BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1.

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

BAB I PENDAHULUAN I.1.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan ilmu

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I. I.1.Latar Belakang PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian,

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

PENDAHULUAN Latar Belakang

EVALUASI PEMANFAATAN RUANG DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia membutuhkan lahan untuk mengalokasi sarana dan prasarana

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI OPTIMALISASI PENGENDALIAN PENTAAN RUANG DALAM RANGKA PERUBAHAN FUNGSI LAHAN SAWAH IRIGASI TEKNIS DI KAWASAN PANTURA

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN. Tengah, Lampung Timur, dan Lampung Selatan, maka dibuat peta lahan. daya alam dan manusia serta memperluas lapangan pekerjaan dan

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 50º20 -

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. lokasi yang paling efisien dan efektif untuk kegiatan-kegiatan produktif sehubungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana.

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta. Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

LOGO Potens i Guna Lahan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

TUGAS AKHIR. Oleh: MELANIA DAMAR IRIYANTI L2D

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

Studi Kelayakan Pengembangan Wisata Kolong Eks Tambang Kabupaten Belitung TA LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Lingkungan alam yang ditata sedemikian rupa untuk bermukim dinamakan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

SEKILAS TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tanah atau lahan memiliki arti penting bagi kehidupan manusia. Manusia membutuhkan lahan untuk mendirikan bangunan sebagai tempat tinggal serta melakukan aktivitasnya sehari-hari. Lahan merupakan salah satu daya dukung lingkungan hidup dalam menunjang kehidupan manusia, oleh karena itu penggunaan lahan disuatu wilayah terkait dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitas pembangunan. Semakin meningkatnya jumlah penduduk disuatu wilayah akan mengakibatkan adanya persaingan dalam memanfaatkan lahan yang tentu saja akan berdampak pada perubahan lahan. Pertumbuhun jumlah penduduk dan aktivitas pembangunan yang tinggi terutama terjadi di daerah perkotaan, hal ini yang mendorong daerah perkotaan pada umumnya mengalami perubahan penggunaan lahan yang cepat. Saat ini penggunaan lahan di Kota Bandung mengalami perubahan relatif cepat, akibat pembangunan dan pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat, sedangkan tanah yang tersedia relatif tetap. Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Provinsi Jawa Barat yang sekaligus menjadi ibukota Provinsi. Kota ini terletak 140 km sebelah tenggara Jakarta, dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya berdasarkan jumlah penduduknya. Kota ini mempunyai luas wilayah sebesar 167.7 km 2 serta jumlah penduduk 2.470.802 jiwa sehingga kepadatan penduduknya sebesar 14.733 jiwa/km 2 (BPS, 2014). Kota Bandung adalah kota yang mengalami perubahan fisik yang pesat. Penggunaan lahan terus mengalami perubahan dalam beberapa tahun terakhir, dengan kecenderungan penambahan pemukiman dan kawasan industri serta fasilitas pelayanan publik lainnya dan pengurangan lahan persawahan. Perubahan penggunaan lahan jika terus berkembang tanpa memperhatikan dan mempertimbangkan mengenai ketersediaan lahan yang digunakan, akan menimbulkan kesulitan dalam pengendalian tata ruang, dan pada gilirannya 1

2 mengakibatkan terjadinya ketidaksesuaian dalam penggunaan lahan kota (Suryantoro, 2002). Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul Evaluasi Perubahan Penggunaan Lahan di Kota Bandung Tahun 2012 2015. Penelitian dilakukan berdasarkan data Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Izin Perubahan Penggunaan Tanah, Izin Lokasi dan Penetapan Lokasi yang dimiliki oleh Kantor Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Kota Bandung. I.2. Rumusan Masalah Meningkatnya jumlah penduduk di Kota Bandung mengakibatkan adanya persaingan dalam memanfaatkan lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup serta aktivitas pembangunan yang berorientasi pada keuntungan ekonomi yang secara langsung juga memerlukan lahan yang tidak sedikit. Persaingan dalam memanfaatkan lahan menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan, oleh karena itu diperlukan evaluasi perubahan lahan untuk mengidentifikasi lahan agar sesuai dengan pemanfaatan pola ruang yang ada. I.3. Pertanyaan Penelitian Dengan rumusan masalah diatas maka dapat ditarik pertanyaan yang menjadi perhatian utama dalam penelitian ini : 1. Bagaimana perubahan penggunaan lahan Industri, Perdagangan dan Jasa di Kota Bandung pada tahun 2012-2015? 2. Bagaimana cara menyajikan perubahan penggunaan lahan Industri, Perdagangan dan Jasa di Kota Bandung pada tahun 2012-2015? 3. Berapa luas lahan yang mengalami perubahan menjadi lahan Industri, Perdagangan dan Jasa di Kota Bandung pada tahun 2012-2015? 4. Apakah penggunaan lahan Industri, Perdagangan dan Jasa di Kota Bandung sudah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung?

3 I.4. Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengevaluasi kesesuaian perubahan lahan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung. Untuk mencapai tujuan utama disusun tujuan khusus sebagai berikut : 1. Membuat peta, tabel dan grafik perubahan penggunaan lahan Industri, Perdagangan dan Jasa di Kota Bandung tahun 2012-2015 2. Mengidentifikasi luas lahan yang mengalami perubahan penggunaan lahan Industri, Perdagangan dan Jasa di Kota Bandung tahun 2012-2015 3. Mengevaluasi kesesuaian perubahan lahan Industri, Perdagangan dan Jasa yang terjadi di Kota Bandung tahun 2012-2015 dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung I.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain : 1. Dapat digunakan sebagai bahan informasi tambahan bagi pihak pihak terkait mengenai pola perubahan penggunaan lahan 2. Dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam perumusan kebijakan arahan penggunaan lahan 3. Dapat digunakan untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan terkait dengan perubahan penggunaan lahan I.6. Cakupan Penelitian Agar pembahasan tidak meluas dan tidak menyimpang maka diperlukan batasan masalah dalam lingkup kegiatan yang akan dilakukan sebagai berikut : 1. Perubahan penggunaan lahan dibatasi pada perubahan penggunaan lahan pertanian dan lahan kosong menjadi penggunaan lahan industri, perdagangan dan jasa. 2. Pembuatan peta dilakukan menggunakan data daftar Pertimbangan Teknis Pertanahan dari tahun 2012-2015 di Kota Bandung 3. Evaluasi perubahan penggunaan lahan dianalisis secara deskriptif dengan ditinjau berdasarkan struktur ruang dan pola ruang wilayah yang

4 direncanakan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung I.7. Tinjauan Pustaka Perubahan penggunaan lahan biasanya dipengaruhi oleh tingkat aksesibilitas terhadap wilayah disekitarnya. Jika wilayah tersebut memiliki tingkat aksesibilitas yang tinggi, maka akan semakin tinggi pula tingkat aktivitas disuatu wilayah. Hal inilah yang mendorong terjadinya perubahan peggunaan lahan. Leonataris (2012) dalam skripsinya, melakukan penelitian yang berjudul Analisis Pola Perubahan Penggunaan Lahan dan Perkembangan Wilayah di Kota Bekasi. Analisis yang digunakan adalah analisis spasial pada citra untuk menentukan kelas penggunaan lahan dan menghitung luas perubahan penggunaan lahan, analisis skalogram untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah dengan menggunakan variabel jumlah fasilitas pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan sosial, analisis inkonsistensi pemanfaatan ruang untuk mengetahui penyimpangan penggunaan lahan dengan alokasi ruang yang telah ditetapkan oleh RTRW serta analisis regresi berganda (multiple regression) untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan lahan terbangun di Kota Bekasi dari tahun 2003 sampai tahun 2010 mengalami peningkatan yang cukup signifikan terkait dengan pembangunan fasilitas pendidikan, kawasan industri, pemukiman tidak teratur, dan pemukiman teratur yang awalnya sebesar 10.187,71 ha (47,15%) menjadi 12.061 ha (55,83%). Kondisi eksisting penggunaan lahan di Kota Bekasi menunjukkan inkonsistensi dengan alokasi ruang dalam rencana tata ruang yang secara signifikan dipengaruhi beberapa faktor berupa alokasi RTRW untuk lahan terbangun, alokasi RTRW untuk pertanian, luas kebun campuran tahun 2003, luas lahan kosong tahun 2003, dan aksesibilitas ke kota atau kabupaten lain. Selain dipengaruhi oleh tingkat aksesibilitas, perubahan penggunaan lahan juga dipengaruhi oleh pertumbuhan jumlah penduduk suatu wilayah yang terus mengalami peningkatan. Yusman (2014) melakukan penelitian mengenai perubahan penggunaan lahan pertanian ke lahan non pertanian di Kecamatan Banguntapan. Tujuan dari penelitiannya yaitu untuk membuat peta perubahan penggunaan lahan

5 pertanian kelahan non pertanian di Kecamatan Banguntapan dari tahun 2007 sampai tahun 2014. Pemetaan dilakukan dengan menggunakan peta penggunaan tanah tahun 2007 dan peta penggunaan tanah tahun 2014. Hasil dari penelitiannya menunjukan bahwa sebagian besar perubahan yang terjadi adalah perubahan lahan sawah menjadi lahan pemukiman. Hal tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah penduduk di Kecamatan Banguntapan selama 7 tahun (tahun 2007 sampai tahun 2014) sebesar 50.448 Jiwa, yang berdampak pada peningkatan kebutuhan tempat tinggal. Faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan yakni mengenai kepadatan penduduk. Margasari (2015) dalam penelitiannya melakukan pemetaan perubahan penggunaan tanah pertanian ke industri dan pemukiman dari tahun 2009 sampai tahun 2013. Tujuan penelitiannya yakni membuat peta perubahan penggunaan tanah pertanian ke industri dan pemukiman dari tahun 2009 sampai tahun 2013 serta mengetahui arah dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahannya. Pemetaan dilakukan menggunakan hasil klasifikasi data kepadatan penduduk menggunakan metode equal interval. Peta tersebut disajikan berdasarkan data kualitatif berupa jalan, batas administrasi Kabupaten dan Kecamatan serta data kuantitatif berupa data jumlah perubahan penggunaan tanah dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 berdasarkan data Izin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan peta perubahan tanah yang dibuat, jumlah penduduk tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan tanah, tetapi dipengaruhi oleh kepadatan penduduk. Hal lain yang memiliki keterkaitan dengan perubahan penggunaan lahan yakni mengenai aspek legal terhadap perubahan lahan yang berkaitan dengan kesesuaian terhadap tata ruang wilayahnya. Kusumasari (2015) melakukan penelitian yang berjudul evaluasi kesesuaian perubahan penggunaan tanah tahun 2008-2013 terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kulon Progo. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui perubahan penggunaan tanah yang terjadi di Kabupaten Kulon Progo sesuai atau tidak dengan rencana peruntukkan tanah yang ada pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kulon Progo. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data spasial penggunaan tanah tahun 2008 dan tahun 2013 dengan melakukan metode overlay terhadap kedua data tersebut. Hasil dari penelitian

6 menunjukkan terdapat penyimpangan sebesar 56.62% atau seluas 808.666,1542 m 2 dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kulon Progo. Berdasarkan beberapa tinjauan di atas disimpulkan bahwa perubahan penggunaan lahan terjadi karena terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya. Dalam melakukan perubahan penggunaan lahan harus diperhatikan mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku. Oleh karena itu dilakukan penelitian serupa yang berjudul Evaluasi Perubahan Penggunaan Lahan di Kota Bandung tahun 2012-2015 menggunakan data spasial pertimbangan teknis pertanahan dengan peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung untuk mengetahui kesesuaian perubahannya terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah. I.8. Landasan Teori I.8.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Menurut Hardjowigeno dan Widiatmika (2007), lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi dimana faktor faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Lahan memiliki nilai ekonomis yang dipengaruhi oleh lingkungan pada lokasi lahan tersebut. Penggunaan lahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi biasanya terjadi pada daerah perkotaan. Lahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi cenderung akan digunakan untuk berbagai penggunaan yang berkaitan dengan kegiatan ekonomis seperti perdagangan dan jasa, sedangkan lahan yang memiliki nilai ekonomis rendah cenderung akan digunakan sebagai lahan pemukiman. Penggunaan lahan adalah usaha manusia memanfaatkan lingkungan alamnya untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan tertentu dalam kehidupan dan keberhasilannya. Penggunaan lahan dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian (Arsyad, 2006). Untuk mengetahui penggunaan lahan di suatu wilayah, maka perlu diketahui komponen komponen penggunaan lahannya. Menurut Yeates (1980), komponen penggunaan suatu wilayah terdiri atas pemukiman, industri, komersial, jalan, tanah publik dan tanah kosong.

7 Dalam pemanfaatan ruang terdapat perbedaan dalam penggunaan lahan pedesaan dan lahan perkotaan. Penggunaan lahan dipedesaan sebagian besar dimanfaatkan sebagai lokasi untuk mata pencaharian. Masih sedikitnya jumlah penduduk yang tinggal di pedesaan namun dengan luas lahan yang lebar menyebabkan lahan yang ada digunakan sebagai lahan pertanian, sedangkan penggunaan lahan diperkotaan sangat beraneka ragam. Penggunaan lahan perkotaan menunjukan pembagian dalam ruang dan peran kota. Secara garis besar, lahan kota terbagi menjai lahan terbangun dan lahan tak terbangun. Lahan terbangun terdiri dari perumahan, industri, perdagangan dan jasa, sedangkan lahan tak terbangun dibagi menjadi lahan tak terbangun yang digunakan untuk aktivitas kota seperti rekreasi, transportasi, ruang terbuka dan lahan tak terbangun non aktivitas kota seperti pertanian, perkebunan, area perairan, produksi dan penambangan sumber daya alam. Adapun jenis penggunaan tanah perkotaan menurut Peraturan Menteri Negara Agraria No. 1 Tahun 1997 dapat dilihat pada tabel I.1 berikut ini : Tabel I.1 Jenis Penggunaan Tanah menurut PMNA No. 1 Tahun 1997 No. Jenis Penggunaan Tanah Pengertian 1. Tanah Perumahan Bidang tanah yang digunakan untuk kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. 2. Tanah Perusahaan Bidang tanah yang digunakan oleh badan hukum dan atau badan usaha milik pemerintah atau swasta untuk kegiatan ekonomi yang bersifat komersial bagi pelayanan perekonomian atau tempat transaksi barang dan jasa. 3. Tanah Industri/Perdagangan Bidang tanah yang digunakan untuk suatu kegiatan ekonomi berupa proses pengolahan bahan-bahan baku menjadi barang jadi / setengah jadi atau barang setengah jadi menjadi barang jadi atau area yang digunakan untuk penyimpanan barang.

8 4. Tanah Jasa Bidang tanah yang digunakan untuk suatu kegiatan pelayanan sosial dan budaya masyarakat kota, yang dilaksanakan oleh badan atau organisasi kemasyarakatan, pemerintah maupun swasta yang menitikberatkan kegiatan bertujuan untuk pelayanan non komersial. 5. Tanah Kosong Bidang-bidang tanah didalam wilayah perkotaan yang belum atau tidak digunakan untuk kegiatan pembangunan perkotaan. 6. Tanah Pertanian Bidang tanah yang dijadikan lahan usaha tani untuk memproduksi tanaman pertanian maupun hewan ternak 7. Tanah Terbuka Bidang bidang yang tidak dibangun dan berfungsi sebagai ruang terbuka. 8. Tanah Non-Urban Bidang-bidang tanah didalam wilayah perkotaan yang dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dalam arti luas. I.8.2 Perubahan Penggunaan Lahan Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya suatu lahan pada kurun waktu tertentu (Wahyunto dkk, 2001). Perubahan penggunaan lahan suatu wilayah merupakan pencerminan upaya manusia memanfaatkan dan mengelola sumberdaya lahan. Perubahan penggunaan lahan yang paling mendominasi adalah perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian. Hal ini menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan alam maupun ketidakseimbangan dalam kehidupan sosial yang berdampak pada tata ruang wilayah. Lahan yang mengalami perubahan tanpa memperhatikan kondisi geografis yang meliputi segala aspek alamiah dengan daya dukungnya dalam jangka panjang

9 akan berdampak negatif terhadap lahan dan lingkungan bersangkutan (Sumaatmadja, 1988). Perubahan lahan dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan seiring dengan adanya pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Semakin tinggi kebutuhan manusia maka semakin tinggi kebutuhan akan lahan. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi dapat diketahui berdasarkan waktu, hal ini dapat terlihat berdasarkan kenampakan penggunaan pada suatu lahan atau posisinya yang berubah pada kurun waktu tertentu (Wahyunto dkk, 2001). Perubahan penggunaan lahan dapat diamati dengan menggunakan data spasial dari peta penggunaan lahan pada titik tahun yang berbeda. Perubahan penggunaan lahan suatu wilayah dipengaruhi oleh kebutuhan investasi yang membutuhkan perubahan tata ruang. Menurut Lestari (2009) alih fungsi lahan atau perubahan penggunaan lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Pada dasarnya perubahan penggunaan lahan yang terjadi memiliki dampak positif maupun negatif. Dampak positifnya yakni dengan adanya perubahan penggunaan lahan, daerah tersebut mengalami perkembangan, terutama dalam perkembangan jumlah sarana dan prasarana fisik baik berupa perekonomian, jalan maupun prasarana yang lain. Dampak negatifnya lahan menjadi semakin kritis dengan berkurangnya area tanah pertanian sehingga mengurangi potensi dari lahan itu sendiri, menurunnya produksi pangan nasional serta dapat mengancam keseimbangan ekosistem. Menurut Murchacke (1990) dalam Purwantoro dan Hadi (2012) Pada dasarnya suatu wilayah bisa terjadi perubahan lahan secara sistematik maupun non sistematik. Perubahan secara sistematik ditandai dengan adanya perubahan tipe penggunaan lahan pada lokasi yang sama sedangkan perubahan non sistematik terjadi karena adanya kenampakan lahan yang mungkin bertambah, berkurang ataupun tetap.

10 I.8.3 Faktor Faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan Aksesibilitas merupakan salah satu faktor penyebab perubahan penggunaan lahan dan menentukan produktivitas suatu kota. Semakin tinggi tingkat aksesibilitas suatu kota bagi masyarakatnya, semakin tinggi pula tingkat produktivitas kota tersebut maka kemungkinan kota itu menjadi cepat maju, begitupun sebaliknya (Lasaiba, 2012). Seiring dengan perkembangan peradaban dan kebutuhan suatu manusia mengakibatkan bertambahnya perubahan penggunaan lahan. Menurut Pontoh dan Sudarajat (2005) secara konsepsional proses perubahan penggunaan lahan di pinggir kota dipengaruhi oleh : (1) Urban Interest, yaitu meningkatnya kebutuhan lahan kota, sehingga kawasan pinggir kota menjadi potensial dan guna lahan yang mulai bergeser; (2) Posisi strategis dan dinamika kota menjadi bahan pertimbangan bagi pengusaha untuk membeli dan mengembangkan lahan di perkotaan; (3) Mulai diprogram untuk pembangunan, dibangun dan dihuni oleh penduduk. Terjadinya perubahan penggunaan lahan suatu wilayah didasari oleh beberapa faktor penyebab yang mempengaruhi adanya perubahan lahan (Ilham, 2000) : 1. Faktor Ekonomi, secara ekonomi perubahan penggunaan lahan yang dilakukan oleh petani untuk melakukan transaksi penjualan ke pihak lain ataupun mengganti pada usaha non padi merupakan keputusan rasional. Adapun hal yang mendasari terjadinya perubahan penggunaan lahan yang berkaitan dengan faktor ekonomi yakni rendahnya nilai sewa tanah, dapat dilhat dari nilai lahan sawah yang berada di sekitar pusat pembangunan dibandingkan dengan nilai sewa tanah untuk pemukiman dan industri. Selain keputusan petani hal ini juga berkaitan dengan pemerintah, perubahan penggunaan lahan pertanian didasari karena semakin menonjolnya tujuan jangka pendek yaitu memperbesar Pendapatan Asli Negara (PAD). 2. Faktor Sosial, fungsi tanah dalam konteks ruang sangat besar dan menyentuh hampir semua aktivitas pembangunan dalam kehidupan manusia. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, manusia membutuhkan lahan untuk digunakan

11 sebagai tempat tinggal dan melakukan aktivitas yang bergantung pada tingkat pendidikan, keterampilan atau keahlian, ataupun mata pencaharian yang berada pada sekitar wilayah tersebut. 3. Faktor Kebijakan, yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. I.8.4 Lahan Industri, Perdagangan dan Jasa Kegiatan industri, perdagangan dan jasa membutuhkan akan ketersediaan lahan, dimana pemenuhan kebutuhan lahan bagi suatu pembangunan tersebut merupakan salah satu penyebab terjadinya dinamika perubahan penggunaan lahan disuatu wilayah. Pemanfaatan lahan terhadap lahan industri, perdagangan dan jasa saat ini menyebabkan berkurangnya lahan pertanian. Lahan industri adalah area yang digunakan untuk pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Hasil industri tidak hanya berupa barang tetapi juga dalam bentuk jasa (Godam, 2006). Di Indonesia, persebaran industri memiliki kecenderungan bergerak dari daerah kota ke arah daerah pinggiran kota atau daerah yang disebut Sub Urban Area (Desa Kota) untuk peningkatan pembangunan transportasi, karena perluasan kota terutama daerah metropolitan. Pergeseran penyebaran ini disebabkan pula oleh beberapa pertimbangan (Iskandar, 1997) antara lain karena : a. Adanya kompetisi penggunaan lahan/ruang yang sangat ketat di daerah kota sehingga berdampak pada tingginya nilai lahan. b. Daerah pinggiran pada awalnya relatif lapang, sehingga penempatan industri diasumsikan dapat aman dan tidak mengganggu kelancaran dan ketertiban lalulintas. c. Di sisi lain dengan kelancaran lalu lintas akan meningkatkan akses ke perusahaan industri. Hal ini yang menyebabkan persebaran terpola di sekitar jalan raya. d. Pertimbangan kedekatan dengan sumber air.

12 Lahan perdagangan adalah area yang digunakan untuk kegiatan perdagangan yang merupakan usaha mendistribusikan hasil-hasil kegiatan produksi seperti perindustrian dan pertanian, sedangkan lahan jasa adalah lahan yang digunakan untuk kegiatan penduduk yang bertujuan untuk memberikan fasilitas dan pelayanan kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan (Sugiharyanto, 2007). Pemanfaatan lahan untuk area perdagangan dan jasa di perkotaan biasanya disebabkan oleh adanya nilai keuntungan atau ekonomi yang lebih yang diharapkan mampu mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya dan memberikan nilai tambah pada satu kawasan perkotaan, sehingga fungsi guna lahan yang dianggap kurang menguntungkan akan tergeser oleh fungsi guna lahan yang dianggap lebih menguntungkan. I.8.5 Rencana Tata Ruang Wilayah Perencanaan ruang wilayah pada dasarnya adalah menetapkan bagian bagian wilayah (zona) yang tidak diatur penggunaannya (jelas peruntukannya). Tujuan perencanaan wilayah adalah menciptakan kehidupan yang efisien, nyaman serta lestari dan pada tahap akhirnya menghasilkan rencana yang menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang direncanakan, baik oleh pemerintah maupun swasta yang memfokuskan pada keserasian hubungan antara berbagai kegiatan di dalam kota untuk melayani kebutuhan masyarakat perkotaan itu sendiri dan kebutuhan masyarakat yang datang dari luar kota (Tarigan, 2005). Dalam kondisi ideal, diperlukan rencana tata ruang wilayah sebagai acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang. Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan suatu arahan kebijakan dan strategi dalam pemanfaatan ruang wilayah. Menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 untuk daerah perkotaan rencana tata ruang wilayah mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) yang disebut dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK). Rencana tata ruang wilayah kota memberikan gambaran pemanfaatan ruang wilayah kota dan menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan (Peraturan pemerintah No. 16 Tahun 2004).

13 Rencana Tata Ruang Wilayah berlaku dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan ditinjau kembali setiap lima tahun jika (Undang-Undang No.26 Tahun 2007): a. Terjadi perubahan dan kebijakan dan strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang wilayah, dan; b. Terjadi dinamika internal yang mempengaruhi pemanfaatan ruang secara mendasar. 1.8.5.1 Pola Ruang. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Pola ruang di Kota Bandung dibagi menjadi dua kawasan sebagai berikut (Peraturan Daerah No. 18 Kota Bandung) : 1. Kawasan Lindung, berdasarkan pasal 43 terdiri dari : a. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya b. Kawasan perlindungan setempat c. Ruang Terbuka Hijau d. Kawasan pelestarian alam dan cagar budaya e. Kawasan rawan bencana f. Kawasan lindung lainnya. 2. Kawasan Budidaya, berdasarkan pasal 50 terdiri dari : a. Kawasan perumahan b. Kawasan perdagangan dan jasa c. Kawasan perkantoran d. Kawasan industri dan pergudangan e. Kawasan wisata buatan f. Kawasan ruang terbuka non hijau g. Ruang sektor informal h. Ruang evakuasi bencana i. Kawasan peruntukkan lainnya.

14 1.8.5.2 Struktur Ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat pemukiman dan sistem jaringan sarana dan prasarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Berdasarkan pasal 9 kebijakan struktur ruang kota terdiri atas (Peraturan Daerah No. 18 Kota Bandung): 1. Perwujudan pusat-pusat pelayanan kota yang efektif dan efisien dalam menunjang perkembangan fungsi kota sebagai kota perdagangan dan jasa yang didukung industri kreatif dalam lingkup kawasan Perkotaan Cekungan Bandung, Provinsi Jawa Barat dan Nasional 2. Pengembangan dan peningkatan kualitas pelayanan sarana dan prasarana transportasi berbasis transportasi publik yang terpadu dan terkendali 3. Peningkatan kualitas, kuantitas, keefektifan dan efisiensi pelayanan prasarana kota yang terpadu dengan sistem regional. 1.8.5.3 Pemanfaatan Ruang. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program berserta pembiayaannya (Peraturan Daerah No. 18 Kota Bandung). Pemanfaatan ruang kota bertujuan mengembangkan program pewujudan tata ruang yang dalam pelaksanaannya dapat mendorong kemitraan dan kerjasama antar pemerintah, swasta dan masyarakat. Adanya penataan ruang yang didasari oleh pola ruang, struktur ruang dan pemanfaatan pola ruang pada rancana tata ruang wilayah dapat digunakan sebagai acuan dalam mengantisipasi adanya perubahan fungsi lahan yang pada akhirnya berdampak pada lingkungan dan tidak sesuai dengan pemanfatan pola ruang yang ada (Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004). I.8.6 Prinsip Dasar Sistem Informasi Geografi Sistem Informasi Geografi adalah sistem yang mendasarkan pada kerja komputer yang mampu memasukkan, mengelola, memberi dan mengambil kembali, memanipulasi dan menganalisis data (Aronoff, 1989). ArcGIS merupakan sebuah

15 perangkat lunak yang diciptakan oleh ESRI yang digunakan untuk kebutuhan Sistem Informasi Geografi. Dalam Sistem Informasi Geografi, ArcGIS mempunyai kegunaan dalam membantu analisis geospasial. Perangkat lunak ini dikelompokkan atas tiga komponen utama yaitu (ESRI, 2000): a. ArcView, komponen yang fokus ke penggunaan data yang komprehensif, pemetaan dan analisis b. ArcEditor, komponen yang penggunaannya difokuskan pada editing data spasial c. ArcInfo, komponen yang lebih lengkap dalam menyajikan fungsi-fungsi sistem informasi geografis termasuk untuk keperluan analisis geoprocessing. Salah satu kemampuan perangkat lunak ArcGIS yakni membantu dalam melakukan analisa kesesuaian lahan yang digunakan untuk menentukan kesesuaian lahan terhadap penggunaan tertentu. Analisa kesesuaian menggunakan proses Overlay. Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda. Proses overlay dilakukan sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari satu layer untuk digabungkan secara fisik guna mengetahui perubahan penggunaan lahan yang terjadi, sehingga diperoleh informasi baru berdasarkan data-data spasial dan atribut yang ada (Prahasta, 2002). Selain kemampuannya membantu dalam melakukan analisa kesesuaian lahan, perangkat lunak ArcGIS mempunyai kemampuan utama untuk visualisasi dalam menciptakan desain-desain peta. I.8.7 Peta Tematik Peta tematik yaitu peta yang menggambarkan informasi dengan tema tertentu atau tema khusus seperti peta kepadatan penduduk, peta perubahan lahan, peta transportasi dan lain sebagainya. Pada peta tematik, simbol merupakan informasi pokok untuk menunjukkan tema suatu peta. Pembuatan peta tematik dapat membantu perencanaan suatu daerah. Pemilihan sumber data peta tematik disesuaikan dengan maksud dan tujuan pembuatan peta (Prihandito, 2000). Peta tematik dapat disajikan secara kualitatif dan kuantitatif. Pemetaan dengan cara kualitatif digunakan untuk menyatakan identitas serta menggambarkan keadaan dari unsur-unsur yang ada, sedangkan pemetaan dengan cara kuantitatif

16 digunakan untuk menunjukkan besar atau jumlah atau banyaknya unsur yang diwakilinya. Peta tematik bertujuan untuk mengkomunikasikan secara spesifik mengenai konsep dan data. Sebagai contoh peta tematik yang biasa digunakan dalam perencanaan yakni peta tata guna lahan. Pada peta tematik, keterangan disajikan dengan gambar, memakai pernyataan dan simbol-simbol yang mempunyai tema tertentu atau kumpulan dari tema-tema yang ada hubungannya antara satu dengan lainnya. Peta tematik memiliki tiga fungsi utama, yaitu : a. Memberikan informasi spesifik tentang lokasi yang dipilih b. Memberikan informasi umum tentang pola geospasial c. Dapat membandingkan pola pada dua atau lebih peta 1.8.7.1 Variabel Tampak. Variabel tampak adalah variasi gambar yang menjadi dasar pembuatan simbol yang berperan penting pada proses sistematika dan logika desain simbol. Variabel tampak ditampilkan sebagai informasi dalam kartografi yang berfungsi dalam pembentukan simbol. Menurut Riyadi (1994), terdapat tujuh variasi bentuk penyajian yang menggunakan variabel tampak yaitu : 1. Posisi (X,Y), merupakan variabel tampak yang dipakai untuk memberikan informasi lokasi (posisi X,Y) di peta. Tidak ada satu simbolpun ditempatkan pada peta tanpa menggunakan variabel tampak posisi (X,Y) 2. Bentuk, merupakan gambaran dari suatu unsur atau objek yang bentuknya dinyatakan dalam bentuk yang berbeda antar satu sama lainnya. Gambar I.1 Variabel Tampak Bentuk 3. Orientasi, merupakan arah suatu simbol yang digambarkan di peta. Orientasi hanya dapat digunakan untuk membedakan simbol satu dengan yang lainnya.

17 Gambar I.2 Variabel tampak orientasi (Riyadi, 1994) 4. Warna, merupakan variabel tampak yang paling kuat dan sering digunakan untuk merancang simbol agar dapat terlihat dengan jelas perbedaan antara simbol satu dengan lainnya. Gambar I.3 Variabel tampak warna 5. Tekstur, merupakan variabel tampak untuk memahami berbagai macammacam elemen dengan value yang tetap. Gambar I.4 Variabel tampak tekstur 6. Value, merupakan variabel tampak yang menunjukan besaran derajad keabuan (grey scale) yang kisarannya dari putih hingga hitam. Value merupakan harga kemampuan suatu objek dalam memantulkan sinar. Gambar I.5 Variabel tampak value

18 7. Ukuran (size), merupakan variabel tampak yang digunakan untuk menunjukan variasi dari besaran suatu simbol. Variabel ini dapat diketahui dari dimensi simbol. Karena ukuran dapat memberikan gambaran tentang suatu besaran atau jumlah. Gambar I.6 Variabel tampak ukuran 1.8.7.2 Sifat Dasar dari Informasi Dalam merancang simbol, sifat pemahaman dari variabel tampak harus berkaitan dengan sifat dasar dari informasi yang ditampilkan di peta. Ada tiga macam informasi yang dapat dibedakan (Riyadi, 1994) yaitu : 1. Informasi Kualitatif, merupakan informasi tentang perbedaan sifat dasar atau ciri-ciri dari suatu objek, misalnya perbedaan antara tanah yang dapat ditanami, hutan, padang rumput dan lain sebagainya. 2. Informasi Order (bertahap), merupakan informasi tentang tingkatan (tahapan) yang jelas, tidak ditentukan oleh jumlah, misalnya Desa, Kecamatan, Kabupaten dan lain sebagainya 3. Informasi Kuantitatif, merupakan informasi yang berkaitan dengan jumlah yang pasti, misalnya jumlah pegawai, jumlah penduduk dan lain sebagainya. I.8.8 Evaluasi Evaluasi merupakan suatu proses penilaian yang sangat dibutuhkan untuk memberikan informasi mengenai sejauh mana kegiatan tersebut telah dicapai, sehingga bisa diketahui tingkat keberhasilan yang diperoleh, dengan membandingkan antara hasil implementasi dengan standar yang ditetapkan. Evaluasi sama pentingnya dengan perencanaan. Menurut Arikunto,S., (2006), evaluasi mempunyai arti menilai dan mengukur, yang dijabarkan sebagai berikut:

19 1. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran pengukuran bersifat kuantitatif 2. Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif 3. Mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah di atas yaitu mengukur dan menilai. Evaluasi yaitu suatu kegiatan yang meliputi penilaian dan pengukuran suatu obyek tertentu dengan metode atau teknik tertentu dan menghasilkan suatu informasi yang kualitatif dan kuantitatif (Arikunto, 2006). Dalam tata guna lahan evaluasi diperlukan sebagai proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan penggunaan tertentu agar rencana tata guna lahan dapat tersusun dengan baik. Banyaknya perubahan lahan yang terjadi membutuhkan suatu evaluasi untuk mengetahui penggunaan lahan apakah sudah sesuai dengan rencana peruntukkannya atau tidak serta apa yang harus dilakukan apabila rencana tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Karena jika penggunaan lahan tidak sesuai dengan kemampuannya dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lahan, meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah sosial lainnya. Dalam penelitian ini evaluasi dilakukan dengan cara melakukan penilaian terhadap perubahan lahan yang terjadi di Kota Bandung apakah sudah sesuai dengan rencana peruntukkannya, yang dibandingkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung.