Analisis Ornamen pada Lagu Dangdanggula Degung dalam Tembang Sunda Cianjuran

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Pirigan Tembang Sunda Cianjuran Runtuyan Wanda Papantunan & Panambih (Lagu Goyong Petit, Dangdanggula Paniisan & Jeritna Hate)

Fenomena Gender dalam Dongkari Lagu-Lagu Tembang Sunda Cianjuran 1

Aspek Ritual Dalam Tembang Cianjuran

GLOSARIUM. : salah satu watak pupuh Kinanti : salah satu cara menyuarakan sebuah nyanyian : istilah ornamentasi dalam tembang Sunda

Bagian Satu. Konsep Dasar Tembang Sunda Cianjuran

Deskripsi karya Komposisi MARS UNDIKSHA

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG LAGU MARS DAN HYMNE KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI,

USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI

Deskripsi karya Komposisi MARS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

KARAKTERISTIK PUPUH KINANTI KAWALI

P r o f i l U s a h. a A s p e k P a s a r P e r m i n t a a n H a r g a...

RUK-RUK RUKMANA S KACAPI INDUNG PIRIGAN STYLE (A DEVELOPMENT OF TEMBANG SUNDA CIANJURAN MUSIC)

DAFTAR PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PEGAWAI NON AKADEMIK UKSW

5 S u k u B u n g a 1 5 %

Deskripsi karya Komposisi MARS BUDI MULIA DUA

m 2 BUDIDAYA PEMBESARAN IKAN LELE

1, 1 PENANGKAPAN IKAN DENGAN PURSE SEINE

BAB V PENUTUP. dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: yaitu terdiri dari 6 baris dalam satu bait, guru wilangan berjumlah 8 pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 36 TAHUN 2005 SERI D.22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 05 TAHUN 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reni Nuraeni S, 2014 Analisis garap pupuh pangkur dalam audio CD Pupuh Raehan karya Yus Wiradiredja

2015 KOMPOSISI KACAPI PADA LAGU KEMBANG TANJUNG PANINEUNGAN KARYA MANG KOKO

SISTEM NOTASI UNTUK PEMBELAJARAN KACAPI INDUNG TEMBANG SUNDA CIANJURAN

USAHA PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DENGAN ALAT TANGKAP GILLNET

SILABUS. Mata Kuliah TEMBANG (SM 103)

0,8 9 0,9 4 1,2 4 7,1 6 %

136 Kerajaan yang Telah Berdiri Datanglah!

Komponen dalam Tembang Sunda Cianjuran

1 0 0 m 2 BUDIDAYA PEMBESARAN IKAN NILA

USAHA PEMBUATAN GULA AREN

P U T U S A N. N o m o r / P d t. G / / P A. P a s B I S M I L L A H I R R A H M A N I R R A H I M

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN. Pupuh Balakbak Raehan merupakan salah satu pupuh yang terdapat dalam

BAB VI KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian Lagu gedé dalam Karawitan. Sunda Sebuah Tinjauan Karawitanologi, diketahui keunggulan

USAHA BUDIDAYA CABAI MERAH

BAB III AKSARA SUNDA

Deskripsi karya Komposisi jingle GRIYA BUSANA MUSLIM ANNISA

Deskripsi karya Komposisi MARS VISI

Notasi Gamelan Berkahing Gusti Mijil Pelog Nem Mu - ji Gus - ti ing si - ang lan ra - tri

Estetika Karawitan Tradisi Sunda

DALAM TEMBANG SUNDA CIANJURAN STUDI KOMPARATIF TERHADAP GAYA RUK-RUK RUKMANA DAN GAYA GAN-GAN GARMANA

Inovasi Pembelajaran Kacapi Tembang Melalui Penerapan Sistem Notasi

A a B b C c D d E e F f G g H h I i J j K k L l M m N n O o P p Q q R r S s T t U u V v W w X x Y y Z z. A I U E O a i u e o

Deskripsi karya Komposisi MARS PT KERETA API INDONESIA (KAI)

P U T U S A N. N o m o r / P d t. G / / P A. P a s B I S M I L L A H I R R A H M A N I R R A H I M

Program Kerja TFPPED KBI Semarang 1

BUPATI PURWOREJO P E R A T U R A N BUPATI P U R W O R E J O. N O M O R : 1 8 T A H U N 2006 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. yang menggunakan berbagai jenis alat musik sebagai satu kesatuan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN DIREKTORAT DANA PERIM BANGAN

EVALUASI KINERJA TRANSJAKARTA BUSWAY KORIDOR I RUTE (BLOK M-KOTA) Oleh : ANINDITO PERDANA ( )

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu,

Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKK) Tahun... K e g i a t a n Presentase Program Uraian Indikator Satuan Target Realisasi Target

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PDF created with FinePrint pdffactory trial version YUK BELAJAR NIHONGO

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PRAKTIK KERJA LAPANGAN. 3.1 Gambaran Singkat Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Deskripsi karya Komposisi jingle GARDENA DEPT. STORE & SUPERMARKET

Tes Teori Tambahan Pengganti Nilai Kurang pada Kegiatan Praktik

Pembuka. JAMINAN HIDUP KEKAL do = g 3/4 1/4 =

BABA V PENUTUP. musik gambus menjadi bagian dari kehidupan budaya Lamaholot. musik gambus seolah-olah tersingkir dari kehidupan budaya setempat.

6 S u k u B u n g a 1 5 % 16,57 % 4,84 tahun PENGOLAHAN IKAN BERBASIS FISH JELLY PRODUCT

ARTIKEL KARYA SENI TRIDATU OLEH : I WAYAN ENDRA WIRADANA NIM :

TUGAS AKHIR PERENCANAAN PERBAIKAN KALI BABON KOTA SEMARANG

PENERAPAN TEKNIK ORNAMENTASI SULING SUNDA LUBANG ENAM PADA LAGU TEMBANG SUNDA CIANJURAN oleh Engkur Kurdita. Abstrak

KESIMPULAN DM SARAN. Dari uraian dan pembahasan ten tang stu d i kasus pada. Putra A s li Utarna dirnuka dapat d it a r ik kesimpulan seba-

GD. JULA-JULI SLENDRO PATHET WOLU. Untuk instrument bonang dalam gending ini mempunyai garap khusus, yaitu pancer 3 (tergantung dengan pathetnya).

ANGKA AGREGAT PER KECAMATAN. HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 KOTA JAMBI Angka Agregat Per Kecamatan 1

BERITA ACARA PENJELASAN PEKERJAAN (AANWIJZING)

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG TARIP ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Laras, Surupan, dan Patet dalam Praktik Menabuh Gamelan Salendro

A s p e k P a s a r P e r m i n t a a n... 9

Analisis Situs Arca Domas Berdasarkan Pola Rasionalitas Budaya Sunda

P R O G R A M K ER J A T A H U N A N TIM P EN G G ER A K P K K D E SA P R IN G G O W IR A W A N TA H U N 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

JOURNAL OF RESIDU Issn Online : Print : X

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG HYMNE DAN MARS KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

BAB III METODE PENELITIAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUBU RAYA

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang meliputi; (1) Standarisasi, (2) Kompetensi Lulusan, (3)

Abstrak. Key Words: Learning Method, Instrument, Kacapi. METODE PEMBELAJARAN KACAPI MELALUI PENERAPAN SISTEM NOTASI

A. C O B O L R e se rv e d W o rd s

F E A S I B I L I T Y F A T T E N I N G B E E F C A T T L E W I T H D I F F E R E N T F E E D

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013

2. Perhatikan gambar berikut, bila dilihat dari sebelah kiri, manakah bentuk ya ng. a. b. c.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN


BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

d. Siswa menunjukan 20 suku kata [(bu-ku), (ca-be), (da-du), (gu-la), (ja-ri),

BAB I PENDAHULUAN. Konsep diri merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap

TUGAS PLPG PEMBUATAN MODUL PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian yang tumbuh dan berkembang di masyarakat merupakan salah

MATERI UAS SENI MUSIK SEMESTER 5.

MENTER!KEUANGAN REPUBLIK JNDONESIA SALIN AN

Kerangka Materi, Narasi, dan Hasil Produk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN. Secara keseluruhan desain yang diterapkan dalam perancangan ulang kemasan produk

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA STAF AHLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

Rosliani: Analisis Ornamen pada Lagu Dangdanggula Degung 6 Analisis Ornamen pada Lagu Dangdanggula Degung dalam Tembang Sunda Cianjuran Elis Rosliani Mahasiswa Program Pascasarja STSI Bandung ABSTRACT This paper is an analysis study on Dangdanggula Degung Song viewed with Antagonistic Dualism theory by Jakob Sumardjo. The song, textually, has a strong and dynamic character. To verify public views (especially the community of Tembang Sunda Cianjuran) that Dangdanggula Degung Song has a strong and dynamic character, the song has been tried to be analyzed from the point of t position and the contour of the melody. The result of this musical analysis study is then interpreted referring to the theory of Antagonistic Dualism by Jakob Sumardjo. Based on this interpretation, a paradoxical phenomenon was found as an illustration of Tritangtu pattern of Sundanese people. This is the subject matter to be discussed in this paper. Keywords: t, Dangdanggula Degung song, Tembang Sunda Cianjuran ABSTRAK Tulisan ini merupakan kajian analisis terhadap lagu Dangdanggula Degung ditinjau berdasarkan teori Dualisme Antagonistik Jakob Sumardjo. Secara tekstual, lagu tersebut memiliki karakter gagah dan dinamis. Untuk membuktikan pendapat umum (khususnya ko - munitas Tembang Sunda Cianjuran) bahwa lagu Dangdanggula Degung memiliki karakter gagah dan dinamis, maka lagu tersebut dicoba dianalisis dari sisi penempatan dan kontur melodinya. Hasil kajian analisis musikal ini kemudian diinterpretasikan dengan merujuk pada teori Dualisme Antagonistik Jakob Sumardjo. Berdasarkan interpretasi tersebut ditemukan sebuah fenomena yang bersifat paradoks sebagai gambaran pola Tritangtu masyarakat Sunda. Inilah pokok bahasan yang akan diuraikan dalam tulisan ini. Kata Kunci:, lagu Dangdanggula Degung, Tembang Sunda Cianjuran PENDAHULUAN Sampai saat ini, kajian analisis terhadap lagu-lagu Tembang Sunda Cianjuran hanya sebatas pada kajian tekstual tanpa ditafsirkan lebih lanjut untuk menangkap makna apa yang tersembunyi di balik peristiwa musikal tersebut. Kajian analisis tekstual yang direlevansikan terhadap konteksnya akan lebih bermakna daripada hanya sekedar mendekonstruksi persoalan teksnya saja. Analisis teks dan konteks terhadap wujud seni Tembang Sunda Cianjuran (khususnya pada lagu Dangdanggula Degung) tentu sangat penting, tidak hanya untuk menambah

Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol., No., Maret 0: - 08 7 pengetahuan terhadap para senimannya, tetapi juga untuk acuan para guru atau dosen ketika mereka mengajarkan materi Tembang Sunda Cianjuran (khususnya dari ranah kognitifnya). Hingga saat ini, untuk membedakan antara lagu-lagu Papantunan, Jejemplangan, Dedegungan, dan Rarancagan hanya sebatas pada bentuk Pirigan (iringan) kacapi indung, munculnya nada dominan, dan pemakaian nada Kempyung(- atau -) sebagaimana telah diidentifikasi oleh Apung S. Wiraatmadja (997). Sementara perbedaan dari sisi wujud lagunya itu sendiri belum pernah dibahas, hanya sebatas pada pewacanaan saja. Banyak tokoh seniman Tembang Sunda Cianjuran yang berpendapat bahwa cara membawakan lagu Dedegungan itu harus gagah. Ada juga yang berpendapat bahwa membawakan irama lagu Dedegungan itu harus agak cepat, tidak boleh menggunakan tempo lambat. Pendapat para tokoh Tembang Sunda Cianjuran ini oleh sebagian seniman Tembang Sunda Cianjuran (khususnya para penembang) dijadikan rujukan, namun pada umumnya mereka tidak tahu alasan mengapa membawakan wanda lagu Dedegungan harus gagah dengan tempo agak cepat. Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka pada kesempatan ini, penulis mencoba menganalisis lagu-lagu Wanda Dedegungan (khususnya pada lagu Dangdanggula Degung) dilihat dari penggunaan tasi dan kontur melodi. Melalui analisis tasi dan kontur melodi ini, diharapkan dapat diketahui alasan mengapa Wanda Dedegungan dipandang memiliki karakter gagah dibandingkan dengan wanda Papantunan, dan aspek apa yang menyebabkan wanda lagu Dedegungan itu memiliki karakter gagah. Permasalahan tersebut sangat menarik untuk dibahas karena tidak hanya menyangkut persoalan musikal, tetapi juga berkait dengan aspek-aspek lainnya di luar persoalan musikalitas. Untuk mengkaji permasalahan ini, penulis menggunakan teori Dualisme Antagonistik temuan Jakob Sumardjo yang dikenal dengan konsep Tritangtu (Pola Tiga). Menurut Jakob Sumardjo, pemikiran estetika Pola Tiga muncul dari kehidupan masyarakat ladang yang berpandangan bahwa bila ada dua hal yang bersifat paradoks (ber - tentangan), maka kedua hal yang bersifat paradoks itu harus dikawinkan agar terpelihara kehidupan yang harmonis. Hasil dari perkawinan tersebut akan menghasilkan kehidupan baru sehingga melahirkan Pola Tiga. Untuk memahami teori Dualisme Antagonistik ini lihat kutipan berikut ini. Pola tiga bertolak dari kepercayaan Dualisme Antagonistik segala hal. Misalnya, langit di atas, bumi di bawah; langit basah, bumi kering; langit perempuan, bumi laki-laki; langit terang, bumi gelap. Keduanya terpisah dan berjarak. Pemisahan itu tidak baik karena akan mendatangkan kematian. Pemisahan segala hal yang Dualistik Antagonistik harus diakhiri, yakni dengan mengawinkan keduanya. Hidup itu dimungkinkan karena adanya harmoni. Syarat hidup adalah adanya harmoni dari dua entitas yang saling bertentangan tetapi saling melengkapi (Jakob Sumardjo, 006:7). Teori tersebut dipakai sebagai landasan berpikir penulis dalam menjawab permasalahan mengapa lagu-lagu Wanda Dedegungan dalam Tembang Sunda Cianjuran memiliki karakter gagah. Di samping untuk menjawab permasalahan di atas,

Rosliani: Analisis Ornamen pada Lagu Dangdanggula Degung 8 penulis pun ingin membuktikan apakah cara berpikir masyarakat Sunda ladang masih tersisa pada masyarakat Sunda yang lahir kemudian (khususnya zaman pemerintaan R. A. A. Kusumahningrat). Dua permasalahan tersebut akan dijawab melalui analisis tasi dan kontur melodi lagu khususnya pada lagu Dangdanggula Degung. PEMBAHASAN Sekilas tentang Wanda Dedegungan dalam Tembang Sunda Cianjuran Berdasarkan hasil studi literatur terhadap beberapa sumber, baik laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi, maupun buku yang membahas Tembang Sunda Cianjuran, bahwa Wanda Dedegungan dinyatakan lahir dari seni Degung. Oleh karena wanda lagu ini bersumber dari gamelan Degung, maka jenis repertoar lagu-lagunya disebut Wanda Dedegungan. Salah satu bukti bahwa lagu-lagu Wanda Dedegungan berasal dari seni Degung, dapat dilihat dari alunan melodi yang cenderung menggunakan nada-nada tinggi, penggunaan pola cindek lagu Degung terhadap Wanda Dedegungan, dan nama-nama lagu yang selalu diikuti oleh istilah Degung di belakang nama lagu tersebut, seperti: Sinom Degung, Dangdanggula Degung, Rakitan Degung, Asmarandana Degung, Manangis Degung, dan Genre Degung. Pengaruh seni Degung terhadap Wanda Dedegungan dalam Tembang Sunda Cianjuran bisa dilihat dari aspek melodinya yang cenderung menggunakan nadanada tinggi. Melodi yang dimainkan instrumen Bonang (pada lagu-lagu Degung klasik) dapat diperkirakan sebagai sumber terbentuknya Wanda Dedegungan. Di samping itu, alunan melodi Degung klasik yang sering menggunakan pola cindek (di tengah-tengah melodi jatuh pada nada ), juga sering muncul pada setiap lagu Wanda Dedegungan dalam Tembang Sunda Cianjuran (Heri Herdini, 008: 9). Menurut Uking Sukri, tabuhan Kacapi Rincik dalam Tembang Sunda Cianjuran juga bersumber dari melodi lagu Degung klasik, terutama pola tabuhan Seler Putrinya. Pola tabuhan Seler Putri ini ditransformasikan pada tabuhan Kacapi Rincik. Lagu-lagu Wanda Dedegungan sekurang-kurangnya dapat dilihat melalui ciri ciri sebagai berikut: () larasnya pelog; () lagu-lagu Wanda Dedegungan umumnya memiliki wilayah nada dari ( mi) sampai dengan ( la); () selalu memakai Gelenyu pada Pirigan/iringan awal; () Rumpakanya kebanyakan menggunakan Pupuh; dan () pada akhir Kenongan (nada pokok lagu) atau akhir frase harus seperti bunyi gamelan yang dipukul (Wiraatma - dja 96:7; Enip Sukanda 98:7). Dalam Wanda Dedegungan, nama-nama dari Pupuh yang 7 itu banyak yang dijadikan sebagai judul lagu yang dirangkaikan dengan kata Degung, misalnya: Dangdanggula Degung, Asmarandana Degung, Kinanti Degung, Sinom Degung, dan Wirangrong Degung. Lagu-lagu lainnya menggunakan Pupuh tertentu tanpa mengaitkannya dengan judul. Lagu-lagu demikian di antaranya Panangis Degung (menggunakan Pupuh Dangdanggula), Rakitan Degung, dan Rumangsang Degung (menggunakan Pupuh Sinom). Dalam pembahasan ini, lagu Wanda Dedegungan yang dianalisis yaitu lagu Dangdanggula Degung seperti yang tertulis di berikut ini.

Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol., No., Maret 0: - 08 9 Dangdanggula Degung Nu dumeling cahayaning a ti cahya letah lilisanan ra sa Nu moncorong cahya... panon nu mulus cahya pa ngam bung Mugi jadi di ba dan ab di Gebray caang di tukang di hareup bur ngempur Mancur ti luhur ti handap Allohumma caahan cahya sa ja ti jatining ka ma nu san

Rosliani: Analisis Ornamen pada Lagu Dangdanggula Degung 60 Catatan: Nada pada notasi di atas (diberi warna merah) yaitu untuk membuktikan bahwa nada tersebut sering digunakan sebagai pola Cindek (nada antara untuk menuju akhir frase melodi). Analisis Ornamen dan Kontur Melodi pada Lagu Dangdanggula Degung Sebelum penulis melakukan analisis pada lagu Wanda Dedegungan, terlebih dahulu perlu disampaikan tentang jenis-jenis Dongkari yang membentuk tasi dalam vokal Tembang Sunda Cianjuran. Sampai saat ini, jenis-jenis Dongkari baru teridentifikasi sebanyak 7 jenis yaitu: Dongkari Riak (m), Reureueus (ΛΛΛ), Gibeg (ƺ), Kait ( ), Inghak (h), Jekluk,(ٮ) ( ), Rante (ƺ), Lapis ( ), Gedag (Ζ), Leot Buntut,(כּ) Cacag (//), Baledog ( ), Kedet (Ω), Dorong ( ), Galasar (З), Golosor (ξ). Dongkari adalah hiasan terkecil dalam vokal Tembang Sunda Cianjuran yang terkait dengan teknik mengolah suara. Sementara itu, adalah gabungan dari dua atau lebih Dongkari yang membentuk kesatuan hiasan lagu. Dalam lagu Wanda Dedegungan, jenis yang digunakan ada yang terdiri atas gabungan dua Dongkari, tiga Dongkari, atau bahkan ada juga yang terdiri atas empat atau lebih Dongkari. Dalam lagu Dangdanggula Degung, yang digunakan terdiri atas gabungan dua Dongkari, tiga Dongkari, empat Dongkari, dan enam Dongkari. Setiap Dongkari diberi lambang tersendiri. Untuk mengetahui pada bagian mana Dongkari-Dongkari tersebut digunakan, maka Rumpaka (lirik lagu) lagu tersebut ditulis dan dipotong -potong berdasarkan suku kata yang diletakkan pada garis kotak-kotak. Sementara itu, pengidentifikasian dapat dilihat pada setiap kotak yang berisi dua atau lebih lambang Dongkari dengan diberi warna. Untuk kebutuhan analisis ini (supaya lebih mudah), penulis menggunakan istilah sendiri dalam mengidentifikasi jenis-jenis. Ornamen yang terdiri atas gabungan dua Dongkari disebut OR, sedangkan yang terdiri atas gabungan tiga Dongkari disebut OR. Demikian seterusnya hingga OR 6. OR 6 yaitu jenis yang terdiri atas enam Dongkari. Ornamen (OR ) diberi warna hijau; OR diberi warna kuning; OR diberi warna abu muda; dan OR 6 diberi warna merah. Untuk lebih jelasnya, lihat penempatan pada lagu Dangdanggula Degung berikut ini. Dangdanggula Degung m Ζ m m Ζ Frase Nu du me ling Ca ha ya ning a ti ƺ Ζ m ƺ Ζ Frase cah ya Le tah Li li sa nan ra sa

Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol., No., Maret 0: - 08 6 Frase nu mon Co rong cah ya pa non m Ζ m ƺ Ζ ƺ Ζ Frase nu mu Lus cah Ya pa ngam bung m m ξ Frase mu gi Ja di Di ba dan ab di mh Frase 6 geb ray Ca ang Di tu kang m m h З ƺ Frase 7 di ha reup bur Ngem pur m Frase 8 man cur Ti lu hur ti han dap ƺ ƺ ƺ ƺ m Frase 9 A lloh hum ma Ca a han cah ya sa ja ti m m h З Ζ ƺ 0 ja Ti ning ka Ma nu san mh Ζ ƺ Ornamen dalam lagu Dangdanggula Degung ada empat jenis yaitu: OR, OR, OR, dan OR 6. OR digunakan sebanyak 0 kali, dan kecenderungannya digunakan pada setiap akhir frase melodi. OR digunakan sebanyak 6 kali, dan kecenderungannya digunakan pada setiap tengah-tengah frase melodi. Dari ke enam tersebut, OR hanya satu kali digunakan pada akhir frase melodi. OR hanya digunakan satu kali pada menjelang berakhirnya frase melodi. Sementara itu, OR 6 digunakan sebanyak dua kali, satu kali di akhir frase melodi, dan yang satu lagi di tengah frase melodi. Untuk lebih jelasnya, lihat tabel berikut ini.

Rosliani: Analisis Ornamen pada Lagu Dangdanggula Degung 6 Tabel. Jumlah Penggunaan dan Penempatan Ornamen pada lagu Dangdanggula Degung No Jenis Ornamen Jumlah Pemakaian Penempatan pada Lagu OR 0 kali Di akhir frase melodi OR 6 kali Di tengah-tengah frase melodi OR kali Menjelang berakhirnya frase melodi OR 6 kali Satu kali di akhir frase, dan satu kali di tengah frase melodi Dari t D ab a e r l i h taab si e l l a h n a s l il is i an d a i li a s t i a s s, d d i a p tas t, dap s a a t tu di j n e y n a is ta o k r a n am b e a n hw p a un O y R an g d a ig n u O na R ka n. dinyatakan bahwa OR dan OR me- Ini menandakan alam transenden yang tiru m p e a r k u a p n ak o a r n m or e n a ta m si en d t o a m si in d a o n m y i a n a g n m yaa - ng ma d s a i k ng d - i m hu a n si i n o g leh m d e u m n i l a ik k i eh p i e d r u a p n an be y r a b n e g d s a i- sing-masing memiliki peran berbeda kait- fatnya material. Sementara itu, di tengahanknaiytaandneynagadnenpgeannemppeanteamn pjeantaisnojrennaims oenrnamentednaglaahmfrsatsreukmteulroldaigduạnosretiapceankdheirrufrnagse dalam struktur lagu. OR cenderung melodi diisi oleh jenis-jenis. bbereardada appaaddaa sseettiiaapp akhhi irr ffrraasseemmeleoldodi,is, edanginkianmoernancdeankdaenrubnaghbwearadteandgiahtēntegnagha-h sedangkan OR cenderung berada di te- frase melodi dan akhir frase melodi sentgeanhg-atehnfgraahsefrmaseelomdei.loadpi.aabipla bmilaermujeurku-pada bteaograiijcaekrombinsaunmdaurdnjioa Tteenntganahg dtarnitadnugntuia juk pada teori Jakob Sumardjo tentang Bawah yang diisi oleh alam kehidupan T(rPitoanlagtTuig(aP)o, lafentoigmae),nafeinnoimceunkaupinmi ecnua- rik unytaunkg sbiifsaatndyialimhaattekreiadlụdduknaianbpaowlaa-hpdoliaisi kup menarik untuk bisa dilihat keduduk- oleh kehidupan berbagai tumbuhan yang an orn p a o m la- e p n o k la ai o ta r nn m ya en de k n a g it a n nn fu y n a g d s e in n y g a an di dala m el s e t k ru at kt p u a r d lagu tȧn O ah R, se p d e a n n e g m k p a a n ta D nn u y n a ia fungsinya di dalam struktur lagu. OR Tengah diisi oleh kehidupan umat ma- be p r e a n d e a m d p i a t e a n gah -tengah frase meloḏi ḻagu. Bila merujuk pada teori Jakob Suṃardjo nya berada di tengah te nusia dan berb g i jen s binatang Dunia ngah frase melodi lagu. Bila merujuk Atas itu kosong, tetapi sesungguhnya ia tentang pola tiga, bahwa OR merupakan gambaran Dunia Tengah sebagai hasil pada teori Jakob Sumardjo tentang pola itu isi, sedangkan Dunia Bawah dan Dunia Tengah itu berisi, tetapi sesungguhnya tiga, bahwa OR merupakan gambaran perkawinan dari Dunia Atas dan Dunia Bawah. Bila struktur lagu Dangdanggula Dunia Tengah sebagai hasil perkawinan adalah kosong. Mengapa Dunia Bawah dari Dunia Atas dan Dunia Bawah. Bila dan Dunia Tengah itu sesungguhnya Degung ini direlevansikan dengan persoalan Dunia Atas, Dunia Tengah, dan Dunia struktur lagu Dangdanggula Degung ini kosong, karena pada suatu saat tertentu, d B ir a e w lev ah an s e ik b a n ga d im en a g n a n ya p n e g rso d a im lan ak D su u d ni o a leh Jak s o e b mu Su an m y a rd ak jo a, n m h a il k a a ng aw da a n l l f e r n as y e ap m t e a l k o t d e i r- Atas, Dunia Tengah, dan Dunia Bawah sisa. Sedangkan Dunia Atas yang kosong se (d b alaa a m ima s n tr a uk y t a u n r g l d ag im u ak te s r u s d eb o u l t e ) h d J aap k a o t b diide s n e t c ik ar k a an kas d a e t n m ga a n ta, D se u s n u i n a gg A u t h a n s; ya te i n tu ga a h d - a, Sumardjo, maka awal frase melodi (dalam dan tak akan pernah hilang dan lenyap. sttreunkgtauhr lafrgausetermseebloudt)iddaappatatdididiiednetniktikkaknan dengaknedduudnuikaantednagnahp;enseemdapnagtaknanjeankishoirrdengan Dunia Atas; tengah-tengah frase namen dalam struktur lagu Dangdanggula mferalosdeimdealpoadt iddiiadpeantidkkiiadnendteinkgkaan Ddeunngiaan DunDieaguBnagwianhi.cuDkaulpammteanbaerlikanbail lis dtaikmaiptkakan Tengah; sedangkan akhir frase melodi dengan keberadaan jumlah (angka), baik djaepl ast dbiaidhwenatikpkaadna dsentigaapnadwuanliafrbasaewmahẹlodi ttiedrakkaiat daensgaatun jjeunmislaohrpnearmmeaninpaunn(byearnagpa j Dalam tabel analis tampak jelas bahwa pada setiap awal frase melodi tidak ada kali dimainkan) maupun hubungan antara jenis tasi (OR, OR, OR,

Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol., No., Maret 0: - 08 6 dan OR 6) dan jumlah permainannya dalam struktur lagu. Jenis ( OR ) dilihat berdasarkan jumlah pemakaiannya dimainkan sebanyak 6 kali. Bila angka 6 dibagi [OR ], maka menghasilkan angka. Angka ini (dalam tabel hasil analisis) adalah jumlah permaian OR 6, dalam arti OR 6 dimainkan sebanyak dua kali. Bila angka 6 dibagi dua, maka menghasilkan angka. Angka itu (dalam tabel hasil analisis) identik dengan OR. Fenomena ini menggambarkan sesuatu yang sifatnya paradoks. Dalam arti, paradoks antara jenis dan jumlah permainan. Untuk lebih jelasnya lihat bagan berikut ini. Dimainkan OR 6 kali 6: = Dimainkan OR 6 kali 6: = + = Bila angka (hasil pembagian, 6:) dijumlahkan dengan angka (hasil pemba - gian, OR 6 dibagi ), maka hasilnya adalah angka. Oleh karena angka lima ini merupakan hasil perkawinan antara keberadaan OR dan OR 6, maka muncullah pola ketiga yang tercermin pada OR dan OR. Dalam tabel analisis tampak jelas bahwa OR dimainkan 0 kali, sedangkan OR dimainkan kali. Oleh karena [OR dan OR ] merupakan hasil perkawinan dari OR dan OR 6 yang sifatnya paradoks, maka OR dan OR dianggap sebagai pola ketiga yang notabene perhitungan matematisnya juga berbeda, yaitu menggunakan konsep penjumlahan dan pengurangan. Untuk lebih jelasnya, bagaimana perhitungan matematisnya, lihat bagan berikut ini. Dimainkan OR 0 kali Dimainkan OR kali + + 6 6 = Dari uraian ini dapat dipertegas bahwa permainan dan penempatan khususnya pada lagu Dangdanggula Degung mengandung unsur yang sifatnya paradoks. Dalam lagu Dangdanggula Degung tidak ada jenis, ( OR ). Fenomena ini menunjukkan bahwa pada lagu tersebut terdapat konsep Isi dan Kosong. Secara kasat mata, OR adalah Kosong karena tidak digunakan pada lagu Dangdanggula Degung. Namun, sesungguhnya OR itu ada karena terwakili oleh hasil perkawinan antara OR dan OR 6 seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Untuk membuktikan apakah pola pikir masyarakat ladang masih tercermin pada masyarakat Sunda abad ke-9 (khusus - nya zaman R.A.A. Kusumahningrat), mari lihat pula hasil analisis kontur melodi pada lagu Dangdanggula Degung. Sebelum menganalisis lagu tersebut, terlebih dahulu perlu dijelaskan tentang simbol nada-nada yang menunjukkan nada tinggi, sedang, dan rendah. Nada tinggi memakai titik di bawah nada yang dimaksud, sedangkan nada rendah memakai titik di atas nada yang dimaksud. Sementara nada sedang tidak memakai titik, baik di atas nada maupun di bawah nada yang dimaksud. Untuk lebih jelasnya, lihat contoh berikut ini.

Rosliani: Analisis Ornamen pada Lagu Dangdanggula Degung 6 Nada Tinggi Nada Sedang Nada Rendah Lagu Dangdanggula Degung terdiri kedudukannya berada di tengah-tengah atas 0 FLraasgeumDealnogddiạnKgegula0 Dfreagsuenmg teelroddiiri atasfr0asferamseelmodeiloydaiṅkg eber0fufrnagsesimseebloadgiai inicinini diisi oleh nada sedang dan nada ting- dek (nada penegas sebelum berakhirnya gi ḍi P is a i da ole la h gu na D d a ng s d e a d n a g n g g ula d D an eg n un ad g a tid ti a n k ggi. P s a e d t a iap lag f u ras D e an m g e d l a o n d g i g ) ụla Ap D a e b g i u la ng ju t m id l a k h 8 ditemukan pemakaian nada rendah. Frase melodi ke,, dan, kontur melodinya berada pada wilaya nada tinggi. Frase melodi ke,, 6, 8, dan 9, kontur melodinya berada pada wilaya nada sedang. Sementara itu, frase melodi ke 7 dan 0, kontur melodinya berada pada wilayah nada sedang dan nada tinggi. Fenomena ini menunjukkan bahwa frase melodi ke 7 dan 0 merupakan perkawinan dari frase melodi (,, ) (nada tinggi) dan frase melodi (,, 6, 8, 9) ( nada sedang). Bila dianalogikan dengan perhitungan angkaangka, dapat ditemukan pola rasionalisasi sebagai berikut. Frase melodi (,, ), bila angka-angka tersebut dijumlahkan dapat menghasilkan angka 7. Sementara frase melodi (,, 6, 8, 9), bila angka -angka tersebut dijumlahkan dapat menghasilkan angka. dikurangi 7 adalah. Sementara itu, frase melodi yang kontur melodinya menggunakan campuran antara nada tingi dan nada sedang adalah frase ke 7 dan frase ke 0. Bila angka 0 dikurangi 7 dapat menghasilkan angka. Jadi, dibagi adalah 8. Angka 8 ini merupakan hasil perkawinan dari dua hal yang bersifat paradoks antara gabungan frase melodi (,, ) dan frase melodi (,, 6, 8, 9). Pada analisis kontur melodi yang ditulis berdasarkan urutan frase melodinya (lihat notasi kotak di bawah), ada nada (na) yang diberi warna merah. Nada ini (hasil perkawinan dari dua hal yang paradoks tadi) dikurangi oleh angka, maka dapat menghasilkan angka. Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis kontur melodi ini, dapat ditemukan angka yang memiliki kedudukan penting dalam konteks kehidupan masyarakat Sunda. Dalam konteks kehidupan budaya Sunda, jumlah angka-angka mengandung simbol dan pemaknaan tersendiri. Misalnya, angka simbol dari yang Esa. Angka simbol dari dualisme yang bersiat paradok. Angka simbol dari Tritangtu. Sementara itu, angka dan merupakan penyatuan antara pasangan dualitas ditambah satu pusat sebagai simbol Opat Kalima Pancer. Bila simbol angka-angka ini dikaitkan dengan hasil analisis dan kontur melodi sebagaimana telah dijelaskan di muka (yang meng - hasilkan angka ), maka dapat dinyatakan bahwa lagu Dangdanggula Degung menggambarkan falsafah orang Sunda yang kehidupannya sangat bergantung pada alam dan keesaan yang tunggal. Angka yang kedudukannya sebagai pusat (pada Opat Kalima Pancer ) dapat ditafsirkan sebagai sumber kekuatan, dan semua itu berasal dari yang Esa.

Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol., No., Maret 0: - 08 6 Kontur Melodi Lagu Dangdanggula Degung Frase - Nu du me ling ca ha ya ning a ti Frase cah ya le tah li li sa nan ra sa Frase nu mon co rong cah ya pa non Frase - nu mu lus cah ya pa ngam bu--------

Rosliani: Analisis Ornamen pada Lagu Dangdanggula Degung 66 - -------------ung Frase mu gi ja Di di ba dan ab di Frase 6 geb ray ca ang di tu kang Frase 7 di ha reup bur ngem pur Frase 8

Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol., No., Maret 0: - 08 67 Frase 8 man cur ti lu hur ti han dap Frase 9 A lloh hu Ma ca a han cah ya sa ja ti------- ----------i Frase 0 - ja ti ning ka ma nu

Rosliani: Analisis Ornamen pada Lagu Dangdanggula Degung 68 san PENUTUP Berdasarkan uraian dan hasil analisis di atas, diperoleh kesimpulan bahwa dalam lagu Dangdanggula Degung dapat ditemukan keunikan musikal yang bersifat paradoks sehingga muncul Pola Tiga sebagai cerminan dari konsep Tritangtu yang merupakan estetika masyarakat Sunda. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa dalam artefak seni Tembang Sunda Cianjuran (khususnya pada wanda lagu Dedegungan) masih tersisa pola pikir masyarakat Sunda primordial yang berfalsafahkan Pola Tiga. Lagu-lagu Wanda Dedegungan (khususnya lagu Dangdanggula Degung) memiliki karakter gagah. Terbentuknya karakter gagah dalam lagu tersebut disebabkan oleh dua hal, yaitu: () alunan melodinya sangat dinamis; dan () banyak menggu - nakan nada-nada tinggi, dan nada tinggi ini cenderung diisi oleh tasi sehingga bangunan musikalnya tampak memiliki karakter gagah. Enip Sukanda. 98 Tembang Sunda Cianjuran: Sekitar Pembentukan dan Perkembangannya. Bandung: Proyek Pengembangan ISI Sub Proyek ASTI Bandung. Heri Herdini dkk. 008 Mengungkap Nilai Tradisi pada Seni Pertunjukan Jawa Barat. Balai Pengelolaan Kepurbakalaan, Sejarah dan Nilai Tradisional Disbudpar Prov. Jawa Barat. Jakob Sumardjo. 00 Simbol Simbol Artefak Budaya Sunda. Bandung: Kelir.. 006 Estetika Paradoks. Bandung: Sunan Ambu Press.. 0 Sunda Pola Rasionalitas Budaya. Bandung: Kelir. DAFTAR PUSTAKA Apung S. Wiraatmadja. 997 Mengenal Seni Tembang Sunda. Bandung: Iptek.