Jadi d mempunyai sifat R

dokumen-dokumen yang mirip
SUPLEMEN MATERI KULIAH LOGIKA PENALARAN INDUKSI YUSUF SISWANTARA., S.S., M. Hum

LATIHAN PRA UJIAN AKHIR SEMESTER DASAR DASAR LOGIKA. Pilih dan tulislah A, B, C, D atau E untuk jawaban-jawaban yang benar di bawah ini!

REVIEW ( SELASA, 28 MEI 2013, R.307 )

Pertemuan ke-12 METODE MILL

PENGANTAR LOGIKA INFORMATIKA

BAB 5 TAUTOLOGI. 1. Pendahuluan. 2. Evaluasi validitas argumen

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAGIAN I ARTI PENTING LOGIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Pengertian Logika. B. Tujuan Penulisan

Catt: kedua kalimat pertama dapat dibuktikan kebenarannya. Kedua kalimat terakhir dapat ditolak karena fakta yang menentang kebenarannya.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Penalaran Matematis. Menurut Majid (2014) penalaran adalah proses berpikir yang

BAB II KAJIAN TEORI. A. Analisis. Analisis diuraikan secara singkat memiliki arti penyederhanaan data.

PERTEMUAN TAUTOLOGI, KONTRADIKSI, DAN CONTINGENT

6.1 PRINSIP-PRINSIP DASAR BERPIKIR KRITIS/LOGIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. a. Pengertian Penalaran Matematis

: SRI ESTI TRISNO SAMI

Pokok Bahasan 8 BERPIKIR. Psikologi Umum. By Hiryanto, M.si.

BAB IV KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kerangka teoritis adalah suatu model yang menerangkan bagaimana

BAB I HAKEKAT IPA. Ilmu yang mempelajari alam dengan segala isinya, termasuk gejala-gejala alam ang ada. fisika biologi

TUGAS NARASI MINGGU KE-12 FILSAFAT ILMU KELOMPOK 9B

FILSAFAT ILMU DAN PENGERTIAN LOGIKA. Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Psikologi Modul ke: 12Fakultas PSIKOLOGI.

FAKULTAS KOMUNIKASI DAN BISNIS

BAB II MASALAH MATEMATIKA DAN STRATEGI PEMECAHANNYA

PEMBUKTIAN, PENALARAN, DAN KOMUNIKASI MATEMATIK. OLEH: DADANG JUANDI JurDikMat FPMIPA UPI 2008

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERTEMUAN XIII LOGIKA INDUKTIF

PENALARAN DEDUKTIF. Pernyataan generalisasi (premis mayor) : Seseorang boleh mengendarai kendaraan bermotor jika ia mempunyai SIM.

STMIK Banjarbaru EKUIVALENSI LOGIKA. 10/15/2012 H. Fitriyadi & F. Soesianto

INDUKSI MATEMATIS Drs. C. Jacob, M.Pd Pengantar Apakah suatu formula untuk jumlah dari n bilangan bulat positif ganjil

DASAR-DASAR LOGIKA. Ruang Lingkup Logika. Sujanti, M.Ikom. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI. Program Studi Hubungan Masyarakat

SIL/PKP241/01 Revisi : 00 Hal. 1 dari 5 Gasal Judul praktek: - Jam: SILABUS. Menjelaskan epistemologi sebagai bagian dari cabangcabang

ILMU ALAMIAH DASAR (IAD) NANIK DWI NURHAYATI, S. SI, M.SI Telp = (271) ; Blog =nanikdn.staff.uns.ac.

Matematika Industri I

Pendahuluan. Bab I Logika Manusia

PENGERTIAN LOGIKA BAHAN SATU DASAR-DASAR LOGIKA SEMESTER I

SOAL PREDIKSI XV. I. Pilihlah jawaban yang paling benar!

Logika Matematika BAGUS PRIAMBODO. Silogisme Silogisme Hipotesis Penambahan Disjungsi Penyederhanaan Konjungsi. Modul ke: Fakultas FASILKOM

SUPLEMEN MATERI KULIAH LOGIKA PENALARAN INDUKTIF HUBUNGAN KAUSAL

Safitri Juanita, S.Kom, M.T.I. METODOLOGI RISET KONSEP DASAR PENELITIAN

Metodologi Penelitian Kuantitatif

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum Wr. Wb.

Uncertainty (Ketidakpastian)

MATERI DASAR-DASAR LOGIKA PERTEMUAN 13

Metode Ilmiah. Sudarko S.P.,M.Si. PS. Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember

: SRI ESTI TRISNO SAMI

Dasar-dasar Logika. Definisi & Keputusan

Paradoks dalam Logika Induktif : Hempel's Raven

Dasar-dasar Logika. Teori dan Probabilitas

= 3 x maka (f g)(x) =.. Mata Pelajaran : MATEMATIKA. Petunjuk: A

BAB 6 ILMU PENGETAHUAN, METODE ILMIAH & PENELITIAN. Agung Suharyanto,M.Si PSIKOLOGI - UMA 2017

II. KAJIAN PUSTAKA. untuk menggunakan unsur-unsur bahasa untuk menyampaikan maksud atau pesan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pesat.kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak lepas dari perubahanperubahan

PENARIKAN KESIMPULAN/ INFERENSI

FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA

PENGENALAN LOGIKA MATEMATIKA

SOAL PREDIKSI XIV. I. Pilihlah jawaban yang paling benar!

PENALARAN. Nurul Bahiyah, M.Kom.

A. LOGIKA DALAM FILSAFAT ILMU

IMPLEMENTASI STRATEGI PERLAWANAN UNTUK PEMBUKTIAN VALIDITAS ARGUMEN DENGAN METODE REDUCTIO AD ABSURDUM

CHAPTER 5 INDUCTION AND RECURSION

Pengetahuan yang lebih umum. KENYATAAN Pengetahuan yang lebih Kongkret dan khusus

PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF

SOAL PREDIKSI XII. I. Pilihlah jawaban yang paling benar!

Argumen premis konklusi jika dan hanya jika Tautolog

METODE PENELITIAN. Oleh Satria Novari, M.Kom

CHAPTER 5 INDUCTION AND RECURSION

Hubungan Ilmu Pengetahuan dengan Penelitian Disusun oleh: Ida Yustina, Prof. Dr.

POLA BERFIKIR DALAM METODE ILMIAH SECARA SISTEMATIS DAN PRAGMATIS

Logika Matematika Diskret (TKE132107) Program Studi Teknik Elektro, Unsoed

JENIS-JENIS PENALARAN DI DUNIA BARAT (DEDUKTIF, INDUKTIF, ABDUKTIF)

BAB 9 TABLO SEMANTIK. 1. Pendahuluan. 2. Tablo semantik

BAB 8 STRATEGI PEMBALIKAN

SOLUSI OSN MATEMATIKA SMP TINGKAT PROPINSI TAHUN 2004

BAB II KAJIAN TEORITIK. kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berdasarkan pernyataan-pernyataan

29. Beberapa seniman berambut panjang. Orang itu berambut panjang jadi tentu ia seniman.

LOGIKA MATEMATIKA. MATEMATiKA DISKRET S1-SISTEM INFORMATIKA STMIK AMIKOM. proposisi conjungsi tautologi inferensi

Hubungan kemampuan membaca skema dengan kemampuan menulis paragraf persuasive oleh Siswa Kelas XI SMA Swasta Katolik Budi Murni 2. Verawaty R.

BAB 2 PENGANTAR LOGIKA PROPOSISIONAL

AND AND AND THEN AND AND

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

NAMA LAMBANG KATA PERNYATAAN LOGIKANYA PENGHUBUNG

EPISTEMOLOGI: CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN YANG BENAR

LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN PENELITIAN. Oleh Agus Hasbi Noor

NORMATIF SUWARDJONO AKUNTANSI SCOTT POSITIF

Bentuk dasar pengetahuan ada dua: 1. Bentuk pengetahuan mengetahui demi mengetahui saja, dan untuk menikmati pengetahuan itu demi memuaskan hati

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

Masalah Induksi : Raven Paradox

SOAL PREDIKSI XIII. I. Pilihlah jawaban yang paling benar!

PENELITIAN DAN METODE ILMIAH. BY: EKO BUDI SULISTIO

STMIK Banjarbaru LOGIKA PROPOSISIONAL. 9/24/2012 H. Fitriyadi & F. Soesianto

BAB III DASAR DASAR LOGIKA

Rangkaian Forward & Backward

Bab 2 Penalaran Ilmiah

BAB III METODE PENELITIAN

SOAL PREDIKSI VI. I. Pilihlah jawaban yang paling benar!

PENGUMPULAN DATA. Pengumpulan Data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.

BENTUK SILOGISME S - M S - P

LOGIKA MATEMATIKA. LA - WB (Lembar Aktivitas Warga Belajar) MATEMATIKA PAKET C TINGKAT V DERAJAT MAHIR 1 SETARA KELAS X

Transkripsi:

Jadi d mempunyai sifat R [a,b,c,d] adalah satuan di dalam argumen analogis sedangkan [P,Q dan R] adalah aspek di dalam argumen analogis. Untuk mudahnya sebagai contoh, a,b,c,d kita ganti dengan nama orang yakni Amir, Budi, Cecep dan Doni. P,Q dan R kita ganti dengan sifat orang misalnya P=baik hati, Q=jujur dan R=tidak sombong. Berdasarkan struktur di atas pada baris pertama kita tahu bahwa yang namanya Amir, Budi, Cecep dan Doni adalah baik hati dan jujur. Pada baris kedua kita tahu bahwa Amir, Budi dan cecep adalah tidak sombong. Maka kemungkinannya adalah Doni adalah juga tidak sombong. Lantas apa sajakah syarat dalam menentukan argumen analogis? Sekurangkurangnya ada enam kriteria atau kondisi yang harus diperhatikan dalam upaya menarik kesimpulan pada bentuk argumen analogis. 1. Jumlah satuan yang memperlihatkan analogi Semakin besar jumlah satuan yang diperlihatkan maka semakin tinggi probabilitas yang akan dihasilkan. Misalnya dari 30 orang mahasiswa di kelas Logika di ketahui adalah pandai. 29 orang diantaranya rajin belajar, maka yang 1 orang lagi kemungkinan yang lebih besar adalah juga rajin belajar. Hal itu adalah penting agar kita tidak tergesa-gesa menarik kesimpulan (jumping to conclusion). Misalnya saya makan di sebuah resto X dan pada saat pertama kali saya kesana, makanan yang saya pesan adalah tidak enak. Tentunya untuk bisa menarik kesimpulan bahwa makanan di resto X adalah tidak enak, saya akan menanyakan pada teman-teman saya yang pernah makan di sana. Jika empat, lima atau lebih teman saya dalam arti hampir semua) mengatakan hal yang sama bahwa makanan di resto X adalah tidak enak maka tingkat kemungkinannya adalah besar untuk mengatakan bahwa memang makanan di resto X adalah tidak enak. 2. Jumlah aspek yang memperlihatkan analogi

Semakin banyak jumlah aspek yang memperlihatkan analogi adalah semakin besar probabilitas yang dimiliki oleh argumen analogis tersebut untuk menarik kesimpulan. Misalnya contoh tentang sepatu di atas. Aspek yang menyertainya adalah model yang sama, toko yang sama, pabrik pembuatan yang sama dan harga yang sama. 3. Kekuatan dari kesimpulan dalam kaitannya dengan premis-premis Misalnya Amir punya mobil baru yang pemakaian bensinnya adalah 15km per liter. Maka dari fakta itu Badu dapat menyimpulkan dengan derajat probabilitas tertentu bahwa mobilnya yang baru dengan merk dan model sama akan juga irit pemakaian bensinnya. Jika Badu menarik kesimpulan bahwa bahwa penggunaan bensin mobilnya adalah 10km per liter maka probabilitasnya adalah sangat mungkin, tapi jika ia berkesimpulan bahwa mobilnya akan mengkonsumsi bensin secara tepat 15km per liter maka probabilitas kebenaran kesimpulannya akan menjadi sangat lemah. 4. Jumlah disanalogi (ketidaksamaan) atau butir-butir perbedaan antara fakta yang disebut dalam premis dan fakta yang bertalian dengan kesimpulan. Misalnya tadi Amir mengendarai mobil dengan kecepatan umumnya 40km per jam sedangkan Badu mengendarai dengan kecepatan 90km per jam maka disanalogi antara fakta di dalam premis dan yang ada pada kesimpulan teryata melemahkan argumen tersebut dan cukup menurunkan tingkat probabilitas dari kesimpulan yakni pernyataan tentang sama iritnya. 5. Semakin banyak dissimilasi di antara kejadian-kejadian yang disebutkan di dalam premis-premisnya maka semakin kuatlah argumen itu. Misalnya si Cecep mahasiswa baru Universitas ABC pasti akan sukses menyelesaikan pendidikan sarjananya serta memperoleh suatu gelar dapat dikatakan sebagai sesuatu yang mungkin benarnya adalah besar sekali atas dasar pernyataan-pernyataan bahwa sepuluh mahasiswa yang lulus dari SMA yang sama dengan si Cecep dengan angka-angka yang sama pula telah menjadi

mahasiswa baru di Universitas ABC ternyata telah sukses menyelesaikan pendidikan sarjana dan memperoleh gelar. Argumen tersebut akan lebih kuat jika ke sepuluh mahasiswa sebelum si Cecep itu menunjukkan perbedaan atau dissimilaritas yang menunjukkan bahwa mereka berasal dari latar keluarga yang berbeda, status sosial ekonomi yang berbeda, etnis dan agama yang berbeda pula. 6. Relevansi Kata kunci yang paling penting dalam argumen induktif adalah relevansi antara pertimbangan-pertimbangan yang ditampilkan. Misalnya sepatu baru tadi relevan jika dikatakan bahwa dibeli pada toko yang sama, model dan harga yang sama. Menjadi tidak relevan jika dikatakan bahwa si penjual lahir dibawah zodiac yang sama, berpendidikan sama, memiliki jenis mobil yang sama dan berlangganan koran yang sama. B. Generalisasi Induktif Pada Generalisasi Induktif yang terjadi adalah berdasarkan sifat atau ciri yang sama pada sejumlah hal (kejadian, obyek) tertentu, kemudian disimpulkan bahwa semua hal tertentu tersebut mempunyai sifat atau ciri yang sama itu. Singkatnya, apa yang beberapa kali terjadi dalam kondisi tertentu dapat diharapkan selalu tejadi apabila kondisi yang sama terpenuhi. Salah satu jenis generalisasi induktif yang sering terjadi adalah Induksi Enumerasi Sederhana (Induction by Simple Enumeration). Bentuk logis dari Induksi Enumerasi Sederhana (enumerasi=mengurut-urutkan) adalah sebagai berikut : Kejadian 1 dari gejala A disertai keadaan S Kejadian 2 dari gejala A disertai keadaan S Kejadian 3 dari gejala A disertai keadaan S --------------------------------------------------- Karena itu, semua kejadian dari gejala A disertai oleh keadaan S (A=akibat, S=sebab)

Contoh sederhana dari Induksi Enumerasi Sederhana misalnya Amir memecahkan cermin (Kejadian 1) lantas tangannya patah (gejala A) maka disebut nasib buruk (keadaan S), Badu memecahkan cermin (Kejadian 2) lantas kakinya terkilir (gejala A) maka disebut nasib buruk (keadaan S), demikian halnya Cecep memecahkan cermin (Kejadian 3) lantas kepalanya benjol (gejala A) maka disebut nasib buruk (keadaan S). Jadi karena itu memecahkan cermin (semua kejadian) sehingga tangan patah, kaki terkilir dan kepala benjol (gejala A) adalah nasib buruk (keadaan S). Menjadi catatan bahwa antara Argumen Analogis dan Generalisasi Induktif terletak pada kesimpulannya. Kesimpulan Argumen Analogis adalah berupa proposisi atau keputusan partikular atau singular sedangkan Generalisasi Induktif adalah berupa proposisi universal. Selain itu kebenaran argumen induktif terletak pada kata kunci yakni kemungkinan atau probabilitas. Posisi kemungkinan berada di antara tengah dua titik ekstrim yakni (kepastian) validitas dan kebarangkalian (posibilitas). Jika kita mengandaikan kepastian dengan angka 1 dan kebarangkalian dengan angka 0, maka probabilitas berada ditengah-tengahnya dengan kecenderungan bergerak ke angka 1 atau 0. Dengan demikian, pernyataan seperti di awal yakni semua manusia akan mati memiliki probabilitas yang tinggi tetapi tidak menjanjikan kepastian yang mutlak. Pernyataan itu menjadi absolut dan valid jika semua manusia di muka bumi ini mati. Pernyataan itu tetap menjadi bernilai mungkin selama masih ada orang yang hidup dan selama masih ada orang yang belum lahir. Dengan demikian tidak dapat ditarik kesimpulan yang bersifat partikular bahwa beberapa orang yang akan lahir tidak akan mati atau beberapa orang yang hidup seklarang tidak akan mati. Probabilitas biasanya dikaitkan pula dengan teori yakni teori klasik dan teori frekuensi. Menurut teori klasik, probabilitas suatu peristiwa adalah asalan yang masuk akal untuk mempercayai kebenaran suatu proposisi yang menjelaskan suatu pihak. Sementara teori frekuensi mengatakan bahwa probabilitas suatu peristiwa adalah suatu laporan tentang frekuensi relatif terjadinya peristiwa-peristiwa sejenis pada masa lalu. Lantas apakah pentingnya argumen induktif? Dari penjelasan di atas maka metode induksi tidak terhitung nilainya dalam pencarian kebenaran-kebenaran tentang alam semesta, tentang manusia dan tentang relasi antarmanusia. Induksi mendorong kita untuk melakukan observasi secara jelas dan hati-hati karena banyak keputusan

atau pernyataan yang dibuat secara sembrono. Induksi juga menumbuhkan dalam diri kita rasa cinta terhadap fakta dan bukan teori serta mampu membantu kita memprediksi peristiwa-peristiwa. Kembali kepada Induksi Enumerasi Sederhana yang enuai kritik karena dianggap menyederhanakan dan bersifat sugestif. Ini disebabkan karena peristiwaperistiwa yang dicatat sebagai bagian pengambilan kesimpulan dari Induksi Enumerasi Sederhana mungkin saja adalah kebetulan sehingga tidak terlalu dapat dipercaya. Oleh karena itu beberapa pakar seperti Sir Francis Bacon (1561-1626) menyarankan tipe-tipe prosedur induktif lain. Ada pula John Stuart Mill (1806-1873) yang memberi formula klasik tentang prosedur induktif yang dikenal dengan Metode Inferensi Induktif Mill atau disingkat Metode Mill yang akan kita bahas dalam pertemuan berikutnya.