BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat dan telah semakin luas.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan jaringan informasi berbasis teknologi. pemerintah pusat dan daerah secara terpadu telah menjadi prasyarat yang penting

IMPLEMENTASI STANDAR PENGELOLAAN SUMBER DAYA TEKNOLOGI INFORMASI GUNA MENDUKUNG TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DI LEMBAGA PEMERINTAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadikan suatu informasi tersebut berguna bagi setiap individu yang

MEMBANGUN INKLUSIVITAS DALAM TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Pedoman Penyusunan Rencana Aksi yang Transparan dan Partisipatif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Term of Reference Hibah Inovasi Data untuk Pembangunan

KOORDINASI PENGEMBANGAN APLIKASI DI KEMENTERIAN PUPR. Oleh Masagus Z. Rasyidi (Kepala Subbidang Layanan TI PUSDATIN)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian

Inisiatif Accountability Framework

Manejemen Pusat Data

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang lebih berorientasi kepada masyarakat (citizen centric). Peran

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

E-Government di Indonesia dan Dunia

RechtsVinding Online. Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Pasal 92.

Bab I. Pendahuluan. Teknologi merupakan salah satu aspek yang sangat mempengaruhi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

yang mengetahui penyakitnya (Arbabi, 2014). Sebuah penelitian di Arab Saudi menemukan bahwa hanya 16% pasien kanker yang memperoleh informasi

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

Asesmen Gender Indonesia

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

Modul 3 PENERAPAN E-GOVERNMENT -SESI 1: SEKILAS TENTANG PENERAPAN TIK. Penulis: Dr. Nag Yeon Lee

BAB 1 PENDAHULUAN. akhir-akhir ini. Pengaruhnya telah merubah tata cara manusia bersikap dan

BAB I PENDAHULUAN I-1

Penataan Tata Laksana Dalam Rangka Penerapan e-government

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang pesat serta potensi

E-GOVERNMENT : TANTANGAN, IMPLEMENTASI dan INTEGRASI

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

REPOSITORI INSTITUSI KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Hambatan dan Tantangan dalam Mewujudkan Good Governance melalui Penerapan E-Government di Indonesia *

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan bentuk penghormatan atas demokrasi di suatu negara, yang nampak dari

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi jaringan internet telah mengubah paradigma dalam

Komputer & Pemerintah. E-Government

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Continuity Management (ITSCM) akan membahas semua aktivitas yang

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini dimana ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) memegang andil yang

BAB I PENDAHULUAN. TIK disebut sebagai kesenjangan digital (Smith, 2015). Pada awalnya,

OPEN DATA + INDUSTRI EKSTRAKTIF. Transparansi dan Akuntabilitas Penerimaan dan Belanja di Sektor Sumberdaya Ekstraktif

Kegagalan dalam Pengembangan maupun Penerapan Sistem Informasi di Organisasi (Merujuk Pendapat Rosemary Cafasso)

Bab I PENDAHULUAN. 1 Craigh (2005)

METODE REGULATORY IMPACT ASSESSMENT (RIA) UNTUK IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

Kebijakan dan Strategi e-government Dalam Mendukung e-nawacita

memberikan kepada peradaban manusia hidup berdampingan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. Goodluck Ebele Jonathan sebagai rencana pembangunan pertanian nasional yang akan

Manajemen Sistem Informasi Publik

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

KERANGKA IMPLEMENTASI LAYANAN E-CONSULTATION SEBAGAI SARANA KONSULTASI PUBLIK MELALUI INTERNET

Metode Belajar di MEDIU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat pada umumnya dikehidupan sehari-hari sangat akrab dengan

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa kepulauan yang ada di Indonesia terdapat pulau Jawa yang dimana

BAB I BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Radio merupakan salah satu media massa elektronik yang fungsinya sebagai

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Studi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE

BAB I PENDAHULUAN. Maladministrasi banyak terjadi di berbagai instansi pemerintah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan e-government merupakan upaya pemerintah Indonesia

MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT

SI402 Arsitektur Enterprise Pertemuan #9 Suryo Widiantoro, ST, MMSI, M.Com(IS)

BAB III METODOLOGI DAN RANCANGAN PENELITIAN

I. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Tulisan ini bersumber dari : WikiPedia dan penulis mencoba menambahkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dengan konsep

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Masalah Teknologi Informasi dan Konsep Avatar sebagai Solusi

Pengembangan Portal Belajar Online

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. langsung dalam pemelihan presiden dan kepala daerah, partisipasi. regulasi dalam menjamin terselenggaranya pemerintahan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Implementasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pemerintahan yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi, akuntabilitas dan transparansi kinerja pemerintahan hanya akan terwujud ketika penerapan e-government mampu menghapus batasan-batasan sosial dengan masyarakat [1]. Konsep e-government tidak hanya semata pada persoalan service delivery dan transformasi layanan publik berbasis TIK. Tantangan e-government saat ini adalah bagaimana publik dapat terlibat dan dilibatkan dalam proses jalannya pemerintahan dan pengambilan keputusan, serta mampu mendorong masyarakat berpartisipasi pada aspek politik, sosial dan budaya [2]. Telah menjadi pemahaman umum bahwa perkembangan TIK dewasa ini sungguh luar biasa. Teknologi memengaruhi gaya hidup dan kehidupan sosial, menciptakan metode-metode baru dalam komunikasi, pendidikan, perdagangan, dan lain sebagainya. Sebagai media komunikasi, TIK -- dan internet sebagai produknya -- telah merevolusi cara-cara manusia berinteraksi antar sesama, maupun berpartisipasi dalam ruang publik, pemerintahan dan demokrasi. Penggunaan perangkat-perangkat digital saat ini mampu mengurangi bahkan mengeliminasi keterbatasan jarak dan waktu pada partisipasi tatap muka, sehingga dengan bantuan teknologi informasi, praktik demokrasi dan partisipasi dapat lebih terjangkau masyarakat [3]. Adopsi TIK dalam wilayah demokrasi melahirkan konsep partisipasi elektronik atau partisipasi online, yang kemudian konsep ini dinamakan e-participation. e-participation didefinisikan sebagai transformasi aktivitas partisipasi publik dalam konteks sosial-demokrasi melalui pemanfaatan teknologi informasi [4]. e-participation merupakan salah satu bagian dari konsep e-demokrasi yang 1

menekankan pada keterlibatan publik dalam konteks pengambilan keputusan, sedikit berbeda dengan e-voting yang fokus pada pemungutan suara [5]. Jika dikaitkan dengan konsep e-government, e-participation merupakan salah satu penerapan pada aspek government to citizen (G2C) yang berhubungan erat dengan pelayanan masyarakat. Dalam kajian ilmiah, e-participation merupakan bidang penelitian yang relatif baru berkembang sejak dua dekade belakangan ini. Kebaruan bidang ini cukup menarik minat para ahli dan peneliti untuk mengeksplorasi konsep, metode, manfaat, dan berbagai aspek lainnya. Sejalan dengan itu, berbagai negara maju terutama negara-negara di eropa mulai menerapkan e-participation sebagai inovasi partisipasi di dalam sistem pemerintahannya. E-Participation dipandang sebagai alternatif solusi atas krisis demokrasi yang terjadi di banyak pemerintahan yang dicirikan dengan penurunan angka partisipasi pemilih, dan tingkat kepercayaan publik yang rendah terhadap partai politik dan lembaga pemerintah [6]. Adapun salah satu bentuk penerapan e-participation adalah model konsultasi publik berbasis teknologi informasi, atau disebut juga dengan e- consultation. e-consultation adalah konsep layanan pemerintah yang mengakomodir aspirasi masyarakat melalui diskusi secara daring (online) untuk membahas suatu isu atau permasalahan dalam perumusan kebijakan. Jika sebelumnya konsultasi publik dilaksanakan melalui tatap muka dalam bentuk seminar, rapat dengar pendapat umum (RDPU), ataupun dengan publikasi di mediamedia cetak, maka melalui e-consultation, konsultasi publik diselenggarakan secara online melalui media internet. Inisiatif ini dinilai menjadi langkah positif untuk menampung aspirasi masyarakat dalam perumusan kebijakan yang biasanya relatif lebih sulit jika dilakukan dengan tatap muka [7], yang biasanya disebabkan keengganan masyarakat umum untuk berbicara dalam topik politik dan kebijakan. Hal-hal seperti topik yang kontroversial, rasa tidak ingin berdebat, kekuatiran akan konsekuensi atas pendapatnya, ataupun merasa tidak memiliki pengalaman dan pengetahuan yang memadai dalam ranah politik menjadi alasan mengapa sebagian orang enggan terlibat dalam diskusi politik. Namun dengan memungkinkannya komunikasi dilangsungkan secara online, hal ini kemudian mampu menghapus 2

beban psikologis tadi sehingga mendorong orang untuk terlibat dalam diskusi politik. Karakteristik dunia maya membuat pengguna dapat hadir secara anonim, dan mengurangi kekuatiran akan keberadaan fisiknya. Namun sayangnya, penerapan e-consultation dan e-participation belum menjadi prioritas di lembaga-lembaga pemerintah di Indonesia. Hasil penelusuran layanan konsultasi publik online melalui mesin pencari Google hanya menampilkan satu lembaga yang aktif menerapkannya, yaitu Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika. Rendahnya penerapan e-participation di Indonesia juga diperkuat dengan hasil pemeringkatan index e-participation dunia oleh United Nations yang menunjukkan Indonesia hanya berada pada urutan ke-110, masih cukup jauh tertinggal dibandingkan negara lain [8]. Saat ini sejumlah negara telah mengembangkan dan mengimplementasikan e-consultation sebagai salah satu cara untuk mensosialisasikan kebijakan pemerintahannya. Namun ternyata menggelar wadah komunikasi berbasis teknologi dalam wilayah demokrasi tidak serta merta membawa kepada deliberasi dan diskusi yang berkualitas. Menyediakan layanan online yang ditujukan kepada masyarakat umum berarti menjadikan tingkat partisipasi publik sebagai salah satu indikator keberhasilannya, sebab tanpa adanya partisipasi publik, tentunya layanan tersebut akan menjadi sia-sia. Hal seperti inilah yang terjadi pada forum e- consultation salah satu pemerintah lokal di negara bagian Amerika Serikat yang dihentikan karena jumlah partisipasi yang sangat rendah [9]. Dalam studi yang lain dikatakan bahwa sebagian besar e-consultation yang dilaksanakan masih dalam tahap uji coba atau pilot-project. Kondisi tersebut menjadikan layanan ini belum sepenuhnya menjadi bagian yang resmi dalam proses pengambilan keputusan sehingga kontribusi-kontribusi yang dihasilkan pun belum berdampak pada kebijakan yang dihasilkan [7], [10]. Gagalnya dalam penerapan e-consultation juga dikemukakan oleh Klasinc [11] yang meneliti pelaksanaan e-consultation di Kroasia. Dalam studinya, ia menemukan bahwa pelaksanaan e-consultation di Kroasia berlangsung dengan tidak produktif. Forum komunikasi yang seharusnya menjadi wadah untuk 3

menyampaikan kontribusi-kontribusi positif justru menjadi tempat untuk melemparkan komentar-komentar negatif dan penghinaan yang cenderung menyerang pemerintah ketika tema yang dibahas dianggap merugikan pihak-pihak tertentu. Adapun menurut Klasinc, hal tersebut terjadi karena kurangnya perencanaan dan pemahaman yang baik pada strategi pelaksanaannya. Pengembangan sistem informasi dan teknologi informasi memang tidak selalu diikuti dengan pemanfaatan dan hasil yang diharapkan. Terlebih dalam lingkungan sektor publik seperti halnya e-consultation, keberhasilan layanan berbasis teknologi informasi sangat bergantung pada sejauhmana perencanaan organisasi dan pemahaman yang holistik terhadap sistem yang akan dikembangkan. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, maka melalui penelitian ini akan dikembangkan sebuah kerangka implementasi e-consultation yang dapat digunakan sebagai pendekatan implementasi serta panduan dalam penerapannya inisiatif e- consultation. 1.2 Perumusan masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dirumuskan beberapa masalah penelitian sebagai berikut: 1. Hasil survei United Nations memperlihatkan bahwa index e-participation di Indonesia berada pada urutan ke-110, masih cukup rendah dibandingkan negara-negara lain; 2. Inisiatif konsultasi publik yang digelar secara online (e-consultation) masih jarang dilaksanakan di institusi pemerintahan di Indonesia; 3. Pelaksanaan e-consultation masih menemui kelemahan-kelemahan seperti partisipasi yang rendah baik dari publik maupun dari pemerintah dan politisi, diskusi yang berlangsung dengan tidak produktif, dan sebagian besar masih dalam bentuk uji coba sehingga belum menjadi bagian yang resmi dalam perumusan kebijakan; 4. Belum adanya suatu model pengembangan yang baku sebagai acuan pengembangan dan implementasi e-consultation di Indonesia. 4

1.3 Keaslian penelitian Penelitian terkait pengembangan kerangka implementasi e-consultation maupun e-participation secara umum masih jarang dilakukan. Hal ini dikarenakan konsep e-participation yang masih tergolong baru sehingga belum ada metode pengembangan yang baku dan banyak pelaksanaan e-participation masih bersifat pilot project dan uji coba. Studi pengembangan model dan kerangka (framework) implementasi e- participation yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya dibedakan berdasarkan pendekatan tertentu. Diantaranya adalah studi pengembangan framework e-participation yang memfokuskan pada pemilihan teknik partisipasi dan perangkat TIK oleh Phang dan Kankanhalli [12]. Studi ini mengkaji tentang kesesuaian antara tujuan dengan metode partisipasi yang diterapkan. Dalam studinya mereka berpendapat bahwa inisiatif e-participation memiliki 4 (empat) tujuan pelaksanaan, dan pemilihan metode partisipasi serta perangkat TIK harus diselaraskan dengan tujuan pelaksanaan tersebut untuk mendapatkan hasil yang optimal. Berdasarkan tujuan e-participation yang dikemukakan, Phang dan Kankanhalli menyusun kerangka pemanfaatan TIK untuk e-participation dan 3 (tiga) langkah prosedur implementasi e-participation seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1.1 dan Gambar 1.1. Tabel 1.1 Kerangka Pemanfaatan TIK untuk e-participation [12] Tujuan e-participation Information Exchange Education & Support building Decision-making Supplement Input Probing Fitur utama Menyediakan wadah partisipasi publik untuk melakukan komunikasi dua arah secara bebas dan terbuka Pemilihan dan pelibatan publik dari kalangan tertentu berdasarkan demografi. Mekanisme untuk untuk memperoleh informasi tertentu untuk kepentingan pengambilan keputusan Mekanisme untuk mengumpulkan dan menganalisis masukan/opini publik secara sistematis. Perangkat TIK yang sesuai Portal web dengan forum online, online chat Electronic profiling, online chat, forum diskusi dengan registrasi, teleconference, videoconference, e-mail Group support system, Survei online, Visualization tools Survei online, web comment form, teknik analisis data (Natural Language Processing, dll) 5

Gambar 1.1 Tiga langkah prosedur implementasi e-participation [12] Islam [13] mengembangkan model implementasi e-participation yang ia nyatakan bersifat berkelanjutan (sustainable). Studi ini dilaksanakan melalui analisis benchmarking terhadap sejumlah hasil penilaian e-government dan pelayanan publik elektronik oleh lembaga-lembaga internasional. Dalam hasil penelitiannya, Islam menyusun tahapan implementasi e-participation yang kemudian dinamakan 7Ps Sustainable e-participation Implementation Model yang terdiri atas tujuh tahapan, yaitu (1) Pengembangan kapasitas dan kebijakan; (2) Perencanaan dan penentuan sasaran; (3) Pengembangan program dan informasi; (4) Penentuan proses dan perangkat; (5) Promosi; (6) Partisipasi; dan (7) Analisis implementasi. Model implementasi e-participation yang dikembangkan oleh Islam diperlihatkan pada Gambar 1.2. Post-implementation analysis Participation Promotion Process & tools Program & content development Planning & goal settings Policy & capacity buliding Gambar 1.2 7Ps Sustainable e-participation Implementation Model [13] Scherer et.al. [14] melakukan studi penyusunan kerangka panduan inisiatif e-participation. Penelitian ini dilaksanakan melalui studi kasus implementasi 6

proyek e-participation VoicE dan VoiceS di Eropa. Kerangka yang disusun berupa proses iteratif yang terdiri atas empat tahapan, yang kemudian di-breakdown menjadi enam aktivitas, yaitu: (1) Inisiasi proyek; (2) Perancangan partisipasi; (3) Perancangan e-participation; (4) Mempersiapkan informasi dan implementasi platform; (5) Promosi dan pemeliharaan; dan (6) Evaluasi. Kerangka panduan e- participation yang disusun Scherer et.al. diperlihatkan pada Gambar 1.3. Gambar 1.3 Kerangka panduan inisiatif e-participation [14] Studi penyusunan kerangka acuan e-participation juga dilaksanakan oleh Scherer dan Wimmer [15]. Penelitian ini menggunakan metodologi reference modelling dan pendekatan enterprise architecture dengan mengambil studi kasus pada proyek e-participation di Eropa yaitu LEX-IS, VoicE, dan VoiceS. Kerangka implementasi yang dikembangkan kemudian dinamakan Model Referensi e- Participation yang terdiri atas empat blok entitas, yaitu (1) Blok model prosedural; (2) Blok dimensi; (3) Blok pustaka (library); dan (4) Blok Domain Meta Model. Model referensi e-participation yang dikembangkan diperlihatkan pada Gambar 1.4. 7

Gambar 1.4 Kerangka panduan inisiatif e-participation [15] Dari penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dikemukakan di atas, umumnya kerangka implementasi yang dihasilkan masih bersifat generik, dalam artian dikembangkan sebagai panduan implementasi e-participation secara umum yang tidak spesifik pada bentuk-bentuk dan area partisipasi tertentu. Disini peneliti berasumsi bahwa setiap bentuk e-participation tentunya memiliki karakteristik yang unik dan proses yang berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga perspektif dalam perencanaan dan implementasinya tentu berbeda pula. Melihat kekurangan tersebut, penelitian ini mencoba untuk menutupi kekurangan tersebut dengan mengembangkan kerangka implementasi e-consultation sebagai panduan implementasi e-participation yang spesifik pada konsultasi publik elektronik. Perbandingan antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya dituangkan dalam Tabel 1.2. 8

Tabel 1.2 Penelitian terkait pengembangan model dan kerangka implementasi Peneliti Tujuan Metode Area E-participation Phang & Kankanhalli [12] Mengembangkan kerangka pemanfaatan TIK dalam menerapkan e-participation Studi literatur Umum Islam [13] Mengembangkan Model Implementasi e-participation yang berkelanjutan (sustainable) Benchmarking, Studi literatur Umum Scherer et.al. [14] Mengembangkan kerangka panduan inisiatif e-participation Studi kasus Umum Scherer & Wimmer [15] Mengembangkan model referensi untuk penerapan e-participation Studi kasus Umum Penelitian ini Kerangka implementasi e- consultation Studi literatur, best practice, dan studi lapangan. E-consultation 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan kerangka implementasi layanan e-consultation. Kerangka implementasi terdiri atas komponen-komponen yang menjadi karakteristik e-consultation yang disusun dalam bentuk model tahapan yang diharapkan dapat menjadi acuan dalam menerapkan e-consultation di institusi pemerintah. Penelitian ini juga akan mengembangkan prototipe aplikasi yang akan menggambarkan antarmuka (interface) e-consultation yang akan dikembangkan. 1.5 Manfaat Penelitian Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai pedoman dan acuan pengembangan layanan e-consultation sebagai media konsultasi publik bagi institusi pemerintahan untuk mendorong tingkat partisipasi masyarakat dalam proses perumusan kebijakan. Adapun manfaat secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi keilmuan dan tambahan informasi dalam lingkup 9

keilmuan e-participation, serta dapat menjadi acuan dalam melakukan penelitianpenelitian sejenis. 10