BAB I PENDAHULUAN. WHO menunjukkan jumlah perokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara berkembang.1 Berdasarkan data World Health

PENGARUH IRIGASI HIDUNG TERHADAP DERAJAT SUMBATAN HIDUNG PADA PEROKOK

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

PENGARUH IRIGASI HIDUNG TERHADAP KUALITAS HIDUP PEROKOK

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

PENGARUH IRIGASI HIDUNG TERHADAP DERAJAT SUMBATAN HIDUNG PADA PEROKOK LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB V PEMBAHASAN. subyek pengamatan yaitu penderita rinosinusitis kronik diberi larutan salin isotonik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

PERBEDAAN WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR HIDUNG PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS SETELAH DILAKUKAN BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL DENGAN ADJUVAN

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam

BAB III METODE DAN PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

Laporan Penyuluhan. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran serta polusi. Pada tahun 2013 industri tekstil di Indonesia menduduki

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia sangat besar, realisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. saluran nafas yang menyebabkan gangguan kesehatan saat partikel tersebut

SKRIPSI EFEKTIFITAS TERAPI SALINE NASAL SPRAY TERHADAP PERUBAHAN WAKTU TRANSPORT MUKOSILIAR HIDUNG PENDERITA RINITIS ALERGI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. di seluruh dunia (Halbert et al., 2006). PPOK terjadi karena adanya kelainan

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara fisiologis hidung berfungsi sebagai alat respirasi untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bensin diperoleh dari penyulingan minyak bumi. Produk minyak bumi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

Rhinosinusitis. Bey Putra Binekas

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis.

BAB 1 PENDAHULUAN. Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengganggu aktivitas sosial (Bousquet, et.al, 2008). Sebagian besar penderita

I. PENDAHULUAN. dapat ditemui pada kalangan remaja (Fatimah, 2006). kimia yang akan menimbulkan berbagi penyakit (Partodiharjo, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. terkontaminasinya udara, baik dalam ruangan (indoor) maupun luar ruangan

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, 12%

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang maupun negara maju (WHO, 2008). Infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui adanya makanan (Ship, 1996). mengalami gangguan penghidu (Doty et al, 2006). Di Austria, Switzerland

BAB I PENDAHULUAN. paranasaldengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih gejala, salah

Perbedaan transpor mukosiliar pada pemberian larutan garam hipertonik dan isotonik penderita rinosinusitis kronis

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penurunan fungsi paru dan penurunan kualitas hidup manusia. 2 Penyakit paru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sektor kehidupan seperti gangguan sosioekonomi, dampak politik dan

Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya pendapatan masyarakat. Di sisi lain menimbulkan dampak

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan kain tradisional dari Indonesia yang telah diakui oleh

SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU. Dwi Purnamasari Zees

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak langsung, memiliki andil besar dalam mempengaruhi berbagai aspek dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN JANTUNG PARU

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi. 1. mematikan namun dapat dihindari. Berdasarkan laporan World Health

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi perokok dewasa per hari. Menurut data Global Adult Tobacco Survey

Kiat Atasi Gangguan Pernapasan Akibat Polusi Udara

BAB I PENDAHULUAN. atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum,

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

Kesehatan Anak Akibat Bencana Kabut Asap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. polusi udara baik dalam maupun luar ruangan, serta polusi di tempat kerja. 1

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN RINOSINUSITIS PADA PENDERITA RINITIS ALERGI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuantitas perokok di Indonesia semakin tahun semakin meningkat. Data WHO menunjukkan jumlah perokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga dibawah Cina dan India. 1 Pada tahun 2010, 34,2% penduduk Indonesia diatas usia 15 tahun adalah perokok, sedangkan tahun 2013, data perokok di atas usia 10 tahun meningkat menjadi 36,3%. 2 Merokok adalah perilaku yang membawa dampak negatif yang sangat besar di kemudian hari. Bahan utama rokok adalah tembakau, namun setelah dibakar, asap rokok mengandung lebih dari 4000 zat kimia yang membahayakan bagi tubuh. Risiko kematian pada perokok dapat meningkat sebanyak 25.4% dengan berbagai penyakit yang mengikutinya, seperti kanker paru. 3 Satu dari 10 orang dewasa meninggal akibat penyakit yang berhubungan dengan merokok. 4 Rokok juga menyebabkan terjadinya gangguan pernapasan. Rokok sebagai zat polutan berpotensi secara signifikan memicu terjadinya penyakit pada traktus respiratorius seperti asma dan rinosinusitis. Paparan rokok menyebabkan terjadinya iritasi hidung dengan akibat meningkatnya resistensi jalan napas pada hidung dan menurunnya aliran udara inspirasi sehingga menyebabkan hidung tersumbat. 5 Paparan rokok juga dapat mempengaruhi respon imun dengan melibatkan proses inflamasi. Proses inflamasi pada perokok menyebabkan adanya peningkatan sel-sel inflamasi seperti limfosit T CD8, netrofil, makrofag, serta TNF-α dan mengakibatkan munculnya gejala hidung tersumbat. 6,7 Penelitian yang dilakukan 1sddd 1

2 Douglas menyimpulkan bahwa paparan rokok berhubungan secara kausal dengan rinosinusitis kronik. 5 adalah tindakan membilas kavum nasi dengan cairan. Jenis cairan yang dapat digunakan adalah salin hipertonis dan isotonis. Hasil penelitian Lance et al menyebutkan salin isotonis mempunyai efek antiinflamasi dengan menurunkan edema dengan menghambat produksi prostaglandin dan LT4. 8 Irigasi hidung dapat dilakukan untuk mengurangi gejala rinosinusitis kronik. Tujuan irigasi hidung adalah untuk membersihkan partikel, bakteri serta mukus yang berlebih. Keuntungan menggunakan irigasi hidung ini adalah murah, mudah, dan efektif. 9 Penelitian yang dilakukan oleh Rabone et al membandingkan pegawai di sebuah pabrik kayu sebelum dan sesudah diberi irigasi hidung. Hasil penelitian menyebabkan terjadi penurunan gejala sinus, peningkatan klirens mukosiliar dan aliran ekspirasi nasal secara signifikan. 10 Penelitian yang menjelaskan pengaruh irigasi hidung terhadap perokok belum dilakukan. Berdasar pada uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh irigasi hidung terhadap derajat sumbatan hidung pada perokok. I.2 Perumusan Penelitian Apakah irigasi hidung berpengaruh terhadap derajat sumbatan hidung pada perokok?

3 I.3 Tujuan Penelitian I.3.1 Tujuan umum : Mengetahui pengaruh pemberian irigasi hidung terhadap derajat sumbatan hidung pada perokok. I.3.2 Tujuan Khusus : 1. Membandingkan derajat sumbatan hidung sebelum dan setelah irigasi hidung pada perokok 2. Membandingkan derajat sumbatan hidung pada perokok dengan irigasi hidung dan perokok tanpa irigasi hidung. 3. Membandingkan variabel lama merokok, rinitis alergi, septum deviasi, konka hipertrofi terhadap derajat sumbatan hidung pada perokok dengan irigasi hidung dan tanpa irigasi hidung I.4 Manfaat Penelitian A) Bidang Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai pengaruh irigasi hidung terhadap derajat sumbatan hidung pada perokok sebagai pencegahan penyakit saluran napas. B) Bidang Pelayanan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi masyarakat tentang potensi irigasi hidung yang dapat mengurangi gejala sumbatan hidung akibat merokok.

4 C) Bidang Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan landasan teori untuk penelitian selanjutnya. I.5 Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian Pengarang Judul Metodologi Hasil David R, Aleksandra Z, Marlon M, Bruce B, James B, And Rob M. The Journal of Family Practice. 1049 1055. 2002 11 Efficacy of daily hypertonic saline nasal irrigation among patients with sinusitis : A randomized controlled trial Desain: Eksperimental dengan salin hipertonik. Pasien sinusitis Sampel: 52 sampel dan 24 kontrol Uji Statistik : Uji T berpasangan Terjadi peningkatan skor RSDI (Rinosinusitis Disability Index) setelah pemberian irigasi hidung selama 3 bulan dengan selisih kenaikan 14.0±2.0, P<0.05. Sumbatan hidung membaik dengan P<0.05 Darwin F. Yeung. UTMJ. 88, 84 87. 2012 9 Review Efficacy of Nasal Saline Sprays to Relieve Symptoms of Chronic Sinusitis Desain: Review sistematik Spray nasal salin Gejala sinusitis kronik dengan salin dalam bentuk spray mengurangi gejala sinusitis kronik :

5 Sampel: 8 artikel Peningkatan dengan desain transpor RCT mukosiliar, penurunan nyeri, dan sumbatan hidung Isadora L, Nasal irrigation as an Desain: Review Carlos M, Celso adjunctive treatment in sistematik menggunakan F,Hermelingmei allergic rinitis: A larutan salin er, K, Weber, systematic review and isotonis Hellmich, et al. meta-analysis. menurunkan gejala 2012 12 Terapi rinitis rinitis alergi alergi seperti hidung Sampel: 10 tersumbat, rinore artikel dengan serta desain RCT meningkatkan transport mukosiliar dan kualitas hidup. S. J. Rabone and S. B. Saraswatit. Acceptance and effects of nasal lavage in volunteer woodworkers Desain: Crossover Trial menurunkan gejala pada masalah 1999;49(6): hidung seperti 365-369. 10 hidung tersumbat Masalah dan hidung gatal kesehatan hidung, secara signifikan. kesehatan mata, (P<0.0001) dan kesehatan umum Sampel:50

6 pegawai pabrik kayu Uji statistik : One sample T-test Perbedaan penelitian ini adalah varibel terikatnya, yaitu derajat sumbatan hidung yang dinilai menggunakan NOSE scale, variabel bebasnya, yaitu irigasi hidung dengan populasi yang diambil pada perokok. Penelitian ini menggunakan metode pre and post test controlled group design.