REFLEKSI MASYARAKAT JEPANG MELALUI PROSES PEMBENTUKAN GAIRAIGO. Istiqa Sari Prodi DIII Bahasa Jepang STBA Haji Agus Salim

dokumen-dokumen yang mirip
FONOLOGI BAHASA KANAUMANA KOLANA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal lain (Alwi,

Pendahuluan. 4-Nov-16 Adi Yasran, UPM

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan

BAB II KONSEP, LANDASARN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

PROSES FONOLOGIS DAN PENGKAIDAHANNYA DALAM KAJIAN FONOLOGI GENERATIF

Harimurti Kridalaksana FONETIK. Definisi dari Para Linguis 21/03/2014. Kamus Linguistik. Fonologi Jepang

REALISASI FONETIS KONSONAN GETAR ALVEOLAR BAHASA INDONESIA PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DEWASA

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan asal-usulnya, kosakata bahasa Jepang (goi) terbagi atas wago,

SISTEM FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI KENAGARIAN SINGKARAK KECAMATAN X KOTO SINGKARAK KABUPATEN SOLOK

BAB V PENUTUP. Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur. segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah

PENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN)

FONOLOGI GENERATIF OLEH MOH. FATAH YASIN. Pendahuluan

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

SUBTITUSI KONSONAN PADA PENDERITA DISARTRIA. Retno Handayani Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdiknas

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Pelafalan Bunyi Konsonan Nasal Bahasa Inggris Siswa Kelas IX SLB-B Negeri Sidakarya Denpasar

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA,KONSEP, DAN KERANGKA TEORI Penelitian Sebelumnya Terhadap Bahasa Gayo

BAB 4 4. TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI

BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM

Hakikat Fonologi. Modul 1 PENDAHULUAN

Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp / Telp. (0274) atau

BAB IV TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI

IDENTITAS MATA KULIAH 16/03/2008 HERMAN 1

BAB 4 TATARAN LINGUISTIK (1): FONOLOGI

BUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR FONOLOGI BAHASA NUSANTARA

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. menimbulkan kesalahpahaman dalam penyampaiannya,

ANIS SILVIA

CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY

BAB I PENDAHULUAN. Bagi pemelajar Bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa atau

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan asal usulnya, kosakata bahasa Jepang terbagi atas wago,

BAB I PENDAHULUAN. pada bahasa secara universal. Linguistik memiliki dua cabang pembagian yaitu

PROSES MORFONOLOGIS PREFIKS DALAM BAHASA WOLIO (KAJIAN TRANSFORMASI GENERATIF) La Ino

Disusun Oleh : Nama : Siti Mu awanah NIM : Mata Kuliah : Bahasa Indonesia Dosen : Drs. Umar Samadhy, M.Pd.

SISTEM FONOLOGIS BAHASA MAKASSAR DIALEK CIKOANG KABUPATEN TAKALAR

Bab 2. Landasan Teori. terkecil dari bahasa, yaitu bunyi. Menurut Okumura dalam Tjandra (2004:1), dalam

Bahasa Jawa Dialek Brebes; Sebuah Telaah Fonologi Generatif

BAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. mengandung arti kata bunyi, yaitu : lafz, jahr dan saut sepadan dengan noise

BAB 2. Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap

TATARAN LINGUISTIK FONOLOGI

BAB I I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemelajar bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa (Javanese

TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI)

SISTEM FONOLOGI BAHASA LAMALERA

BBM 1: OBJEK KAJIAN FONETIK, ALAT UCAP, KLASIFIKASI BUNYI BAHASA, DAN PROSES TERBENTUKNYA BUNYI BAHASA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PROSES FONOLOGI BAHASA BELANDA

KOMPETENSI LULUSAN. Berkomunikasi tertulis. Berfikir Analitis. Bekerja dalam Tim. Berfikir Logis. Bekerja Mandiri. Berkomunikasi Lisan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Indonesia. Please purchase 'e-pdf Converter and Creator' on to remove this message.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Proses Fonologis Dan Kaidah-Kaidah Fonologis

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

PENGEMBANGAN ALGORITMA SOUNDEX PADA SPELL CHECKER BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

Dr. Jauharoti Alfin, M. Si Zudan Rosyidi, MA

FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN FONEM KOSAKATA SERAPAN BAHASA SANSKERTA DALAM BAHASA BALI

Penguasaan Kelas Kata Bahasa Indonesia. Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 18 Padang. Sri Fajarini. Mahasiswa Universitas Andalas)

Kata Kunci: prokem, masyarakat Desa Giri, sosiolinguistik.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. Dalam penelitian ini ada lima tesis yang digunakan untuk mendukung topik

BAB X SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, simpulan hasil penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut.

BBM 2: CARA MEMBENTUK FONEM BAHASA INDONESIA

REDUPLIKASI PREFIKS {MENG-} BAHASA INDONESIA DALAM ANALISIS APLIKASI TOOLBOX ABSTRAK

Nama : MAOIDATUL DWI K NIM : BAB 4 FONOLOGI

JENIS, STRUKTUR, SERTA VARIASI TERJEMAHAN HATSUWA DAN DENTATSU NO MODARITI DALAM NOVEL KOGOERU KIBA KARYA ASA NONAMI

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. celah di antara kedua sisi kanan dan kiri dari bibir. Kadang kala malah lebih luas,

PROSES PENYERAPAN KATA DALAM BAHASA INDONESIA DARI BAHASA INGGRIS PADA RUBRIK POLITIK DAN HUKUM, SURAT KABAR SATELITPOST EDISI AGUSTUS 2016

Pengantar. Aspek Fisiologis Bahasa. Aspek Fisik Bahasa 13/10/2014. Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober Aspek Fisiologis Bahasa

PERUBAHAN BUNYI FONEM VOKAL ETIMON-ETIMON PROTO- AUSTRONESIA DALAM BAHASA INDONESIA

Krisis Kepercayaan Diri Mahasiswa dalam Berkomunikasi Menggunakan Bahasa Inggris

BAB VI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB VARIASI FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DALAM KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA

PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI PONDOK PESANTREN HADZIQIYYAH KABUPATEN JEPARA

PROSES FONOLOGIS BAHASA ARAB DALAM ALQURAN SUATU TINJAUAN FONOLOGI GENERATIF. Oleh : Drs. ABDUL AZIZ, WAHAB, M. Ag AHMAD FAUZI, M. Pd AINOL, M. Pd.

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN GAIRAIGO PADA MAHASISWA SASTRA JEPANG ANGKATAN 2010 UNIVERSITAS BRAWIJAYA SKRIPSI OLEH IKA MILA PRATIWI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan

FONOLOGI BAHASA BATAK TOBA : ANALISIS GENERATIF SKRIPSI SARJANA. Oleh : RAYNAVOREGITALIANA TAMBUNAN

FONOLOGI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Bahasa Indonesia Dosen : DR. Prana Dwija Iswara, S. Pd. M.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat untuk berkomuniksai yang tak pernah lepas dalam

FONOLOGI BAHASA RONGGA: SEBUAH KAJIAN TRANSFORMASI GENERATIF

TEORI FONEM 1. Paitoon M. Chaiyanara Nanyang Institute of Education Singapore

INTERPRETASI SEGMEN BUNYI BAHASA JAWA KUNO: ANALISIS SPEECH ANALYZER DAN FITUR DISTINGTIF

FONOLOGI BUNYI KONSONAN (Soalan Sebenar STPM: )

Unit 4 STRUKTUR FONOLOGI DAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA. Muh. Faisal

KAIDAH FONOTAKTIK GUGUS KONSONAN KATA-KATA BAHASA INDONESIA YANG BERSUKU DUA

ANALISIS KONTRASTIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA. Riris Tiani Fakultas Ilmu Budaya Undip

ANALISIS KOMPONEN MAKNA KATA DAN FRASA BAHASA ASING DALAM IKLAN ELEKTRONIK PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA EDISI MARET 2012

98 Seminar Nasional dan Launching ADOBSI

BAB V SISTEM FONEM BAHASA BATAK ANGKOLA

Nama Mata Kuliah : Konsep Dasar Bahasa Indonesia Kode Mata Kuliah : KSD -224

PENGARUH SISTEM FONOLOGI BAHASA PERTAMA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA KEDUA: STUDI KASUS PADA PENUTUR BAHASA JEPANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gejala kelainan..., Dian Novrina, FIB UI, 2009

Transkripsi:

REFLEKSI MASYARAKAT JEPANG MELALUI PROSES PEMBENTUKAN GAIRAIGO Istiqa Sari Prodi DIII Bahasa Jepang STBA Haji Agus Salim Abstract This study is describe the character of Japanese society through the establishment gairaigo. This is done so that the Indonesian people can be good diplomacy with the Japanese people. Therefore, the Japanese people are not pleased with plagiatrisme society. Phonological processes that occur in the formation of gairago changes the shape and sound system changes that occur from the original form of English into Japanese during absorption. This research is the descriptive qualitative approach. There are several stages in this study, which collects data, analysis and presentation of the analysis. In gathering data using methods Listen Non involved Proficient continued with engineering notes. At the time of data analysis techniques used methods Shared with PUP ( Pilah Elements Determinants ). Then, when presenting the results of the analysis using formal and informal methods. Data analysis concluded that during the absorption, occur phonological process is deletion, substitution, insertion, addition, segments and assimilation. This process shows that Japanese society is a conservative society that has a sense of national stature. Keywords: gairaigo, the character of Japanese society Pendahuluan Masyarakat Jepang pada dasarnya bersifat konservatif yaitu suatu bangsa yang berusaha memelihara dan meneruskan nilai-nilainya sendiri. Kekonservtifannya terefleksi melalui kata yang digunakan, yaitu kata serapan gairaigo. Gairaigo merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa-bahasa di Eropa, terutama dari Inggris. Gairaigo yang diserap ke dalam bahasa Jepang (seterusnya disingkat BJ) tidak seperti asalnya, tetapi disesuaikan dengan sistem bunyi yang terdapat dalam BJ. BJ merupakan bahasa yang berstruktur alternate KV (konsonan vokal) (Pike, 1976:60). Oleh karena itu, ketika bahasa asal yang berstruktur rapat konsonan diserap ke dalam BJ, penambahan segmen vokal sebagai penumpu harus dilakukan. Dapat dikatakan bahwa BJ merupakan bahasa yang bersilabel terbuka dan vokalis. Dengan demikian, silabel dalam BJ lebih banyak dan lebih panjang daripada bahasa yang berstruktur rapat konsonan, seperti bahasa Inggris (seterusnya disingkat BI). Kata serapan merupakan kajian yang sering dibicarakan dalam setiap penelitian bahasa. Setiap ada kontak bahasa lewat pemakainya bisa terjadi penyerapan kata. Dalam hal ini, gairaigo akan mengalami penyerapan dari BI ke dalam BJ. Menurut Suwarto (2004:2), unit bahasa dan struktur bahasa itu ada 1

yang bersifat tertutup dan ada pula yang bersifat terbuka terhadap pengaruh bahasa lain. Tertutup berarti sulit menerima pengaruh, sedangkan terbuka berarti mudah menerima pengaruh. Kata serapan termasuk ke dalam unit atau struktur bahasa yang bersifat terbuka, karena banyak ditemukan berbagai bunyi yang melesap, hilang, dan menjadi bunyi yang lebih panjang daripada bahasa sumbernya. Fenomena perubahan bunyi pada gairaigo sering terjadi, namun penjelasan tentang perubahan bunyi dalam BJ tersebut belum banyak dikaji oleh peneliti untuk mengungkapkan cerminan diri sebuah bangsa. Dengan demikian, permasalahan ini penting dikaji agar dapat menjelaskan fenomena perubahan bunyi dari BI ke dalam BJ untuk mengamati karakter masyarakat Jepang agar dapat berdiplomasi dengan Negara yang maju dibidang perindustrian ini. Penelitian terhadap kata serapan bertujuan untuk menjelaskan proses perubahan-perubahan bunyi dan menemukan karakter masyarakt Jepang melalui proses perubahan bunyi tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan mencatat seluruh kata serapan dari sumber data. Kemudian, data berupa kata serapan tersebut, ditelusuri bentuk asalnya dalam BI. dan diamati perubahan bunyi yang terjadi. Dengan perubahan bunyi yang terjadi akan ditemukan karekter masyarakat Jepang sesungguhya. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat perubahan dari bentuk BI ke dalam BJ. Tabel 1. Perbandingan Gairaigo dengan Bahasa Asalnya BI BJ Huruf Romaji BJ Huruf Katakana strike [strayk] chocolate [cakǝlǝt] Sutoraiku [sutoraiku] Chokoreeto [ k :to] ストライク チョコレート Padanan dalam bahasa Indonesia lemparan keras (dalam baseball) Cokelat Mobile [m wbǝl] Glass [glӕs] Pool [puwl] fortune cookie [fͻtyun kukie] Date [deit] Mobairu [mobairu] Gurasu [gurasu] Puuru [pu:ru] fochun kukki [f un kukk ] Deeto [de:to] モバイルグラスプールフォチュンクッキデート telepon genggam gelas tempat minum kolam berenang kue keberuntungan Kencan Dengan memperhatikan tabel 1, berdasarkan bentuk asalnya dapat dilihat perubahan bentuk dan bunyi dari bentuk asli BI ke dalam kata serapan BJ. Penelitian ini tidak terlepas dari kajian fonologi dan morfologi. Hal ini terjadi karena kata terbentuk akibat adanya segmen-segmen yang membangunnya. Proses penyerapan kata dari BI ke dalam BJ dapat dilihat pada contoh berikut. 2

a. Three [ө ] [suri:] b. Magazine[mægəzin] [magaĵ n] c. Singer [s ŋə ] [š ŋga:] d. Voice [voys] [boisu] (Tsujimura, 1996:154) Pada contoh proses penyerapan di atas terlihat bahwa BJ tidak memiliki buny b sua a f kat f nt d ntal [θ], sehingga diganti dengan bunyi [s]. Kemudian, pada BJ tidak ditemukan bunyi frikatif alveolar [z] dan vokal tinggi [ ], s h ngga k ns nan [z] d gant d ngan buny af kat f alv palatal [ĵ]. Buny afrikatif bersuara [s] yang ada pada tataran bunyi BJ, jika diikuti bunyi vokal d pan t ngg [ ], akan m ngalam p ubahan al f n [s] m njad [š]. S la n tu, bunyi frikatif labiodental bersuara [v] tidak terdapat dalam BJ, sehinga diganti dengan bunyi hambat bilabial bersuara [b]. Dengan demikian, BJ ketika melewati proses serapan akan mengalami berbagai perubahan bunyi. Perubahan tersebut dapat berupa penambahan segmen, penggantian segmen, pelesapan segmen, bahkan pengurangan segmen. Untuk menguraikan perubahan bunyi yang terjadi, maka peneliti menggunakan teori fonologi generatif. karena teori ini dapat menguraikan bunyi lebih distingtif. Dengan demikian, untuk melihat karakter masyarakat Jepang melalui fenomena pembentukan gairaigo, peneliti mengambil data dari media massa yaitu media cetak berupa koran. Data yang peneliti gunakan untuk mengkaji fenomena pembentukan garaigo bersumber dari media cetak berupa koran. Pemilihan koran atau disebut juga shinbun dalam BJ sebagai sumber data dilakukan karena banyak ditemukan fenomena penggunaan kata serapan terutama pada media cetak Asahi no Shinbun, Mainichi no Shinbun, dan Mangga no Shinbun. Sehingga banyak fenomena kebahasaan yang terdapat di dalamnya, termasuk kata serapan dan proses penyerapan tersebut dapat mengungkapkan karakter masyarakat Jepang. Oleh karena itu, kajian morfologi BJ pada kata serapan dalam media massa berbahasa Jepang bermanfaat untuk mengungkapkan berbagai informasi kebahasaan, baik dari BJ maupun dari BI. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, sehingga data yang digunakan untuk menganalisis adalah data tertulis yang diperoleh dari Ashi no Shinbun, Manga no shinbun, dan Mainichi no Shinbun. Karena penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan studi kepustakaan maka ada beberapa tahap yang akan dilakukan. a) Tahap Analisis Data Tahap analisis data merupakan tahap sentral atau tahap yang paling penting. Pada tahap ini, metode yang digunakan tidak hanya satu. Peneliti menggunakan metode padan translasional dan artikulatoris. Metode padan yang digunakan mengacu pada pengertian yang dikemukakan oleh Surdayanto (1993:13), yaitu metode dengan alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan. Dengan demikian, metode padan translasional adalah metode padan yang alat penentunya berada di 3

luar bahasa yang bersangkutan. Peneliti menggunakan metode ini setelah data terkumpul, kemudian peneliti pindahkan kata serapan BJ tersebut ke dalam transkripsi segmennya. Selain padan translasional, juga digunakan metode padan artikulatoris pada penelitian ini yang alat penentunya adalah organ wicara langue lain untuk melihat proses perubahan bunyi dari bentuk asal, yaitu BI sehingga menjadi kata serapan BJ. Teknik dasarnya adalah teknik pilah unsur penentu, dengan daya pilah sebagai pembeda organ wicara. Surdayanto (1993:23) menyebutkan bahwa dalam satuan lingual tertentu, baik itu bunyi, silabe, kata maupun kalimat akan terlihat bahwa organ wicara dapat berbeda-beda dalam mengaktifkan bagian-bagiannya. Oleh karena itu, pada saat menganalisis perubahan bunyi, peneliti menggunakan teknik PUP dengan daya pilah pembeda organ wicaranya. Kemudian, teknik lanjutannya adalah teknik hubung banding memperbedakan (HBB). Peneliti akan membandingkan BI dengan BJ, contoh penerapannya sebagai berikut. BI BJ Lover roba [l] [r] + lateral - lateral +konsonantal +konsonantal + sonorant +sonoran Berdasarkan penerapan teknik PUP dengan daya pilah organ wicara, terlihat bahwa bunyi [l] dalam BI ketika diserap ke dalam BJ akan menjadi bunyi [r]. [l] organ wicaranya adalah [+lateral], sedangkan [r] adalah [-lateral]. Selain itu, kedua bunyi tersebut mempunyai persamaan, yaitu sama-sama bunyi yang [+konsonantal] dan [+sonorant]. [+Konsonantal] adalah bunyi pada saat pengucapannya ditandai dengan penyempitan dan penutupan pita suara. [+Sonoran] merupakan bunyi-bunyi yang nyaring. Penelitian ini sangat berkaitan dengan organ wicara sehingga digunakanlah teknik PUP dengan daya pilah penentu organ wicara. b) Tahap Penyajian Hasil Analisis Data Metode penyajian hasil analisis data dilakukan dengan metode formal dan informal. Metode informal adalah metode penyajian hasil analisis berupa perumusan dengan kata-kata biasa, dan metode formal adalah metode penyajian hasil analisis berupa perumusan dengan tanda dan lambang (Sudaryanto, 1993:145). Hasil analisis dalam proses pembentukan kata serapan BJ dalam media massa berbahasa Jepang disajikan dalam bentuk deskripsi dengan kata-kata biasa, serta didukung penggunaan notasi dalam pengkaidahan Pembahasan BJ dan BI merupakan dua bahasa yang memiliki struktur bunyi yang berbeda. Secara teoretis Pike (1976:60) mengemukakan bahwa each language contains its characteristic types if sequences of sounds. Some language have heavy consonant clusters, that is, sequences of several contiguous consonant. Other language tend to have no consonant cluster but rather alternate consonant 4

and vowel. Setiap bahasa mempunyai dua tipe struktur bunyi. Dua tipe bunyi tersebut adalah bahasa yang berstruktur konsonan rapat atau disebut dengan heavy consonant dan bahasa yang berstruktur berganti-gantian atau disebut dengan alternate yang strukturnya terdiri atas konsonan dan vokal. Berdasarkan pernyataan Pike tersebut, BJ termasuk tipe bahasa yang berstruktur alternate, karena BJ strukturnya terdiri atas konsonan dan vokal. BI dan BJ merupakan dua bahasa yang berbeda struktur bunyinya. BI termasuk kategori bahasa konsonan rapat dan BJ termasuk bahasa yang berstruktur alternate dan bahasa vokalis. Karena BJ menyerap kata dari bahasa yang bertipe konsonan rapat, maka terjadi penyesuaian bunyi dengan menempatkan vokal penumpu pada deret rapat konsonan tersebut. Dengan demikian, salah satu cara yang tepat untuk menganalisis perubahan bunyi BJ setelah diserap adalah dengan fonologi generatif melalui ciri paling distingtif dari kedua struktur bahasa tersebut. Adapun ciri pembeda (distinctive feature) dalam teori fonologis generatif merupakan suatu perangkat unit yang spesifik dan yang membedakannya dengan unit-unit lain. Ciri-ciri fitur tersebut dalam penerapannya menggunakan ciri biner, yaitu tanda (+) dan (-). Menurut Schane (1992:28-35), ada beberapa ciri pembeda bunyi untuk konsonan dan vokal. Ciri distingtif konsonan dibagi ke dalam beberapa ciri dengan berbagai fiturnya. Pertama adalah ciri pembeda kelas utama. Ciri ini digunakan untuk membedakan antara konsonan, vokal dan semivokal. Ciri distingtif itu adalah konsonantal, silabis, sonorant, dan nasal. Bunyi yang berdasarkan kualitas suatu bunyi dinyatakan dengan [+sonoron] dan [-sonoran], hambatan yang menyempit dalam rongga mulut [+konsonantal] dan [- konsonantal], bunyi yang kenyaringannya menyerupai konsonan [+obstruent] dan [-obstruent]. Yang termasuk ke dalam bunyi [+sonoran] adalah bunyi nasal, likuid, lateral, dan semivokal, sedangkan bunyi [-sonoran] adalah bunyi hambat, frikatif, afrikatif, dan luncuran laringal. Bunyi [+konsonantal] adalah bunyi hambat, frikatif, afkrikat, nasal, dan likuid, sedangkan bunyi [-konsonantal] adalah bunyi vokal, semivokal, dan luncuran laringal. Bunyi [+obstruent] adalah hambat, frikatif, dan afrikat. Kedua adalah ciri pembeda berdasarkan cara artikulasi. Fitur dari ciri ini adalah [kontinuan], [pengelepasan tertunda], [striden], [nasal], dan [lateral]. Yang termasuk bunyi [+kontinuan] adalah bunyi konsonan frikatif, sedangkan [- kontinuan] adalah bunyi hambat dan afrikat. Bunyi konsonan hambat termasuk [- pengelepasan tertunda], maksudnya adalah hambatannya sesegera mungkin dilepaskan, sedangkan [+pengelepasan tertunda] adalah bunyi afrikat. Bunyi [+st d n] adalah buny k ns nan f kat f (f, s, š dan x) dan af kat, s dangkan [- striden] adalah bunyi konsonan frikatif ɸ, ɵ, dan ç. Ketiga adalah ciri pembeda berdasarkan daerah artikulasi. Chomsky dan Halle (dalam Schane, 1992:31) menggolongkan empat daerah utama untuk artikulasi konsonan, yaitu labium, dentum, palato-alveolum, dan velum. [+anterior] merupakan penyempitan yang terjadi di daerah terdepan rongga mulut, sedangkan penyempitan yang lebih ditarik kebelakang [-anterior], lain nonkoronal. Ciri keempat adalah ciri yang berhubungan dengan batang lidah. Ciri distingtif ini biasanya digunakan untuk menentukan ciri klasifikasi vokal. Ciri batang lidah ini direpresentasikan dengan ciri [tinggi], [belakang], dan [bundar]. Ciri tersebut juga biasa digunakan untuk membedakan berbagai semivokal. Ciri 5

batang lidah ini digunakan pula untuk membedakan palatalisasi dan labialisasi. Selain itu, batang lidah merupakan artikulator untuk konsonan [-anterior] dan [- koronal]. Konsonan palatal [+tinggi] dan [-belakang], konsonan velar [+tinggi] dan [+belakang], dan konsonan uvular [-tinggi] dan [+belakang]. Selain itu, ciri tambahan ditandai dengan fitur [tegang], [bersuara], [glotalisasi], dan [aspirasi]. [glotalisasi] dan [aspirasi] termasuk bunyi [+obstruent]. Ciri prosodi yang direpresantasikan oleh [tekanan] dan [panjang]. Selain ciri distingtif yang terdapat pada konsonan, pada vokal juga terdapat ciri distingtif yang berhubungan dengan batang lidah. Fitur ini direpresentasikan dengan fitur [tinggi], [rendah], dan [belakang]. Menurut Yusuf (1998:84), ada beberapa ciri pembeda vokal selain fitur berdasarkan batang lidah., yaitu Cciri dengan fitur [bulat]. Fitur ini mewakili bunyi yang dihasilkan dengan bentuk bibir menjadi agak melingkar. [+bulat] adalah bunyi-bunyi [u,o] dan bunyi [-bulat] adalah bunyi selain [u,o]. Kemudian, fitur berikutnya adalah fitur [tense]. Fitur ini menunjukkan bunyi yang dihasilkan dengan sedikit penekanan pada vokal sehingga menghasilkan bunyi yang agak panjang. [+tense] adalah bunyi-bunyi [i,e,u] dan bunyi [-tense] selain bunyi tersebut. Fitur reduced [red] adalah ciri yang digunakan khusus untuk membedakan vokal schwa dari yang lainnya. [+red] adalah bunyi schwa [ǝ] dan [-red] ialah vokal lainnya. Berdasarkan perbedaan bunyi ini, peneleti mengkategorikan semua bunyi yang ada dalam BI dan BJ sebagai berikut. a. Segmen vokal BJ yang dikemukakan oleh Tsujimura (1996:16) Ciri i e a o u Pembeda [tinggi] + - - - + [rendah] - - + - - [belakang] - - + + + [bundar] - - - + + [tense] + + - - + [red] - - - - - b. Segmen vokal BI yang dikemukakan oleh Yusuf (1998:85) Ciri pembeda i I ɨ U ʊ e ɛ ə ʌ O ӕ A ɑ ɒ [tinggi] + + + + + - - - - - - - - - - - - [rendah] - - - - - - - - - + - - + + + + - [belakang ] - - - + + - - - - - + + + + + - + [bundar] - - - + + - - + - - - + - - - + + [red] + + + + + + + - + + - - - - - - - [tense] - - - - - - - - + - - - - - - - - 6

c. Segmen Konsonan BJ menurut Tsujimura (1996:16) Segmen Konsonan Bahasa Jepang Ciri Pembeda b d g? p T K z ɸ S š H dᶻ ttˢ r m n ɲ ŋ N y w [Silabis] - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - [konsonantal] + + + - + + + + + + + + + - + + + + + + + + + + + - - Sonoran - - - - - - - - - - - - - - - - - - + + + + + + + + - Nasal - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + + + + + + - - Anterior + + - - + + - + - + + - - - + - + - + + + - - - - - - Koronal - + - - - + - + + - + + + - + + + + + - + + + - - + - Tinggi - - + - - - + - - - - - + - - - - - - - - - + + - + + Rendah - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Belakang - - + - - - + - - - - - - - - - - - - - - - - + - - + Kontinuan - - - - - - - + + + + + + + - - - - + - - - - - - + - Pengelepasan tertunda - - - - - - - - - - - - - - -- + + + - - - - -- - - - - Striden - - - - - - - + + - + + - - - + - + - - - - - - - - - Bersuara + + + + - - - + + - - - - - + + - - + + + + + + + + + Aspirasi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Lateral - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 7

d. Segmen Konsonan BI secara keseluruhan menurut Yusuf (1998:83-84) Ciri pembeda p B M T ttʰ d n K g ŋ f v S Z ɵ ᶞ š l R y w m h? [silabis] - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - [konsonantal] + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + - - - + + [sonoran] - - + - - - + - - + - - - - - - - - - - + + + + + - - [nasal] - - + - - - + - - + - - - - - - - - - - - - - - - - - [anterior] + + + + + + + - - - + + + + + + - - - - + + - - - - - [koronal] - - - + + + + - - - + + + + + + + + + + + + - - - - - [tinngi] - - - - - - - + + + - - - - - - - - - - - - + + + - - [rendah] - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - [belakang] - - - - - - - + + + - - - - - - - - - - - - - + + - - [kontinuan] - - - - - - - - - - + + + + + + + + - - + + + + + + - [pengelepasan - - - - - - - - - - - - - - - - - - + + - - - - - - - tertunda] [striden] - - - - - - - - - - + + + + - - + + + + - - - - - - - [bersuara] - + + - - + + - + + - + - + - + - + - + + + + + - - - [aspirasi] - - - - + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - [lateral] - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + - - - - - - 8

Proses Perubahan Bunyi Perubahan bunyi yang terjadi selama proses pembetukan kata sering juga disebut sebagai proses morfofonologis. Proses ini terjadi ketika morfem-morfem bergabung untuk membentuk kata, segmen-segmen dari morfem-morfem yang berdekatan dan berjejeran akan mengalami perubahan. Perubahan ini tidak saja terjadi pada saat penggabungan dua morfem, tetapi juga terjadi pada saat proses serapan (Schane, 1992:51). Dengan demikian, perubahan bunyi pada proses serapmenyerap juga merupakan proses morfofonologis. 1. Pelesapan Pelesapan berasal dari kata lesap. Lesap (KBBI, 2005: 665) berarti hilang. Dengan demikian, pelesapan merupakan sebuah proses penghilangan. Pelesapan bunyi yang dinyatakan oleh Schane (1992), Koizumi (1993), dan Suzuki (1975) adalah sebuah peristiwa perubahan bunyi melalui proses hilangnya sebuah segmen pada kata. Berikut ini contoh peristiwa perubahan melalui pelesapan bunyi BJ setelah mengalami penyerapan dari BI. (1) Bentuk asal : team [t ːm] Bentuk serapan :chiimu [ :mu] (ashi shinbun, 2012 年 4 月 3 日 23 時 12 分 ) Data di atas menunjukkan peristiwa perubahan bunyi yang berwujud pelesapan pada kata serapan BJ. Pelesapan merupakan peristiwa penghilangan sebuah bunyi dalam satu kata. Data (1) menunjukkan hilangnya sebuah segmen [t] dalam BI. Pelesapan ini mengakibatkan terjadinya peristiwa pergantian bunyi seperti yang dikemukakan oleh Koizumi. Hal ini dapat ditunjukkan oleh ciri distingtif yang dikemukakan oleh Schane. [t ːm] [ :mu] -silabis -silabis + konsonantal +konsonantal -sonoran -sonoran -nasal -nasal +anterior -anterior +koronal +koronal -tinggi -tinngi -rendah -rendah -belakang -belakang -kontinuan - kontinuan - pengelepasan + pengelepasan Tertunda Tertunda -striden +striden -bersuara -bersuara -aspirasi - aspirasi -lateral - lateral Analisis data (1) dengan ciri distingtif tersebut menunjukkan perubahan bunyi yang terjadi adalah pelesapan. Dikatakan melesap karena ada tiga ciri distingtif yang b b da. B dasa kan p ndapat Schan ( : ), j ka k dua f tu buny m m l k t ga c d st ngt f yang b b da, dapat d nyatakan k dua buny 9

t s but bukan buny yang sal ng b ka tan. Buny [t] dan [ ] berbeda dari segi cara daerah artikulasi. [t] m upakan buny yang d has lkan l h ngga mulut bag an t d pan, ya tu da ah alv la. al n d s but Schan [+ant ], ya tu adanya k b adaan ant. amun, b b da halnya d ngan buny [ ]. Selain itu, kedua bunyi tersebut berbeda dari segi ca a a t kulas. Buny [t] m upakan buny [-p ng l pasan t tunda]. t nya, buny n hambatannya t dak d l paskan s s g a mungk n. l h ka na tu, [t] bukan buny yang m m l k p ng l pasan t tunda. dapun buny [ ] merupakan bunyi konsonan afrikat. Schane mengatakan setiap bunyi afrikat tergolong ke dalam bunyi [+pengelepasan tertunda]. Selain fitur pengelepasan tertunda, fitur kestridenan juga menunjukkan fitur yang berbeda dari kedua bunyi ini. Bunyi [t] adalah bukan bunyi striden, karena [t] adalah buny hambat. ang t masuk buny st d n adalah buny af kat. Buny [ ] adalah buny af kat. ngan d m k an, [ ] adalah buny st d n.buny [t] b ubah m njad buny [ ] selain akibat dari ciri distingtif yang dikemukakan oleh Schane (1992:29), [t] m l sap m njad [ ] juga disebabkan oleh lingkungan. BJ juga memiliki konsonan hambat alveolar, tetapi apabila bertemu dengan vokal [+tinggi] akan berganti dengan bunyi konsonan afrikat. Dengan demikian, bunyi [t] lesap ketika diserap ke dalam BJ. Melalui perubahan ini maka dapat dikatakan bahwa masyarakat Jepang mencari bunyi yang sesuai dengan bunyi-bunyi yang mendekati bunyi sebelum kata tersebut diserap ke dalam bahasa Jepang. Dari 14 fitur yang ada hanya 3 ciri fitur distingtif yang sama. Maka dapat dinyatakan bahwa karakter masyarakat Jepang adalah masyarakat yang konservatif, yaitu Dalam hal menerima pembaharuan pun mereka tidak menerima dengan apa adanya namun juga menyesuaikan dengan budaya dan kebudayaan yang telah ada. 2. Penyisipan Konsonan dan Vokal Penyisipan merupakan sebuah peristiwa perubahan bunyi, yang mana yaitu terjadinya pembubuhan sisipan pada suatu kata. Dengan demikian, peyisipan konsonan dan vokal merupakan sebuah peristiwa perubahan bunyi dengan membubuhkan sisipan pada suatu kata. Perhatikan contoh peristiwa penyisipan konsonan pada kata serapan BJ di bawah ini. (4) Bentuk asal : final [ˈfaInl] Bentuk serapan : finaare [ɸina:re] (ashi shinbun, 2012 年 4 月 3 日 23 時 12 分 ) Data (4) menunjukkan dua peristiwa perubahan bunyi yang terjadi, yaitu penyisipan vokal dan pelesapan konsonan. Pada saat kata final diserap ke dalam BJ, ada beberapa segmen konsonan yang melesap seperti [f] dan [l]. Konsonan frikatif [f] setelah diserap melesap dan berganti menjadi konsonan [ɸ]. Selain itu, konsonan lateral alveolar [l] jika diserap ke dalam BJ akan menjadi konsonan getar [r]. Penyebab bunyi ini dapat saling menggantikan, dapat diamati pada bagian pelesapan. Kemudian, pada bentuk asal dari kata fainaare, terjadi penyisipan segmen vokal [a] di antara konsonan [n] dan [l]. Segmen vokal [a] merupakan bunyi [-tinggi, +rendah, +belakang, -bundar, -red, dan tense]. 10

3. Penambahan Segmen Penambahan segmen merupakan peristiwa pembubuhan sebuah bunyi pada suatu kata sehingga kata tersebut bunyinya menjadi banyak (KBBI, 2005:1129). Penambahan bunyi sama halnya dengan peristiwa penyisipan vokal dan konsonan seperti yang dikemukakan oleh Schane. Namun menurut peneliti, penyisipan hanya bisa dilakukan dengan menambahkan bunyi di antara beberapa bunyi, sedangkan penambahan bisa dilakukan dengan membubuhkan bunyi-bunyi tersebut di awal, di tengah, atau di akhir sebuah kata. Berikut ini contoh peristiwa penambahan bunyi. (14) Bentuk asal : balance [ˈbæləns] Bentuk serapan : baransu [baransu] (ashi shinbun, 2012 年 3 月 27 日 10 時 37 分 ) Berdasarkan pengamatan terhadap data di atas, data tersebut menunjukkan peristiwa penambahan segmen. Segmen yang ditambahkan pada bentuk serapan adalah segmen vokal [+tinggi, -rendah, +belakang, dan +bundar]. Segmen vokal tersebut ditambahkan pada akhir kata. (97) Bentuk asal : olympic [əˈlɪmpɪk] Bentuk serapan :orinpikku [orimppikku] (manga no shinbun, 2012 年 06 月 04 日 ) Data di atas pada prinsipnya menunjukkan peristiwa penambahan segmen vokal dan konsonan pada setiap kata serapan BJ. Data (97) menunjukkan peristiwa penambahan segmen vokal [u] di akhir kata. Sebagaimana diketahui, BJ menurut Pike (1976:60) merupakan bahasa yang berstruktur alternasi sehingga konsonan selalu berdampingan dengan vokal sebagai penumpunya. Dengan demikian, segmen vokal [+tinggi, -rendah, +belakang, dan +bundar] menumpu konsonan hambat [k] setelah diserap dari BI. Data ini selain menunjukkan peristiwa penambahan vokal, juga terjadi peristiwa penambahan segmen konsonan hambat [k] pada posisi penultima. Pembetukan gairaigo di atas mendukung juga bahwa tidak semua kata serapan dari BI diserap utuh ke dalam BJ. Terjadi penambahan segmen vocal dan konsonan yang merefleksikan masyarakat Jepang tersebut konservatif. 4. Penyingkatan Segmen Suzuki (1975) menyebutkan sebuah perubahan bunyi yang berbeda dari yang telah dikemukakan oleh Schane dan Koizumi. Dia mengemukakan sebuah peristiwa perubahan bunyi yang disebut dengan on in shukuyaku. Artinya, perubahan bunyi yang dilakukan dengan cara memendekkan beberapa bunyi kata (Suzuki, 1975:80). Berikut ini bentuk peristiwa penyingkatan segmen yang terdapat dalam BJ. (12) Bentuk asal : stadium jumper [steidiəmˈ ʌmpər] Bentuk serapan: sutajyan [suta am] (asahi shinbun, 2012 年 3 月 27 日 10 時 37 分 ) 11

Pada data (12) bentuk asal dari kata sutajyan adalah stadium jumper. Kata asal ini kemudian diserap ke dalam BJ. Selama proses penyerapan, terjadi penyingkatan segmen dari bentuk asal menuju bentuk serapan. Ada beberapa segmen yang hilang selama terjadi penyingkatan, seperti pada bentuk asal kata stadium, segmen yang hilang adalah [d], [i], [u] dan [m]. Kemudian, bentuk asal kata jumper setelah diserap kehilangan segmen [m], [p], [e] dan [r]. Bentuk kata asal stadium jumper setelah diserap menjadi sutajyan. Secara fonologis dalam bentuk serapan BJ, kata sutajyan dalam bentuk transkripsi fonologisnya juga mengalami peristiwa asimilasi. Hal ini menunjukkan karakter masyarakat Jepang yang konservatif. 5. Pergantian Segmen Bentuk asal dari kata pergantian adalah ganti. Dalam KBBI (2005:334), ganti memiliki arti sesuatu yang bertukar, tidak hilang, dan digantikan dengan hal lain. Schane, Koizumi, dan Suzuki juga mengemukakan mengenai konsep pergantian. Namun, pada penelitian ini peneliti menggunakan konsep yang dikemukakan oleh Schane karena menurutnya segmen yang saling menggantikan itu adalah segmen yang memiliki satu ciri distingtif dari kedua bunyi. Untuk lebih jelasnya, berikut ini contoh peristiwa pergantian bunyi dalam kata serapan BJ. (109) Bentuk asal : tablet [ˈtæblət] Bentuk serapan : taburetto [taburetto] (Asahi no shinbun, 2012 年 9 月 7 日 10 時 14 分 ) Data (109) menunjukkan pergantian bunyi konsonan lateral [l] pada bentuk asal menjadi konsonan getar [r]. Berikut ini analisis ciri distingtif yang membuat bunyi ini bisa saling menggantikan. [l] [-silabis] [+konsonantal] [+sonorant] [-nasal] [+anterior] [+koronal] [-tinggi] [-rendah] [-belakang] [+kontinuan] [-pengelepasan tertunda] [-striden] [+bersuara] [-aspirasi] [+lateral] [r] [-silabis] [+konsonantal] [+sonorant] [-nasal] [+anterior] [+koronal] [-tinggi] [-rendah] [-belakang] [+kontinuan] [-pengelepasan tertunda] [-striden] [+bersuara] [-aspirasi] [-lateral] Analisis dengan ciri distingtif ini telah menunjukkan bahwa tidak banyak fiturfitur yang berbeda antara konsonan [l] dan [r]. Schane (1992) mengemukakan bahwa ada beberapa ciri pembeda untuk konsonan, yaitu cara daerah artikulasi, ciri pembeda kelas utama, dan cara artikulasi. Ketiga hal ini merupakan aspek 12

utama dalam melihat kualitas sebuah bunyi. Berdasarkan kedua bunyi di atas, dari segi ciri kelas utama, seperti [konsonantal], [silabis], [sonorant], dan [nasal] tidak ada satupun fitur yang berbeda. Hal ini juga terjadi dari cara daerah artikulasi, sama-sama dihasilkan pada daerah anterior, yaitu daerah bagian terdepan rongga mulut. Konsonan [r] dan [l] dihasilkan di--daerah alveolar. Kemudian, dari cara artikulasi, ada beberapa fitur yang sama-sama dimiliki oleh kedua bunyi tersebut, seperti [+kontinuan], [-pengelepasan tertunda], [-striden], [+bersuara], dan [- aspirasi]. Namun, dari segi kelateralannya kedua bunyi ini tidak memiliki kesamaan. Hal ini merefleksikan bahwa meskipun hanya satu ciri distingtif yang berbeda, pada saat menyerap kata masyarakat Jepang tetap bersifat konservatif, yaitu mempertahankan yang ada dan menyesuaikan dengan bunyi-bunyi yang mereka miliki. Penutup Berdasarkan hasil analisis, struktur BJ menyebabkan banyak ditemukan proses fonologis. Proses yang terjadi selama pembentukan kata serapan BJ adalah pelesapan, pergantian, penyisipan, penambahan segmen (vocal dan kosonan) dan asimilasi. Proses fonologis yang paling banyak terjadi adalah penambahan dan penyisipan. Hal ini menunjukkan bahwa masyaraakat Jepang adalah masyarakat yang konserfatif dan inovatif. 13

Daftar Pustaka Booij, Geert. 2007. The Grammar of Word an Introduction to Linguistic Morphology. Second Edition. United State: Oxford University Press. Koizumi. T. 1993. Gengogaku Nyuumon. Tokyo : Daishukan Shoten. Pike, Kenneth L. 1976. Phonemics : A Technique for Reducing Languages to. Ann Arbror : The University of Michigan. Schane, Sanford A. 1992. Fonologi Generatif. San Diego: University of California. Sunarni, Nani dan Jonjon Johana. 2009. Morfologi Bahasa Jepang: Sebuah Pengantar. Bandung-: Sastra Unpad Press Suwarto. 2004. Perspektif Analogi Dan Anomali Kata Serapan Ddalam Bahasa Indonesia. Makalah. Medan: Fakultas Sastra USU. Suzuki, Daikichi. 1975. Tanoshi Nihongo no Bunpo. Tokyo : Kabushiki Kaisha. Tsujimura, Natsuko. 1996. An Introduction to Japanese Linguistics. Hong Kong : Blackwell. Tim Penyusun. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Yusuf, Suhendra. 1998. Fonetik dan Fonologi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 14