BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI
|
|
- Utami Indradjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI A. Pengertian Perizinan Dalam suatu negara hukum modren, dimana pemerintah ikut campur dalam segala lapangan kehidupan masyarakat, maka kepada administrasi negara diberikan tugas yang semakin luas untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam menjalankan tugas-tugasnya, maka pemerintah selalu aktif dalam menyelenggarakan kepentingan umum (public service) Secara umum perbuatan pemerintah (overdeids handling) dapat dibagi ke dalam 2 (dua) jenis perbuatan yaitu perbuatan hukum dan perbuatan non hukum. Dalam lapangan hukum administrasi negara hanya meninjau perbuatan pemerintah yang bersifat publiekrechtelijk yaitu hukum yang mengatur perbuatan hukum yang bersifat mengatur dan memelihara kepentingan-kepentingan umum (publik). Dalam hal ini perbuatan pemerintah tersebut akan membawa akibat hukum secara langsung. Sedangkan perbuatan pemerintah sebagai perbuatan non hukum tidak menimbulkan akibat hukum secara langsung, contohnya peresmian-presmian proyek pemerintah. Sebagai perwujudan dari perbuatan pemerintah yang merupakan perbuatan hukum itu sendiri adalah ketetapan (beschikking). Menurut Van der Wel Berpendapat tentang ketetapan, yaitu:
2 Beschikking atau ketetapan atau penetapan adalah suatu alat pemerintah dengan maksud/ dalam hal konkrit meneguhkan tanpa turut serta kehendak lain suatu hubungan hukum yang telah ada, guna menimbulkan yang baru atau menolak untuk diteguhkan suatu hubungan hukum yang telah ada atau menimbulkan hubungan hukum baru 22 Menurut Van Der Pot, yaitu : Beschikking atau ketetapan adalah tindakan umum yang dilakukan alat-alat pemerintah, pernyataan kehendak mereka dalam menyelenggarakan hak khusus, dengan maksud menyatakan perubahan dalam lapangan hubungan hukum 23 Menurut Donner, yaitu : a. Suatu perbuatan hukum dalam hal sebagai alat pemerintah dan atau berdasar suatu ketentuan yang mengikat dan berlaku umum dengan maksud menentukan hak kewajiban mereka yang tunduk pada suatu ketertiban hukum dan penetuan tersebut diadakan tanpa melihat kemauan yang dikenai itu. b. Perbuatan pemerintah yang dijalankan jabatan pemerintah yang dalam hal tertentu secara segi satu dan dengan sengaja untuk meneguhkan suatu hubungan hukum atau suatu untuk 22 H.M. Jafar Ali, SH, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum, Medan, 1998, hal Ibid, hal. 47
3 meneguhkan suatu hubungan hukum atau suatu keadaan hukum yang telah ada atau menimbulkan hubungan hukum atau suatu keadaan hukum baru atau menolaknya 24 Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa ketetapan itu ialah perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang diatur oleh hukum dan menimbulkan suatu akibat hukum yang terjadi atas hak dan kewajiban. Ketetapan itu merupakan perbuatan hukum bersegi satu, yakni perbuatan hukum yang akibat hukumnya timbul cukup dengan adanya kehendak dari satu pihak yaitu pihak pemerintah. Ketetapan itu merupakan lapangan pekerjaan pemerintah dalam arti sempit, yaitu lapangan pekerjaan dari eksekutif (bestuur). Tetapi perbuatan membuat ketetapan dilakukan oleh pemerintah dalam arti kata luas yakni oleh badan legislatif, eksekutif dan judikatif. Syarat-syarat sahnya suatu keputusan seperti halnya, suatu peraturan hukum secara umum misalnya undang-undang, peraturan pemerintah, ataupun putusan hakim dalam peradilan harus memperhatikan syarat-syarat dalam penerbitannya agar dapat berlaku sah. Adapun syaratsyarat tersebut adalah sebagai berikut: a. Syarat materil b. Syarat formil 24 Ibid, hal 47
4 Ad.a. Syarat Materil 1. Alat pemerintah yang memuat ketetapan harus berwenang. 2. Karena ketetapan adalah pernyataan kehendak (wilsverklaring) maka tidak boleh terdapat kekurangan yuridis. 3. Bentuk dan tata cara harus sesuai dengan peraturan dasar,perbuatan harus memperhatikan prosedur membuat ketetapan bilamana prosedur itu ditetapkan dengan tegas dalam peraturan itu (rechimatig). 4. Isi dan tujuan ketetapan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan yang hendak dicapai (doelmatig). Ad.b. Syarat Formil 1. Syarat-syarat yang ditentukan dalam mempersiapkan ketetapan itu harus dipenuhi. 2. Harus diberi bentuk yang telah ditentukan. 3. Syarat-syarat yang berhubungan dengan pelaksanaan ketetapan itu dipenuhi. 4. Jangka waktu harus ditentukan (tidak daluarsa) antara pembuatan dan diumumkannya ketetapan itu. Didalam menjalankan tugasnya, pemerintah membuat ketetapan (beschikking). Kbijaksanaan perizinan merupakan kebijakan yang sering diterapkan oleh pemerintah dalam mengatur masyarakat. Pemerintah
5 menggunakan izin sebagai sarana Juridis dalam mengemudikan warga negara. Izin adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam dalam hukum administrasi. Pemerintahan menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku warga. Menurut Mr. N.M Spelt dan Prof. J.B.N.M. Ten Berge: Izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undangundang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangundangan. 25 Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memeohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenaan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya. Dari uraian diatas bahwa kebijakan perizinan merupakan kebijakan pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dalam keadaan tertentu menyimpang dari peraturan tersebut. Maksudnya demi kepentingan umum pemerintah mengeluarkan izin berdasarkan kebijaksanaan dengan dasar oleh karena belum adanya peraturan untuk itu dengan tidak melanggar peraruran yang berlalu. Disamping itu bahwa pemerintahan yang menetapkan kebijaksanaan perizinan sudah tentu sebagai perwujudan pengawasan dari 25 Philipus Mandiri Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan,Yuridika, Surabaya 1993, hal 2
6 pemerintah terhadap aktivitas masyarakat sehingga tercipta suatu keteraturan. Dilain pihak masyarakat juga mendapatkan keuntungan, dimana dengan dilaksanakannya kebijaksanaan perizinan itu maka aktivitas warga negara itu akan memperoleh kekuatan hukum dengan dikabulkannya permohonann warga negara tersebut. Dengan kata lain sistem perizinan berfungsi untuk memperoleh jaminan terhadap penguasa atau perlindungan dari penguasa. Ini adalah paparan luas dari pengertian izin. Didalamnya dapat diadakan perbedaan berdasarkan berbagai figur hukum. Tanda pengenal bersama dari figur hukum ini ialah bahwa semuanya menimbulkan akibat yang kurang lebih sama yakni bahwa dalam bentuk tertentu diberi perkenan untuk melakukan sesuatu yang mestinya dilarang. Pertama-tama diadakan pembedaan menurut izin dalam arti sempit,pelepasan (atau pembebasan = dispensasi) dan konsensi. Figurfigur tersebut akan diuraikan lebih lanjut dibawah ini. Bentuk-bentuk hukum lain yang sejenis dengan izin ialah misalnya kewajiban melaporkan, penarikan pajak, pengujian, perbolehan, perkenan, dan pemberian kuasa. B. Jenis-jenis Perizinan Kebijakan perizinan sebagai instrumen pemerintah banyak digunakan untuk mengendalikan kepentingan masyarakat. Adapun jenis-jenis perizinan yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu :
7 1. Izin (dalam arti sempit) 2. Pelepasan atau pembebasan (dispensasi) 3. Konsensi 26 Ad. 1 Izin (dalam arti sempit) Pengikatan aktivitas-aktivitas pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya adalah mengatur tindakan tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun dimana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekedarnya. Contoh tentang hal ini ialah izin pembangunan. Melalui izin ini, larangan membangun bagi pemohon ditiadakan, sejauh menyangkut bangunan yang diuraikan dengan jelas dalam permohonan. Yang pokok pada izin (dalam arti sempit) ialah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan, dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dalam perkenan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus. Jadi, persoalannya bukanlah untuk hanya memberi perkenan dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu (dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan). Penolakan izin hanya dilakukan jika kriteria yang ditetapkan oleh hal Lutfi Effendi, SH,M.Hum, Pokok-pokok Hukum Administrasi, Banyumedia, Malang
8 penguasa tidak dipenuhi atau bila karena suatu alasan tidak mungkin memberi izin kepada semua orang yang memenuhi kriteria. Yang terakhir ini terjadi misalnya jika hanya bagian tertentu dari objek izin dapat dibagikan, seperti pada izin-izin tempat perhentian. Akhirnya, penguasa karena alasan-alasan kesesuaian tujuan (doelmatigheid) dapat menganggap perlu untuk menjalankan kebijaksanaan izin restriktif dan membatasi jumlah pemegang izin. Pertimbangan-pertimbangan kesesuaian tujuan ini dapat misalnya berisi bahwa kapasitas lebih tertentu harus dicegah atau bahwa komuniyas dari para pemegang izin yang sudah ada harus ditingkatkan. Pembatasanpembatasan yang bersifat demikian terlibat antara lain dalam bidang izinizin lingkungan. Ad. 2. Pelepasan atau Pembebasan (dispensasi) Pelepasan atau pembebasan, berlawanan dengan izin, memang dimaksudkan sebagai kecualian yang sungguh-sungguh. Pelepasan adalah kecualian atas larangan sebagai aturan umum. Pemberian perkenan berhubungan erat dengan keadaan-keadaan khusus peristiwa. Pada pelepasandari ketaatan mengikuti aturan-aturan, maka pada dasarnya aturan-aturan itu selalu dimaksudkan untuk ditaati. Pada umumnya pembuat undang-undang untuk mendapaykan pengawasan optimal, telah memasukkan suatu sistem pelepasan (dispensasi) dalam undang-undang.
9 Suatu contoh dapat dilihat dalam hinderwet nederland yang bertujuan memerangi bahaya, kerugian dan gangguan di luar suatu lembaga. Aktivitas-aktivitas yang kurang relevan terhadap lingkungan dibebaskan dari kewajiban izin, namun tetap harus memenuhi peraturan dispensasi dari penguasa tingkat bawah. Dalam peraturan demikian, penguasa tingkat bawah dapat menetapkan bahwa untuk bagian-bagian tertentu dari wilayah bersangkutan, kewajiban izin tidak berlaku. Sebagai penggantinya, dalam peraturan dicantumkan ketentuan-ketentuan umum untuk mencegah bahaya, kerugian atau gangguan. Disamping itu, untuk sejumblah besar kategori lembaga sejenis yang kurang berbahaya bagi lingkungan (seperti pabrik-pabrik roti dan gedung-gedung kantor), kewajiban izin diganti dengan aturan-aturan umum dalam suatu peraturan umum dari penguasa nasional. Sebagai keuntungan peraturan umum dikatakan bahwa ia mengarahkan pada lebih banyak kepastian (persoalan-persoalan yang sama dilakukan sama) dan lebih kurang kelambatan (tidak ada acara izin yang panjang). Yang mungkin dapat merugikan: lebih kurang flesebelitas, lebih kurang kemungkinan untuk memperhitungkan keadaan-keadaan dalam peristiwan kongkrit dan untuk memperhitungkan keuntungan pihak ketiga. Peraturan umum dikaitkan dengan kewajiban pelapor. Mendirikan atau mengubah lembaga yang tercakup dalam peraturan umum harus dilaporkan pada organ yang berwenang. Pelaporan itu poenting untuk mempertahankan aturan-aturan umum. Setelah pelaporan, organ yang
10 berwenang dalam keadaan-keadaan tertentu masih dapat mengajukan tuntutan lebih lanjut guna perincian ketentuan-ketentuan umum. Terhadap tuntutan lebih lanjut ini dapat dimintakan banding. Bila suatu lembaga karena kekeliruan tidak dilaporkan, dapat memberi sanksi (paksaan pemerintahan, uang paksa) Ad. 3. Konsensi Dalam menyelenggarakan kesejahteraan umum (bestuursjong) pemerintah menyerahkan pelaksanaanya sebagian kepada pihak swasta dengan syarat-syarat tertentu. Penyerahan tersebut kepada pihak swasta adalah dalam bentuk konsensi. Adapun latar belakang pemberian konsensi adalah karena dalam mewujudkan kesejahterahaan rakyat tersebut pemerintah tidak dapat melaksanakannya sendiri, misalnya kurangnya tenaga ahli dari pemerintah dalam dalam melaksanakan suatu proyek pembangunan pemerintah. Dalam pemberian konsensi tersebut, pemerintah telah menentukan aktivitas yang harus dilakukan pemegang konsensi dengan membebankan kewajiban-kewajiban dan disisi lain harus ditetapkan hak-hak dari pemegang konsensi. Pada umumnya konsensi berkaitan dengan jangka waktu yang lebih panjang, sehingga ditetapkan dalam suatu persetujuan antara pemerintah dan pemegang konsensi. Misalnya : - Konsensi bagi perusahaan swasta melakukan eksploitasi di bidang pertambangan
11 - Konsensi untuk angkutan umum - Konsensi penebangan hutan Disamping ketiga kategori perizinan tersebut diatas yaitu izin dalam arti sempit, dispensansi dan konsensi, yang juga termasuk kategori perizinan adalah lisensi. Menurur W.F. Prins, lisensi adalah suatu izin untuk menjalankan suatu perusahaan dengan leluasa. Dengan penetapan lisensi bahwa hal-hal yang diliputi oleh lisensi diletakkan dibawah pengawasan pemerintah, sehingga dapat dicegah gangguan-gangguan dalam pelaksanaan aktivitasaktivitasnya. 27 Untuk mendapatkan lisensi ini pemohon akan mendapat jaminan dari pemerintah bahwa perusahaan yang dikelola itu diperbolehkan dengan syarat yang ditentukan pemerintah. Dengan pengawasan dari pemerintah akan dapat dicegah gangguan dari pihak lain terhadap aktivitas perusahaan, misalnya pengambil alihan perusahaan oleh orang yang tidak termuat dalam lisensi yang dikeluarkan pemerintah. 27 Bacshan Mustafa, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Alumni 1985, hal. 110
12 C. Perizinan sebagai Alat Pengendali Kegiatan Masyarakat Sebagaimana telah diuraikan bahwa pemerintah sebagai public service mempunyai tugas untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum (bestuursjong). Pemerintah dalam menjalankan tugasnya mempunyai sifat mengatur dan mengurus : - Bersifat mengurus Dalam hal ini pemerintah menyediakan sarana-saran maupun prasarana untuk kepentingan masyarakat yang meliputi segala bidang ekonomi, sosial budaya dan lain-lain, sehingga tercapailah negara kesejahteraan sosial. - Bersifat mengatur Dalam hal ini pemerintah mengeluarkan berbagai peraturan yang bersifat mengatur untuk kepentingan masyarakat dimana konsekuensinya segala peraturan itu harus dipatuhi oleh para warga masyarakat. Pemerintah dan organ-organnya menjalankan sifat mengatur ini dengan memerintah dan melarang yang yang pada akhirnya melahirkan sistem perizinan. Sebagai alat pemerintah (organ negara) yang bersifat mengatur dan dalam menjalankan tugas yang mengatur ini mempunyai wewenang atau berhak untuk menolak ataupun meluluskan terbitnya suatu izin. Menolak atau meluluskan terbitnya suatu izin ini harus didasarkan pada azas-azas
13 umum pemerintah yang baik sehingga pemerintah ataupun organnya terhindar dari perbuatan sewenang-wenang (onrechtmatigoverheiddaad) Dalam Undang-undang RI No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, pasal 1 angka 6 menyebutkan bahwa azas umum pemerintahan negara yang baik adalah azas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum, untuk mewujudkan penyenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dalam bab III Pasal 3 UU. No. 28 Tahun 1999 menyebutkan azasazas umum penyelenggaraan negara meliputi: 1. Azas kepastian hukum; Azas kepastian hukum adalah azas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara. 2. Azas tertib penyelenggaraan negara; Azas tertib penyelenggara negara adalah azas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian penyelengaraan negara. 3. Azas kepentigan umum; Azas kepentingan umum adalah azas yang mendahulukan azas kesejahteraan umum, dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.
14 4. Azas keterbukaan; Azas keterbukaan adalah azas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak azasi pribadi, golongan dan rahasia negara. 5. Azas proporsionalitas; Azas proporsionalitas adalah azas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara. 6. Azas profesionalitas; Azas profesionalitas adalah azas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 7. Azas akuntabilitas; Azas akuntabilitas adalah azas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. lain : Perizinan pada sebagian besar bidang perbuatan pemerintah antara - Hukum lingkungan - Tata ruang
15 - Hukum Administrasi Sosial - Ekonomi, budaya dan kesehatan. Bagi pemerintah sistem perizinan juga bermanfaat untuk menjalankan pengawasan didalam wilayah pemerintah dari tahap perencanaan aktivitas warga sampai kepada penyelesaiannya. Dengan demikian diharapkan suatu keteraturan lingkungan atau tercipta suatu tatanan masyarakat yang tertib.bagi masyarakat tentunya akan memperoleh suatu kepastian hukum dalam melakukan tindakannya setelah ditetapkan pemerintah kepada ketetapan tentang sistem perizinan. Adapun tujuan dari sistem perizinan adalah : - Keinginan mengarahkan (mengendalikan) aktivitas-aktivitas tertentu (misalnya izin bangunan) - Mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan); - Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu (izin pendirian stasiun televisi, izin tebang, izin membongkar pada monumen-monumen); - Hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di daerah padat penduduk); - Pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas (izin berdasarkan seleksi dimana pengurus harus memenuhi syaratsyarat tertentu).
16 Pada dasarnya tujuan suatu perizinan dapat ditentukan pada ketentuan yang mengatur perizinan itu atau pada pertimbangan peraturan yang mengaturnya. Untuk itu pemerintah pemerintah dalam membuat dan melaksanakan ketetapan yaitu kebijakan perizinan harus memperhatikan landasan pokok yang merupakan azas hukum, yaitu: 1. Azas Yuridiksitas (rechtmatigheid) Artinya keputusan pemerintah tidak boleh melanggar hukum (onrechtmatigheid). 2. Azas Legalitas (wetmatigheid) Yaitu bahwa keputusan pemerintah itu dibuat berdasarkan suatu keputusan perundang-undangan. 3. Azas Diskresi Yaitu wujud perbuatan pemerintah mengambil keputusan karena belum ada peraturan yang mengaturnya, sehingga diambil kebijaksanaan oleh organ pemerintah dengan tidak melanggar azas yuridiksitas dan legalitas, demi kepentingan umum. D. Dasar-dasar perizinan Pada hakekatnya bahwa sistem perizinan ditetapkan oleh pemerintah untuk menciptakan ketentuan aktivitas masyarakat. Dengan demikian dalam menciptakan kebijaksanaan pemerintah harus memuat
17 aspek-aspek juridis dari sistem perizinan itu. Hal ini nantinya akan memudahkan pengertian dari masyarakat akan hak dan kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah kepada warga yang berkepentingan akan izin tersebut. Begitu juga dengan mekanisme sistem perizinan yang baik akan mempermudah tugas pemerintah untuk melakukan pengawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Agar mekanisme tersebut dapat dijalankan oleh pemerintah dengan harapan masyarakat akan mudah mengerti. Pada umumnya sistem perizinan terdiri atas : 1. Larangan Larangan dan wewenang suatu organ pemerintahan untuk menyimpang dari larangan itu dengan memberi izin, harus ditetapkan dalam suatu peraturan perundang-undangan. Ini timbul dari azas legalitas dalam negara hukum demokratis, pemerintah (kekuasaan eksekutif) hanya memiliki wewenang-wewenang yang dengan tegas diberikan kepadanya dalam undang-undang dasar atau undang-undang lain. Latar belakang azas ini, yang juga disebut sebagai azas pemerintahan berdasarkan undangundang (het beginsel van wetmatigheid van het bestuur), ialah keharusan untuk memperoleh jaminan-jaminan tertentu terhadap penguasa. Karena itu tindakan-tindakan penguasa diikat pada aturan-aturan yang jelas. Norma larangan yang diuraikan secara abstrak menunjukkan tingkah laku mana yang pada umumnya tidak diperbolehkan. Pelanggaran
18 norma ini biasanya dikaitkan dengan sanksi-sanksi hukum administrasi atau sanksi-sanksi hukum pidana. 2. Izin Norma larangan umum dikaitkan dengan norma umum yang memberikan kepada suatu organ pemerintah wewenang untuk menggantikan larangan itu dengan persetujuan dalam suatu bentuk tertentu. Keputusan yang memberikan izin adalah suatu keputusan tata usaha negara (keputusan TUN). Keputusan TUN ialah keputusan sepihak dari suatu organ pemerintahan, diberikan atas dasar wewenang ketatanegaraan atau ketatausahaan, yang menciptakan bagi suatu atau lebih keadaan konkrit, individual, suayu hubungan hukum, menetapkan secara mengikat atau membebaskannya, atau dalam mana itu ditolak. Menurut akibat hukumnya, izin adalah keputusan TUN yang menciptakan hukum (atau konstitutif). Ini berarti bahwa dengan izin dibentuk suatu hubungan hukum tertentu. Dalam hubungan hukum ini oleh organ pemerintahan diciptakan hak-hak (izin) dan kewajiban-kewajiban (melalui ketentuanketentuan) tertentu bagi yang berhak. 3. Ketentuan-ketentuan Ketentuan-ketentuan adalah syarat-syarat yang menjadi dasar bagi organ pemerintahan memberi izin. Syarat-syarat yang ditentukan itu adalah berhubungan dengan fungsi perizinan itu sebagai pengendalian masyarakat dari pemerintah
19 untuk menjalankan aktivitas pihak yang bersangkutan. Untuk menetapkan atau mengeluarkan suatu izin azas-azas umum bagi prosedur/penerbitan suatu izin yaitu yang dimulai dari permohonan sampai kepada pengumuman keputusan perizinan. Pada dasarnya penerbitan suatu izin dimulai dari sistematika sebagai berikut: a. Permohonan Permohonan ialah permintaan dari yang berkepentingan akan suatu keputusan. Keputusan perizinan akan diberikan oleh pemerintah apabila ada pemerintahan dari yang berkepentingan. Dari segi kepastian hukum dan penentuan jangka waktu adalah keputusan bentuk tertulis. Permohonan tersebut memuat idientitas permohonan petunjuk mengenai izin yang diminta dan jangka waktu. Dalam mengajukan permohonan, permohonan harus melampirkan data-data atau dokumen-dokumen yang berhubungan sebagai petunjuk kepada pemerintah untuk mengeluarkan keputusan. Pada umumnya pemerintah menetapkan bentuk formulir permohonan sebagai standart untuk mengajukan permohonan karena lebih praktis. Apabila permohonan tidak dilengkapi data yang lengkap maka pemerintah berwenang tidak memproses permohonan, dimana terlebih dahulu pemerintah harus memberitahukan kelalaian tersebut kepada pemohon.
20 b. Acara persiapan dan peran serta (inspraak) Demi mewujudkan perlindungan hukum kepada pihak yang berkepentingan maka pemerintah harus melakukan persiapan dengan ketelitian yang cermat untuk mengeluarkan keputusan perizinan. Dalam hal ini pemerintah akan berusaha melakukan musyawarah dengan pihak yang berkepentingan yaitu pihak pemohon atau pihak ketiga bila ada. Dengan kata lain pemerintah akan menerima pertimbangan dari pihak yang berkepentingan agar keputusan perizinan yang dibuat sedapat mungkin dicegah kerugian bagi pihak yang berkepentingan akan diberi kesempatan mengajukan keberatan, diman hal ini dimuat dalam rancangan keputusan. c. Pemberian keputusan Keputusan mengenai permohonan perizinan dari pemerintah dapat berupa pernyataan tidak dapat diterima, penolakan izin dan pemberian izin. Pernyataan tidak dapat diterima diberikan karena alasan formil, yang disebabkan beberapa hal yaitu permohonan tidak diajukan yang berkepentingan, lewatnya jangka waktu, dan instansi yang diminta memberi izin tidak berwenang. Penolakan izin terjadi bila ada keberatan-keberatan mengenai isi terhadap pemberian izin. Alasan-alasan penolakan izin harus dicantumkan dalam keputusan penolakan izin tersebut. Dimana hal ini untuk
21 mengantisipasi adanya kemungkinan bagi pemohon mengajukan keberatan atau banding. Pemberian izin akan diputuskan oleh pemerintah apabila syarat formil dan materil telah dipenuhi oleh pemohon izin. Keputusan pemberian izin harus ditetapkan dengan jangka waktu yang pantas, artinya izin tersebut diberikan akan berhubungan dengan pemohon menjalankan aktivitasnya. d. Susunan keputusan perizinan Susunan keputusan perizinan pada umumnya akan memuat diktum, uraian isi mufakat yang diberikan dengan izin, ketentuan-ketentuan, pembatasan-pembatasan, syarat-syarat yang berhubungan dengan izin serta pemberian alasan. Pemberian alasan yang dimuat dalam keputusan perizinan adalah berupa ketentuan-ketentuan undang-undang yang diterapkan, penetapan fakta oleh pemerintah dan pertimbangan hukum yang dilakukan pemerintah. Azas pemberian alasan diberikan dalam 2 (dua) arti pokok yaitu : 1. Azas pemberian alasan yang mendukung, yaitu berkaitan dengan fakta bahwa keputusan adalah hasil dari suatu proses, dimana kepentingankepentingan dan fakta yang dihubungkan dengan peraturan perundangundangan tertentu.
22 2. Azas pemberian alasan yang dapat diketahui, yaitu pencantuman ketentuan undang-undang yang diterapkan dalam keputusan perizinan tersebut adalah saling berhubungan. e. Pengumuman keputusan Pengumuman keputusan perizinan kepada para pihak yang berkepentinagan pada dasarnya dengan pengumuman atau penyerahan langsung oleh pemerintah. Penerimaan keputusan oleh pihak yang berkepentingan dari pemerintah adalah berdasarkan : - Pada hari keputusan itu dikirimkan atau diserahkan atau diumumkan secara terbuka, atau - Pada hari dimana organ pemerintah dengan cara lain telah memberitahukan kepada yang berkepentingan tentang keputusannya. - E. UNDANG-UNDANG PENYIARAN Peraturan Perundang-undangan yang mendukung dan mengatur tentang izin pendirian dan penyiaran Televisi Republik Indonesia. 1. Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers pasal (6) mengamanatkan kewajiban pers nasional 2. Undang-undang Penyiaran No 32 Tahun 2002 merupakan dasar utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia.
23 3. Khusus mengenai tata cara dan Persyaratan Perizinan bagi Lembaga Penyiaran Publik (LPP) telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik serta Informatika RI. 4. Hal-hal pendorong pendirian TVRI, Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelaksanaan Pengertian pelaksanaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal pembuatan atau usaha dan sebagainya (Poerwodarminto, 1986). Soemardjan dalam
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEORITIS. untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin juga diartikan sebagai
1 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Izin Izin adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemeiintahan menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu, hal ini disebabkan oleh antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham,
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Izin Izin sangat sulit untuk di definisikan, hal ini dikemukakan oleh Van der Pot yang mengatakan, sangat sukar membuat definisi untuk menyatakan pengertian izin
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciDISUSUN OLEH: FARIDA RIANINGRUM Rombel 05
MAKALAH ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK Menganalisis pelanggaran AAUPB terhadap Surat Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi
Lebih terperinciBUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat :
Lebih terperinciBAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN. Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai
BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN A. Pengertian Perizinan Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai perkenaan/izin dari pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada
Lebih terperinciKEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DEFINISI UU PERATUN UU 51/2009 Psl. 1 angka 9. Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG UNDANG RANCANGAN UNDANG UNDANG
RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT RANCANGAN UNDANG UNDANG NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015
UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciAsas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik Asas-asas umum pemerintahan adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan aturan hukum. Asas-asas ini tertuang pada UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Izin adalah suatu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciBAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR. Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata
BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR 3.1. Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata usaha negara) merupakan keputusan pemerintah
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan
Lebih terperinciPENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG
PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG OLEH: I NENGAH SUHARTA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang John Locke menganggap bahwa negara merupakan
Lebih terperinciBUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN DI KABUPATEN BANGKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciTINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PELAYANAN PERIZINAN DI DAERAH
BAB II TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PELAYANAN PERIZINAN DI DAERAH 1.1 Pengertian dan Prinsip Pemerintahan Yang Baik a. Pengertian pemerintahan yang baik Proses demokratisasi politik dan pemerintahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal-hal yang berkenaan dengan melaksanakan (Bambang Martijianto, 1992:345).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelaksanaan 1. Pengertian Pelaksanaan Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti perbuatan untuk melakukan suatu kegiatan, sedangkan pelaksanaan menurut Kamus Bahasa
Lebih terperinciKetetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara
Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara Di Belanda istilah Ketetapan atau Keputusan disebut dengan istilah Beschikking (Van Vollenhoven). Di Indonesia kemudian istilah Beschikking ini ada yang menterjemahkan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME
UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Penyelenggara Negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penghidupan masyarakat, bukan hanya aspek hubungan sosial-ekonomis, tetapi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Sebagian besar masyarakat Indonesia masih berangganggapan bahwa tanah mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan. Tanah mempunyai fungsi dan
Lebih terperinci- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK
Bagian Organisasi - 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK. A. Sejarah Kelahiran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
BAB III TINJAUAN ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK A. Sejarah Kelahiran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik Sejak dianutnya konsepsi welfare state, yang menempatkan pemerintah sebagai pihak yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan negara dengan perantaraan pemerintah harus berdasarkan hukum. 1 Penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 1
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman modern sekarang ini, banyak sekali dilakukan pembangunan dalam berbagai sektor kehidupan. Pembangunan terjadi secara menyeluruh diberbagai tempat hingga
Lebih terperincib. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciASAS-ASAS PEMERINTAHAN
1 ASAS-ASAS PEMERINTAHAN Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik (Good Governance) Dengan kemajuan masyarakat dan meningkatnya permasalahan, birokrasi cenderung terus semakin besar. Akibatnya timbul masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah untuk menuju Negara yang berkembang. Dengan adanya Undang- Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, masing-masing
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan salah satu upaya dari setiap pemerintah daerah untuk menuju Negara yang berkembang. Dengan adanya Undang- Undang 32 Tahun 2004 Tentang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK. Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai;
43 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK 2.1 Perizinan 2.1.1 Pengertian Perizinan Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai; Overheidstoestemming door wet of verordening
Lebih terperinciPERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA UNIVERSITAS JEMBER NOMOR 1 TAHUN 2017 tentang KODE ETIK KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA
PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA UNIVERSITAS JEMBER NOMOR 1 TAHUN 2017 tentang KODE ETIK KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA
Lebih terperinciMakalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN
Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang
Lebih terperinciHukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara ASAS-ASAS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA KEDUDUKAN HAN DALAM ILMU HUKUM Charlyna S. Purba, S.H.,M.H Email: charlyna_shinta@yahoo.com Website:
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Konsep tentang peran (role) menurut Komarudin (1994;768) dalam buku
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peran Menurut Soerjono Soekanto ( 2002;243 ) adalah Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM PADA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM PADA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang: Mengingat: a. bahwa dalam menjamin hak konstitusional
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG
1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Cakupan pembagunan nasional ini
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciPENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak
PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan
Lebih terperinciPERATURAN BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN
PERATURAN BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017 Wilayah Jabatan Notaris I. PEMOHON Donaldy Christian Langgar II. OBJEK PERMOHONAN Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris
Lebih terperinciBUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN
BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH LEMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3851 (Penjelasan Atas Lembaran Negara
Lebih terperinciPEDOMAN PERILAKU DAN KODE ETIK
PEDOMAN PERILAKU DAN KODE ETIK DANA PENSIUN PERHUTANI 2007 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 1 II. MAKSUD DAN TUJUAN... 2 III. RUANG LINGKUP... 3 3.1 Komponen Perilaku dan Kode Etik... 3 3.2 Pelaksanaan Penerapan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gugatan dan Sengketa Tata Usaha Negara 1. Pengertian Pengajuan Permohonan Gugatan Pada asasnya, bahwa gugatan diajukan kepada pengadilan yang berwenang, yang daerah hukumnya
Lebih terperinciPANITIA PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA
PANITIA PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA PERATURAN PANITIA PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK PANITIA PEMILIHAN
Lebih terperinciPERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA
DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU PENYELENGGARA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA, DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA, DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciLex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PEMBERIAN IZIN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) 1 Oleh: Sonny E. Udjaili 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciPerpajakan 2 Pengadilan Pajak
Perpajakan 2 Pengadilan Pajak 12 April 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Daftar isi 1. Susunan Pengadilan Pajak 2. Kekuasaan Pengadilan Pajak 3. Hukum Acara 2 Susunan Pengadilan
Lebih terperinciPEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH
1 PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * I. PENDAHULUAN Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH Hukum itu akal, tetapi juga pengalaman. Tetapi pengalaman yang diperkembangkan oleh akal, dan akal
Lebih terperinciBAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA D. Pengertian Izin Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan tingkah laku warga. Menurut Spelt dan Ten Berge, izin adalah
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 SERI E =============================================================== PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA
UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS
Lebih terperinciFREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN. Oleh :
41 FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN Oleh : Gusti Ayu Ratih Damayanti, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram Abstract In principle, there were two forms of
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
Lebih terperinciBUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG TATA KERJA PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,
BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG TATA KERJA PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 87 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PELAKSANA PELAYANAN PUBLIK GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 87 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PELAKSANA PELAYANAN PUBLIK GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dalam rangka memberikan pelayanan yang berkualitas
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP
TINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57b510afc8b68/bahasa-hukum--diskresi-pejabatpemerintahan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang
Lebih terperinciPENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM
PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM 1 (satu) Hari Kerja ~ waktu paling lama, Pemberi Bantuan Hukum wajib memeriksa kelengkapan persyaratan Pemberi Bantuan Hukum wajib memeriksa kelengkapan persyaratan sebagaimana
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2014 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN DAN NON PERIZINAN
LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2014 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN DAN NON PERIZINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a.
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciTENTANG BUPATI WONOSOBO, Pelaksana Pelayanan Publik di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Wonosobo;
BUPATI WONOSOBO PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR1 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PELAKSANA PELAYANAN PUBLIK DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang \. Mengingat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM PERIZINAN DAN POLRI
6 BAB II TINJAUAN UMUM PERIZINAN DAN POLRI A. Perizinan 1. Pengertian Izin Pemerintah dengan masyarakat akan selalu terjadi hubungan timbal balik. Masyarakat akan mempengaruhi pemerintah dalam tugasnya
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 75, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelayanan kepada masyarakat
Lebih terperinciBentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PMK/2003 TAHUN 2003 TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN TINGKAH LAKU HAKIM KONSTITUSI
PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PMK/2003 TAHUN 2003 TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN TINGKAH LAKU HAKIM KONSTITUSI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk
Lebih terperinciBUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 SALINAN BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciBAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI
30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI 1. Pembangunan Unit Pengolahan dan Pemurnian Guna Melaksanakan
Lebih terperinciSTANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN INFORMASI PUBLIK PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI ( PPID ) KABUPATEN SAMPANG
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN INFORMASI PUBLIK PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI ( PPID ) KABUPATEN SAMPANG 1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Informasi merupakan kebutuhan pokok
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciL/O/G/O. Biro Hukum dan Humas Penulisan Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Firdaus Alim Damopolii, ST., MM.
L/O/G/O Biro Hukum dan Humas Penulisan Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Firdaus Alim Damopolii, ST., MM. KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2014 Outline 1. Ilustrasi Izin 2. Rasionalisasi Penerapan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciINSTRUMEN PEMERINTAH
INSTRUMEN PEMERINTAH Dibuat untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara KELOMPOK 8 KELAS A PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAWA TIMUR
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang
Lebih terperinciORDONANSI UAP 1930 (Stoom Ordonnantie 1930) S , s.d.u. dg. S terakhir s.d.u. dg. S
ORDONANSI UAP 1930 (Stoom Ordonnantie 1930) S. 1930-225, s.d.u. dg. S. 1931-168 terakhir s.d.u. dg. S. 1947-208. Pasal I Dengan mencabut Peraturan-peraturan uap yang ditetapkan berdasarkan Ordonansi tanggal
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 112/PUU-XII/2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 112/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat [Pasal 4 ayat (1) dan ayat (3)] terhadap
Lebih terperinci