BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Takrif/pengertian. 1/2/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Epilepsi merupakan penyakit kronis di bidang neurologi dan penyakit

PENUNTUN PRAKTIKUM NEUROPSIKIATRI CONVULSANT & ANTICONVULSANT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik di negara berkembang maupun di negara maju. Penyakit asma termasuk lima

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang datang dalam serangan-serangan berulang secara spontan yang

Di Indonesia penelitian epidemiologik tentang epilepsi belum pernah dilakukan, namun epilepsi tidak jarang dijumpai dalam masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tubuh, kemampuan, dan kepribadiannya. Lebih lanjut, seorang anak adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN DEFINISI ETIOLOGI

SKRIPSI FITRIA ARDHITANTRI K Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Insiden epilepsi di dunia berkisar antara tiap penduduk tiap

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS REMAJA SAMARINDA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

Biasanya Kejang Demam terjadi akibat adanya Infeksi ekstrakranial, misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

Modul ke: Pedologi. Cedera Otak dan Penyakit Kronis. Fakultas Psikologi. Yenny, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

Matakuliah: Farmakologi dan Toksikologi II Program Studi Sarjana Farmasi (T.A. 2016/2017) ANTIEPILEPSI. Dadang Irfan Husori, S.Si., M.Sc., Apt.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GANGGUAN KESADARAN PADA EPILEPSI. Pendahuluan

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia mempunyai dua faktor yang berpengaruh besar terhadap

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

Epilepsi (Epilepsy, Ayan)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan gangguan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Apakah Anda menderita nyeri. MAKOplasty. pilihan tepat untuk Anda

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis

BAB I PENDAHULUAN. dengan obat-obatan masih merupakan pilihan utama untuk terapi epilepsi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Epilepsi merupakan salah satu penyakit pada otak tersering mencapai 50 juta

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERBEDAAN MANIFESTASI KLINIS KEJANG DEMAM PADA ANAK ANEMIA DENGAN ANAK TANPA ANEMIA

2/19/2017 MATERI DEFINISI EPILEPSI PENATALAKSANAAN EPILEPSI. Definisi Konseptual

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

BIPOLAR. oleh: Ahmad rhean aminah dianti Erick Nuranysha Haviz. Preseptor : dr. Dian Budianti amina Sp.KJ

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang panjang. Efek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Algoritme Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Anak

RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA IBU HAMIL BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

SATUAN ACARA PENYULUHAN. MYALGIA (Nyeri Otot)

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007

Bagaimana menghadapi anak dengan kejang dan epilepsi ; Peran orangtua. dr. Setyo Handryastuti

STROKE Penuntun untuk memahami Stroke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian berjudul Profil Penerapan Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. 1,2 Demam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO

LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

KELOMPOK E DEPERTEMEN ANAK SRIYANTI B. MATHILDIS TAMONOB RANI LEKSI NDOLU HARRYMAN ABDULLAH

Kejang Demam (KD) Erny FK Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

BAB 1 PENDAHULUAN. serta tidak didapatkan infeksi ataupun kelainan intrakranial. Dikatakan demam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan tidur dijumpai 25% pada populasi anak yang sehat, 1-5%

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Informasi Obat Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi obat, rekomendasi obat yang independen, akurat,. 4

komprehensif, terkini, oleh apoteker kepada pasien, masyarakat, profesional kesehatan lain, dan pihak-pihak yang memerlukan (Menkes, 2014). Pelayanan ini meliputi penyediaan, pengolahan, penyajian, dan pengawasan mutu data/informasi obat dan keputusan profesional. Tujuan dari PIO antara lain (Kurniawan dan Chabib, 2010) adalah : 1. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional, berorientasi kepada pasien, tenaga kesehatan dan pihak lain. 2. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain. 3. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat. PIO bagi profesional kesehatan akan meningkatkan peran apoteker dalam perawatan kesehatan, antara lain : a. Pengetahuan apoteker tentang obat terpakai. b. Apoteker menjadi lebih aktif dalam pelayanan kesehatan. c. Peran apoteker dapat membuka fungsi klinis lain, misal kunjungan pasien. d. Peningkatan terapi rasional dapat tercapai. Terdapat dua metode yang digunakan dalam informasi obat, yaitu metode tertulis dan metode tidak tertulis. Informasi tertulis yang sudah biasa diberikan adalah penulisan etiket pada kemasan obat. Informasi ini biasanya diikuti dengan informasi lisan yang disampaikan pada saat penyerahan obat kepada pasien. Informasi obat terkait dengan edukasi dan konseling, sehingga keduanya harus diperhatikan agar apoteker secara efektif mampu memotivasi pasien untuk belajar dan berpartisipasi aktif dalam regimen terapinya. Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan (Menkes, 2004). Apoteker berkewajiban memastikan bahwa pasien mengerti maksud dari terapi obat dan cara penggunaan yang tepat. Untuk itu diperlukan keterampilan dalam berkomunikasi agar pasien termotivasi dan taat pada regimen terapinya. 5

Komunikasi yang tidak baik dapat menyebabkan ketidakpatuhan pasien. Apabila komunikasi yang telah diberikan belum dapat memberikan hasil yang diharapkan yaitu kepatuhan, maka apoteker perlu mencari upaya lain untuk meningkatkan kepatuhan pasien. Misalnya dengan menggunakan media yang lebih menarik agar dapat meningkatkan pengetahuan pasien, sehingga pasien dapat meningkatkan kepatuhannya dan tujuan terapi tercapai dengan baik. Informasi obat yang baik sangat diperlukan pada terapi jangka panjang, antara lain pada pasien epilepsi, DM, TBC dan penyakit kronis lainnya. Informasi obat ini biasanya dilakukan pada saat penyerahan obat kepada pasien. Informasi obat yang diberikan pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Pada terapi jangka panjang perlu juga disampaikan untuk kontrol ke dokter sebelum obatnya habis karena terapi harus dilakukan terus-menerus secara rutin untuk jangka waktu lama agar terapinya berhasil baik. Konseling bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien atau agar yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau alat kesehatan lain. Edukasi dilakukan oleh apoteker untuk meningkatkan pengetahuan pasien, informasi yang diberikan dapat berupa lisan, leaflet/brosur, atau media lain yang cocok sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatannya. Leaflet atau brosur adalah media tertulis yang berisi berbagai informasi obat, antara lain informasi tentang jadwal pengobatan, cara pemakaian obat, cara pengukuran obat untuk obat cair, dosis obat yang harus dikonsumsi dan cara penyimpanan obat. Komik adalah media bergambar yang berisikan gambar-gambar yang berisi cerita tentang informasi obat seperti yang tertulis dalam leaflet. B. Kepatuhan 6

Kepatuhan merupakan tingkat ketepatan perilaku individu/pasien dengan nasihat medis/kesehatan. Ketidakpatuhan dapat diartikan sebagai kesalahan pasien dalam menerima informasi yang diberikan oleh petugas kesehatan. Pada kasus pengobatan anak, anak perlu dilibatkan dalam proses penyuluhan/edukasi. Hal ini sebaiknya dimulai waktu anak berumur 8 sampai 10 tahun (Aslam et al, 2003). Kepatuhan anak terhadap pengobatan tergantung pada orang tua/pengasuhnya. Kepatuhan meningkat beriringan dengan meningkatnya pemahaman tingkat keparahan kondisi penyakit anak oleh orang tua. Peran farmasis dalam hal ini sangat diperlukan. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kerjasama anak dan orang tua dalam pengobatan adalah formulasi, penampilan obat, cara penggunaan obat. Waktu dalam pemberian obat pada anak juga dapat jadi masalah karena anak waktu tidurnya lebih lama dan ada waktu anak di sekolah. Penyebab ketidakpatuhan penggunaan obat juga dapat disebabkan penyakit, terapi dan komunikasi antara pasien dan apoteker/tenaga kesehatan (Menkes, 2007). Kepatuhan penderita epilepsi dalam mengkonsumsi obat sangat diperlukan karena ketidakpatuhan dapat memperparah penyakit (RSDK, 2013). C. Epilepsi Epilepsi adalah suatu kondisi yang diakibatkan lepasnya muatan listrik yang berlebihan pada sel-sel otak yang menyebabkan timbulnya kejang berulang (Retnaningsih, 2013). Manifestasi kejang meliputi pandangan kosong, otot kaku, pergerakan tidak terkontrol, penurunan kesadaran, perasaan ganjil atau kejang seluruh badan. Terjadinya kejang biasanya dipicu oleh kelalaian minum obat, kurang tidur, makan tidak tepat waktu, stres, kegembiraan dan kesedihan berlebih, perubahan hormonal, sakit/demam, konsumsi obat selain obat epilepsi, mengkonsumsi alkohol atau narkoba. Epilepsi pada anak sulit dideteksi karena anak belum bisa mengungkapkan sesuatu yang dirasakan. Terdapat dua jenis epilepsi, yaitu epilepsi umum dan epilepsi parsial. Epilepsi umum biasanya berupa hilangnya kesadaran, kejang seluruh tubuh hingga mengeluarkan air liur berbusa, nafas mengorok, serta terjadi kontraksi 7

otot yang mengakibatkan pasien mendadak jatuh atau melemparkan benda yang dipegangnya. Epilepsi parsial biasanya disertai rasa kesemutan, atau tidak kenal pada satu tempat yang berlangsung beberapa menit atau jam, rasa seperti bermimpi, daya ingat terganggu, halusinasi, atau pikiran kosong, diikuti mengulang-ulang ucapan dan berlari tanpa tujuan. Epilepsi biasanya terjadi karena keturunan, kelainan bentukan otak, infeksi penyakit yang menyebabkan radang otak, tumor otak, step berulang, gangguan metabolisme dan ada juga yang tidak diketahui penyebabnya. Obat yang diberikan pada pasien epilepsi tidak langsung menyembuhkan tetapi hanya mengendalikan serangan, menjarangkan atau bahkan menghilangkan serangan. Tujuan dari pengobatan epilepsi adalah bebas kejang. Setelah dua tahun pengobatan biasanya akan dievaluasi, bila sudah baik dosis obatnya diturunkan secara perlahan karena apabila mendadak dapat menyebabkan fatal terutama pada anak bisa menyebabkan kejang yang hebat. Ketidakpatuhan dalam pengobatan pada pasien epilepsi dapat menyebabkan status epileptikus, yaitu keadaan terjadi serangan beruntun lebih dari 30 menit yang berdampak kematian (RSDK, 2013). Epilepsi pada anak sulit dideteksi karena gejala yang muncul bervariasi dan tergantung jenis epilepsi yang diderita, beberapa gejala epilepsi yang biasanya muncul pada anak, yaitu : 1. Tatapan mata kosong. Tatapan mata kosong seperti orang melamun, kejang ini disebut kejang petit mal (petit mal seizure). Lengan atau kepala anak kelihatan lunglai, kejang ini biasanya berlangsung 30 detik sampai 1 menit. 2. Kejang total (total convulsions). Merupakan kejang yang paling serius, menyebabkan anak jatuh dan kehilangan kesadaran, biasa disebut kejang grand mal (grand mal seizure). Kejang biasanya berlangsung antara 2 sampai 5 menit. Selama kejang tubuh anak kaku dan bergetar tak terkendali, bisa disertai kencing, keluar busa dan 8

bola mata memutar ke belakang. Setelah kejang berakhir, anak akan bingung beberapa menit, otot sakit dan akan tertidur dalam waktu lama. 3. Kedutan (twitching). Kedutan dapat muncul pada berbagai jenis epilepsi, namun lebih jelas terlihat pada epilepsi fokal. Kedutan sifatnya lokal, dimulai pada satu jari atau telapak tangan, kemudian semakin memburuk dan akan menjalar ke lengan dan menyebar sampai sebagian atau seluruh tubuh. Sebagian anak tetap sadar, sebagian lagi kehilangan kesadaran. 4. Aura. Aura terjadi sesaat sebelum kejang berlangsung. Aura dapat menyebabkan anak tiba-tiba sakit tanpa sebab, mendengar suara yang tidak nyata atau mencium bau yang tidak ada sumbernya. Anak juga mengalami masalah pandangan atau perasaan aneh pada satu bagian tubuhnya. Jenis epilepsi pada anak beragam, diantaranya disebabkan oleh gangguan otak karena kelainan bawaan, trauma otak, infeksi, hingga kekurangan oksigen saat persalinan. Seorang anak dikatakan epilepsi bila mengalami kejang spontan dua kali atau lebih tanpa sebab. Pada dasarnya epilepsi tidak menular dan tidak mengganggu kecerdasan anak, namun bila kejang lebih dari 15 menit bisa merusak otak. Epilepsi pada anak 70% sampai 80% bisa disembuhkan dengan obat (RSDK, 2013). Beberapa faktor yang memicu kejang antara lain perubahan konsentrasi listrik, iregular interneuron koneksi, eksitatori asam amino (aspartat) dan asam glutamat, inhibitori GABA (gamma amino butiric acid). Selain itu ada faktor luar sebagai pencetusnya antara lain kelelahan, kurang tidur, terlalu panas/dingin, stres. Diagnosis epilepsi selain gejala juga menggunakan alat diagnostik antara lain EEG (Electro Encephalo Grafi), CT Scan (Computed Tomography), dan MRI (Magnetic Resonance Imaging). Sasaran terapi pada epilepsi adalah mengontrol supaya tidak terjadi kejang dan meminimalisasi efek obat yang tidak diinginkan. Strategi terapi pada epilepsi adalah untuk mencegah atau menurunkan lepasnya muatan listrik saraf yang berlebihan sehingga mengurangi terjadinya kejang. 9

Prinsip umum terapi epilepsi adalah 1. Menetapkan tujuan terapi, menilai tipe dan frekuensi bangkitan. 2. Menetapkan tipe bangkitan dan sindroma epilepsi. 3. Menetapkan faktor resiko dari bangkitan yang berikutnya. 4. Menetapkan penggunaan Obat Anti Epilepsi (OAE), harus dimulai dengan monoterapi. 5. Bila tidak berhasil dengan monoterapi pikirkan terapi kombinasi. 6. Merencanakan waktu penghentian obat. (Depkes, 2009). Terapi non farmakologi adalah dengan mengamati faktor pemicu, dan menghindarinya bila ada, misal stres, olah raga, konsumsi kopi/alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dan lain-lain. Pemilihan obat antiepilepsi tergantung dari jenis epilepsinya. Tabel 1. Pemilihan obat antiepilepsi menurut farmakologi terapi (Depkes, 2009) Jenis Bangkitan Obat Pilihan Utama Obat Alternatif 1. Bangkitan Parsial a. Parsial sederhana b. Parsial kompleks c. Parsial yang menjadi umum Karbamazepin, fenitoin, valproat. Karbamazepin, fenitoin, valproat Karbamazepin, fenitoin, valproat, fenobarbital, primidon. Fenobarbital, lamotrigin, primidon, gabapentin, levetirasetam, tiagabin, topiramat, zonisamid. Lamotrigin, primidon, gabapentin, levetirasetam, tiagabin, topiramat, zonisamid. Gabapentin, lamotrigin, levetirasetam, tiagabin, topiramat, zonisamid. Tabel 1. (lanjutan) Jenis Bangkitan Obat Pilihan Utama Obat Alternatif 2. Bangkitan Umum a. Bangkitan tonik- klonik (grand mal) b. Bangkitan lena (petit mal/absence) c. Bangkitan lena yang Karbamazepin, fenitoin, valproat, fenobarbital, primidon Lamotrigin, valproat Valproat, klonazepam Lamotrigin, topiramat, zonisamid, felbamat Lamotrigin, klonazepam Lamotrigin, felbamat, topiramat 10

tidak khas 3. Obat-obat untuk keadaan konvulsi khusus a. Kejang demam pada anak b. Status epileptikus tipe grand mal c. Status epileptikus tipe absence Fenobarbital Diazepam, fenitoin, fosfenitoin Benzodiazepam Primidon Fenobarbital, lidokain Valproat IV D. Pasien Anak/Pediatri Klasifikasi pasien anak/pediatri menurut The British Paediatric Association (BPA) berdasarkan saat terjadinya perubahan biologis adalah : Tabel 2. Klasifikasi pediatri berdasarkan saat terjadinya perubahan biologis (Depkes, 2009) Kelompok Neonatus Bayi Anak Remaja Usia Awal kelahiran 1 bulan 1 bulan 2 tahun 2 tahun 12 tahun 12 tahun 18 tahun E. Hipotesis Media informasi obat berpengaruh terhadap keterlibatan pasien anak epilepsi dalam kepatuhan minum obat di RSUD Banyumas. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian yang telah dilaksanakan adalah secara analitik eksperimental dengan desain cross-sectional. Eksperimental karena ada intervensi terhadap subyek penelitian. Metode yang digunakan adalah eksperimen semu (quasi eksperimental) pada dasarnya sama dengan eksperimen murni, bedanya adalah dalam pengontrolan variabel. Pengontrolannya hanya dilakukan terhadap satu 11