meyelubungi sebuah sel berfungsi membatasi keberadaan sebuah sel dan memelihara perbedaan pokok antara bagian intrasel dan bagian ekstrasel. Membran plasma tersebut merupakan sebuah sekat atau sebagai filter yang mempunyai kemampuan memilih bahan yang masuk dan keluar sel sehingga tetap dapat memelihara perbedaan kadar ion di luar dan di dalam sel (Nawang 2005). Spermatozoa dilindungi oleh membran plasma yang berfungsi sebagai pelindung terhadap berbagai pengaruh lingkungan. Selain itu, membran plasma juga berfungsi sebagai pengatur transport ion-ion dan air dari dalam keluar sel atau pun sebaliknya. Jika membran plasma spermatozoa mengalami kerusakan maka membran tidak dapat menjalankan fungsinya dengan normal sehingga kualitas spermatozoa yang bersangkutan akan menurun (Arifiantin et al. 1999). Metode HOS test mengevaluasi fungsi membran, tetapi variabel lainnya mungkin terlibat dalam potensi fertilitas, terutama di bawah kondisi in vitro (Rota et al. 1999). Menurut Jeyendran et al. (1984) kemampuan spermatozoa membengkak dalam larutan hipoosmotik menunjukkan membran tersebut berfungsi. Penurunan kualitas spermatozoa selama penyimpanan, baik persentase motilitas progresif maupun keutuhan membran plasma diduga akibat banyaknya spermatozoa yang mati dan menjadi toksik terhadap spermatozoa yang masih

15 hidup, sehingga secara umum kualitasnya menjadi menurun. Keberadaan zat yang bersifat toksik baik yang berasal dari spermatozoa mati maupun yang berasal dari bahan pengencer yang telah mengalami oksidasi akibat penyimpanan dapat menyebabkan tingginya kadar radikal bebas yang dapat merusak keutuhan membran plasma spermatozoa. Apabila membran plasma spermatozoa sudah mengalami kerusakan, maka metabolisme spermatozoa akan terganggu dan mulai kehilangan motilitasnya sehingga mengakibatkan kematian spermatozoa (Yulnawati & Setiadi 2005). Sebetulnya teori yang sangat sederhana yang mendasari metode HOS test ini, teori tersebut adalah hukum osmosis. Seperti yang telah kita ketahui bila sel (spermatozoa) terpapar pada media hipoosmotik, maka air akan mengalir ke dalamnya sampai mencapai keseimbangan osmotik antara intrasel dan ekstrasel, sehingga sel akan membengkak. Kebengkakan ini akan menyebabkan pembengkokan pada ekor yang mudah dilihat. Seperti halnya membran plasma pada sel lain yang bersifat semipermeabel yang apabila dibatasi oleh larutan yang berbeda tekanan osmotiknya, maka air akan mengalir masuk melintasi membran dari kompartemen hipoosmotik ke kompartemen hiperosmotik. Hal tersebut yang menyebabkan banyaknya air pada larutan yang hiperosmotik dan tekanan osmotiknya mengecil, sedangkan banyaknya air pada larutan hipoosmotik semakin berkurang dan tekanan osmotiknya semakin besar. Keadaan ini akan terus berjalan sampai dengan tekanan osmotik kedua kompartemen seimbang. Penggunaan metode HOS Test untuk menguji fertilitas spermatozoa telah dilakukan sejak lama. Ekor spermatozoa sapi akan membengkok dan melingkar seperti spiral bila spermatozoa tersebut berada dalam cairan hipoosmotik. Pembengkokan ini adalah akibat gangguan kontraksi dan relaksasi ekor oleh karena adanya aliran ion atau bahan yang berat molekulnya dari ekor ke medium hipoosmotik tersebut. Menurut Fonseca et al. (2005) ekor melingkar dimulai dari ujung distal ekor dan berlanjut menuju bagian tengah dan kepala saat tekanan osmotik pada media pembeku menurun.

16 Membengkak Gambar 6 Ilustrasi regulasi pengaturan volume pada spermatozoa. Seperti sel lainnya, spermatozoa mengontrol volumenya ketika berada dalam keadaan hipotonis dengan pembukaan channel K + dan Cl - (Gambar 6a). Saat air masuk ke dalam sel untuk mencapai keseimbangan antara tonisitas internal dan eksternal sel, channel terbuka untuk pengeluaran K + untuk menurunkan gradien konsentrasi (konsentrasi K + intraselular secara normal lebih tinggi dibandingkan dengan ekstraselular). Untuk mempertahankan netralitas elektris, Cl - keluar bersamaan. Keseluruhan pengeluaran ion menurunkan tonisitas intraselular dan konsekuensinya adalah air masuk ke dalam sel, sehingga pembengkakan menurun atau bakan kembali ke keadaan semula (RVD-regulatory volume decrease) (Petrunkina et al. 2007). Pada sel somatik, aktivasi dari channel K + dan Cl - sangat sensitif terhadap pembengkakan sel, seperti pada saluran osmolit. Aktivasi tersebut diketahui melibatkan arus sinyal yang diperantarai oleh protein phosphorylation dan dephosphorylation (Petrunkina et al. 2007). Seperti yang terlihat pada Gambar 6b,

17 aktivasi dari mekanisme transport untuk mengatur volume sel diperantarai oleh protein kinase C (PKC) dan protein phosphatase (PP). Dengan memelihara serine dan threonin sisa dari tahap phosphorilasi, aktivitas PKC terlihat untuk menjaga channel ion tertutup, sementara itu penghambatan PKC atau peningkatan aktivitas PP menyebabkan channel terbuka dan mengawali proses RVD (Gambar 7). Gambar 7 Perubahan volume spermatozoa sebagai respon terhadap kondisi hipoosmotik. Menurut Hafez (1987), membran plasma merupakan salah satu yang mempengaruhi motilitas spermatozoa dan dapat diuji keutuhannya dengan menggunakan metode HOS test. Proses pembekuan semen dan proses thawing mengakibatkan kerusakan pada membran plasma, hal ini disebabkan oleh penurunan dan peningkatan suhu semen yang sangat drastis sehingga terjadi perubahan metabolisme yang sangat cepat. Spermatozoa dengan membran plasma utuh dan berfungsi dengan baik akan bertambah besar volumenya jika disimpan dalam suatu media yang hipoosmotik. Media tersebut akan menggunakan tekanan osmotik yang cukup besar untuk mengakibatkan aliran masuk ke dalam spermatozoa sehinga spermatozoa menjadi bengkak (Jeyendran et al. 1984). Menurut Yeung et al. (1999) kemampuan mengatur volume sangat penting untuk mencapai fertilitas. Seperti yang disebutkan di atas, spermatozoa membengkak ditandai dengan pembengkokan ekor, efek inilah yang merusak motilitas spermatozoa, yang akibatnya transport spermatozoa dan penetrasi sel telur akan terganggu. Pada hewan domestik, kemampuan mengontrol volume ini sangat erat kaitannya dengan kemampuan spermatozoa membuahi telur in vivo (Petrunkina et al. 2007; Khalil et al. 2006).

18 Dalam proses pembekuan semen, diperlukan larutan pengencer yang dapat menjamin kebutuhan fisik dan kimia spermatozoa. Selama pembekuan ini terjadi pembentukan kristal-kristal es akibat dari penurunan suhu yang sangat rendah (- 196 C), disamping itu juga terjadi perubahan konsentrasi elektrolit yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada spermatozoa. Pemberian senyawa krioprotektan ke dalam pengencer dapat mengurangi efek yang tidak menguntungkan bagi spermatozoa (Rusiyantono 2008). Krioprotektan dibedakan menjadi dua jenis menurut cara kerjanya, krioprotektan intraseluler dan krioprotektan ekstraseluler. Krioprotektan yang paling berperan penting dalam melindungi sel adalah krioprotektan intraseluler karena dapat menembus membran sel. Salah satu contoh krioprotektan intraseluler yang sering digunakan adalah gliserol dan etilen glikol, keduanya dapat memodifikasi pembentukan kristal es melalui pencegahan peningkatan konsentrasi elektrolit yang dapat membahayakan sel yang dibekukan. Gliserol merupakan krioprotektan yang lazim digunakan dalam proses pembekuan semen. Selain dapat memodifikasi pembentukan kristal es, gliserol juga dapat mencegah pengumpulan molekul H 2 O dari kristalisasi es pada daerah titik beku larutan. Sedangkan etilen glikol merupakan salah satu krioprotektan yang telah dilaporkan keberhasilannya dalam proses pembekuan sel yang lebih besar dari spermatozoa, misalnya ovum (Rusiyantono 2004). Dari hasi pengamatan terlihat bahwa dari menit ke-0 sampai menit ke-45 persentase spermatozoa yang bereaksi semakin meningkat. Hal ini menandakan bahwa pada awal inkubasi belum semua spermatozoa bereaksi hingga akhirnya mencapai waktu yang optimal yaitu pada menit ke-45. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan pada semen segar sapi oleh Revell dan Mrode (1994). Pada penelitian tersebut spermatozoa yang bereaksi pada awal inkubasi sangat tinggi dan berangsur-angsur menurun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ketika pemberian larutan hipoosmotik dilakukan, spermatozoa langsung bereaksi dengan larutan tersebut. Peristiwa tersebut terjadi terus menerus hingga akhirnya membran sel rusak dan spermatozoa tidak bereaksi lagi. Jika dibandingkan dengan penelitian pada semen segar, hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis awal yakni adanya pengaruh bahan pengencer yang

19 diberikan pada semen beku pada sensitivitas membran plasma spermatozoa terhadap larutan hipoosmotik. Hasil tersebut didukung oleh Rusiyantono (2008) yang menyatakan bahwa, pemberian krioprotektan dalam media pengencer dapat memberikan pengaruh positif terhadap integritas sel. Pada saat pembekuan dan thawing terjadi tekanan yang tinggi terhadap spermatozoa akibat penurunan suhu yang drastis saat pembekuan dan peningkatan suhu yang drastis juga saat thawing. Pada saat tersebut pemberian krioprotektan, baik gliserol maupun etilen glikol, mampu memberikan perlindungan yang optimum terhadap keutuhan membran plasma dan integritas spermatozoa. Dengan demikian, maka proses metabolisme akan berjalan dengan baik, sehingga motilitas dan daya hidup spermatozoa akan terlindungi. Gliserol dan etilen glikol dapat dengan mudah memasuki intrasel melaui membran sel dengan cara difusi bebas. Gliserol dan etilen glikol menggantikan posisi sebagian molekul air yang memang harus keluar supaya tidak terjadi kristal es intraseluler saat pembekuan sehingga tidak terjadi efek solusi. Selain itu, gliserol dan etilen glikol mempunyai gugus hidroksil yang mampu mengikat air, sehingga tidak semua air bisa keluar. Sel akan kekeringan sampai mati ketika kehilangan 65 % molekul air. Kehadiran krioprotektan yang mampu mengikat air, secara langsung mencegah molekul air yang membeku di dalam sel menyatu untuk membentuk kristal es yang ukurannya lebih besar dan memiliki daya rusak yang besar terhadap sel. Gliserol dan etilen glikol yang membeku mempunyai permukaan yang halus sehingga tidak merusak membran sel, sehingga keutuhan membran plasma tetap terjaga (Supriatna & Pasaribu 1992). Pengujian keutuhan membran plasma ini dianggap penting karena hal tersebut sangat berperan dalam proses fertilisasi untuk keberhasilan IB. Rusaknya membran plasma biasa disertai dengan rusaknya tudung akrosom, sehingga menyebabkan keluarnya enzim-enzim yang diperlukan dalam proses fertilisasi. Rusaknya bagian ini menyebabkan kegagalan program IB karena tidak terjadi fertilisasi dan akhirnya tidak terjadi kebuntingan (Herdis et al. 2003). Lebih lanjut Herdis et al. (2003) menambahkan pada spermatozoa, bagian membran plasma dan akrosom lebih peka dibandingkan inti dan bagian lokomotor. Membran luar

20 akrosom spermatozoa lebih sensitif dibandingkan bagian dalam akrosom spermatozoa. Kerusakan atau perubahan tudung akrosom merupakan salah satu bentuk abnormalitas dari kepala spermatozoa. Perubahan bentuk tudung akrosom dapat berupa pembengkakan (swollen), pecah (ruptured), berkerut (ruffled) dan terlepas (detached). Kerusakan tudung akrosom menyebabkan berkurangnya kemampuan spermatozoa dalam proses fertilisasi. Keadaan ini terjadi karena pada selubung akrosom mengandung bahan-bahan akrosomal yaitu enzim-enzim penting untuk proses fertilisasi, seperti hyaluronidase, CPE (corona penetrating ezyme) dan akrosin (Vercarcel et al. 1997). Kerusakan tudung akrosom menyebabkan ketidakmampuan spermatozoa melakukan reaksi akrosom. Reaksi akrosom merupakan suatu proses eksositosis yang ditandai dengan terjadinya fusi antara membran plasma spermatozoa dengan membran luar akrosom di bagian anterior kepala spermatozoa, sehingga memungkinkan enzim-enzim hidrolitik yang dikandung dalam kantung akrosom tersebut keluar melalui pori-pori yang terbentuk, dan selanjutnya enzim-enzim tersebut akan melisiskan lapisan luar sel telur (Flesch & Gadella 2000). Pengujian keutuhan membran plasma spermatozoa sangat penting dilakukan untuk menguji fertilitas spermatozoa. Pada semen segar, tidak terdapat faktor yang mempengaruhi reaksi antara spermatozoa dan larutan hipoosmotik. Sedangkan pada semen beku terdapat bahan pengencer yang mengandung krioprotektan yang dapat menghambat reaksi antara spermatozoa dan larutan hipoosmotik.