Akulturasi merupakan proses social yang timbul apabila sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsure-unsur dari suatu kebudayaan asing sehingga unsure-unsur asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya keperibadian kebudayaan itu (Koentjaraningrat, 2003 : 155). Hasil dari proses akultuarasi itu tampak dalam berpakaian, bahasa, kesenian dan sebagainya. Proses akulturasi memang sudah ada sejak dulu kala, tapi proses akulturasi dengan sifat yang khusus baru ada ketika kebudayaan-kebudayaan bangsabangsa Eropa Barat mulai menyebar ke daerah-daerah lain di muka bumi pada awal abad ke-15, dan mulai memengaruhi masyarakat-masyarakat bangsa di Afrika, Asia, Oceania, Amerika Utara dan Amerika Latin. Mereka membangun pusat-pusat kegiatan di berbagai tempat di sana, yang menjadi pangkal dari pemrintah-pemerintah jajahan, dan yang pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 mencapai kejayaannya. Hasil yang tampak sekarang ini adalah bahwa sudah hamper tidak ada suku bangsa yang terhindar dari pengaruh-pengaruh unsure-unsur kebudayaan Eropa. Saat ini pengaruh unsure-unsur kebudayaan Amerika dan Eropa yang juga di sebut modernisasi itu dialami oleh hamper seluruh warga suku bangsa di Afrika, Asia secara sangat intensif, bahkan sampai menyentuh system, norma dan nilai budaya mereka. Untuk mengetahui jalannya suatu proses akulturasi, maka harus diperhatikan beberapa hal, yaitu : 1. Keadaan sebelum proses akulturasi dimulai. Hal ini sebenarnya merupkan sejarah dari masyarakat ybs. Bila masyarakat yang diteliti memiliki sumber tertulis, maka bahan tersebut dapat dikumpulkan dengan menggunakan metodemetode yang umumnya dipakai ahli sejarah. Bila tidak ada sumber tertulis, dapat dilakukan melalui wawancara orang-orang tua untuk mengumpulkan bahan tentang keadaan masyarakat penerima. Dengan begitu dapat diketahui keadaan sebelum terjadi proses akulturasi, hingga pada saat prose situ mulai berjalan, atau titik awal proses akulturasi. Titik awal proses akulturasi antara kebudayaankebudayaan di Indonesia dengan kebudayaan Eropa adalah : Peristiwa tibanya kapal-kapal Portugis di Maluku dan di Nusa Tenggara pada awal abad 16 Kedatangan kapal-kapal VOC di Banten pada akhir abad 16
2. Individu-individu pembawa unsure-unsur kebudayaan asing. Dengan memerhatikan para pembawa unsure-unsur kebudayaan asing ( agents of acculturation), dapat diketahui unsure-unsur kebudayaan jenis apa yang masuk. Warga masyarakat itu umumnya tidak memahami seluruh kebudayaannya sendiri, terutama bila masyarakat luas dan kompleks. Karena itulah para agents of acculturation itulah yang menentukan unsure-unsur kebudayaan yang dimasukkan. Contoh : Seorang pedagang; membawa unsure-unsur kebudayaan berupa berbagai jenis barang, cara berdagang, dll. Pendeta penyiar agama Nasrani; membawa berbagai unsure dari agamanya, dan unsure-unsur kebudayaan Eropa lainnya. Dalam masa PD II ; para serdadu Jepang dan sekutu masing-masing juga berfungsi sebagai agents of acculturation 3. Saluran-saluran yang dilalui dalam proses akulturasi, antara lain: garis hierarki pegawai pemerintah, propaganda yang disiarkan melalui media massa, pendidikan sekolah, partai politik, pedagang, kegiatan militer, dll. 4. Bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh. Kadang-kadang hanya lapisan atas saja yang terkena pengaruh, adakalanya rakyat jelata atau hanya kaum cendekiawan saja, dsb. 5. Reaksi individu yang terkena unsure-unsur kebudayaan asing. Dalam suatu masyarakat senantiasa ada masyarakat/orang berwatak kolot yang tidak menyukai dan sangat mudah menolak hal-hal baru dan masyarakat progresif, mereka mudah menerima hal-hal baru. Tetapi bila berlawanan dengan kepentingan golongan progresif adakanya mengakibatkan berbagai gejolak social.
Variabel-Variabel Komunikasi dalam Akulturasi Salah satu kerangka konseptual yang paling komprehensif dan bermanfaat dalam menganalisis akulturasi seorang imigran dari perspektif komunikasi terdapat pada perspektif system yang dielaborasi oleh Ruben (1975). Dalam perspektif system, unsure dasar suatu system komunikasi manusia teramati ketika orang secara aktif sedang berkomunikasi, berusaha untuk, dan mengharapkan berkomunikasi dengan lingkungan. Sebagai suatu system komunikasi terbuka, seseorang berinteraksi dengan lingkungan melalui dua proses yang saling berhubungan ; komunikasi persona dan komunikasi social. Komunikasi Persona Komunikasi Persona (atau intrapersonal) mengacu kepada proses-proses mental yang dilakukan orang untuk mengatur dirinya sendiri dalam dan dengan lingkungan sosio-budayanya, mengembangkan cara-cara melihat, mendengar, memahami, dan merespons lingkungan. Variabel-variabel komunikasi persona terpenting dalam akulturasi : Kompleksitas struktur kognitif imigran dalam memersepsi lingkungan pribumi. Selama fase-fase awal akulturasi, persepsi seseorang imigran atas lingkungan pribuminya relative sederhana; persepsi imigran atas lingkungannya yang asing itu menunjukkan stereoti-stereotip kasar. Namun, setelah imigran mengetahui imigran lebih jauh, persepsi menjadi lebih halus dan kompleks, memungkinkannya menemukan banyak variasi dalam lingkungan pribumi. Fungsi pengetahuan tentang system komunikasi pribumi terbukti penting dalam meningkatkan partisipasi seorang imigran dalam jaringan-jaringan komunikasi antarpersona dan komunikasi massa yang terdapat pada masyarakat pribumi. Citra Diri. Citra diri imigran yang berkaitan dengan citra-citra imigran tentang lingkungannya; masyarakat pribumi dan budaya aslinya. Motivasi akulturasi. Mengacu kepada kemauan imigran untuk belajar tentang, berpartisipasi dalam, dan diarahkan menuju system sosio-budaya pribumi.
Komunikasi Sosial Komunikasi social dapat dikategorikan lebih jauh ke dalam komunikasi antarpersona dan komunikasi massa. Komunikasi antarpersona seorang imigran dapat diamati melalui derajat partisipasinya dalam hubungan-hubungan antarpersona dengan anggota-anggota masyarakat pribumi. Lebih jauh lagi menjabarkan komunikasi verbal dan nonverbalnya yang khusus dalam berinteraksi dengan anggota-anggota masyarakat pribumi. Komunikasi massa memainkan peranan penting dalam memperluas pengalaman-pengalaman imigran dalam masyarakat pribumi di luar lingkungan yang dapat dijangkaunya. Melalui komunikasi massa, seorang imigran mengetahui lebih jauh tentang berbagai unsure dalam system sosio-budaya pribumi. Dalam menyiarkan pesan-pesan yang merefleksikan aspirasi-aspirasi, mitos-mitos, kerja dan bermain, serta isu-isu spesifik dan peristiwa-peristiwa dalam masyarakat pribumi. Media secara eksplisit membawa nilai-nilai masyarakat (societal values), norma-norma perilaku, dan perspektif-perspektif tradisional untuk menafsirkan lingkungan. Lingkungan Komunikasi Komunikasi persona dan komunikasi social seorang imigran dan fungsi komunikasi-komunikasi tersebut tidak dapat sepenuhnya dipahami tanpa dihubungkan dengan lingkungan komunikasi masyarakat pribumi. Apakah imigran tinggal di desa atau kota metropolitan, tinggal di daerah miskin atau kaya, bekerja sebagai buruh pabrik atau eksekutif, semua itu merupakan kondisi-kondisi lingkungan yang mungkin secara signifikan memengaruhi perkembangan sosio-budaya yang akan dicapai imigran. Pada akhirnya masyarakat pribumilah yang memberikan kebebasan atau keluwesan kepada imigran-imigran minoritas untuk menyimpang dari pola-pola budaya masyarakat pribumi yang dominant dan untuk mengembangkan lembaga-lembaga etnik. Potensi Akulturasi Beberapa factor yang dianggap penting dalam memberi andil kepada potensi akulturasi yang besar, antara lain : 1. Kemiripan Kemiripan antara budaya asli (imigran) dan budaya pribumi mungkin merupakan factor terpenting yang menunjang potensi akulturasi. Seorang imigran dari Kanada ke Amerika, akan mempunyai potensi akulturasi yang lebih besar
daripada seorang imigran Vietnam dari Asia Tenggara. Bahkan dua imigran dari budaya yang sama mungkin mempunyai latar belakang subkultur yang berbeda. Seorang imigran dari kota akan mempunyai potensi akulturasi yang lebih besar daripada seorang petani dari desa. 2. Demografik Usia dan latar belakang pendidikan sangat berhubungan dengan potensi akulturasi. Imigran yang lebih tua umumnya mengalami lebih banyak kesulitan dalam menyesuaikan diri diri dengan budaya baru. Pendidikan, terlepas dari konteks budayanya, ternyata memperbesar kapasitas seseorang untuk menghadapi pengalaman baru dan mengatasi tantangan hidup. 3. Kepribadian Faktor kepribadian, seperti suka berteman, toleransi, mau mengambil resiko, keluwesan kognitif, keterbukaan dan sebagainya. Karakteristik-karakteristik kepribadian ini dapat membantu imigran membentuk persepsi, perasaan dan perilakunya yang memudahkan dalam lingkungan yang baru. 4. Pengetahuan Pengetahuan imigran tentang budaya pribumi sebelum berimigrasi yang diperoleh dari kunjungan sebelumnya, kontak-kontak antarpersona, dan lewat media massa, juga dapat mempertinggi potensi akulturasi imigran. Dengan demikian pentingnya komunikasi bagi akulturasi tidak perlu diragukan lagi. Kecakapan komunikasi yang diperoleh imigran tidak hanya penting bagi semua aspek penyesuaian diri lainnya, tapi juga penting bagi masyarakat pribumi bila kecakapan komunikasi imigran tersebut dapat secara efektif menampung berbagai unsure dan memelihara kesatuan dan kekuatan masyarakat yang diperlukan. Selama saluran-saluran komunikasi bersama tetap kuat, consensus dan pola-pola tindakan bersama akan tetap berlangsung dalam masyarakat pribumi. Seperti yang dikatakan oleh Mendelson (1964), komunikasi dapat menggabungkan kelompok-kelompok minoritas ke dalam suatu organisasi social yang memiliki gagasan-gagasan dan nilainilai bersama.