PEMBELAJARAN KOLABORATIF DAN BERBAGAI IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH

dokumen-dokumen yang mirip
Membentang sayap menuju harapan. Tim Pengembang Kurikulum Surabaya

PELATIHAN MANAGEMEN LABORATORIUM BAGI PENGELOLA LABORATORIUM IPA SD DI WILAYAHKABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas biasanya masih berfokus

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berbicara tentang pendidikan, berarti membicarakan tentang hidup dan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) Terpadu di SMP terdiri dari studi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup untuk beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis

BAB I PENDAHULUAN. atau maju. Suatu Negara dikatakan maju apabila memiliki sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan media yang sangat berperan untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi sekarang ini kemajuan IPTEK terus berkembang,

PENERAPAN DISKUSI KELOMPOK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diberikan di sekolah-sekolah. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nur Wulan Puji Permari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sarana penting pengembangan ilmu dan pondasi

BAB I PENDAHULUAN. berusaha untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan.

I. PENDAHULUAN. diperlukan penguasaan matematika sejak dini. Oleh karena itu, selayaknya mata

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sekarang dihadapkan pada tantangan-tantangan yang. mengharuskannya mampu melahirkan individu-individu yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelangsungan kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan negara, karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. agar menjadi manusia yang cerdas, kreatif, berakhlak mulia dan bertaqwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ai Nunung Muflihah,2013

BAB I PENDAHULUAN. mengharuskan mampu melahirkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia untuk menciptakan manusia yang berilmu, cerdas dan terampil di lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usaha mengembangkan manusia berkualitas yang siap menghadapi berbagai

BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, khususnya di SD. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan siswa dalam mengikuti pembelajaran. kualitas interaksi siswa dengan guru di kelas. Untuk itu, guru harus memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Di SMP Negeri 45 Bandung, kegiatan menulis tampaknya belum begitu

PENERAPAN INDONESIA LESSON STUDY UNTUK MENINGKATKAN AKTIFITAS MAHASISWA DALAM MATA KULIAH TEKNIK BUDIDAYA HEWAN

1. PENDAHULUAN. dibahas dalam bab ini yaitu rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

I. PENDAHULUAN. SMA Negeri 12 Bandar Lampung terletak di jalan H. Endro Suratmin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berdasarkan fungsi pendidikan nasional peran guru menjadi kunci

PENERAPAN METODE INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPS di MAN 2 PROBOLINGGO

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Devi Esti Anggraeni, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. permasalahan yang akan dihadapi. Selama ini proses pembelajaran PKn di

BAB I PENDAHULUAN. dari seluruh rakyat Indonesia, baik dari pemerhati pendidikan, birokrasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pernapasan manusia adalah sistem organ yang terjadi dalam tubuh manusia. Pada materi ini siswa

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara masalah pendidikan sudah barang tentu tidak bisa lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan cara untuk memenuhi dan meningkatkan mutu

I. PENDAHULUAN. Menurut Hasbullah (2009:2). Kegiatan pokok dalam keseluruhan proses pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah berusaha meningkatkan mutu pendidikan, diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting. Dengan adanya

PENGGUNAAN STRATEGI GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR ANAK TENTANG STRUKTUR DAUN DAN FUNGSI DAUN PADA

UPAYA MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA TOPIK GERAK LURUS BERATURAN BERBASIS LESSON STUDY DI SMPN 3 TANJUNGSARI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Alifa Hamiim Farida, Rini Nurhakiki Universitas Negeri Malang

I. PENDAHULUAN. berkualitas dan satu satunya wadah yang berfungsi sebagai alat untuk. membangun SDM yang bermutu tinggi adalah pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pelajaran IPA fisika pada umumnya dianggap siswa sebagai pelajaran yang sulit

BAB I PENDAHULUAN. ukur kemajuan suatu bangsa, sehingga kualitas pendidikan sangat. diperhatikan oleh pemerintah. Hingga saat ini pemerintah terus

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB I PENDAHULUAN. seminar, dan kegiatan ilmiah lain yang di dalammnya terjadi proses tanya-jawab,

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia. Banyak permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai berbagai tujuan yang dapat membawa perubahan yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, sebab pendidikan

TINJAUAN PUSTAKA. baik secara langsung (lisan) maupun tak langsung melalui media.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat menghasilkan bunyi yang disebut dengan bahasa. laku bahkan kebiasaan-kebiasaan tokoh idolanya sendiri. Seperti misalnya jika

BAB I PENDAHULUAN. proses terjadinya perubahan prilaku sebagai dari pengalaman. kreatif, sehingga mampu memacu semangat belajar para siswa.

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan mata pelajaran yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan pemerintah, diantaranya dengan melakukan perbaikan dan

mempersiapkan kehidupan masa kini dan masa depan. Pendidikan mengarahkan kehidupan bangsa yang lebih baik di masa depan dan lebih bertakwa kepada

Seminar Nasional Pendidikan Sains II UKSW

BAB 1 PENDAHULUAN. secara sadar dapat mengembangkan aspek potensial dalam dirinya terhadap. sehingga Allah meninggikan kedudukannya beberapa derajat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN TEAM ASISTED INDIVIDUALIZATION UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. siswa dan interaksi antara keduanya, serta didukung oleh berbagai unsurunsur

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan apa yang mereka pelajari. Pembelajaran aktif merupakan langkah

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING STAD

Model Pembelajaran kooperatif dengan tipe Group Investigation ini masih. asing bagi siswa kelas XI 6 Program Keahlian Multi Media SMK Kristen BM

BAB 1 PENDAHULUAN. sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan

BAB I PENDAHULUAN. (KTSP) tahun 2006 lalu, pendidik tidak bisa lagi menggunakan paradigma lama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum istilah sains memiliki arti kumpulan pengetahuan yang tersusun

ANALISIS SITUASI. IPS. Pelajaran IPS bagi sebagian besar siswa adalah pelajaran yang membosankan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Akhlakul Karimah dan Irni Cahyani STKIP PGRI Banjarmasin

UPAYA PENINGKATAN KEAKTIFAN BERDISKUSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DENGAN PENERAPAN METODE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DISERTAI MODUL

BAB I PENDAHULUAN. Global Monitoring report, (2012) yang dikeluarkan UNESCO menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Lesson Study dapat Diiplementasikan dalam Mata Pelajaran Bukan-MIPA. Oleh: Yosaphat Sumardi dan Ariswan FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta

I. PENDAHULUAN. siswa secara fisik dan emosional dimana siswa diberi tugas untuk kemudian

Transkripsi:

PEMBELAJARAN KOLABORATIF DAN BERBAGAI IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH Oleh Yusman Wiyatmo Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta ABSTRAK Tulisan ini akan memaparkan kajian tentang pembelajaran kolaboratif dan berbagai implikasinya terhadap berbagai aspek belajar siswa terutama pada kebermaknaan pembelajaran dan efisiensi proses pembelajaran. Pengkajian dilakukan dengan menelaah beberapa literatur dan pengalaman empiris di lapangan. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa (1) pembelajaran kolaboratif dapat memberikan pembelajaran bermakna bagi seluruh siswa; (2) siswa mengalami lompatan pemahaman; (3) pembelajaran dilakukan secara berkelompok; (3) ada keberanian dari siswa dalam kelompok bawah yang kesulitan dalam memecahkan masalah untuk minta bantuan kepada temannya dalam kelompok; (4) pembelajaran tidak terjadi dalam kesatuan, namun pembelajaran merupakan hasil dari keragaman dan perbedaan; (5) sangat efisien, karena semua siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, memberikan peluang yang besar bagi siswa untuk mengembangkan pembelajaran yang telah dialami; (6) siswa tidak mengalami kebosanan dari awal hingga akhir pembelajaran; dan (7) menggairahkan siswa untuk belajar. Pendahuluan Kualitas pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari peran siswa sebagai subjek didik dan peran guru dalam merencanakan, mempersiapkan, dan mengorganisasi pembelajaran secara efektif dan efisien. Model pempelajaran yang paling popular dan sering dijumpai adalah model pembelajaran genetik, yakni guru sekedar menyampaikan konsep apa adanya (faktual) tanpa mengungkapkan faktor mengapanya (Djohar, 1999). Kenyataan di lapangan sering dijumpai adanya kelangkaan guru yang mampu mengajarkan sains sebagai ilmu empiris. Hal ini mungkin disebabkan guru kurang memiliki empati terhadap sains itu sendiri. Sebagai dampaknya bahwa guru jarang berhasil meggairahkan siswa untuk akrab dan tertarik dengan sains sampai terbuka mata budinya untuk menyenangi sains. Akibat yang lebih dramatis adalah siswa tidak tertarik dengan sains, dan akhirnya menutup diri terhadap sains. Sebagian besar pembelajaran di kelas dilakukan dengan metode ceramah dan sedikit divariasi dengan tanya jawab. Para guru memanfaatkan siswa untuk dapat memberikan jawaban yang sesuai dengan arahan atau harapan guru. Pertanyaan yang dilontarkan guru kepada berupa pertanyaan sederhana, seperti: apakah ini?; atau apakah ini benar? Para siswa hanya mengulangi penjelasan yang sudah tertulis dalam buku teks, dan menyatakannya sebagai kerja kelompok. Melalui pembelajaran konvensional seperti di atas, siswa belum memperoleh pembelajaran yang bermakna. Proses pembelajaran memang sudah terjadi, namun siswa yang sungguh-sungguh memperoleh ilmu hanyalah segelintir. Secara umum dalam sebuah kelas, rasio siswa yang mampu memahami hampir seluruh materi pelajaran hanya sepertiga dari jumlah siswa. Selanjutnya rasio siswa yang mampu memahami tidak lebih dari separuh materi pelajaran sepertiga. Sedangkan sisanya bila mereka menjawab suatu pertanyaan: Apakah kalian mengerti? Jawabannya adalah hampir atau cukup mengerti, artinya mereka tidak mengerti sama sekali materi kuliah tersebut. Jumah siswa yang mengalami hal seperti ini adalah sepertiga dari jumlah siswa. Jika siswa dikategorikan dalam kelompok atas, menengah, dan bawah maka pembelajaran dengan metode konvensional hanya tertuju pada siswa kelompok menengah dan kelompok atas (Manabu Sato, 2007). S-14

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 Dalam pembelajaran konvensional tersebut para siswa belum sungguh-sungguh memperoleh ilmu. Hanya sejumlah siswa di kelompok menengah yang memperoleh pembelajaran bermakna. Sedangkan para siswa dalam kelompok atas mampu menyatakan pendapatnya, sayangnya pernyataan tersebut hanya mencakup materi pelajaran yang telah mereka ketahui sebelumnya atau materi yang mudah saja. Sedang pembelajaran yang melampaui atau melompati batas kemampuan mereka tidak terjadi dalam pembelajaran. Siswa yang termasuk dalam kelompok bawah memang diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya di bagian awal pembelajaran, namun mereka hanya menjadi pendengar pada bagian akhir pembelajaran. Dengan demikian siswa dalam kelompok bawah tidak memperoleh pembelajaran yang bermakna. Pada pembelajaran konvensional, siswa yang mampu memetik ilmu selama pembelajaran hanyalah mereka yang berada dalam kelompok menengah saja. Bertolak dari kenyataan di atas maka perlu dilakukan pembelajaran yang dapat bermakna bagi seluruh siswa melalui kolaborasi. Agar siswa dapat belajar dengan melampaui batas kemampuannya maka pembelajaran perlu dikelola dengan memberikan kesempatan bagi setiap siswa untuk memperoleh pembelajaran yang bermakna. Pertama, guru harus menetapkan tingkat materi pembelajaran yang lebih tinggi dari biasanya. Bila tidak maka siswa yang berada pada kelompok atas tidak akan dapat belajar secara mendalam. Pada saat yang sama guru juga harus mampu secara aktif mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan untuk kelompok bawah. Hal ini dapat dilakukan melalui pembelajaran kolaboratif dengan pembentukan kelompokkelompok (Manabu Sato, 2007). Pembahasan Secara ringkas komparasi antara pembelajaran kolaboratif dan konvensional disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut. Tabel 1. Komparasi Pembelajaran Kolaboratif dan Konvensional No Aspek Kolaboratif Konvensional 1 Pembelajaran bermakna 2 Tingkat materi pembelajaran 3 Pengelompokkan siswa 4 Keberanian untuk meminta bantuan 5 Lompatan dalam pembelajaran Dialami oleh siswa kelompok bawah, menengah, dan atas Ditetapkan lebih tinggi dari tingkat materi biasanya, sehingga menantang siswa. Dibentuk kelompokkelompok kecil untuk berkolaborasi dalam memecahkan masalah. Ada keberanian dari siswa dalam kelompok bawah yang kesulitan dalam memecahkan masalah untuk minta bantuan kepada temannya dalam kelompok. Terjadi lompatan pembelajaran (seluruh siswa mengalami tingatan pembelajaran lebih tinggi) 6 Fokus Pembelajaran tidak terjadi dalam kesatuan, namun pembelajaran merupakan hasil dari keragaman dan perbedaan. 7 Kesempatan diskusi Tersedia kesempatan yang luas bagi siswa untuk berdiskusi dan berbagi Hanya dialami oleh siswa dalam kelompok menengah saja. Tingkat materi ditetapkan tidak terlalu tinggi sehingga kurang menantang siswa. Tidak ada pembentukan kelompok. Siswa cenderung untuk mengatasi masalah secara sendiri-sendiri, menghadapi kesilitan sendiri sehingga resiko gagal dalam pembelajaran lebih tinggi. Lompatan pembelajaran hanya dialami oleh sebagian kecil siswa Pembelajaran terjadi dalam kesatuan. Tidak tersedia kesempatan yang mencukupi. S-15

pendapat. 8 Efisiensi Sangat efisien, karena semua siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, memberikan peluang yang besar bagi siswa untuk mengembangkan pembelajaran yang telah dialami. 9 Rasa bosan Siswa tidak mengalami kebosanan dari awal hingga akhir pembelajaran 10 Gairah belajar Menggairahkan siswa untuk belajar. Efisiensinya sangat rendah, kurang melibatkan para siswa dalam memahami materi pembelajaran, dan membatasi rasa tertarik siswa yang ingin mengembangkan pembelajaran yang telah mereka alami Siswa berkonsentrasi belajar hanya di awal pembelajaran saja. Siswa cepat bosan dan jenuh. Siswa cenderung pasif, pembelajaran monoton, dan kurang membangkitkan semangat belajar. Untuk mencapai target pembelajaran yang lebih tinggi dan memberi kesempatan bagi siswa untuk belajar secara mendalam, terdapat satu kunci yang penting yakni: siswa berlatih untuk mengajukan pertanyaan yang ditujukan kepada siswa yang lain; seperti: Bagaimana saya bisa memecahkan masalah ini? Tanpa latihan semacam ini, pelaksanaan pembelajaran kolaboratif hanya akan memberikan kesempatan belajar pada sebagian siswa saja, sedang siswa yang tidak mengerti akan tertinggal. Sebaliknya, jika siswa selalu bertanya: Bagaimana saya dapat memecahkan masalah ini?, maka baik guru maupun siswa akan mampu untuk menghadapi tingkat pembelajaran yang lebih tinggi. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat pemahaman siswa maka semakin jarang siswa meminta bantuan kepada temannya. Mereka akan lebih cenderung untuk berusaha memecahkan masalah dan menghadapi kesulitannya tanpa bantuan orang lain. Sebagai konsekuensinya mereka akan selalu tersisih dari yang lain, gagal dalam pembelajaran, dan tertinggal di belakang. Seluruh siswa dapat melalui tingkat pembelajaran yang lebih tinggi melalui pembelajaran kolaboratif. Pembelajaran dapat dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok kecil. Dengan cara seperti ini maka pembelajaran yang hanya diperoleh oleh sebagian kecil siswa dapat disebarkan kepada seluruh siswa. Dengan saling bertukar berbagai pertanyaan atau pendapat, maka pempelajaran yang melampaui batas atau melompat akan terwujud. Seluruh siswa harus memperoleh kesempatan untuk menghadapi tingkat pembelajaran yang lebih tinggi, hal ini merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran kolaboratif (Manabu Sato, 2007) Pembelajaran kolaboratif berbeda dengan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif berfokus pada kesatuan dalam kelompok, sedangkan pembelajaran kolaboratif, unit pembelajaran yang ditekankan adalah tiap individu. Tujuan dari kegiatan kelompok adalah bukan untuk mencapai kesatuan yang didapat melalui kegiatan kelompok, namun para siswa dalam kelompok didorong untuk menemukan beragam pendapat atau pemikiran yang dikeluarkan oleh tiap individu dalam kelompok. Pembelajaran tidak terjadi dalam kesatuan, namun pembelajaran merupakan hasil dari keragaman dan perbedaan. Oleh karena itu untuk mewujudkan pembelajaran kolaboratif, guru harus menghindari pelaksanaan kegiatan kelompok yang disebut sebagai pembelajaran kooperatif. Dalam melaksanakan pembelajaran kolaboratif dalam kelompok kecil, guru tidak boleh berusaha untuk menyatukan pendapat dan ide para siswa dalam kelompok kecil tersebut, serta tidak boleh meminta mereka untuk menyatakan pendapat mereka sebagai perwakilan pendapat kelompok seperti yang dilakukan pada pembelajaran kooperatif (Ella Yuliawati, 2004). Meski terdapat banyak ide atau pendapat yang hampir serupa muncul dalam pembelajaran kolaboratif, siswa harus dianggap sebagai individu yang terpisah, serta keragaman ide dan pendapat dalam kelompok kecilpun harus dihargai. Pada pembelajaran kolaboratif, jika ada beberapa siswa dalam kelompok kecil yang meminta bantuan kepada guru maka tindakan yang harus dilakukan adalah guru harus mencoba S-16

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 menghindari untuk menjawabnya secara langsung. Guru harus dapat membantu siswa untuk dapat berhubungan dengan siswa lain dalam kelompok kecil. siswa harus lebih dulu bertanya kepada temannya, baru kemudian bertanya kepada guru bila mereka tidak dapat meyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi. Pembelajaran kolaboratif dalam kegiatan kelompok akan memberi peluang bagi para siswa untuk mengobrol. Adanya prasangka seperti ini mengakibatkan sejumlah guru merasa enggan untuk melaksanakan pembelajaran kolaboratif. Namun bila kita mengamati pembelajaran yang dilakukan oleh guru, maka mayoritas guru tersebutlah yang lebih banyak berbicara, menyampaikan hal-hal yang sebenarnya tidak penting. Guru tidak berhasil membuat siswa memahami materi pembelajaran, dan tanpa melibatkan siswa, guru melanjutkan pelajaran dengan ceramah mereka. Bila pelaksanaan pembelajaran kolaboratif mengakibakan banyak siswa yang mengobrol maka hal ini disebabkan kesalahan guru berbicara terlalu banyak di kelas atau tugas yang diberikan kepada siswa terlalu mudah, dan bukan disebabkan oleh pembelajaran kolaboratif itu sendiri. Tujuan pembelajaran kolaboratif adalah untuk menghasilkan lompatan menuju suatu tingkat yang tidak dapat dicapai bila melalui kemampuan perorangan. Lompatan akan terjadi jika semua siswa saling berkolaborasi. Tugas-tugas yang diberikan guru tidak akan selalu memicu terjadinya pembelajaran kolaboratif jika target tugas tersebut hanya ditujukan untuk mencapai tingkatan yang sudah dipahami siswa dengan baik atau tingkatan yang dapat diatasi oleh siswa secara individual. Kekhawatiran terbesar guru dalam melakukan pembelajaran kolaboratif adalah bahwa hal tersebut dapat menghambat pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran kolaboratif diduga dapat mengurangi efisiensi pembelajaran. Hal ini tentu saja tidak benar. Efisiensi metode pembelajaran konvensional adalah sangat rendah, tidak melibatkan para siswa yang tidak memahami materi pembelajaran, dan membatasi rasa tertarik siswa yang ingin mengembangkan pembelajaran yang telah mereka alami. Bukan kecepatan dalam penyelesaian materi kuikulum yang dipertanyakan, melainkan efisiensi pembelajaran yang dialami oleh tiap siswa. Pembelajaran dengan metode ceramah yang ditujukan kepada banyak siswa sebagai pendengar jauh lebih tidak efisien dibandingkan dengan pembelajaran kolaboratif. Tanggung jawab guru pada pembelajaran kolaboratif adalah mewujudkan terlaksananya proses pembelajaran bagi setiap siswa. Ada 2 cara yang dapat dilakukan guru untuk menjamin efisiensi pembelajaran. Pertama, mengelola kemajuan topik pembelajaran dengan baik, mengelola pelajaran dengan memilah bagian mana yang dibahas dengan singkat dan bagian mana yang perlu dibahas secara lebih lama dan mendalam. Kedua, menetapkan tingkat tugas yang lebih tinggi, hal ini dapat menjadi dasar untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk mengintegrasi masalah yang mendasar dan menantang. Hal-hal yang penting untuk mencapai pembelajaran kelompok adalah: 1) cara membentuk kelompok; 2) waktu untuk menjalankan pembelajaran kelompok; 3) waktu untuk mengakhiri pembelajaran kelompok; 4) hal-hal yang dilakukan guru selama pembelajaran kelompok. Sebaiknya kelompok dibentuk dengan beranggotakan 4 orang putra dan putri, penggabungan putra dan putri ini dimaksudkan untuk mengaktifkan pemikiran kolaboratif. Bila kelompok terdiri atas putra atau putri saja maka mereka pada akhirnya akan cenderung mengobrol saja tanpa menghasilkan pembelajaran yang bermakna. Jumlah empat orang dalam satu kelompok merupakan jumlah yang paling ideal, karena mereka bisa saling mendengar dan belajar dengan sungguh-sungguh. Bila jumlah anggota kelompok lebih dari 4 siswa maka beberapa siswa hanya akan berperan sebagai pengamat saja. Sebaliknya bila jumlah anggota kelompok kurang dari 4 siswa maka mereka akan mengalami kesulitan untuk saling tukar beragam ide atau pendapat. Kegiatan kelompok sebaiknya dilanjutkan selama siswa dapat belajar dan harus dihentikan tepat sebelum siswa tidak dapat berkonsentrasi dalam pembelajaran. Keputusan guru yang tepat ini merupakan kunci sukses pembelajaran kolaboratif. Bila siswa berkonsentrasi pada diskusi artinya mereka belajar bersunguh-sungguh, sebaliknya bila mereka tidak dapat berkonsentrasi pada diskusi artinya mereka sudah tidak bersungguh-sungguh belajar. Tepat sebelum situasi ini terjadi, pembelajaran kelompok sebaiknya dihentikan. Dalam kegiatan kelompok ada 2 hal yang harus dilaksanakan guru: prioritas utama adalah memperhatikan siswa yang tidak dapat berpartisipasi dalam pembelajaran. Guru sebaiknya memberikan dukungan kepada siswa sehingga tidak ada satupun dari mereka yang tersisihkan dari pembelajaran yang bersifat timbal balik. Kedua, memperhatikan kelompok. Jika dijumpai satu S-17

atau dua kelompok yang para anggotanya mengalami kesulitan dalam berdiskusi atau pembelajaran maka guru dapat memberikan dukungan pada kelompok tersebut dan pada saat anggota kelompok dapat mulai belajar maka guru dapat meninggalkan mereka agar siswa dapat meneruskan belajar secara mandiri dalam kelompok. Kesimpulan Hasil pengkajian menunjukkan bahwa (1) pembelajaran kolaboratif dapat memberikan pembelajaran bermakna bagi seluruh siswa; (2) siswa mengalami lompatan pemahaman; (3) pembelajaran dilakukan secara berkelompok; (3) ada keberanian dari siswa dalam kelompok bawah yang kesulitan dalam memecahkan masalah untuk minta bantuan kepada temannya dalam kelompok; (4) pembelajaran tidak terjadi dalam kesatuan, namun pembelajaran merupakan hasil dari keragaman dan perbedaan; (5) sangat efisien, karena semua siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, memberikan peluang yang besar bagi siswa untuk mengembangkan pembelajaran yang telah dialami; (6) siswa tidak mengalami kebosanan dari awal hingga akhir pembelajaran; dan (7) menggairahkan siswa untuk belajar. Daftar Pustaka Djohar (1999). Reformasi Pendidikan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta Elly Yuliawati (2004). Kurikulum dan Pembelajaran, Filosofi Teori dan Aplikasi. Bandung: Pakar Raya. Manabu Sato (2007). Tantangan yang Harus Dihadapi Sekolah. Bahan Rujukan Untuk Lesson Study Berdasarkan Pengalaman Jepang dan IMSTEP. Jakarta: Depdiknas dan JICA. S-18