PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 1

BAB III TINJAUAN TEORITIS. untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin juga diartikan sebagai

Pembagian Urusan Pemerintah Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK. Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai;

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN. Hiburan adalah segala sesuatu baik yang berbentuk kata-kata, tempat,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG USAHA PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DARI KEBERADAAN MINIMARKET

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH

PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL Hubungan Pusat dan Daerah

PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI

BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN. Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

- 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang-

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 18 Tahun : 2005 Serie : E Nomor : 8

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DI KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TANJUNGPINANG,

KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN DI BIDANG IZIN PEMANFAATAN RUANG (IPR) (DI KABUPATEN BADUNG-BALI) GUSTI AYU RATIH DARMAYANTI

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN USAHA BIDANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG IJIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG IJIN USAHA INDUSTRI, TANDA DAFTAR INDUSTRI DAN IJIN PERLUASAN

PENGATURAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI LINGKUNGAN. Oleh : Nopyandri 1. Abstrak

dalam penulisan ini khususnya properti.

HUBUNGAN PEMERINTAH DAERAH, KECAMATAN DAN DESA. Bagian Pemerintahan Setda Kab. Lamongan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengidentifikasikan

BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM RETRIBUSI IZIN USAHA PERINDUSTRIAN

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG

KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMERINTAH DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, DAN PEDAGANG KAKI LIMA. 2.1 Pemerintah Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOABARU NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN PERINDUSTRIAN

BAB II TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN DAERAH, PERIJINAN, IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN. mengurus rumah tangganya sendiri. Dalam Pasal 1 ayat (6) undang undang

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana diatur dalam pasal 10 ayat 2 Undang Undang Nomor 32 tahun 2004

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2008 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. IZIN USAHA. Industri. Ketentuan. Pencabutan.

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG PERIZINAN INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 127 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Kemajuan perindustrian tidak lepas dari peran pemerintah. memberi kemudahan di sektor perizinan industri.

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, PERIZINAN, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 2 TAHUN 2008

PEMERINTAH KABUPATEN TELUK BINTUNI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN

WALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

Oleh : Widiarso NIM: S BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG USAHA BAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

Dinas Pekerjaan Umum Pengairan

BENCANA LINGKUNGAN PASCA TAMBANG

BAB II PENGATURAN TERHADAP PELAKU TANPA IZIN MELAKUKAN KEGIATAN INDUSTRI KECIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE AIR ATAU SUMBER AIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, dimana perkembangan ini akan dibarengi dengan. lebih pesat dari pada pranata hukum yang mengiringinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal-hal yang berkenaan dengan melaksanakan (Bambang Martijianto, 1992:345).

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota,

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud butir air di atas, perlu ditetapkan dalam Peraturan Daerah;

Transkripsi:

PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG OLEH: I NENGAH SUHARTA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang John Locke menganggap bahwa negara merupakan perwujudan kebersamaan, namun demikian negara selalu memberikan pembatasan terhadap kebebasan individu. Peranan negara harus memberikan perlindungan dan menjaga tata tertib masyarakat. Di sini negara berfungsi mencegah tindakan kesewenang-wenangan dari individu yang mengancam keselamatan individu lainnya. Hal ini menyangkut tujuan negara yang berkaitan dengan masalah demokrasi dalam bernegara. Konstitusi sebagai pembatas kekuasaan menimbulkan makna bahwa sebagian hak individu di dalam masyarakat melalui persetujuan bersama untuk bernegara, maka tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mendapat perlindungan yang dikehendaki adanya suatu negara.menurut John Locke perjanjian dan kehendak rakyat tersebut tertuang dalam konstitusi atau perundang-undangan dasar. Konstitusi ini mempunyai fungsi untuk melaksanakan tugas negara serta menjamin dan menciptakan suasana yang aman dan sejahtera. Aturan yang termuat dalam kostitusi adalah penguasa di beri wewenang untuk mengatur negara dan berhak menentukan aturan tingkah laku dan tidak membiarkan adanya suatu pelanggaran.selanjutnya dikatakan 2

pula bahwa negara berdasarkan konstitusi harus bersandarkan pada kekuasaan legeslatif dan di samping itu ada kekuasaan eksekutif yang berfungsi untuk melaksanakan undang-undang.badan legeslatif dan eksekutif mengurusi warga negara dan menjamin hak warganya agar merasa aman. Tugas untuk mengurusi hubungan dengan luar negeri (ada kekuasaan federatif). 1 Dalam kekuasaan tersebut di Indonesia pasca perubahan UUD 1945 menggariskan politik hukum otonomi luas, yang menegaskan perubahan atas politk hukum otonomi nyata yang bertanggung jawab. Pasal 18 ayat (5) UUD NRI 1945 bahwa pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang di tentukan sebagai urusan pemerintah pusat.ketentuan ini menegaskan bahwa urusan absolut pemerintah pusat itu tidak dapat diambil sendiri secara sepihak sehingga harus ditentukan secara jelas dala suatu Undang-Undang. UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga diganti dengan UU No.23 Tahun 2014 yang menentukan bahwa urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolute meliputi : 1) Politik luar negeri 2) Pertahanan 1 Soehino.2005, Ilmu negara, Liberty cet.7, Jakarta, hal 108-109 3

3) Keamanan 4) Yustisi 5) Moneter dan fiskal nasional, dan 6) Agama Urusan pemerintahan absolute tersebut oleh Pemerintah Pusat melaksanakan sendiri atau melimpahkan wewenang kepada instansi vertikal yang ada di daerah atau gubernur sebagai wakil Pemerin Pusat berdasarkan asas Dekonsentrasi. Urusan yang menjadi kewenangan daerah dalam Undang- Undang No. 23 Tahun 2014 dibedakan antara urusan wajib dan urusan pilihan.urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar adalah suatu urusan pemerintahan seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat, dan ketentraman, ketertiban umum dan social. Urusan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar, meliputi : tenaga kerja, pangan,pertanahan, lingkungan hidup, dst. Sedangkan urusan pemerintah yang bersifat pilihan berkaitan dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah antara lain : a. Kelautan dan perikanan; b. Pariwisata; c. Pertanian; d. Kehutanan; e. Energy dan sumber daya mineral; f. Perindustrian, dan 4

g. Transmigrasi. Sebagaimana pembagian urusan pemerintahan konkuren pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota secara rinci diatur dalam lampiran UU No. 23 Th 2014. Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Sedangkan urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Bagaimanapun bentuk dan wujudnya sebagai akibat adanya penyerahan urusan, wewenang atau pemencaran kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, dikenal berbagai macam izin seperti izin lokasi, izin mendirikan bangunan (IMB), izin HO (undang-undang gangguan) dan izinizin lainnya.izin-izin tersebut berkaitan erat dengan peruntukan dan pemanfaatan suatu ruang. Izin lokasi merupakan salah satu wujud perizinan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk mengatur dan mengarahkan kegiatan-kegiatan masyarakat dalam memanfaatkan tanah. IMB merupakan perijinan yang ditetapkan oleh pemerintah kepada pemohon IMB untuk mendirikan bangunan. Sementara izin HO diberikan oleh pemerintah untuk pemanfaatan ruang dengan memperhatikan dampak lingkungan yang akan 5

ditimbulkan. Untuk mendapatkan izin-izin tersebut maka permohonannya diajukan kepada instansi yang berwenang memberikan keputusan terhadap izin yang dimohonkan. Adanya penetapan izin oleh pihak yang berwenang suatu kegiatan memerlukan beberapa izin yang berbeda. Hal ini mengakibatkan suatu izin menjadi syarat bagi terbitnya izin yang lain misalnya dalam hal penetapan izin usaha perindustrian di kabupaten badung memerlukan beberapa izin yang berbeda-beda. Misalnya si pemohon harus sudah memiliki IMB, akte pendirian perusahaan, izin lokasi serta syarat-syarat lain yang mengharuskan untuk dipenuhi. Permohonan izin dapat diterima apabila izin yang dimohonkan tidak bertentangan dengan sarana peruntukan.sehingga keserasian dan keselarasan lingkungan dapat tejaga. Untuk itulah pemerintah mengadakan pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan industri. Pemda Badung dalam hal tersebut mengeluarkan Perda Kab. Badung No 10 Tahun 2004 tentang usaha perindustrian. Berdasarkan Perda tersebut, bagaimana alur proses perijinan yang secara umum harus dipenuhi untuk memproleh izin usaha perindustrian. Berdasarkan pemaparan di atas bagaimanakah pengawasan selanjutnya terhadap pelaksanaan izin usaha perindustrian di Kab.Badung serta pengawasan terhadap izin yang 6

penerbitannya merupakan kewenangan dari pemerintah tetapi merupakan tugas pembantuan. 1.2. Metode Penelitian Penelitian ini diklasifikasikan dalam penelitian hukum normatif yang difokuskan pada bahan-bahan hukum kepustakaan, baik terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Pendekatan penelitian ini dilakukan melalui pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan undang-undang (statuta approach). Pendekatan konseptual diterapkan untuk menemukan pengertian yang dibutuhkan terkait penelitian yang dilakukan. Selanjutnya pendekatan perundang-undangan diterapkan untuk mendapat ketentuan hukum yang melandasi penelitian yang dilakukan. Sebagai bahan hukum primer dari penelitian ini berasal dari penelitian terhadap berbagai peraturan perundang-undangan terkait. Peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan, seperti UU No. 23 Tahun 2014. Bahan hukum sekunder yang digunakan antara lain diperoleh dari bahan pustaka di bidang Hukum Administrasi Negara, Hukum Pemerintahan Daerah yang berkaitan dengan teknis dan substansi penelitian. Telaahan kepustakaan dilakukan dengan sistem kartu (Card system) yakni dengan cara mencatat dan memahami isi dari masing-masing informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer dan sekunder. Tehnik telaahan kepustakaan itu didukung pula oleh tehnik bola salju dengan 7

menemukan bahan hukum sebanyak mungkin dari informasi yang awalnya sedikit sehingga bahan hukum yang diperoleh dapat selengkap dan seobyektif mungkin untuk selanjutnya dilakukan interpretasi, sistematisasi, evaluasi serta dianalisis isinya (content analysis). II. PEMBAHASAN Menurut NM. Spelt dan JBJM ten Berge mengemukakan bahwa izin adalah : suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan Undang-Undang / peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundang-undangan. 2 Pengertian tersebut menunjukkan bahwa izin merupakan permohonan terhadap pemerintah untuk melakukan suatu tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang.namun tindakan ini menyangkut suatu tindakan demi kepentingan umum, sehingga mengharuskan pemerintah untuk melakukan suatu pengawasan khusus atas tindakan yang diizinkan oleh pemerintah tersebut. Perizinan ini ditetapkan untuk mengkonkretkan wewenang pengaturan dengan beberapa tujuan tertentu mengenai tujuan diikatkannya suatu tindakan pada system perizinan adalah : 1. Keinginan untuk mengarahkan (mengendalikan sturen ) aktivitas-aktivitas tertentu. 2. Untuk mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan). 2 NM. Spelt dan JBJM ten Berge, 1993, Pengantar Hukum Perijinan, cetakan I disunting oleh Philipus M Hadjon, Yuridika, Surabaya hal 2 8

3. Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu (izin terbang, izin membongkar pada monument-monumen tertentu. 4. Hendak membagi-bagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di daerah padat penduduk) 5. Pengarahan dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitasaktivitas. 3 Menurut Van Wijk-Konjinenbelt ada tiga fungsi hukum administrasi Negara yaitu sebagai norma, instrument dan jaminan. 4 Sehingga hukum administrasi menurut beliau di pandang sebagai instrument yuridis bagi penguasa atau pemerintah untuk secara aktif terlibat dalam kehidupan masyarakatnya. Disamping itu juga merupakan hukum yang memungkinkan anggota masyarakat mempengaruhi penguasa sekaligus juga memberikan perlindungan terhadap penguasa. Secara konkret, wujud hukum administrasi dalam ketiga fungsi tersebut dapat ditemukan pada instrument perizinan yang ditekankan pemerintah untuk mengkonkretisasi wewenangnya mengatur dan mengendalikan kegiatan masyarakat dengan beberapa atau motif tertentu. 5 Izin bilamana dilihat dari tujuan dan ketentuannya pada hakikatnya membolehkan perbuatan bersangkutan akan tetapi untuk dapat melakukannya diisyaratkan prosedur tetentu yang harus dilalui. Izin bukan hanya untuk perkenaan dalam keadaan-keadaan yang sangat khas, tetapi 3 Ibid hal 4-5 4 I Made arya utama, 2007, Hukum Lingkungan, pustaka sutra, Bandung, hal 86 5 Ibih hal 87 9

agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakuakn dengan ketentuanketentuan bersangkutan. 6 Penolakan izin hanya diklakukan bila kriteria yang ditetapkan pemerintah tidak dipenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa izin tersebut dipergunakan oleh pemerintah sebagai instrument hukum. Izin merupakan instrument yuridis yang dipergunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi warga mau mengikuti cara yang dianjurkan guna mencapai suatu tujuan konkret.sebagai salah satu instrument, izin berfungsi selaku ujung tombak instrument hukum sebagai pengarah, perekayasa dan perancang masyarakat adil dan makmur. 7 Izin/verguning merupakansalah satu instrument pemerintah yang banyak digunakan dalam hukum administrasi Negara sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan tingkah laku warga masyarakat. Pada dasarnya izin digunakan oleh penguasa sebagai instrument untuk mempengaruhi agar masyarakat taat serta mengikuti cara-cara yang dianjurkan untuk mencapai tujuan tertentu yang bersifat konkrit. Pencantuman tujuan dalam suatu sistem perizinan pada hakekatnya akan membawa konsekuensi penting bagi organ organ penguasa dalam setiap pengambilan keputusan pemberian izin, yang mana organ pemerintah/penguasa tidak boleh menggunakan alasanalasan yang tidak sesuai dengan tujuan dari ketentuan-ketentuan tersebut. Jakarta hal 218 6 Ibid hal 91 7 Ridwan HR, 2002, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, 10

Dalam menetapkan Tanda Daftar Industri (TDI) dan Izin Usaha Industri (IUI) adalah merupakan kewenangan dinas perindustrian dan perdagangan Kab. Badung. Hal tersebut ditegaskan dalam peraturan daerah Kab.Badung No.10 Tahun 2004 tentang usaha perindustrian yaitu pasal satu huruf e yang menyebutkan : Dinas perindustrian dan perdagangan adalah dinas perindustrian dan perdagangan Kab.Badung yang berwenang di Bidang industri dan perdagangan.sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa segala bentuk perijinan bidang industri termasuk pengawasan dalam pelaksanaannya berada di bawah wewenang kepala kantor dinas perindustrian dan perdagangan Kab.Badung. Menurut Perda No 10 Tahun 2004 Pasal 3 ayat 2 menyatakan Terhadap jenis industri yang dalam kelompok industri kecil dengan nilai investasi seluruhnya Rp. 5.000.000,- (Lima juta rupiah) sampai dengan (Rp. 200.000.000,- (dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, wajib memperoleh TDI.Pada ayat (3)nya menyebutkan bahwa terhadap semua jenis industri dengan nilai investasi di atas Rp. 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan, tempat usaha wajib memperoleh IUI. Selanjutnya di dalam Perda No.10 Tahun 2004 di sebutkan secara implicit mengenai beberapa larangan yang harus diindahkan oleh pengusaha diantaranya adalah : melakukan kegiatan di luar dari yang ditetapkan (berkenaan dengan izin yang diperoleh) contoh kegiatan tersebut adalah melakukan penambahan atau perluasan baik penambahan mesin, 11

perluasan lahan usaha pemindahan lokasi tanpa persetujuan terlebih dahulu. Juga melakukan pembuangna limbah tanpa menghiraukan lingkungan sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan. Juga dalam Pasal 25 Perda 10 Tahun 2004 menyebutkan tentang kewajiban bahwa : (1) Perusahaan industri yang telah memperoleh IUI wajib menyampaikan informasi industri secara berkala pada pejabat yang berwenang memberikaniui. (2) Perusahaan industri yang telah memperoleh TDI wajib menyampaikan informasi industri kepada pejabat yang mengeluarkan TDI setiap Tahun selambat-lambatnya 31 Januari pada tahun berikutnya. Pelanggaran terhadap larangan maupun kewajiban-kewajiban tersebut dikaitkan dengan sanksi-sanksi hukum administrasi ataupun sanksisanksi hukum pidana. Sanksi-sanksi atas pelanggaran disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya dan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Perda Kab Badung No.10 Tahun 2004 yaitu Pasal 33, Pasal 34 dan Pasal 35. Yaitu dengan peringatan tertulis, dibekukan dan IUI/TDI dapat dicabut. Adanya industri yang tidak memiliki izin, namun usahanya tetap berjalan, karena adanya aturan yang memungkinkan untuk tidak memiliki izin. Seperti yang termuat dalam pasal 3 ayat (1) Perda No.10 tahun 2004, menyebutkan 12

: Terhadap semua jenis industri dalam kelompok industri kecil dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya di bawah Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, tidak wajib memperoleh TDI kecuali bila dikehendaki oleh pengusaha yang bersangkutan. Hal tersebut merupakan salah satu penghambat dalam melaksanakan pengawasan disamping hambatan lainnya. Sehingga pengawa dilakukan oleh pemerintah Kab. Badung terhadap izin usaha perindustrian adalah dengan melakukan monitoring dari instansi terkait terhadap usaha-usaha industri yang sudah ada maupun yang baru berkembang. Petugas ini dibentuk dengan tujuan untuk lebih menumbuh kembangkan dan pembinaan industri yang ada di daerah Kab.Badung. Di samping itu juga terdapat pengawas dari pemerintah daerah yang disebut tim yustisi. Sehingga petugas pengawas terhadap pelaksanaan perizinan tersebut terdiri dari dua komponen yaitu pengawas yang berasal dari dinas perindustrian dan perdagangan bekerja sama dengan instansi terkait serta tim yustisi (bagian hukum dari pemerintah daerah). Tugas tim yustisi ini adalah membantu mengawasi semua peraturan yang daerah termasuk juga Perda No.10 Tahun 2004. Peran dari tim yustisi ini sebagai pelaksana untuk menertibkan pelanggaran tindak pidana ringan yang terjadi. Hal ini sesuai dengan Pasal 37 Perda 10 Tahun 2004 mengenai ketentuan penyidikan : pejabat penyidik umum dan penyidik PNS. 13

Bagaimanakah terhadap pemerintah daerah yang menerima tugas pembantuan dari pemerintah mengingat masih banyak ada beberapa jenis industri yang penerbitan izinnya merupakan kewenangan pemerintah yang urusannya diserahkan pada pemerintah daerah. Misalnya dari tugas pemerintah yang dalam hal ini dinas kabupaten yang akan membantu pelayanan dari proses permohonan izin dari pengusaha langsung kepada pemerintah dengan atau tanpa persetujuan terlebih dahulu kepada dinas perdagangan. III. KESIMPULAN Bahwa dari pemaparan di atas, pengawasan dilakukan oleh tim monitoring dari dinas perindustrian dan instansi terkait serta tim yustisi. Ke depan mestinya ada ketegasan dalam tugas terhadap pengawasan izin apalagi terhadap izin sebagai akibat dari tugas pembantuan. 14

DAFTAR PUSTAKA Emil Salim, 1993, Pembangunan Berwawasan Lingkungan, Penerbit LP3ES, Cet. ke-6, Jakarta. I Made arya utama, 2007, Hukum Lingkungan, pustaka sutra, Bandung NM. Spelt dan JBJM ten Berge, 1993, Pengantar Hukum Perijinan, cetakan I disunting oleh Philipus M Hadjon, Yuridika, Surabaya Ridwan HR, 2002, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Soehino.2005, Ilmu negara, Liberty cet.7, Jakarta, 15