BAB II LANDASAN TEORI. Psikologi Tokoh Eko Prasetyo dalam Novel Jangan Ucapkan Cinta Karya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah

BAB I PENDAHULUAN. Konflik terjadi acap kali dimulai dari persoalan kejiwaan. Persoalan

ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA NOVEL HUJAN DI BAWAH BANTAL KARYA E. L. HADIANSYAH DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan produk pengarang yang bermediakan bahasa dan

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini melibatkan beberapa konsep seperti berikut ini.

BAB I PENDAHULUAN. dalam diri manusia adalah kecemasan neurotik. yang sudah beroperasi sebelum bayi berhubungan dengan dunia luar.

Teori Sigmund Freud. Sejarah hidup, Struktur Kepribadian dan Perkembangan Psikoseksual. Fitriani, S. Psi., MA. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. novel Mendayung Impian karya Reyhan M. Abdurrohman dalam tulisan ilmiah yang berjudul

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

lain sastra selalu berkembang. Selain unsur-unsur yang ada di dalam teks, karya

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini

BAB I PENDAHULUAN. yang berupa tulisan yaitu novel yang menceritakan tentang kehidupan tokohtokoh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bab 2. Landasan Teori. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Amalia (2010) dengan penelitian yang berjudul Analisis Perilaku Tokoh

FASE PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ditemukan tujuh novel yang menghadirkan citra guru dan memiliki tokoh guru, baik

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa atau kejadian yang ada dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan tekanan

BAB I PENDAHULUAN. sastra dalam bentuk novel yang terpenting adalah pendekatannya yaitu pendekatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. yang diterbitkan oleh Samanty Lini Sastra Leutika, Yogyakarta. Hobby pengarang

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur.

BAB II KAJIAN TEORI. Konflik merupakan bagian dari sebuah cerita yang bersumber pada

Gejala Odipus Kompleks Tokoh Utama dalam Novel Wanita. Titisan Surga Karya Yunisa Priyono Kajian Psikologi Sastra

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN. terkenal adalah Senseijutsu Satsujin Jiken. Novel ini berhasil menjadi finalis dalam

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada empatkonsep yang dikemukakan dalam penelitian ini yaitu pergolakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra lahir dari keinginan awal manusia untuk membuktikan keberadaan

ASPEK KEPRIBADIAN TOKOH RAIHANA DALAM NOVEL PUDARNYA PESONA CLEOPATRA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang bersifat indah dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai

Trauma Tokoh Nayla dalam Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu

BAB I PENDAHULUAN. Jepang adalah salah satu negara yang memiliki kekuatan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. dari sastra adalah karya sastra. Hal yang dilakukan manusia biasanya dikenal

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia dalam ekspresi ungkapan pengalaman pribadi, pemikiran,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

menyampaikan pesan cerita kepada pembaca.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peneliti ingin meneliti salah satu karya dari Asa Nonami berjudul Kogoeru Kiba.

BAB I PENDAHULUAN. kata-kata yang indah, gaya bahasa, dan gaya bercerita yang menarik (Zainuddin, 1992:99).

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang memuaskan sehingga banyak sastrawan yang mencoba membuat batasan-batasan

BAB I PENDAHULUAN. yang dikembangkan di Jepang pada akhir abad ke 19. Istilah manga dalam Bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. definisi serta perbedaan karya sastra sebagai karya seni dan karya sastra sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seseorang timbul disebabkan adanya motivasi. Motivasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna

ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA NOVEL NEGERI PARA BEDEBAH KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

BAB I PENDAHULUAN. yang bebas mengungkapkan semua ide dan ktreatifitasnya agar pembaca dapat menangkap

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Kegelisahan adalah perasaan gelisah; kekhawatiran; kecemasan. Konsep kegelisahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah fenomena kemanusiaan yang kompleks, ibarat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB I. Imajinasi yang diciptakan berasal dari diri sendiri dan lingkungan sekitar

BAB 5. Ringkasan. memaparkan ringkasan isi skripsi yang mengenai latar belakang penyebab hiperseksual

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991:

BAB I PENDAHULUAN. Sastra selalu identik dengan ungkapan perasaan dan pikiran pengarang

Periodisasi Perkembangan Peserta Didik

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra memberikan pelajaran penting bagi kehidupan manusia. Dalam karya terdapat pesan-pesan sosial, moral, dan spiritual

KLASIFIKASI EMOSI PEREMPUAN YAN TERPISAH DARI RAGANYA DALAM NOVEL KOMA KARYA RACHMANIA ARUNITA (SEBUAH KAJIAN PSIKOLOGI)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan sebagai karya kreatif, sastra mampu melahirkan suatu kreasi yang indah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. analisis psikologi sastra yang sudah didokumentasikan sehingga memberikan

ANALISIS PSIKOLOGI UNSUR BAWAH SADAR TOKOH UTAMANOVEL MERPATI BIRU KARYA ACHMAD MUNIF DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan

Psikologi Kepribadian I Sejarah Psikoanalisa Dasar & Teori Sigmund Freud

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:588), konsep

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. sosial, ekonomi, dan keagamaan keberadaannya tidak merupakan keharusan

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan kata lain, seorang aktor harus menampilkan atau. mempertunjukan tingkah laku yang bukan dirinya sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan tekstual, yang

PSIKOLOGI UMUM 1. Aliran Psikoanalisa

BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Teori Kesusastraan Menurut Nurgiyantoro dan Putu Wijaya

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian Sebelumnya Seperti beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Semarang dalam bentuk skripsi di antaranya adalah Novianti dalam Analisis Psikologi Tokoh Eko Prasetyo dalam Novel Jangan Ucapkan Cinta Karya Mira W (2003) (dalam http://psikologi.umm.ac.id). Di dalam skripsi, Novianti mengungkap kepribadian dan konflik psikologis yang dialami oleh tokoh Eko dalam novel Jangan Ucapkan Cinta karya Mira W melalui teori psikologi Gestalt. Psikologi Gestalt mengembangkan ilusi dan peragaan untuk menunjukkan bahwa persepsi manusia bersifat subjektif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Novianti berdasarkan teori psikologi Gestalt, ditemukan sifat menonjol yang dimiliki tokoh Eko dalam novel Jangan Ucapkan Cinta, diantaranya adalah rasa iri, dengki dan pendendam. Adapun penelitian yang pernah dilakukan oleh Ratih Dwi Andani (dalam http://eprints.undip.ac.id/19825/1/ratih_dwi_andani.pdf) dengan judul Homoseksual Tokoh Rafky dan Valent dalam Novel Lelaki Terindah Karya Andrei Aksana: Suatu Tinjauan Psikologi di Fakultas Ilmu Budaya Jurusan Sastra Indonesia Universitas Diponegoro Semarang 2010 mengungkap mengungkap kepribadian Rafky dan Valent sebagai tokoh dalam novel Lelaki Terindah dan faktor yang menyebabkan dua tokoh tersebut memiliki kelainan 7

seksual, yakni menjadi homoseksual. Berdasarkan struktur kepribadian tokoh Rafky dan Valent, Ratih Dwi Andani menyimpulkan bahwa tokoh utama memiliki superego yang mampu menggantikan tujuan-tujuan realistis dengan tujuan moralitas. Di Universitas Muhammadiah Purwokerto, ada penelitian yang menggunakan psikologi sastra, yaitu penelitian dari Restu Kurniawan dengan judul Gejala Jiwa (Neurose) Tokoh-tokoh Cerita dalam Kumpulan Cerpen Bibir Dalam Pispot Karya Hamsad Rangkuti (Perspektif: Psikoanalisis- Sigmund Freud). Penelitian ini membahas munculnya gejala jiwa dalam tokoh dan penyebabnya. Penelitian ini tidak membahas tentang odipus komplek. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penggunaan pendekatan psikologi sastra untuk menganalisis tokoh utama dalam novel. Adapun perbedaannya terletak pada dimensi kepribadian yang diteliti serta analisis aspek mental sebagai kajian utama. Sejauh yang dapat diamati pada perkembangan novel berjudul Wanita Titisan Surga karya Yunisa Priyono, penelitian mengenai permasalahan sudut pandang psikologi secara tekstual kiranya pernah dilakukan beberapa peneliti sebelumnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan kembali penelitian dengan sudut pandang yang sama namun lebih menitik beratkan pada tingkat permasalahan yang lebih di khususkan lagi. Hal itu dapat menjadi alasan yang kuat untuk dilakukannya penelitian lebih lanjut terhadap kumpulan cerpen tersebut, terutama pada permasalahan mendeskripsikan gejala odipus kompleks.

B. Landasan Teori 1. Pengertian Psikologi Sastra Psikologi dan sastra memiliki hubungan yang cukup erat. Secara tepatnya, pengaruh psikoanalisis terhadap perkembangan kesusastraan diketahui secara luas selama abad ke-20 (Wachid B.S., 2002: 19). Munculnya pendekatan psikologi dalam sastra disebabkan oleh meluasnya perkenalan sarjana-sarjana sastra dengan ajaran-ajaran Freud yang mulai diterbitkan dalam bahasa Inggris (Endraswara, 2008: 101). Banyak karya sastra yang mencermati kehidupan sehingga memunculkan identifikasi tokoh secara psikologis di dalamnya. Sastra dan psikologi banyak membicarakan mengenai keadaan kejiwaan seseorang. Jika dalam karya sastra arah pembicaraannya di dalam teks melalui tokoh, sedangkan dalam psikologi lebih merujuk pada kehidupan aslinya. Namun, sastra dan psikologi dapat membentuk satu ilmu yang dengan saling melengkapi, yaitu psikologi sastra. Pendekatan psikologi sastra adalah pendekatan yang memiliki pandangan bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia. Manusia senantiasa memperhatikan perilaku yang beragam. Dalam karya sastra juga dilukiskan mengenai tingkah laku tokoh. Bila ingin melihat dan mengenal manusia lebih dalam dan lebih jauh diperlukan psikologi. Di zaman kemajuan teknologi seperti sekarang ini, manusia mengalami konflik kejiwaan yang bemula dari sikap kejiwaan tertentu bermuara pula ke permasalahan kejiwaan (Semi, 1990:76).

Fenomena itu juga dapat saja muncul di dalam karya sastra, yang menjadi jelas karena mewakili karakter dari tokoh. Dalam pandangan Endraswara (2008: 96), psikologi sastra dipengaruhi oleh dua hal, yakni pertama, adanya anggapan bahwa karya sastra merupakan produk dari kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar atau subconscious setelah jelas baru dituangkan ke dalam bentuk sadar (conscious). Kedua, kajian psikologi sastra di samping meneliti perwatakan tokoh secara psikologis, juga aspekaspek pemikiran dan perasaan pengarang ketika menciptakan karya sastra tersebut. Dalam keadaan yang terpisah, dapat dikatakan bahwa penelitian psikologi sastra mencakup reseptif pragmatik, tekstual, dan ekspresif. Sebenarnya, apa yang disampaikan oleh Endraswara telah mencakup ketiga hal di atas, hanya saja lebih menekankan kepada praktek (baca: implementasi) dari penelitian psikologi sastra. Ketiga hal itu dapat dilakukan sekaligus di dalam suatu penelitian, tetapi membutuhkan kerja yang melelahkan. Biasanya, peneliti memilih salah satu dari ketiga hal tersebut. Adapun hal yang biasanya dilakukan di dalam penelitian sastra adalah penelitian tekstual dengan mengungkap gejala kejiwaan yang ada di dalamnya. Penelitian secara tekstual lebih mengena dan lebih khusus untuk melihat gejala kejiwaan yang sudah tertuliskan di dalam karya sastra.

Sastra adalah ruang tempat dunia direka. Pengarang mereka-reka kehidupan. Di dalam karya sastra ada reka-reka kehidupan dan penghuni kehidupan. Kisah-kisah yang ada di dalam karya sastra mengungkap tentang reka-reka kehidupan. Sastra juga adalah dunia tempat para penulisnya terepresentasi. Pemikiran sastrawan adalah representasi dari pemikiran setiap huruf yang pernah ia baca dan setiap gejala kehidupan yang pernah ia cerna. Oleh karena itu, bisa mengatakan bahwa sastra adalah dunia representasi. Karya sastra merepresentasikan dan hasil representasi. Di dalam karya sastra muncul berbagai gejala kejiwaan yang merepresentasikan dunia nyata. Dalam lingkup inilah, psikologi sastra mencari akar dari benangbenang permasalahan yang mengungkap kejiwaan. Di dalam karya sastra terdapat perilaku-perilaku tokoh yang beridentitas mandiri sebelumnya yang kemudian bersatu pada identitas baru, motif estetis, yang sebenarnya merupakan gejala kejiwaan yang sedang terjadi. Di dalam karya sastra terdapat fenomena yang dapat dicermati secara psikologis (Rahmantoro, 1988: 65). Dalam karya sastra, pasti terdapat tokoh yang dideskripsikan sifat-sifatnya. Adanya penggambaran tokoh-tokoh secara deskriptif membuat pembacaan terhadap karya sastra menjadi jelas dan menarik perhatian untuk dipahami lebih dalam mengenai kejiwaannya. Penggambaran watak tokoh di dalam karya sastra merupakan pengetahuan psikologis bagi pembaca karena dapat masuk pada perasaanperasan yang dialami oleh suatu tokoh di dalam karya sastra. Bahkan, di

dalam karya sastra, penggambaran mengenai sifat-sifat tokoh itu sangat jelas sehingga memudahkan pembaca untuk mengidentifikasi lebih dalam. Kondisi kejiwaan di dalam karya sastra dapat hadir karena telah disengaja oleh pengarang dan kadang pengarang tidak sengaja mengungkapkannya. Namun, sengaja atau tidak sengaja, hal itu tidaklah terlalu penting. Dalam hal ini, yang terpenting adalah melakukan penelitian lebih dalam mengenai kondisi kejiwaan sebagai pengetahun psikologi, yang sejatinya merepresentasikan kehidupan. Dimensi psikologis tokoh-tokoh dalam sebuah karya satra dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan tekstual. Pendekatan tekstual merupakan suatu pendekatan yang berusaha mengkaji aspek-aspek psikologis sang tokoh dalam karya sastra. Dengan demikian, karya sastra yang dijadikan sasaran kajian di sini adalah karya sastra yang mengembangkan kejiwaan tokoh-tokohnya, yakni karya sastra yang berupa cerkan. Semua masalah kejiwaan menyangkut tokoh dalam karya sastra dapat dipandang sebagai masalah psikologi. Demikian halnya dengan penelitian dalam skripsi ini yang berkutat pada tokoh, lepas dari hal ikhwal di balik latar belakang psikologi pengarang. Oleh karena itu, pendekatan tekstual bertumpu dari karya sastra untuk mencermati derap jiwa melalui aspek psikologi yang terkadung di dalamnya.

2. Odipus Kompleks Odipus kompleks adalah gejala kejiwaan pada manusia karena dominannya pengaruh ibu, baik secara langsung maupun tidak langsung (Freud, 2002: 351). Pengaruh ibu dapat saja karena kemanjaan yang diberikan ibu, atupun juga karena figur ibu yang terlalu membayang pada seseorang. Gejala odipus kompleks yang menimpa seseorang dapat menjadikan dia mengalami kegoncangan jiwa (Hurlock, 1990: 63). Freud (2002: 350) melakukan pandangan odipus kompleks dengan mengarah perhatian pada seksualitas menyimpang. Seksualitas menyimpang adalah suatu aturan yang sangat terkonsentrasi, semua aktivitasnya terarahkan pada satu dan kebanyakan memang hanya satu tujuan. Odipus kompleks adalah kecintaan seseorang kepada ibunya yang berlawanan jenis serta permusuhan terhadap orangtua sejenis. Anak laki-laki ingin memiliki ibunya dan menyingkirkan ayahnya. Tahapan ini berlangsung antara mulai usia 3 hingga dewasa. Tahap ini sesuai dengan nama genital laki-laki (phalus). Pola kepribadian manusia mulai terbentuk pada masa kanakkanak. Perlakuan dari orang tua dan orang-orang di sekitar merupakan faktor terpenting dalam pembentukan pola kepribadian anak (Hurlock, 1990: 82). Semua bidang perkembangan perilaku anak dikaitkan dengan potensi bahaya yang dapat membawa akibat buruk pada penyesuaian pribadi dan sosial. Bahaya psikologis pada masa kanak-kanak yang terpenting adalah isi pembicaraan yang bersifat sosial, ketidakmampuan mengadakan kompleks

empati, gagal belajar menyesuaikan sosial karena kurangnya bimbingan. Anak menjadi lebih menyukai teman khayalan atau hewan kesayangan, terlalu menekankan pada hiburan dan kurang penekanan pada bermain aktif, konsep-konsep dengan bobot emosi yang kurang baik, disiplin yang tidak konsisten atau disiplin yang terlalu didasarkan pada hukum. Seseorang gagal dalam mengambil peran seks sesuai dengan pola yang disetujui oleh kelompok sosial, kemerosotan dalam hubungan keluarga dan konsep diri yang kurang baik (Jung, 2003: 56). Dalam kaitan ini, dapat dipahami bahwa pendidikan dan perlakuan dari keluarga berperan penting dalam keberhasilan anak dalam membentuk pola kepribadianya. Oleh sebab itu, kebahagiaan pada masa kanak-kanak tergantung pada kejadian yang menimpa anak di dalam rumah. Dengan demikian, seseorang merasakan daerah kenikmatan seksual dimulai dari masa kanak-kanak. Dalam oedipus kompleks, ada keinginan yang mendalam untuk mencintai oranguta dengan menikmati afeksi dari orangtua yang berbeda jenis kelamin dengannya (Hurlock, 1990: 75). Misalnya, anak laki-laki akan mengalami konflik oedipus, ia mempunyai keinginan untuk bermain-main dengan penisnya dan selalu membayangkan kecintaan pada ibunya. Contoh lain, yakni anak akan mau mencintai seseorang yang memiliki kemiripan dengan orangtuanya. Pada mulanya, anak sama-sama mencintai ibunya yang telah memenuhi kebutuhan mereka dan memandang ayah sebagai saingan dalam

merebut kasih sayang ibu. Pada anak laki-laki, persaingan dengan ayah berakibat anak cemas kalau-kalau ayah memakai kekuasaannya untuk memenangkan persaingan merebut ibunya. Anak laki-laki cemas penisnya akan dipotong oleh ayahnya. Gejala ini disebut cemas dikebiri dan selalu mengidealkan ibunya sebagai sosok pelindung (Freud, 2002: 360). Fase genital berlanjut sampai orang tutup usia, di mana puncak perkembangan seksual dicapai ketika orang dewasa mengalami kemasakan kepibadian. Ini ditandai dengan kemasaka tanggung jawab seksual sekaligus tanggung jawab sosial, mengalami kepuasan melalui hubungan cinta heteroseksual tanpa diikuti dengan perasaan berdosa atau perasaan bersalah (Freud, 2002: 461). Dengan demikian, libidio seksual adalah ketertarikan seseorang pada orang lain karena adanya jenis kelamin yang berbeda. Orang tersebut memandang adanya keindahan-keindahan yang muncul berdasarkan kenikmatan yang akan didapatkan. Dalam masa ini, orang tersebut mungkin merasa berdosa, dan bersalah karena tidak sesuai dengan hati nuraninya (Jung, 2003: 60). Akan tetapi, pandanganpandangannya mengenai kenikmatan yang akan didapatkan terus mendorong. Dia mengalami konflik antara sadar dan tidak sadar dalam menagani libido itu, yang terus meminta untuk diwujudkan (Freud, 2002: 356). Seseorang yang memiliki pengaruh libidio terlalu kuat karena adanya Id yang terus bergerak. Id menyimpan insting dari manusia untuk

mendorong melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa Id merupakan kondisi tidak sadar seseorang untuk bertindak. Sesungguhnya, apabila orang bisa mengetasi linodio tersebut dapat dimanfaatkan pada hal yang baik. Energi itulah yang kemudian dipakai untuk aktif menangani masalah-masalah kehidupan dewasa; belajar bekerja, menunda kepuasan, menjadi lebih bertanggung jawab. Penyaluran kebutuhan insting ke obyek di luar yang menjadi cukup stabil, dalam bentuk kebiasaan-kebiasaan melakukan pemindahan-pemindahan, sublimasisublimasi dan identifikasi-identifikasi (Freud, 2002: 376). Kondisi yang terlalu dominan harusnya ditanggapi dengan ego untuk berhubungan dengan dunia luar. Ego merupakan cara untuk mempengaruhi seseorang dari luar. Ego ini bekerja berdasarkan dorongan-dorongan dari lingkungannya. Apabila seseorang memiliki keseimbangan antara Id dan ego, maka akan mengarah pada kontrol super ego dengan terikatnya pada peraturan yang ada di masyarakat. Peraturan-peraturan itu akan menjadikan seseorang untuk sadar dalam bertindak.