BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usia Lanjut (Usila) 2.1.1. Konsep Menua Menurut Contantinides dalam Nugroho (2000), menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. 2.1.2. Batas Usila Batas umur untuk usila dari waktu ke waktu berbeda. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), usila meliputi usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun, usila (elderly) antara 60 sampai 74 tahun usila tua (old) antara 75 90 tahun, usila sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho,1995). Departemen Kesehatan RI (2005) membuat pengelompokkan sebagai berikut : kelompok pra usila (usia virilitas/ pra senilis 45-59 tahun), kelompok usila (60-69 tahun), kelompok usila risiko tinggi (usila lebih dari 70 tahun atau usila berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan). 2.1.3. Permasalahan Usila Untuk dapat meningkatkan kualitas hidup sehingga berpestasi di masa tua, perlu diketahui permasalahan yang dialami usila : 1. Kondisi mental, penurunan secara kognitif maupun psikomotor.
2. Keterasingan (loneliness), merasa tersisih dari masyarakat. 3. Masalah penyakit, misalnya diabetes melitus, hipertensi, penyakit infeksi, bronkopneumonia, penyakit paru obstruksi menahun, fraktur, dan lain-lain. 4. Post power syndrome. 5. Masalah ekonomi (Makara,2006). 2.2. Puskesmas Puskesmas merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan terdepan yang bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan di wilayah kerjanya agar terwujud derajat kesehatan yang setinggitingginya (Depkes RI, 2004). Upaya kesehatan untuk tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dikelompokkan menjadi dua yakni upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan wajib terdiri dari upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana, upaya perbaikan gizi masyarakat dan upaya pengobatan (Dinkes Provinsi Sumut,2004). Upaya kesehatan pengembangan adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat dan disesuaikan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok yang telah ada yakni : upaya kesehatan sekolah, upaya kesehatan olahraga, upaya perawatan kesehatan masyarakat, upaya kesehatan kerja, upaya kesehatan gigi dan mulut, upaya kesehatan jiwa, upaya kesehatan mata, upaya kesehatan usia lanjut dan upaya pembinaan pengobatan tradisional. (Dinkes Provinsi Sumut,2004).
2.3. Posyandu Usila 2.3.1. Pengertian Posyandu Usila Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat guna memberdayakan masyarakat dengan menitikberatkan pelayanan pada upaya promotif dan preventif. Pemberdayaan masyarakat dalam menumbuhkembangkan posyandu usila merupakan upaya fasilitas agar masyarakat mengenal masalah yang dihadapi, merencanakan dan melakukan upaya pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat sesuai situasi, kondisi kebutuhan setempat (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2007) Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pembentukan posyandu usila, misalnya mengembangkan kelompok-kelompok yang telah ada seperti kelompok arisan usila, kelompok pengajian, kelompok jemat gereja, kelompok senam usila dan lain-lain (Depkes RI,2004). 2.3.2 Tujuan dan Sasaran Posyandu Usila 2.3.2.1. Tujuan Umum Posyandu Usila Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan usila untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. 2.3.2.3. Sasaran Pembinaan Posyandu Usila Pembinaan kesehatan usila meliputi beberapa kelompok sasaran yaitu: 1. Sasaran langsung a. Kelompok pra usila 45-59 tahun.
b. Kelompok usila 60-69 tahun. c. Kelompok usila risiko tinggi yaitu usila lebih dari 70 tahun atau usila berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan. 2. Sasaran tidak langsung a. Keluarga di mana usila berada. b. Masyarakat di lingkungan usila berada. c. Organisasi sosial yang bergerak di dalam pembinaan kesehatan usila. d. Petugas kesehatan yang melayani kesehatan. e. Masyarakat luas (Depkes RI, 2005). 2.3.4. Pengorganisasian Posyandu Usila 2.3.4.1. Struktur organisasi Direkomendasikan struktur organisasi posyandu usila sedikitnya terdiri dari ketua, sekertaris, bendahara, dan beberapa seksi dan kader. Struktur organisasi di setiap posyandu usila sepenuhnya ditentukan oleh posyandu usila itu sendiri, sesuai dengan aspirasi yang berkembang di posyandu usila (Depkes RI, 2005). 2.3.4.2. Kader Posyandu Usila Kader posyandu dipilih oleh pengurus posyandu usila dari anggota masyarakat yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan posyandu usila atau bilamana sulit mencari kader dari anggota posyandu usila dapat diambil dari anggota masyarakat lainnya yang bersedia menjadi kader. Persyaratan untuk menjadi kader antara lain :
1. Dipilih dari masyarakat dengan prosedur yang disesuaikan dengan kondisi setempat. 2. Mau dan mampu bekerja secara sukarela. 3. Bisa membaca dan menulis huruf latin. 4. Sabar dan memahami usila. Peran kader usila antara lain : Pendekatan kepada aparat pemerintah dan tokoh masyarakat. 1. Melakukan Survey Mawas Diri (SMD) bersama petugas untuk menelaah pendataan sasaran, pemetaan, mengenal masalah dan potensi. 2. Melaksanakan musyawarah bersama masyarakat untuk membahas hasil SMD, menyusun rencana kegiatan, pembagian tugas dan jadwal kegiatan. 3. Menggerakkan masyarakat yaitu dengan cara mengajak usila untuk hadir dan berpartisipasi di posyandu usila, memberikan penyebarluasan/penyuluhan informasi kesehatan, menggali dan menggalang sumber daya termasuk pendanan yang bersumber dari masyarakat. 4. Melaksanakan kegiatan di posyandu usila yaitu menyiapkan tempat, alat-alat dan bahan serta memberikan pelayanan usila. 5. Melakukan pencatatan (Depkes RI,2005). 2.3.4.3. Anggota Posyandu Usila Berdasarkan pengalaman posyandu usila di berbagai daerah, jumlah anggota posyandu usila berkisar antara 50-100 orang. Perlu dipertimbangkan jarak antara sasaran dengan lokasi kegiatan dalam penentuan jumlah anggota, sehingga apabila
terpaksa tidak tertutup kemungkinan anggota suatu posyandu usila kurang dari 50 orang atau lebih dari 100 orang (Depkes Provinsi Sumatera Utara,2007). 2.3.4.4. Pembentukan posyandu usila Pembentukan posyandu usila di tiap daerah bervariasi, namun pada prinsipnya didasarkan atas kebutuhan masyarakat khususnya usila, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka agar tetap sehat, produktif dan mandiri selama mungkin serta melakukan upaya rujukan bagi yang membutuhkan (Depkes RI, 2003) 2.3.5. Pelaksanaan Kegiatan Pembinaan Posyandu Usila Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan usila secara umum mencakup kegiatan pelayanan yang berbentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk rujukannya. 2.3.5.1. Kegiatan Promotif Dalam kegiatan ini berperan upaya penyuluhan mengenai perilaku hidup sehat, pengetahuan tentang proses degeneratif yang akan terjadi pada usila, upaya meningkatkan kesegaran jasmani serta upaya lain serta produktivitas usila. 2.3.5.2. Kegiatan Preventif Kegiatan yang dilakukan berupa deteksi dini kesehatan usila yang bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya komplikasi yang diakibatkan oleh proses degeneratif. 2.3.5.3. Kegiatan Kuratif
Upaya yang dilakukan adalah pengobatan dan perawatan bagi usila yang sakit dan dapat dilakukan melalui fasilitas pelayanan seperti puskesmas pembantu, puskesmas dan dokter praktek swasta. 2.3.5.4. Kegiatan Rehabilitatif Upaya yang dilakukan bersifat medik, psikososial, edukatif dan pengembangan keterampilan atau hobi untuk mengembalikan semaksimal mungkin kemampuan fungsional dan kepercayaan diri pada usila. 2.3.5.5. Kegiatan Rujukan Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan pelayanan kuratif dan rehabilitatif yang memadai dan tepat waktu sesuai kebutuhan. Upaya dapat dilakukan secara vertikal dari tingkat pelayanan dasar ke tingkat pelayanan spesialistik di rumah sakit secara horizontal ke sesama tingkat pelayanan yang mempunyai sarana yang lebih lengkap (Depkes RI, 2003). 2.3.5.6. Jenis-jenis Pelayanan Kesehatan dan Kegiatan Lainnya yang Dapat Dilaksanakan dalam Posyandu Usila : 1. Pemeriksaan kesehatan menggunakan KMS (kartu menuju sehat) usila yaitu : a. Pemeriksaan aktivitas sehari-hari yang meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan (makan, minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik/turun, tempat tidur, buang air besar/kecil dan lain-lain). b. Pemeriksaan status mental, yang berhubungan dengan mental emosional, dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu kader.
c. Pemeriksaan status gizi, melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan, yang dicatat dicocokan pada grafik IMT (Indeks Massa Tubuh) pada KMS usila untuk dapat mengetahui berat badan usila lebih atau kurang atau normal. d. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stestokop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit yang dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu kader. e. Pemeriksaan darah (butir darah merah = hb = haemoglobin) menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat yang dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu oleh kader. f. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan dibantu oleh kader. 2. Penyuluhan kesehatan, disesuaikan dengan kebutuhan dan permasalahan serta kondisi masing-masing. 3. Konseling, apabila diperlukan dilakukan petugas kesehatan. 4. Rujukan, dilakukan oleh kader kepada petugas kesehatan di puskesmas atau ke rumah sakit setempat. 5. Kunjungan rumah, dilakukan oleh kader (atau disertai petugas kesehatan), kepada usila yang tidak hadir dalam kegiatan posyandu usila untuk memantau keadaan kesehatannya.
6. Kegiatan lain-lain, seperti : a. Kegiatan olahraga dilakukan untuk meningkatkan kebugaran jasmaninya, berupa : senam usila, gerak jalan santai, dll. b. Pemberian makanan tambahan memberikan contoh menu makanan bagi usila yang memperhatikan aspek kesehatan dan gizi dengan menggunakan bahan setempat. c. Rekreasi d. Kerohanian e. Arisan f. Forum diskusi g. Penyaluran dan pengembangan hobi h. Kegiatan yang bersifat produktif seperti peningkatan pendapatan/ekonomi bagi usila. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat (Depkes RI, 2003). 2.3.6. Penyelenggaraan Posyandu Usila 2.3.6.1. Waktu Penyelengaraan Penyelenggaraan posyandu usila pada hakikatnya dilaksanakan dalam 1 (satu) bulan kegiatan, baik pada hari buka posyandu maupun di luar hari buka posyandu sekurang-kurangnya satu hari dalam sebulan. Hari dan waktu yang dipilih, sesuai dengan hasil kesepakatan. Apabila diperlukan, hari buka posyandu dapat lebih dari satu kali dalam sebulan (Depkes Provinsi Sumatera Utara,2007).
2.3.6.2 Tempat Penyelengaraan Tempat penyelengaran kegiatan posyandu usila sebaiknya berada pada lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Tempat penyelengaraan tersebut dapat di salah satu rumah warga, halaman rumah, balai desa/kelurahan, balai RW/RT/dusun, salah satu kios di pasar, salah satu ruangan perkantoran atau tempat khusus yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat yang dapat disebut dengan nama Wisma Posyandu atau sebutan lainnya (Depkes Provinsi Sumatera Utara,2007). 2.3.7. Mekanisme Pelaksanaan Kegiatan Posyandu Usila Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang prima terhadap usila, mekanisme pelaksanaan kegiatan yang sebaiknya digunakan adalah sistem 5 tahapan (5 meja) sebagai berikut : 1. Tahap pertama : pendaftaran anggota posyandu usila sebelum pelaksanaan pelayanan. 2. Tahap kedua : pencatatan kegiatan sehari-hari yang dilakukan usila serta penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. 3. Tahap ketiga : pengukuran tekanan darah, pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan status mental. 4. Tahap keempat : pemeriksaan air seni dan kadar darah (laboratorium sederhana) 5. Tahap kelima : pemberian penyuluhan dan konseling (Depkes RI, 2003).
2.3.8. Sarana dan Prasarana Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan posyandu usila, dibutuhkan sarana dan prasarana penunjang antara lain : 1. Tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat terbuka) 2. Meja dan kursi 3. Alat tulis 4. Buku pencatat kegiatan (buku register bantu) 5. Kit usila, yang berisi : timbangan dewasa, meteran pengukur tinggi badan, stetoskop, tensi meter, peralatan laboratorium sederhana, thermometer. 6. KMS (kartu menuju sehat) usila. 7. Buku Pedoman Pemeliharaan Kesehatan (BPPK) usila (Depkes RI, 2003). 2.3.9. Tingkat Perkembangan Posyandu Usila Tingkat perkembangan kegiatan posyandu usila dapat digolongkan menjadi 4 (empat) tingkatan yaitu : 1. Posyandu usila pratama adalah posyandu yang belum mantap, kegiatan yang terbatas dan tidak rutin setiap bulan dengan frekuensi < 8 kali. Jumlah kader aktif terbatas serta masih memerlukan dukungan dana dari pemerintah. 2. Posyandu usila madya adalah posyandu yang telah berkembang dan melaksanakan kegiatan hampir setiap bulan (paling sedikit 8 kali setahun) jumlah kader aktif lebih dari 3 dengan cakupan program < 50% serta masih memerlukan dukungan dana dari pemerintah.
3. Posyandu usila purnama adalah posyandu yang sudah mantap melaksanakan kegiatan secara lengkap paling sedikit 10 kali setahun, dengan beberapa kegiatan tambahan di luar kesehatan dan cakupan yang lebih tinggi (>60 %). 4. Posyandu usila mandiri adalah Posyandu purnama dengan kegiatan tambahan yang beragam dan telah mampu membiayai kegiatannya dengan dana sendiri (Depkes RI,2003). 2.4 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Menurut Department of health education and welfare, dalam Azhari (2002) fakor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah : 1. Faktor sistem pelayanan kesehatan yang bersangkutan yaitu tipe organisasi, kelengkapan program kesehatan, tersedianya tenaga kesehatan dengan masyarakat dan adanya asuransi kesehatan serta faktor adanya fasilitas kesehatan lainnya. 2. Faktor dari konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan yaitu faktor sosio demografi (meliputi umur, jenis kelamin, status kesehatan, besar keluarga dan lain sebagainya), faktor sosio psikologis (meliputi : sikap/persepsi tehadap pelayanan kesehatan secara umum, pengetahuan dan sumber informasi dari pelayanan kesehatan dan tabiat terhadap pelaksanaan kesehatan sebelumnya), faktor status ekonomi (meliputi : pendidikan, pekerjaan dan pendapatan/penghasilan), dapat digunakan pelayanan kesehatan yang meliputi jarak antar rumah dengan tempat pelayanan kesehatan, variabel
yang mencakup kebutuhan (mobilitas, gejala penyakit yang dirasakan oleh yang bersangkutan dan lain sebagainya). Menurut Green dalam Notoatmojo (2003), perilaku masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor utama yakni : faktor predisposing (meliputi : pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai dan sebagainya); faktor enabling (mencakup ketersediaan sarana dan prasarana); faktor reinforcing (meliputi : sikap dan perilaku tokoh masyarakat dan petugas kesehatan). Anderson dalam Notoatmojo (2003), mengungkapkan bahwa faktor predisposing dan faktor enabling dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan. Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan enabling itu ada. Kebutuhan (need) disini dibagi menjadi 2 kategori, dirasa atau perceived (subject assessment) dan evaluated (clinical diagnosis). 2.5.Persepsi 2.5.1. Definisi persepsi Persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses dengan mana individuindividu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera agar memberi makna kepada lingkungan, apa yang dipersepsikan orang dapat berbeda dari kenyataan yang objektif. Persepsi menjadi penting dikarenakan perilaku orang-orang di dalam organisasi didasarkan kepada persepsi mereka mengenai apa yang realitas itu, bukan mengenai realitas itu sendiri (Sunarto,2004).
Persepsi pada hakikatnya merupakan proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, perasaan, maupun penciuman. Kunci untuk memahami persepsi terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penaksiran yang unik terhadap situasi dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi (Thoha, 2008 ). 2.5.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi Seseorang Salah satu alasan mengapa persepsi demikian penting dalam hal menafsirkan dunia sekeliling kita adalah bahwa kita masing-masing membentuk persepsi, tetapi menghasilkan secara berbeda-beda apa yang dimaksud dengan sebuah situasi ideal. (Winardi, 2003). Thoha (2008), mengatakan pembentukan persepsi tergantung pada berbagai faktor yang memengaruhinya, baik faktor internal seperti pengalaman, keinginan proses belajar, pengetahuan, motivasi, pendidikan, maupun faktor external, seperti lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, faktor sosial budaya, lingkungan fisik dan hayati seseorang itu bertempat tinggal. Proses pembentukkan persepsi antar individu dengan individu lain berbedabeda. Menurut Robbins (1991), faktor-faktor ini dapat terletak pada pelaku persepsi, objek/target persepsi dan dalam konteks situasi di mana persepsi itu dibuat. 1. Pelaku persepsi Jika sesorang melihat sebuah target dan mencoba untuk memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya, interpretasi tersebut sangat
tergantung oleh karakterisitik pribadinya, diantaranya adalah sikap, motif, minat, pengalaman dan harapannya. 2. Target persepsi Persepsi seseorang akan tergantung pada sasaran yang dilihat oleh orang tersebut. Target dapat berupa orang, benda, atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran tersebut biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihat. 3. Situasi persepsi Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi mana persepsi itu perlu pula memperoleh perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan serta dalam pertumbuhan persepsi seseorang. 2.6. Kerangka Konsep Dalam penelitian ini mencoba menjelaskan pengaruh persepsi tentang posyandu usila (variabel bebas) terhadap tingkat pemanfaatan posyandu usila (variabel terikat). Berdasarkan hasil studi kepustakaan dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut: Variabel bebas Variabel terikat Persepsi tentang Posyandu Usila Kegiatan posyandu usila Penampilan kerja (performance) kader posyandu usila Fasilitas posyandu usila Lokasi posyandu usila Dukungan Lurah Tingkat Pemanfaatan Posyandu Usila Gambar 2.1. Kerangka konsep
Berdasarkan kerangka konsep penelitian di atas, dapat dijelaskan definisi dari konsep yaitu : 1) Persepsi sebagai variabel bebas (independent) adalah pandangan atau penilaian usila tentang posyandu usila yang meliputi kegiatan posyandu, penampilan kerja (performance) kader posyandu, fasilitas posyandu, lokasi posyandu dan dukungan lurah. 2) Tingkat pemanfaatan posyandu usila sebagai variabel terikat (dependent) adalah jumlah kunjungan usila ke posyandu usila dalam satu tahun terakhir. 2.7. Hipotesis Penelitian Berdasarkan permasalahan, tujuan penelitian dan kerangka konsep, maka dapat dirumuskan hipotesis pada penelitian ini yaitu ada pengaruh persepsi tentang posyandu usila (meliputi: kegiatan posyandu, penampilan kerja (performance) kader posyandu, fasilitas posyandu, lokasi posyandu dan dukungan lurah) terhadap tingkat pemanfaatan posyandu usila di Puskesmas Martoba Kota Pematangsiantar Tahun 2010.