BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Japan s Suicide Generation 1, dikatakan bahwa bunuh diri

dokumen-dokumen yang mirip
Modul ke: TEORI KOMUNIKASI TEORI INTERPRETIF. Fakultas ILMU KOMUNIKASI SOFIA AUNUL, M.SI. Program Studi BROADCASTING.

Teori-Teori Penunjang dalam Penelitian Kualitatif

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

III. METODE PENELITIAN. berasal dari kata Yunani hermeneuine dan hermeneia yang masing-masing berarti

BAB I PENDAHULUAN. bunuh diri atau yang dikenal dengan jisatsu ( 自殺 )merupakan sebuah cara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di masa yang akan datang, yang akan meneruskan kehidupan

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

Masuknya Hermeneutika dalam Lingkup Ilmu Tafsir (Review atas Artikel Sofyan A.P. Kau) Oleh: Wahidatul Wafa dan Asep Supianudin

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Teori Hermeneutik dan Perkembangannya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan

Bab 1. Pendahuluan. Keberhasilan ekonomi sebagai akibat dari kemajuan teknologi menjadikan Jepang

BAB III METODE PENELITIAN

KETERBATASAN HERMENEUTIK DALAM STUDI SASTRA

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh ulah dan perilaku manusia.

Pendekatan Historiografi Dalam Memahami Buku Teks Pelajaran Sejarah *) Oleh : Agus Mulyana

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL

Selayang Pandang Penelitian Kualitatif

RESEPSI SISWA TERHADAP PUISI CINTAKU JAUH DI PULAU KARYA CHAIRIL ANWAR. Oleh Buyung Munaris Kahfie Nazaruddin

METODE PENELITIAN. Hermeneutika berasal dari kata Yunani hermeneuine dan hermeneia yang

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini adalah deksriptif. Penelitian deskriptif merupakan

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

BAB I PENDAHULUAN. dengan hal-hal di luar karya sastra. Faktor sejarah dan lingkungan ikut

BAB I PENDAHULUAN. memahami isinya dengan baik. Walaupun demikian, isinya harus tetap memikat

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini merupakan penjelasan tentang metodologi penelitian yang digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, Jabrohim, dkk. (2003:4) menjelaskan yaitu, Bahasa memang media

BAB I PENDAHULUAN. Al-Ghazali (w M) adalah salah satu tokoh pemikir paling populer bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dari tahun ke tahun di Jepang banyak terdapat kasus-kasus yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari, pada dasarnya manusia mempunyai rasa saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra merupakan hasil karya manusia baik secara lisan maupun tulisan yang

BAB I PENDAHULUAN. melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai

CATATAN SINGKAT: BUKTI PIDANA DARI ASPEK FENOMENOLOGI Oleh: Frans Maramis 1

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN Konteks Penelitian. Manusia merupakan makhluk yang memiliki kelebihan paling luar

BAB I PENDAHULUAN. berperan bagi kehidupan seseorang dikarenakan intensitas dan frekuensinya yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar.

BAB IV KESIMPULAN. Bab keempat memuat kesimpulan dari uraian yang ada pada bab satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

Bab 1. Pendahuluan. Masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang hidup dengan penuh semangat juang

KEHIDUPAN PSIKOLOSOSIAL BUDAYA TAWURAN. Oleh : Ibnu Fat Khan PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari negara Jepang. Haruki Murakami, lahir 12 Januari 1949, dan menghabiskan masa

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA. Ahmad Sabir, M. Phil. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. diabaikan karena Ijime dapat terjadi pada setiap orang, bahkan di negara-negara

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam

MAKALAH PENELITIAN. diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh Ujian Sarjana Pendidikan pada program studi PBS Indonesia dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. aspek-aspek kemasyarakatannya, baik yang berhubungan denga penciptanya, gambaran

BAB III METODE PENELITIAN

1. A. Pengantar. 1. B. Perkembangan Konseptualisasi

KEMAMPUAN MENYUSUN KARYA ILMIAH MAHASISWA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA. Oleh Selvianingsih Salilama Fatmah AR Umar Supriyadi

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dan dialog. Berdasarkan objek penelitian yang akan diteliti yaitu fenomena yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB III METODOLOGI. orang Sabu yang berada sepanjang penggal jalan tersebut memiliki kondisi yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan

Filsafat Ilmu dan Logika

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh

ARIS RAHMAD F

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang berlangsung tanpa kehadiran bahasa. Bahasa sangat diperlukan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Sunda memiliki identitas khas yang ditunjukkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni,

Bab 1. Pendahuluan. Sastra Jepang dibagi menjadi 5 periode, sastra kuno (zaman Nara), sastra klasik

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam artikel Japan s Suicide Generation 1, dikatakan bahwa bunuh diri bukanlah suatu hal yang baru dalam masyarakat Jepang. Tingkat bunuh diri di Jepang setiap tahunnya selalu berada di atas 30.000 kasus. Pada tahun 2003 tercatat kasus bunuh diri terbanyak, yaitu 34.427 kasus. Itu berarti jika diambil rata-rata maka ada 95 kasus bunuh diri tiap harinya. Di dalam artikel berjudul Japan Suicide Japan s Growing Nightmare 2, disebutkan bahwa menurut data dari WHO (World Health Organization), kebanyakan korban bunuh diri adalah laki-laki berumur 40 sampai 60 tahun. Mereka melakukan tindak bunuh diri terutama karena merasa mempermalukan nama keluarga mereka. Penyebab lainnya adalah karena mereka terkena PHK dari perusahaan tempat mereka telah mengabdi selama puluhan tahun dan kecilnya kemungkinan mereka mendapat perkerjaan lagi karena batasan umur mereka. Berdasarkan data dari kepolisian di Jepang dalam sebuah artikel dari Japan Today 3 tercatat bahwa pada tahun 2003 terjadi 34.427 kasus bunuh diri. Walaupun pada tahun 2004 menurun menjadi 32.325 kasus tetapi tingkat bunuh diri di Jepang selama 7 tahun belakangan ini selalu lebih dari 30.000 kasus setiap tahunnya. 1 www.finetuning.com 2 www.theforeigner-japan.com 3 www.japantoday.com-japan 1

Sebuah artikel dari yang ditulis oleh Elaine Lies 4, mengatakan bahwa ada bermacam-macam penyebab bunuh diri di Jepang, diantaranya adalah masalah ekonomi, masalah kesehatan dan disebutkan juga bahwa bunuh diri adalah salah satu cara untuk bebas dari rasa malu. Dalam buku berjudul The Chrysanthemum and The Sword karangan Ruth Benedict, dikatakan bahwa masyarakat Jepang dikenal dengan budaya malunya. Budaya malu adalah budaya yang merupakan pola pikir masyarakat Jepang yang meletakkan rasa malu sebagai sanksi utama. Dalam masyarakat dengan budaya malu seperti ini, seseorang tidak akan merasa lega meskipun ia sudah mengakui kesalahannya. Rasa malu adalah reaksi terhadap kritik yang dikatakan oleh orang lain. Kegagalan untuk mengikuti norma-norma berperilaku dan melaksanakan kewajiban adalah aib (memalukan). Keutamaan rasa malu didalam kehidupan orang Jepang berarti bahwa setiap orang mengutamakan penilaian orang lain atas tindakan-tindakannya. Banyaknya kasus bunuh diri yang terjadi dalam masyarakat Jepang juga terkait dengan budaya malu yang sudah tertanam dalam pola pikir mereka. Budaya malu tersebut dapat berkembang menjadi sebuah dorongan kuat bagi mereka untuk melakukan tindak bunuh diri. Dalam kesempatan ini penulis menemukan bahwa budaya malu adalah suatu budaya yang khas yang membentuk pola pikir masyarakat Jepang. Budaya malu begitu kuat mempengaruhi pemikiran seseorang sehingga dapat mendorong 4 www.corpwatch-jp.org 2

orang tersebut untuk tetap mematuhi norma-norma dan menjalani setiap kewajibannya. Penulis bermaksud untuk meneliti hubungan antara budaya malu dengan terjadinya fenomena bunuh diri di Jepang. 1.2 Pembatasan Masalah Penelitian ini membahas mengenai keterkaitan fenomena bunuh diri dengan budaya malu dalam beberapa kasus bunuh diri yang terjadi di Jepang dalam rentang tahun 2001-2007. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana budaya malu dapat memicu tindak bunuh diri. 1.4 Metode Penelitian Penulis menggunakan pendekatan Hermeneutika Fenomenologi untuk manganalisis kasus-kasus yang ada. Fenomenologi adalah suatu filosofi yang didasarkan pada pengalaman intuitif dari sebuah fenomena, dan berdasarkan suatu pemikiran bahwa kenyataan terdiri dari objek dan kejadian, maka manusia dapat secara sadar merasakannya 5. Yang dimaksud disini adalah bahwa dengan fenomenologi kita dapat dengan 5 http://en.wikipedia.org/wiki/phenomenology 3

sengaja menempatkan diri kita pada suatu objek atau kejadian dan kemudian memakai intuisi dan imaginasi kita untuk ikut merasakannya. Fenomenologi diperkenalkan oleh Edmund Husserl 6. Fenomenologi adalah suatu ilmu yang mempelajari fenomena. Fenomenologi mempelajari struktur dari conscious experience seperti mengalaminya dari sudut pandang orang pertama, berikut juga dengan kondisi pengalaman tersebut. Conscious experience adalah suatu pengalaman yang kita alami, kita hidup dalam pengalaman itu. Marleau-Ponty mengatakan bahwa Fenomenologi adalah ilmu yang mempelajari inti dari suatu hal 7. Hal ini berarti bahwa fenomenologi selalu mempertanyakan arti dari sesuatu hal. Maka dengan ini yang dimaksud hal adalah fenomena itu sendiri. Dengan memakai fenomenologi kita kembali mempelajari fenomena tersebut dengan cara membayangkan diri kita terlibat di dalamnya. Kata hermeneutika berasal dari kata kerja Yunani hermeneuô : mengartikan, menginterpretasikan, menafsirkan, menterjemahkan. Dalam filsafat dewasa ini istilah hermeneutika dipakai dalam suatu arti yang amat luas yang meliputi hampir semua tema filosofis yang tradisional, sejauh berkaitan dengan masalah bahasa 8. Dilihat dari asal katanya, maka metode hermeneutika dapat digunakan untuk menginterpretasikan suatu teks sosial yang berarti juga mengerti hal-hal yang ada di dalamnya. William Dilthey (1833-1911) memperluas penggunaan hermeneutika agar selain dapat dipakai untuk menginterpretasikan teks, juga dapat digunakan untuk 6 http://plato.stanford.edu/entries/phenomenology/ 7 http://www.phenomenologyonline.com 8 DR. K. Bertens, Filsafat Barat dalam Abad XX, 1981, hlm. 225 4

menginterpretasikan sifat manusia (humanities) dan ilmu sosial, dimana hal-hal tersebut harus menginterpretasikan ekspresi manusia dalam hidup, baik itu berupa karya sastra, karya seni, maupun ekspresi dalam gerak atau gambar hidup (gestures) 9. Dilthey menciptakan suatu kategori yang dinamakan Erlebnisse, yaitu pengalaman-pengalaman yang bergetar bersama dengan kehidupan yang dipercayai merupakan hal yang pasti dialami oleh manusia di segala generasi, seperti cinta, kemarahan, tekanan, perubahan, keindahan, rasa sakit, ambisi, frustasi, dan persahabatan. Dilthey mengatakan : Interpretation would be impossible if the expressions of life were totaly alien. It would be unnecessary if there were nothing alien in them. Penafsiran menjadi tidak mungkin apabila ekspresi-ekspresi dalam kehidupan adalah sesuatu yang benar-benar asing. Penafsiran menjadi sesuatu yang tidak perlu apabila tidak ada yang asing dari ekspresi-ekspresi hidup. (Hermeneutics and phenomenology in research) 10 Bagi Dilthey, tugas hermeneutika ialah mengatasi keasingan suatu teks. Kita tidak dapat menghayati secara langsung peristiwa-peristiwa yang dialami orang lain, tetapi kita dapat membayangkan bagaimana jika kita yang berada dalam peristiwa itu. Setiap individu mempunyai pandangan dunia (world-view) yang tidak hanya terbentuk secara intelektual, tetapi juga terbentuk dalam kehidupan yang mencakup perasaan, keinginan dan pikiran. Dilthey memiliki 9 http://www2.uiah.fi/projects/metodi/140.htm 10 http://jmm.aaa.net.au/articles/15130.htm 5

perasaan yang kuat mengenai manusia sebagai makhluk bersejarah yang pandangan dunianya berkembang dalam masyarakat dan kebudayaan. Pandangan dunia mereka diperluas dalam hubungan dengan sesama dan perasaan-perasaan yang ditimbulkan oleh pengalaman mereka di dunia. Gadamer, yang juga merupakan tokoh hermenutika, mengatakan bahwa arti suatu teks tetap terbuka dan tidak terbatas. Maka dari itu interpretasi tidak bersifat reproduktif belaka, tetapi juga produktif. Interpretasi dapat memperkaya arti suatu teks. Jika kita berusaha menginterpretasikan suatu kasus maka arti yang terkandung didalamnya tidak terbatas pada saat hal itu terjadi, tetapi juga mempunyai keterbukaan juga terhadap masa depan. Menurut Gadamer kita tidak dapat melepaskan diri dari prasangka. Menghindari setiap prasangka sama dengan mematikan pikiran. Tidak berarti bahwa interpretasi menjadi sesuatu yang subjektif saja dan tidak kritis. Maka dari itu, kita harus dapat memisahkan mana prasangka prasangka yang berdasar dan mana yang tidak. Itulah sebabnya interpretasi yang definitif tidak dapat diberikan 11. Tujuan dari hermeneutika adalah untuk memahami objek lebih dalam. Suatu objek bila kita teliti lagi ternyata memiliki informasi yang lebih banyak yang mengarah pada suatu kesimpulan tertentu. Metode yang terpenting adalah untuk memeriksa objek dari berbagai perspektif. Objek dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang masing-masing sudut pandangnya dapat memberikan pemahaman baru mengenai objek tersebut. 11 DR. K. Bertens, Filsafat Barat dalam Abad XX, 1981, hlm. 232 6

Dari pengertian diatas maka dapat dikatakan bahwa Fenomenologi juga mencakup Hermeneutik bila metode Fenomenologi tersebut cenderung harus menafsirkan sesuatu daripada murni mendeskripsikan sesuatu. Sesuai dengan namanya, metode Hermeneutika Fenomenologi mempunyai sifat yang deskriptif (fenomenologi) karena metode ini memperhatikan bagaimana suatu hal dapat muncul, selain itu juga bersifat menafsirkan (hermeneutik) karena metode ini mengatakan bahwa tidak ada fenomena yang tidak dapat ditafsirkan. Dengan kata lain, fakta-fakta yang terjadi selalu mempunyai arti 12. Dengan menggunakan metode Hermeneutika Fenomenologi maka penulis dapat memulai penelitan dengan mengumpulkan kasus-kasus bunuh diri yang terjadi di Jepang. Kasus-kasus tersebut kemudian akan ditafsirkan dengan memperhatikan kaitannya dengan budaya malu. 1.5 Organisasi Penulisan Penelitian ini terdiri dari empat bab. Bab I merupakan pendahuluan yang menjelaskan mengenai latar belakang masalah dan disertai pembatasan masalah, tujuan penelitian dan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini. Bab II berisi tentang landasan teori yang membahas mengenai teori budaya malu. Pada bab 2.1 menjelaskan teori Benedict mengenai budaya malu yang dianggap sebagai akar kebudayaan bangsa Jepang. Bab 2.2 dan bab 2.3 menjelaskan mengenai kewajiban pada masyarakat Jepang dan menjelaskan mengenai kesadaran berkelompok masyarakat Jepang. 12 www.phenomenologyonline.com/glossary 7

Bab III berisi analisis kasus-kasus yang dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu, bunuh diri yang terjadi di lingkungan sekolah, di kalangan pegawai, di badan pemerintahan, dan di kalangan masyarakat umum. Bab IV merupakan kesimpulan dari hasil analisis kasus-kasus di bab III. 8