BAB V TRANSFORMASI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR PENGEMBANGAN LAHAN SKALA BESAR BUMI SERPONG DAMAI (BSD)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

POLA PERGERAKAN KOMUTER BERDASARKAN PELAYANAN SARANA ANGKUTAN UMUM DI KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI TUGAS AKHIR

BAB III DESAIN RISET III.1. Pengumpulan data

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan pertumbuhan kota lainnya adalah unsur penduduk.

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

MOBILITAS PENDUDUK Pertemuan ke 1,2,3,4 MIGRASI. Drs. CHOTIB, M.Si

MIGRASI. Oleh : CHOTIB Donovan Bustami

PROSES MIGRASI ORANG MADURA

STUDI TENTANG MIGRASI SIRKULER DI KOTA AMBON (Studi Kasus : Desa Batu Merah, Kecamatan Sirimau Kota Ambon)

PENDAHULUAN Latar Belakang

A. Pengertian Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat pesat sehingga dapat

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

STUDI TINGKAT PEMANFAATAN FASILITAS KOTA DI KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN Latar belakang

SEMARANG. Ngaliyan) Oleh : L2D FAKULTAS

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

MIGRASI PENDUDUK MENUJU DAERAH PINGGIRAN KOTA BANDUNG DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN

Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa

STUDI MANAJEMEN ESTAT PADA KAWASAN SUPERBLOK MEGA KUNINGAN, JAKARTA (Studi Kasus: Menara Anugrah dan Bellagio Residences) TUGAS AKHIR

Gambar 12. Lokasi BSD sebagai hinterland Provinsi DKI Jakarta Sumber: Software Map of Jakarta (2004)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data Karakteristik Rumah Tangga Responden

KUESIONER (UNTUK BURUH/PEKERJA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengurangan tingkat..., Arini Yunita, FE UI, Universitas Indonesia

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI POLA APRESIASI MASYARAKAT TERHADAP PASAR MODERN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. heterogen dan materialistis di bandingkan dengan daerah belakangnya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV DATA DAN ANALISA DATA

BAB II DESKRIPSI UMUM PENELITIAN

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB IV GAMBARAN UMUM

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN WISATA AGRO GUNUNG MAS PUNCAK BOGOR

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar)

PENGARUH KEBERADAAN PERUMAHAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA LAHAN DI KECAMATAN CILEDUG TUGAS AKHIR. Oleh : Lisa Masitoh L2D

2015 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN MIGRAN BERMIGRASI KE KECAMATAN BANTARGEBANG KO TA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KOMUTER DKI JAKARTA TAHUN 2014

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 4 PENGARUH PEMBANGUNAN PASUPATI TERHADAP KARAKTERISTIK PERGERAKAN CIMAHI-BANDUNG

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB 4 KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGGUNA POTENSIAL KA BANDARA SOEKARNO-HATTA

IDENTIFIKASI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASYARAKAT BERMUKIM DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH (TPA) RAWA KUCING

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

P R O F I L DESA DANUREJO

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

MIGRASI INTERNASIONAL DAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI BAGI KELUARGA MIGRAN DI DESA SERAH, KABUPATEN GRESIK, JAWA TIMUR PENDAHULUAN

KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA PUBLIK DENGAN AKTIVITAS REKREASI MASYARAKAT PENGHUNI PERUMNAS BANYUMANIK TUGAS AKHIR. Oleh : FAJAR MULATO L2D

I. PENDAHULUAN. berpenghuni.pada pulau-pulau yang berpenghuni, penduduk nya tersebar secara

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V TINGKAT KEINGINAN PINDAH PENDUDUK DI DAERAH RENTAN BAHAYA LONGSOR

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI 3.1 UMUM 3.2 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan jumlah kendaraan roda empat dari tahun ke tahun terus

I. PENDAHULUAN. berlalunya kerusuhan yang pernah terjadi pada sekitar tahun merupakan fenomena tersendiri. Pusat perbelanjaan yang dapat berupa

DAFTAR PUSTAKA. BPS Monografi Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara. Semarang : Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara.

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

DAMPAK KONVERSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI PETANI (Studi Kasus: Jalur Pantura Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang)

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

BAB III METODE PENELITIAN. dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mencari informasi faktual

VI.7-1. Bab 6 Penataan Ruang dan Pembangunan Perkotaan Pembangunan Kota Baru. Oleh Suyono

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggita Khusnur Rizqi, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TERHADAP PERKEMBANGAN KEGIATAN EKONOMI MASYARAKAT DI KAWASAN PINGGIRAN BANDARA KUALA NAMO

Transkripsi:

BAB V TRANSFORMASI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR PENGEMBANGAN LAHAN SKALA BESAR BUMI SERPONG DAMAI (BSD) Melalui tinjauan literatur yang telah dilakukan, ada beberapa perubahan sosial ekonomi yang terjadi pada wilayah peri-urban. Perubahan atau transformasi tersebut di antaranya dapat terlihat pada migrasi, struktur mata pencaharian, serta struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga. Berbagai komponen tersebut diuraikan lebih lanjut dalam sejumlah sub-bab pada pembahasan ini. Oleh karena tidak tersedianya data sekunder yang dibutuhkan, maka studi kali ini menggunakan datadata responden dari hasil survei primer (rumah tangga) untuk menjelaskan transformasi yang terjadi. Dalam hal migrasi, di antaranya dijelaskan mengenai jumlah perpindahan yang dilakukan responden pendatang, tahun dilakukannya perpindahan, proporsi rumah tangga pendatang, tempat asal, dan sebagainya. Sementara dalam sub-bab struktur mata pencaharian, dijelaskan mengenai perubahanperubahan yang terjadi dalam struktur mata pencaharian rumah tangga, salah satunya adalah tentang dominannya sektor tersier dan sekunder sehingga menggeser keberadaan sektor primer yang dulu banyak digeluti oleh masyarakat di wilayah studi. Sedangkan dalam hal pendapatan dan pengeluaran, dijelaskan mengenai perubahan struktur pendapatan dan juga perubahan struktur pengeluaran rumah tangga dalam memenuhi berbagai kebutuhannya, di antaranya adalah mengenai peningkatan alokasi pengeluaran rumah tangga untuk berbagai kebutuhan non-primer seiring dengan perkembangan yang terjadi di wilayah studi. V.1. Identifikasi Migrasi Masyarakat Sekitar Pengembangan Lahan Skala Besar Bumi Serpong Damai Dalam karakteristik migrasi ini dibahas mengenai beberapa hal, di antaranya adalah proporsi rumah tangga pendatang, tahun tinggal pertama kali di wilayah studi, jumlah perpindahan yang dilakukan, tahun perpindahan, tempat tinggal asal, alasan pindah 73

serta pihak yang mengajak pindah. Dikarenakan tidak tersedianya data sekunder yang mampu menjelaskan migrasi masyarakat di wilayah studi, seperti jumlah penduduk masuk dan keluar, tempat asal pendatang, dan sebagainya, maka studi ini didukung oleh survei primer (kuesioner rumah tangga) yang diharapkan mampu membantu mengidentifikasi karakteristik migrasi masyarakat di sekitar pengembangan lahan skala besar BSD. Di samping itu, pada bagian ini juga dilakukan analisis sebaran data dengan menggunakan tabulasi silang (crosstab) untuk melihat lebih jauh mengenai karakteristik masyarakat pendatang di wilayah studi. V.1.1. Proporsi Rumah Tangga Pendatang Penduduk asli dalam hal ini merupakan responden rumah tangga (diwakili oleh kepala keluarga) yang sejak lahir telah bertempat tinggal di wilayah studi dan tidak pernah pindah (keluar) dari kelurahan tempat mereka tinggal. Sedangkan penduduk pendatang dalam studi ini merupakan responden rumah tangga (diwakili oleh kepala keluarga) yang sejak keluarga tersebut terbentuk pernah melakukan perpindahan, baik sekali ataupun lebih, dan perpindahan yang dilakukan minimal keluar dari kelurahan wilayah studi. 53.2% 46.8% Penduduk asli Penduduk pendatang Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006 Gambar V.1. Perbandingan Responden Penduduk Pendatang dan Penduduk Asli 2006 Berdasarkan hasil survei, diketahui bahwa antara komposisi responden penduduk pendatang dan penduduk asli di wilayah studi hampir sama atau tidak begitu jauh perbedaannya. Responden penduduk pendatang 6,4% lebih banyak daripada responden penduduk asli (lihat Gambar V.1). Ini menunjukkan bahwa wilayah studi secara signifikan diwarnai oleh adanya migrasi yang masuk ke kelurahan-kelurahan 74

wilayah studi. Komposisi pendatang dan penduduk asli tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan Bowder dan Bohland (1990) di dalam artikelnya, bahwa sebagian besar penduduk di daerah pinggiran merupakan pendatang yang berasal dari pedesaan maupun perkotaan. Sehubungan migrasi yang terjadi di wilayah studi, Bryant dkk (1982), Russwurm (1977), Iaquinta & Drescher (2000), dan lain-lain, melihat migrasi sebagai salah satu komponen penting yang mempengaruhi proses peri-urbanisasi pada suatu wilayah. Untuk itu di sini nampak bahwa migrasi secara langsung ataupun tidak langsung membawa perubahan bagi masyarakat di sekitar pengembangan lahan skala besar BSD, terutama dalam hal sosial ekonominya. Prosentase 100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 1936 1938 1940 1942 1944 1946 1948 1950 1952 1954 1956 1958 1960 1962 1964 1966 1968 1970 1972 1974 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006 Total Responden Responden Penduduk Asli Responden Pendatang Gambar V.2. Perubahan Prosentase Pendatang, Penduduk Asli, serta Total Responden yang Tinggal di Wilayah Studi dari ke Salah satu perubahan sosial yang dapat dilihat dengan mudah dan nyata pada masyarakat sekitar pengembangan lahan skala besar adalah berkenaan dengan pertambahan penduduknya. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa pertambahan penduduk di wilayah studi diwarnai oleh adanya migrasi yang masuk ke sekitar pengembangan BSD. Hal ini pula yang tampaknya ditunjukkan dari hasil responden mengenai tahun tinggal pertama kali (lihat Gambar V.2 dan Gambar V.3). Dari gambaran tersebut dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun jumlah responden yang 75

tinggal di wilayah studi terus meningkat. Prosentase responden penduduk asli yang tinggal di wilayah studi mengalami peningkatan dari tahun 1930-an hingga tahun 1980-an. Hal yang sama juga terjadi pada responden pendatang yang pindah ke wilayah studi, dengan prosentase yang terus meningkat dari tahun 1980-an hingga tahun 2005. Dari data tersebut juga dapat diketahui bahwa sejak tahun 2000-an proporsi responden pendatang lebih besar daripada proporsi renponden yang merupakan penduduk asli. Hal ini sekali lagi memperkuat identifikasi bahwa peningkatan jumlah penduduk di sekitar pengembangan lahan skala besar, selain dipengaruhi oleh pertumbuhan alami (kelahiran) juga dipengaruhi oleh adanya migrasi. V.1.2. Tinggal Pertama Kali di Wilayah Studi Dari survei primer diketahui bahwa responden pendatang ada yang mulai masuk atau tinggal di wilayah studi sejak tahun 1961, yakni jauh sebelum BSD dikembangkan, dan ada pula yang baru pindah ke wilayah studi pada tahun 2005 (lihat Gambar V.3). Jika menelusuri migrasi responden pendatang ini dari tahun 1960 sampai dengan tahun 2006, nampak bahwa jumlah ataupun prosentase responden pendatang yang pindah ke sekitar pengembangan lahan skala besar BSD mulai meningkat pada awal tahun 1990-an, yakni pada tahun 1991, 1992, 1993, 1994, dan mengalami puncaknya pada tahun 1995. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai tahun tinggal pertama kali responden pendatang ke sekitar pengembangan lahan BSD, dapat dilihat pada bagian Lampiran D. Peningkatan tersebut tampaknya tidak terlepas dari pengembangan BSD yang mulai dilakukan pada awal 1990-an atau tepatnya pada tanggal 16 Januari 1989. Dari pengembangan yang dilakukan, pada di awal tahun 1990-an, mulai nampak berbagai pembangunan pada sektor-sektor BSD, akses yang semakin membaik, kelengkapan sarana prasarana yang dibangun untuk mendukung fungsi BSD, tumbuhnya industri yang membuka peluang mata pencaharian bagi masyarakat dan sebagainya. Hal ini membuat kawasan BSD maupun sekitarnya banyak didatangi oleh para pendatang atau dengan kata lain terdapat arus migrasi yang mengarah ke wilayah ini, terlebih 76

lagi sejak awal peluncurannya pengembangan BSD ini cukup menuai kesuksesan. Untuk itu tidak mengherankan jika dalam kurun 1991 sampai dengan 1995 prosentase masuknya pendatang ke wilayah sekitar pengembangan lahan skala besar BSD pun semakin lama semakin besar. Berdasarkan hasil survei tahun 2006, arus pendatang tersebut terus berlangsung hingga tahun 2005 dan tampaknya hal ini tidak terlepas dari terus tumbuhnya industri atau sektor mata pencaharian lainnya yang memberikan peluang pekerjaan bagi masyarakat. Untuk faktor-faktor yang mempengaruhi pendatang tinggal di wilayah studi akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian lain dalam sub-bab ini (sub-bab V.1.5. mengenai alasan pindah). 12.5% 10.0% Percent 7.5% 5.0% 2.5% 0.0% 1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 pertama kali tinggal di wilayah studi Diresmikannya kawasan BSD Tahap I Pengembangan BSD Tahap II Pengembangan BSD Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006 Gambar V.3. Tinggal Responden Pertama Kali di Wilayah Studi V.1.3. Jumlah Perpindahan yang Dilakukan Melalui hasil survei yang dilakukan, diketahui bahwa responden pendatang di wilayah studi ada yang melakukan perpindahan sebanyak satu, dua bahkan tiga kali, sebelum akhirnya memilih bertempat tinggal di wilayah studi yang berada di sekitar 77

pengembangan lahan skala besar BSD. Dari sejumlah perpindahan tersebut, sebagian besar (87,9%) melakukan perpindahan sebanyak satu kali, yakni dari tempat asal langsung menuju ke wilayah sekitar pengembangan BSD. Hanya sebagian kecil (1,9%) responden pendatang yang melakukan perpindahan sebanyak tiga kali. Gambaran prosentase jumlah perpindahan responden pendatang dapat dilihat melalui Gambar V.4. 10.3% 1.9% 1 kali 2 kali 3 kali 87.9% Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006 Gambar V.4. Jumlah Perpindahan Responden Pendatang V.1.4. Tempat Tinggal Asal dan Tujuan Pendatang Berikut ini dijelaskan mengenai tempat tinggal responden pendatang tepat sebelum pindah ke wilayah studi serta wilayah-wilayah yang pernah ditempati oleh responden pendatang sebelum akhirnya tinggal di wilayah studi. Penjelasan ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu tempat tinggal asal dan tempat tujuan. Tempat tinggal asal Berdasarkan hasil survei, responden pendatang yang kini tinggal di sekitar pengembangan lahan BSD sebelumnya tinggal di beberapa tempat, baik yang lokasinya dekat dengan pengembangan lahan BSD maupun yang jauh dari BSD. Dari hasil survei, sebagian besar responden pendatang sebelumnya bertempat tinggal di lokasi yang relatif dekat dengan wilayah sekitar BSD, yakni di Tangerang (30,8%) dan Jakarta (27,1%). Sementara itu ada pula yang dulunya yang tinggal di Jawa Tengah (14,0%), Jawa Barat (10,3%), Bogor (5,6%), Sumatera (4,7%), Jawa Timur (3,7%), Depok (1,9%) dan Bekasi (1,9%). Lebih jelasnya mengenai tempat tinggal sebelumnya bagi para pendatang ini, dapat dilihat pada Gambar V.5. 78

14.0% 10.3% 1.9% 3.7% 4.7% 30.8% Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006 0.0% 0.0% Jakarta Bogor 27.1% Depok Tangerang Bekasi Jawa Barat 5.6% 1.9% Jawa Tengah Jawa Timur Sumatera Sulawesi Kalimantan Gambar V.5. Tempat Tinggal Responden Pendatang Sebelum Pindah ke Wilayah Studi Responden yang sebelumnya tinggal di Jakarta meliputi berbagai wilayah antara lain Jakarta Selatan (seperti Kebayoran, Pasar Minggu dan Mampang), Jakarta Barat (seperti Grogol), Jakarta Timur (seperti Kampung Melayu) dan Jakarta Pusat. Responden yang berasal dari Tangerang meliputi beberapa lokasi seperti Ciputat, Cipondoh, Jatiuwung, Legok, Pamulang bahkan dari Serpong sendiri (hanya pindah kelurahan). Responden yang berasal dari Jawa Tengah (Propinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta) diantara adalah dari Brebes, Banyumas, Yogyakarta, Surakarta, Sragen, Kebumen dan Purworejo. Adapun untuk Jawa Barat dalam hal ini adalah wilayahwilayah di Jawa Barat yang tidak termasuk dalam BODETABEK, di antaranya berasal dari Sukabumi, Cirebon, Krawang, Garut dan Ciamis. Responden yang berasal dari Sumatera di antaranya adalah dari Sumatera Barat (Padang), Sumatera Selatan (Palembang) dan Riau. Responden yang berasal dari Jawa Timur di antaranya adalah dari Surabaya, Madura dan Pasuruan. Selain meninjau tempat tinggal sebelumnya, perlu pula diketahui mengenai tempat asal maupun tempat-tempat yang pernah ditinggali oleh para pendatang, mengingat perpindahan yang dilakukan ada yang tidak hanya satu kali, tetapi ada yang sampai dengan tiga kali sebelum akhirnya memilih untuk tinggal di wilayah sekitar pengembangan BSD. Dengan menelusuri hasil survei yang terkait dengan migrasi, pada awalnya sekali responden pendatang berasal dari berbagai wilayah. Ada yang berasal dari wilayah Tangerang yang lokasinya dekat dengan pengembangan lahan BSD, ada pula responden yang berasal dari titik-titik lain di sekitarnya yang masuk 79

dalam kawasan Jabodetabek yaitu Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi, bahkan ada yang berasal dari luar Pulau Jawa seperti Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Perpindahan yang berasal dari berbagai titik ini merupakan salah satu bagian yang disoroti oleh Iaquinta dan Drescher (2000), bahwa proses sosial demografi yang terjadi pada suatu peri-urban bisa diakibatkan oleh adanya migrasi yang berasal dari banyak (multi) titik, seperti yang terjadi pada responden di wilayah studi ini. Seperti halnya pada gambaran tempat tinggal pendatang tepat sebelum tinggal di wilayah sekitar BSD, berdasarkan hasil survei tempat asal mula para pendatang ini sebagian besar juga berasal dari lokasi yang relatif dekat dengan kawasan BSD, yaitu Tangerang (27,1%) dan Jakarta (24,3%). Melalui hasil survei, diketahui bahwa pendatang tidak hanya berasal dari wilayah rural, tetapi juga ada yang berasal dari wilayah urban. Responden pendatang (migran) yang berasal dari Tangerang misalnya, sebagian besar dulunya merupakan responden yang tinggal di wilayah dengan karakteristik rural, yakni desa-desa di sekitar wilayah studi yang masuk dalam lingkup Kabupaten Tangerang. Sementara migran dari Jakarta mewakili pendatang yang berasal dari wilayah dengan karakteristik urban. Membandingkan besarnya prosentase pendatang dari kedua wilayah tersebut yang tidak jauh berbeda, menunjukkan bahwa wilayah studi merupakan tempat yang dipilih oleh para pendatang, baik yang dari rural maupun yang dari urban. Adapun untuk lebih jelasnya mengenai tempat asal responden pendatang ini dapat dilihat pada Gambar V.6. Hasil survei yang menggambarkan perpindahan responden dari Jakarta menuju wilayah studi, serupa dengan apa yang disampaikan oleh McQiunn (1978) serta Brunet dan Lepine (1981), bahwa migran khususnya yang berasal dari urban (exurbanite), berpindah ke wilayah yang dekat dengan tempat tinggal (kota) sebelumnya. Bryant dkk (1982) juga mengungkapkan bahwa dalam suatu perkembangan regional cities terjadi suatu pergerakan dan orang-orang bergerak keluar dari kota menuju titik-titik aktivitas tertentu. Sementara itu, perpindahan responden dari Jakarta menuju wilayah studi ini juga sejalan dengan hasil Survai Penduduk Antar Sensus (SUSPAS) 1995 untuk DKI Jakarta. Berdasarkan hasil survei tersebut terdapat aliran penduduk keluar DKI Jakarta dalam jumlah yang lebih besar 80

daripada aliran penduduk yang masuk. Aliran migran itu menuju kabupatenkabupaten yang ada di sekitar DKI Jakarta, di antaranya Bogor, Tangerang dan Bekasi, dengan laju pertambahan penduduk masing-masing 3,40%, 5,70% dan 5,55% per tahun, dalam kurun 1990 sampai dengan 1995. Mengingat wilayah studi masuk dalam wilayah Tangerang, maka aliran migran dari hasil survei tersebut (menuju Tangerang), salah satunya terjadi pada wilayah studi. 0.9% 7.5% 4.7% 15.9% 10.3% 1.9% 0.9% Jakarta Bogor 24.3% Depok Tangerang Bekasi Jawa Barat 4.7% Jawa Tengah 1.9% Jawa Timur Sumatera 27.1% Sulawesi Kalimantan Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006 Gambar V.6. Tempat Tinggal Asal Responden Pendatang Faktor kedekatan lokasi bisa saja membuat migran yang dulunya tinggal di wilayah yang dekat dengan wilayah studi, seperti Tangerang dan Jakarta, memiliki akses yang lebih baik dalam mengetahui, mengenal sekaligus juga bisa lebih dulu mendapatkan informasi tentang kawasan BSD dan sekitarnya, dibandingkan dengan wilayah lain yang lokasinya relatif lebih jauh. Kelengkapan informasi yang diperoleh tersebut (seperti informasi tentang harga tanah/bangunan, kemudahan akses, peluang pekerjaan dan sebagainya di BSD dan sekitarnya), menjadi faktor penting yang mempengaruhi keputusan pendatang hingga akhirnya memilih tinggal di wilah studi. Tempat tujuan Mengingat jumlah perpindahan yang dilakukan oleh responden pendatang sebagian besar (87,9%) adalah satu kali, maka dalam hal ini para pendatang tersebut sebagian besar langsung pindah dari daerah asalnya ke kelurahan-kelurahan wilayah studi yang terletak di sekitar pengembangan lahan skala besar BSD. Sementara itu jika ditelusuri lebih lanjut, dari berbagai perpindahan yang dilakukan oleh responden pendatang tersebut, selain langsung pindah ke kelurahan wilayah studi, ada pula beberapa 81

tempat tujuan perpindahan lainnya yang sempat ditinggali oleh sebagian pendatang sebelum akhirnya memilih tinggal di wilayah studi, di antaranya adalah Jakarta, Tangerang dan Bogor. Lebih jelasnya mengenai tempat-tempat perpindahan para pendatang tersebut dapat dilihat pada Tabel V.1 dan Gambar V.7. Tabel. V. 1. Perpindahan yang Dilakukan Responden Pendatang Jumlah Perpindahan Lokasi Jumlah Prosentase Satu kali Tangerang wilayah studi 29 27.1 Jakarta wilayah studi 22 20.6 Jawa Tengah wilayah studi 15 14.0 Jawa Barat wilayah studi 10 9.3 Bogor wilayah studi 5 4.7 Sumatera wilayah studi 5 4.7 Jawa Timur wilayah studi 4 3.7 Bekasi wilayah studi 2 1.9 Depok wilayah studi 2 1.9 Dua kali Sumatera Jakarta wilayah studi 2 1.9 Jakarta Tangerang wilayah studi 2 1.9 Sumatera Tangerang wilayah studi 1 0.9 Jawa Tengah Bogor wilayah studi 1 0.9 Kalimantan Tangerang wilayah studi 1 0.9 Tangerang Tangerang wilayah studi 1 0.9 Jakarta wilayah studi wilayah studi 1 0.9 Jawa Tengah Jawa Barat wilayah studi 1 0.9 Sulawesi Jakarta wilayah studi 1 0.9 Tiga kali Jawa Barat Bogor Jakarta wilayah studi 1 0.9 Jawa Timur Jakarta Jakarta wilayah studi 1 0.9 Total 107 100.0 Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006 Berdasarkan gambaran tersebut dapat diketahui bahwa responden (rumah tangga) pendatang di wilayah studi berasal dari berbagai wilayah yang tersebar di beberapa titik, baik yang jaraknya dekat maupun yang jauh dengan wilayah studi. Responden pendatang yang berasal dari titik yang relatif dekat dengan wilayah studi, seperti dari Tangerang, Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi, sebagian besar melakukan perpindahan satu kali atau dengan kata lain langsung memilih pindah ke kelurahan wilayah studi tanpa pernah tinggal di tempat lain sebelumnya. Hal yang hampir sama juga terjadi pada pendatang yang berasal dari dalam Pulau Jawa, seperti Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur, sebagian besar melakukan perpindahan sebanyak satu kali. Kalaupun ada yang melakukan perpindahan lebih dari satu kali, pendatang ini pindah ke titik-titik yang mendekati wilayah studi, seperti Tangerang dan Bogor. 82

Perpindahan yang Dilakukan Responden Pendatang Sumber: Survei rumah tangga, 2006 Gambar V.7. Perpindahan yang Dilakukan Responden Pendatang Sementara itu, pendatang yang berasal dari titik yang relatif jauh dari wilayah studi, seperti pendatang dari luar Pulau Jawa (dari Sulawesi dan Kalimantan), cenderung melakukan perpindahan lebih dari satu kali yaitu dua kali. Pendatang ini sebelum menempati wilayah studi, terlebih dulu tinggal di wilayah lain yang lokasinya masih relatif dekat dengan wilayah studi, seperti Jakarta, Tangerang dan Bogor. Untuk itu di sini pendatang dari luar Jawa ini nampak seolah mendekati wilayah studi sebelum akhirnya pindah ke kelurahan wilayah studi yang berada di sekitar pengembangan lahan skala besar BSD. V.1.5. Alasan Pendatang Melakukan Perpindahan Ada beragam alasan yang melatarbelakangi responden pendatang dalam melakukan perpindahan ke wilayah sekitar pengembangan lahan BSD. Alasan-alasan tersebut adalah: diharuskan pindah oleh karena pekerjaan, mencari pekerjaan, memulai usaha/pekerjaan baru, dekat dengan lokasi tempat kerja, pendapatan yang lebih baik, perubahan status perkawinan, ikut suami/isteri/orang tua/anak, ikut saudara kandung/famili lain, prasarana dan sarana yang lengkap, kemudahan akses, dekat dengan BSD, harga yang terjangkau, faktor keamanan, serta alasan bising atau tidak 83

nyaman tinggal di tempat yang lama. Lebih jelasnya mengenai prosentase alasan pindah para pendatang tersebut dapat dilihat melalui Gambar V.8. 1.4% Diharuskan pindah oleh karena pekerjaan Mencari pekerjaan 2.8% Memulai usaha di tempat tinggal baru 2.4% 6.6% Dekat dengan tempat bekerja 11.3% 13.2% Pendapatan yang lebih baik 3.3% 6.6% 0.5% 7.1% 17.5% Perubahan status perkawinan Ikut suami/isteri/orang tua/anak Ikut saudara kandung/famili lain Prasarana dan sarana yang lengkap Kemudahan akses 7.5% 7.5% Dekat dengan BSD 12.3% Harga terjangkau Keamanan Bising tinggal di tempat sebelumnya Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006 Gambar V.8. Alasan Dilakukannya Perpindahan oleh Responden Pendatang ke Wilayah Studi Dari berbagai alasan tersebut, berdasarkan hasil survei, sebagian besar responden pendatang memilih pindah ke wilayah studi untuk memulai usaha atau pekerjaan baru (17,0%) dan untuk mencari pekerjaan (12,7%). Adapun memulai usaha atau pekerjaan baru dalam hal ini bisa berarti membuka lapangan usaha yang baru (seperti wiraswasta), berubah jenis pekerjaan untuk tingkat penghidupan yang lebih baik, merintis usaha/pekerjaan lain yang bisa menunjang mata pencaharian utama rumah tangga, dan sebagainya. Sementara itu, responden pendatang yang pindah ke wilayah studi untuk mencari pekerjaan merupakan responden yang dulunya belum memiliki pekerjaan, dan setelah pindah ke sekitar BSD baru mereka memiliki pekerjaan. Alasan pendatang yang berkaitan dengan mata pencaharian tersebut sejalan dengan beberapa paparan teoritis yang terkait. Tacoli (1999), Briggs dan Mwamfupe (2001), serta Brook (2000), mengemukakan adanya kesempatan bagi perluasan mata pencaharian ataupun munculnya mata pencaharian baru seiring dengan perkembangan area yang disebut sebagai peri-urban. Sementara itu Bryant dkk (1982) juga menjelaskan bahwa adanya peluang pekerjaan sebagai salah satu ciri yang terdapat pada open city, dan salah satu faktor yang menyebabkan perpindahan 84

penduduk ke area yang dianggap peri-urban adalah karena adanya permintaan (demand) terhadap tenaga kerja. Untuk itu di sini mata pencaharian merupakan faktor penarik yang kuat bagi para pendatang untuk pindah ke wilayah studi, yang mengalami proses peri-urbanisasi seiring dengan adanya pengembangan lahan skala besar BSD. Dari sudut pandang yang lain, perpindahan responden karena alasan mata pencaharian juga terkait secara tidak langsung dengan skenario pengembangan BSD itu sendiri. Dari tiga kemungkinan skenario yang akan dijalankan, skenario yang dipilih adalah skenario inti perkotaan (telah dijelaskan pada bagian IV.1.5). Skenario ini salah satunya menitikberatkan pada terbukanya peluang kesempatan kerja. Upaya menggerakkan kegiatan ekonomi BSD melalui bidang pekerjaan juga merupakan salah satu prinsip yang dipegang oleh PT. BSD. Melalui salah satu dari lima unsur dasar kelengkapan kota yang dicoba untuk direalisasikannya, yaitu unsur karya, BSD berusaha tidak hanya berfungsi sebagai kawasan permukiman saja, tetapi juga sebagai tempat bekerja, berbisnis dan melakukan usaha. Prinsip ini ternyata tidak hanya membawa pengaruh bagi warga yang tinggal di BSD saja, tetapi juga bagi para pendatang di sekitar area pengembangan BSD. Adapun berdasarkan hasil survei, pendatang yang alasan pindahnya karena ingin memulai usaha baru maupun untuk mencari pekerjaan, sebagian besar adalah pendatang yang mata pencaharian utama rumah tangganya buruh, wiraswasta dan karyawan di sektor swasta. Mata pencaharian tersebut merupakan sebagian dari mata pencaharian di sektor sekunder dan tersier yang tersedia di wilayah studi seiring dengan tumbuhnya industri serta maraknya perdagangan di wilayah ini. Adapun untuk melihat lebih jelas mengenai sebaran alasan pindah responden pendatang berdasarkan mata pencaharian utamanya, dapat dilihat pada bagian Lampiran D. Alasan pendatang lainnya adalah ingin memperoleh pendapatan yang lebih baik. Dalam hal ini dengan pindah ke wilayah studi, para pendatang berharap dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi daripada yang diperoleh di tempat lamanya, baik melalui pengembangan usaha atau melalui pekerjaan yang sudah ada, 85

maupun dengan memulai atau merintis usaha dan pekerjaan yang baru di wilayah studi. Peningkatan pendapatan ini hampir mirip dengan yang disampaikan Adell (1999), Bowder dan Bohland (1990) dalam artikelnya yang mengangkat tentang kawasan pinggiran metropolitan, bahwa penduduk di pinggiran kota terikat dengan bermacam-macam aktivitas untuk meningkatkan pendapatan, meskipun kadang bersifat informal. Responden yang mengemukakan alasan ini di antaranya adalah yang bekerja sebagai buruh, karyawan dan pedagang (lebih lengkap mengenai sebaran alasan pindah responden pendatang berdasarkan mata pencaharian utamanya dapat dilihat pada bagian Lampiran D). Responden ini pindah ke wilayah studi karena adanya kesempatan yang besar untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik seiring dengan berkembangnya BSD, terutama dengan tumbuhnya industri serta maraknya sektor perdagangan di wilayah BSD dan sekitarnya. Selanjutnya ada pula pendatang yang pindah ke wilayah studi karena lokasinya yang berdekatan dengan BSD (11,32%). Hal ini tentunya tidak terlepas dari kondisi BSD yang menjadi faktor penarik kuat bagi para pendatang. Keberadaan BSD membawa kemajuan bagi wilayah Serpong dan sekitarnya, di antaranya adalah kemudahan akses baik di dalam BSD maupun akses menuju titik lain di luar BSD, kelengkapan sarana dan prasarana yang disediakan, lingkungan yang nyaman, dan lain sebagainya. BSD sebagai faktor penarik yang kuat juga dapat dilihat dari banyaknya kegiatan responden yang berorientasi pada kawasan BSD melalui penggunaan sarananya, di antaranya adalah sarana hiburan (86,20%), sarana perdagangan untuk belanja bulanan (76,00%), dan sarana olahraga (64,80%). Pusat-pusat kegiatan di BSD yang digunakan oleh responden tersebut di antaranya adalah Ocean Park, Taman Kota, Water Park, Aqua City, BSD Junction, Pasar Moderen, ITC, Hypermart, Giant, lapangan tenis, lapangan volley, dan sebagainya. Masih terkait dengan keberadaan BSD, ada pula responden yang mengemukakan alasan pindah ke wilayah studi karena kelengkapan prasarana dan sarana (6,6%), kemudahan akses (3,3%), dan karena faktor keamanan (2,8%). Hal-hal tersebut tampaknya juga terlepas dengan pengembangan serta peningkatan pelayanan yang 86

dilakukan BSD, misalnya saja pembangunan jalan tol Jakarta-Serpong, tol Jakarta- Merak, penyediaan layanan transportasi umum Trans BSD City, beragam jenis sarana hiburan maupun sarana belanja, dan sebagainya, yang kesemuanya itu menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendatang untuk tinggal di wilayah studi yang berada di sekitar BSD. Berdasarkan hasil survei, terdapat 7,5% responden pendatang yang pindah ke wilayah studi karena dekat dengan tempat bekerja. Jika dilihat sebarannya terhadap mata pencaharian utama, responden yang mengemukakan alasan ini sebagian besar adalah buruh (3,30%) dan karyawan (3,30%). Hal ini tentunya juga tidak terlepas dari maraknya perkembangan sektor sekunder dan tersier di BSD dan sekitarnya. Terlebih lagi dengan munculnya industri-industri, pertokoan dan perkantoran yang jaraknya relatif dekat dengan wilayah studi. Selain itu, ada pula pendatang yang mengemukakan alasan pindah ke wilayah studi karena perubahan status perkawinan (11,79%). Perubahan status perkawinan di sini merupakan saat atau momen terbentuknya keluarga ataupun rumah tangga responden akibat adanya pernikahan. Dalam hal ini pendatang yang di tempat asalnya dulu belum menikah, dan kemudian setelah menikah mereka memutuskan untuk pindah ke wilayah studi. Bersamaan dengan hasil identifikasi ini, di wilayah studi nampak sebagian besar reponden (rumah tangga) yang merupakan keluarga muda pada saat pindahnya. Berdasarkan hasil survei, tahun 2006 usia kepala keluarga responden pendatang sebagian besar berkisar antara 29 sampai dengan 45 tahun (76,01% dari total pendatang), sedangkan perpindahan sebagian besar dilakukan sejak tahun 1991 sampai dengan 2003 (80,20%), sehingga dalam hal ini sebagian besar responden pendatang atau migran adalah keluarga muda. Selain itu sebagian besar responden atau rumah tangga juga telah memiliki anak (92,52% dari total pendatang). Sehubungan dengan gambaran tersebut, Bryant dkk (1982) sempat menyinggung hal yang serupa pada area suburban yang sebagian besar penduduknya merupakan keluarga muda dan telah memiliki anak. 87

Selanjutnya, alasan lain pendatang pindah ke sekitar pengembangan lahan skala besar BSD adalah karena merasa kurang nyaman tinggal di tempat lamanya, yakni karena kebisingan yang cukup mengganggu di tempat tersebut (1,4%). Jika dikaitkan dengan tempat asalnya, responden yang mengemukakan alasan ini merupakan responden pendatang yang berasal dari Jakarta yang dikenal sebagai area urban. Hal yang hampir sama juga pernah dikemukakan AREA (1973) dalam Bryant dkk (1982), bahwa salah satu faktor pendorong (push factor) migran dari kota atau urban melakukan perpindahan ke area peri-urban adalah karena kurang nyamannya lingkungan perkotaan, kemacetan serta polusi udara di kota. Penduduk tersebut merasa telah dirugikan, secara fisik maupun psikologis, karena memilihnya sebagai tempat tinggal. Alasan lainnya yang dikemukakan oleh sebagian kecil responden (2,4%) di wilayah studi adalah harga hunian di wilayah ini relatif lebih terjangkau. Dalam hal ini responden merasa diuntungkan tinggal di sekitar BSD karena memperoleh hunian dengan harga yang terjangkau (relatif lebih murah daripada hunian di dalam BSD) sementara mereka tetap bisa memperoleh manfaat dari keberadaan BSD, seperti kelengkapan fasilitas perdagangan, hiburan, akses yang baik, dan sebagainya. Dari berbagai alasan tersebut, serta mengacu pada kajian teoritis yang telah dipaparkan sebelumnya mengenai pull factor dan push factor oleh Russwurm (1977a dalam Bryant dkk, 1982), ada beberapa alasan yang dapat dikategorikan sebagai faktor pendorong dan faktor penarik para migran pindah ke sekitar pengembangan lahan skala besar BSD. Push factor atau faktor pendorong perpindahan migran tersebut diantaranya adalah karena diharuskan pindah oleh kantor tempat migran bekerja, serta alasan bising (kurang nyaman) tinggal di tempat tinggal sebelumnya. Sementara untuk pull factor atau faktor penarik, salah satunya adalah berkaitan dengan peluang kerja seperti alasan mencari pekerjaan, memulai usaha di tempat tinggal baru, dekat dengan tempat kerja, serta alasan lainnya seperti pendapatan yang lebih baik, prasarana dan sarana yang lengkap, kemudahan akses, dekat dengan BSD, harga yang terjangkan serta faktor keamanan di tempat tinggal yang baru. 88

V.1.6. Pihak yang Mempengaruhi Dilakukannya Perpindahan Ada beberapa pihak yang mempengaruhi keputusan responden pendatang untuk pindah ke wilayah studi yang lokasinya berada di sekitar pengembangan lahan BSD. Pihak-pihak tersebut di antaranya adalah keluarga, kantor, teman, dan ada pula yang pindah atas inisiatif sendiri dari kepala keluarga. Berdasarkan hasil survei, sebagian besar responden pendatang pindah ke wilayah studi karena pengaruh dari pihak keluarga (52,3%). Dalam hal ini responden pendatang mendapat masukan, ajakan, cerita dan sebagainya dari pihak keluarga (misal: isteri, anak, orang tua, atau pihak keluarga lainnya), mengenai kelebihan dan kekurangan tinggal di wilayah studi. Atas berbagai pertimbangan dan disertai alasan-alasan tertentu, responden tersebut kemudian memutuskan pindah ke wilayah studi. Adapun masukan ataupun ajakan juga bisa datang dari teman (11,2%), yang kemudian mempengaruhi keputusan responden pendatang dalam melakukan perpindahan ke wilayah studi. Selain itu, keputusan pindah responden pendatang ke wilayah studi juga bisa karena inisiatif sendiri dari kepala keluarga (25,2%). Lebih jelasnya, gambaran prosentase pihak yang mempengaruhi para pendatang melakukan perpindahan, dapat dilihat melalui Gambar V.9. 11.2% 11.2% 25.2% Inisiatif kepala keluarga Keluarga Teman Kantor/perusahaan 52.3% Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006 Gambar V.9. Pihak yang Mempengaruhi Keputusan Responden Pendatang untuk Pindah ke Wilayah Studi V.2. Identifikasi Transformasi Struktur Mata Pencaharian Masyarakat Sekitar Pengembangan Lahan Skala Besar Bumi Serpong Damai Pada pembahasan ini dibahas mengenai beberapa hal, di antaranya adalah mengenai perubahan jenis mata pencaharian rumah tangga baik mata pencaharian utama 89

maupun mata pencaharian tambahan, serta pembahasan mengenai lokasi atau tempat bekerja. Oleh karena tidak tersedianya data sekunder yang mampu menjelaskan perubahan struktur mata pencaharian masyarakat di wilayah studi seperti jumlah penduduk series berdasarkan struktur mata pencaharian, jumlah penduduk bekerja, dan sebagainya, maka studi ini dibantu dengan survei primer (kuesioner rumah tangga). Identifikasi dilakukan secara series per lima tahun sejak tahun 1991 sampai dengan tahun 2006. Dalam bagian ini, selain menggunakan analisis statistik deskriptif juga dilakukan analisis sebaran data dengan menggunakan tabulasi silang (crosstab), untuk melihat lebih jauh mengenai struktur mata pencaharian rumah tangga masyarakat di sekitar pengembangan lahan skala besar BSD. V.2.1. Struktur Mata Pencaharian Rumah Tangga di Wilayah Studi Pada sub-bab ini dijelaskan mengenai perubahan jenis mata pencaharian utama rumah tangga responden dan juga mata pencaharian tambahannya. Selain melihat perubahannya secara keseluruhan, identifikasi ini juga melihat perubahan struktur mata pencaharian rumah tangga berdasarkan penduduk asli dan penduduk pendatang. V.2.1.1. Perubahan Struktur Mata Pencaharian Utama Rumah Tangga di Wilayah Studi (1991-2006) Berdasarkan hasil survei, pada tahun 2006 ada beragam mata pencaharian utama rumah tangga responden di sekitar pengembangan lahan skala besar BSD, yang terdiri dari buruh (34,8%), karyawan (23,9%), wiraswasta (14,4%), pedagang (12,4%), PNS (4,5%), menyewakan rumah (4,5%), guru (3,0%), TNI/Polri (1,0%), pensiunan (1,0%) dan petani (0,5%). Gambaran prosentase mata pencaharian utama rumah tangga responden tersebut, dapat dilihat pada Gambar V.10. Dari hasil survei tersebut dapat diketahui bahwa sampai dengan pengumpulan data dilakukan di tahun 2006, mata pencaharian utama rumah tangga responden sekitar pengembangan skala besar BSD lebih didominasi oleh sektor tersier. Hal ini salah satunya dapat dilihat dari dua prosentase terbesar dari mata pencaharian utama rumah tangga responden pada tahun 2006 tersebut, yaitu buruh dan karyawan yang lebih berorientasi pada sektor jasa. Selain itu berdasarkan hasil survei rumah tangga, terdapat suatu hal yang cukup menarik dalam kegiatan/sektor jasa di wilayah studi 90

ini, yakni adanya beberapa rumah tangga responden yang justru mata pencaharian atau penghasilan utamanya diperoleh dari menyewakan rumah. Sementara itu prosentase terbesar lainnya pada tahun 2006, dapat dijumpai pada mata pencaharian wiraswasta dan pedagang, yang merupakan mata pencaharian sektor sekunder. Adapun aktivitas pada sektor perdagangan dan jasa ini pernah dipaparkan oleh Briggs dan Mwamfupe (2000) melalui pengamatannya terhadap peri-urban di Afrika. Sementara Bryant dkk (1982) juga mengamati adanya kegiatan di sektor jasa pada perkembangan regional cities. 3.0% 0.5% 1.0% 4.5% 23.9% 34.8% 1.0% 14.4% 4.5% 12.4% Petani PNS Buruh Pedagang Menyewakan rumah Wiraswasta TNI/POLRI Karyawan Pensiunan Guru Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006 Gambar V.10. Struktur Mata Pencaharian Utama Rumah Tangga Responden di Wilayah Studi 2006 40.8% 0.5% 11.4% 5.0% 2.5% 21.9% 9.5% 2.5% 6.0% Petani PNS Buruh Pedagang Menyewakan rumah Wiraswasta TNI/POLRI Karyawan Pensiunan Guru Belum bekerja Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006 Gambar V.11. Struktur Mata Pencaharian Utama Rumah Tangga Responden di Wilayah Studi 1991 Jika dibandingkan dengan struktur mata pencaharian rumah tangga responden di tahun 1991, tampak bahwa responden yang bekerja sebagai petani lebih besar daripada di tahun 2006, meskipun jenis mata pencaharian ini sudah bukan merupakan sektor yang dominan. Sementara itu jenis mata pencaharian lainnya, khususnya di 91

sektor sekunder dan tersier, cenderung mengalami peningkatan (lihat Gambar V.10 dan V.11). Adapun untuk melihat perubahan jenis mata pencaharian utama rumah tangga responden di wilayah studi dalam 15 tahun terakhir (1991-2006) dapat dilihat melalui Tabel V.2 dan Gambar V.12. Berdasarkan gambar tersebut, dapat dilihat bahwa antara tahun 1991 sampai dengan tahun 2006 ada mata pencaharian yang menurun dan ada pula yang meningkat prosentasenya. Penurunan prosentase terjadi pada mata pencaharian petani. Penurunan di sini menunjukkan bahwa mata pencaharian tersebut sudah mulai ditinggalkan oleh sebagian rumah tangga di wilayah studi. Penurunan tersebut sesuai dengan apa yang digambarkan Brook dan Davila (2000), Bryant dkk (1982), maupun yang lainnya, bahwa pada wilayah peri-urban terdapat penurunan tenaga kerja di sektor petanian serta hilangnya fungsi lahan pertanian. Tabel V.2. Jenis Mata Pencaharian Utama Rumah Tangga Responden (1991-2006) Jenis Mata 1991 1996 2001 2006 Pencaharian Utama Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Petani 10 5.0 4 2.0 1 0.5 1 0.5 PNS 5 2.5 7 3.5 9 4.5 9 4.5 Buruh 44 21.9 60 29.9 69 34.3 70 34.8 Pedagang 19 9.5 22 10.9 26 12.9 25 12.4 Menyewakan rumah 5 2.5 6 3.0 6 3.0 9 4.5 Wiraswasta 12 6.0 23 11.4 28 13.9 29 14.4 TNI/POLRI 0 0.0 1 0.5 1 0.5 2 1.0 Karyawan 23 11.4 34 16.9 46 22.9 48 23.9 Pensiunan 0 0.0 0 0.0 0 0.0 2 1.0 Guru 1 0.5 4 2.0 6 3.0 6 3.0 Belum bekerja 82 40.8 40 19.9 9 4.5 0 0.0 Total 201 100.0 201 100.0 201 100.0 201 100.0 Sumber: Hasil survei,rumah tangga, 2006 Prosentase 40.0 35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0 1991 1996 2001 2006 PNS Buruh Pedagang Wiraswasta TNI/POLRI Karyawan Pensiunan Menyewakan rumah Guru Petani Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006 Gambar V.12. Perubahan Mata Pencaharian Utama Rumah Tangga Responden (1991-2006) 92

Semakin berkurangnya prosentase petani tampaknya tidak terlepas dari kegiatan pengembangan lahan yang dilakukan pada kawasan BSD. Seiring dengan pengembangan lahan tersebut, sebagian lahan yang dulunya digunakan untuk kegiatan pertanian, kini ada yang berubah menjadi area terbangun ataupun fungsi lain yang mendukung keberadaan BSD. Ada pula lahan yang dulunya untuk pertanian kini berubah kepemilikan dan belum difungsikan oleh pemiliknya. Di lain hal terdapat pula lahan yang berubah kepemilikan dan tetap digunakan untuk kegiatan pertanian, namun akibat perubahan kepemilikan tersebut, responden yang dulunya petani kini hanya bekerja sebagai petani penggarap atau buruh tani, dengan keuntungan yang diperoleh relatif lebih kecil, sehingga mata pencaharian ini semakin lama semakin ditinggalkan oleh rumah tangga responden. Di sisi lain, berdasarkan hasil wawancara, kegiatan pertanian tidak begitu membawa keuntungan yang besar lagi bagi para petani. Ditambah lagi dengan faktor pertanian di wilayah studi yang merupakan pertanian non teknis atau tadah hujan, yang sangat tergantung pada cuaca. Pada saat cuaca kurang mendukung, pendapatan petani pun jadi tidak menentu atau bahkan kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Sementara itu dari waktu ke waktu harga berbagai kebutuhan meningkat begitu cepat dibandingkan dengan hasil atau pendapatan yang diperoleh dari hasil bertani. Kondisi seperti ini menjadi himpitan ekonomi tersendiri bagi rumah tangga yang bersangkutan, sehingga banyak petani yang kemudian beralih ke mata pencaharian lain. Sehubungan dengan perubahan dalam mata pencaharian petani ini, ada sebagian yang memilih menjual lahannya dan hasil penjualan lahan tersebut kemudian digunakan sebagai modal untuk mata pencaharian lain, misalnya hasil penjualan lahan digunakan untuk membeli sepeda motor, dan kemudian petani tersebut berubah mata pencaharian menjadi tukang ojek untuk wilayah BSD maupun sekitarnya. Selain itu ada pula sebagian kecil dari responden tersebut yang masih memiliki lahan serta masih menggeluti kegiatan bertani, namun hanya menjadikan mata pencaharian ini sebagai mata pencaharian tambahan rumah tangga, serta hanya memanfaatkan lahan yang seadanya. Oleh karenanya hasil produksi dari kegiatan pertanian responden 93

tersebut dalam waktu terakhir tidak dalam jumlah yang banyak dan sebagian besar tidak untuk dijual, namun hanya untuk memenuhi keperluan rumah tangga itu sendiri sehari-harinya. Kondisi seperti yang terjadi di wilayah studi ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Blake dkk (1975, dalam Brook dan Davila, 2000), bahwa pertanian di wilayah peri-urban masih dianggap sebagai sumber penghidupan tetapi sudah tidak menjadi mata pencaharian utama. Sementara itu mata pencaharian lainnya memiliki kecenderungan meningkat dari tahun 1991 sampai dengan 2006. Mata pencaharian tersebut adalah buruh, karyawan, pedagang, wiraswasta, PNS, pensiunan, menyewakan rumah dan guru. Untuk mata pencaharian buruh dan karyawan, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, selain meningkat prosentasenya dari tahun ke tahun juga menjadi mata pencaharian yang digeluti oleh sebagian besar rumah tangga responden sejak tahun 1991 sampai dengan tahun 2006. Gambaran peningkatan mata pencaharian di sektor jasa ini merupakan salah satu hal yang menunjukkan bahwa masyarakat di wilayah studi telah terurbanisasi dan terindustrialisasi, seperti yang digambarkan Bryant dkk (1982) mengenai area fringe dan shadow. Kondisi ini tentunya tidak terlepas dari maraknya industri yang tumbuh di kawasan BSD maupun sekitarnya. Berdasarkan hasil survei, terdapat masyarakat yang bekerja sebagai buruh dan karyawan di Taman Tekno BSD seperti Festo, PT. Merck Indonesia, Paul Buana Indonesia, dan sebagainya, dan ada pula yang bekerja di perusahaan/industri yang berada di sekitar BSD seperti pada PT. Tifiko, Indah Kiat dan sebagainya. Perubahan yang terjadi dalam struktur mata pencaharian rumah tangga responden ini tampaknya juga terkait dengan semakin banyaknya peluang tenaga kerja di wilayah BSD dan sekitarnya seiring dengan dikembangkannya BSD. Adanya peluang mata pencaharian di wilayah peri-urban ini juga sejalan dengan apa yang disampaikan Tacoli (1999), Briggs dan Mwamfupe (2001), Brook (2000) serta Bryant dkk (1982), seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya (sub-bab V.1.5). Berdasarkan hasil survei, ada berbagai jenis pekerjaan yang masuk dalam kategori buruh. Di antaranya adalah buruh industri atau buruh pabrik, supir, buruh bangunan 94

atau tukang bangunan, tukang taman, tukang ojek, tukang pijat, pembantu rumah tangga, tukang cuci, dan lain sebagainya. Responden buruh tersebut sebagian besar bekerja di sekitar tempat tinggalnya, dan ada pula yang bekerja di kawasan BSD seperti menjadi tukang taman BSD, pembantu rumah tangga untuk keluarga yang tinggal di BSD, dan sebagainya. Sementara itu jika dilihat dari perubahannya, ada sebagian kecil responden yang dulunya bekerja sebagai buruh namun di tahun-tahun berikutnya lebih memilih jenis mata pencaharian lain yang dianggap lebih baik, misalnya ada yang kemudian bekerja menjadi karyawan, wiraswasta, pedagang dan ada pula yang menyewakan rumah. Namun hal ini hanya terjadi pada sebagian kecil (sekitar 27%) dari responden yang bermata pencaharian utama sebagai buruh. Berdasarkan hasil survei, responden yang mata pencaharian utamanya karyawan di antaranya adalah mereka yang bekerja sebagai karyawan pada perusahaan/kantor swasta, karyawan pertokoan ataupun pusat-pusat perbelanjaan, perawat pada rumah sakit swasta, dan sebagainya. Sementara itu, untuk jenis mata pencaharian wiraswasta berdasarkan hasil survei di antaranya adalah pengusaha furniture, kitchen set, kusen pintu dan jendela, pemilik wartel, warnet, bengkel, membuka usaha bimbingan belajar, fotocopy dan sebagainya. Masing-masing pekerjaan tersebut ada yang berlokasi di sekitar tempat tinggal, di BSD, di kelurahan lain dalam Kecamatan Serpong, dan bahkan ada pula yang berlokasi di luar Propinsi Banten. Adapun dalam perkembangannya, untuk mata pencaharian pedagang, dari tahun 2001 hingga 2006 mengalami sedikit penurunan prosentase. Hal ini salah satunya disebabkan oleh adanya rumah tangga responden yang berubah mata pencaharian utamanya, dulunya bermata pencaharian utama pedagang, namun seiring dengan keuntungan serta kesuksesan yang diperoleh maka kemudian mencoba merintis mata pencaharian lain, misalnya dengan berwiraswasta. Mata pencaharian pedagang di sini bermacam-macam, di antaranya adalah pedagang sembako, pedagang buah, pedagang onderdil sepeda motor, pedagang warung makanan, pedagang bunga/tanaman, dan sebagainya, baik yang berlokasi di Pasar Serpong, BSD maupun di sekitar tempat tinggalnya. 95

Sementara itu untuk mata pencaharian menyewakan rumah merupakan sesuatu yang menarik dalam pembahasan transformasi sosial ekonomi ini, mengingat terdapat cukup banyaknya responden yang memiliki rumah kontrakan ataupun tempat kos yang disediakan untuk para pendatang ataupun para pekerja di wilayah BSD dan sekitarnya, misalnya bagi para buruh industri/pabrik, karyawan swasta dan sebagainya. Untuk itu mata pencaharian ini dibahas secara tersendiri dan terpisah dari kegiatan wiraswasta, agar terlihat lebih jelas bagaimana perubahannya dari tahun ke tahun. Hasilnya, responden yang menggeluti mata pencaharian ini terus meningkat dari tahun ke tahun, bahkan ada beberapa di antaranya yang merubahnya mata pencaharian ini dari hanya sekedar sebagai tambahan atau sampingan menjadi mata pencaharian utama bagi rumah tangganya. Selanjutnya jenis mata pencaharian utama rumah tangga juga dapat dikelompokkan ke dalam tiga sektor, yaitu sektor primer, sekunder dan tersier. Sektor primer merupakan sektor mata pencaharian yang lebih berorientasi pada kegiatan penyediaan bahan baku, yang hasil produksinya perlu diolah lagi sebelum akhirnya digunakan. Sektor primer di antaranya adalah pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan sebagainya. Sedangkan sektor sekunder merupakan mata pencaharian yang kegiatannya lebih berorientasi pada upaya menghasilkan ataupun mengadakan suatu barang, seperti perdagangan, wirausaha, industri dan sebagainya. Sementara untuk sektor tersier, merupakan kegiatan mata pencaharian yang berorientasi pada pelayanan atau jasa, seperti perbankan, pemerintahan, sewa menyewa rumah, buruh, karyawan, dan sebagainya. Berdasarkan pengelompokan tersebut, di wilayah studi dari tahun 1991 sampai dengan tahun 2006 nampak adanya penurunan prosentase mata pencaharian utama rumah tangga responden di sektor primer, dan di sisi lain terjadi peningkatan prosentase mata pencaharian utama rumah tangga responden di sektor lain, terutama pada sektor tersier (lihat Gambar V.13). Hal ini menunjukkan bahwa mata pencaharian utama rumah tangga responden semakin lama semakin bergeser ke sektor tersier dan sekunder, serta dan mulai meninggalkan sektor primer. Perubahan 96

tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan Bryant dkk (1982) mengenai pergeseran struktur tenaga kerja di sektor primer. Prosentase 100.0% 90.0% 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% Sektor primer Sektor sekunder Sektor tersier Belum bekerja 1991 1996 2001 2006 Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006 Gambar V.13. Sektor Mata Pencaharian Utama Rumah Tangga Responden (1991-2006) Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa aparat kelurahan maupun tokoh masyarakat, pada tahun 1980-an mata pencaharian utama masyarakat masih didominasi oleh sektor primer (pertanian dan perkebunan). Namun pada awal tahun 1990-an kondisinya justru sudah berubah dan sangat berbeda, karena sektor sekunder dan tersier mendominasi mata pencaharian utama rumah tangga responden. Dalam hal ini nampak terjadi suatu perubahan sosial ekonomi yang cepat, khususnya berkaitan dengan mata pencaharian. Hal tersebut tidak terlepas dari maraknya pembangunan yang terjadi seiring dengan pengembangan lahan skala besar BSD. Perubahan seperti itu pernah dipaparkan oleh Webster (2002), bahwa perkembangan peri-urban biasanya melibatkan perubahan sosial yang cepat, ketika komunitas pertanian berubah menjadi suatu kota atau kehidupan industri dalam waktu yang singkat. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Iaquinta dan Drescher (2000) mengenai perubahan sosial yang dinamis pada wilayah yang disebut sebagai periurban. V.2.1.2. Perubahan Struktur Mata Pencaharian Utama Rumah Tangga di Wilayah Studi berdasarkan Penduduk Asli dan Penduduk Pendatang Sektor mata pencaharian utama rumah tangga dapat pula dikaitkan dengan status responden, yakni menurut perpindahan yang pernah dilakukan atau dengan kata lain 97

berdasarkan penduduk asli ataupun penduduk pendatang. Berdasarkan hasil survei, mata pencaharian utama rumah tangga responden yang statusnya penduduk asli (tidak pernah melakukan perpindahan) sebagian besar adalah buruh (mata pencaharian sektor tersier), dan hal ini terjadi sejak tahun 1991 sampai dengan 2006. Hal yang serupa juga terjadi pada responden pendatang, dalam kurun waktu yang sama mata pencaharian utama rumah tangganya sebagian besar adalah karyawan dan buruh yang juga termasuk dalam sektor tersier. Dalam hal ini nampak bahwa mata pencaharian utama rumah tangga responden, baik yang merupakan penduduk asli maupun penduduk pendatang, telah berorientasi ke sektor tersier sejak tahun 1991, terlebih lagi di tahun-tahun selanjutnya. Untuk melihat gambaran prosentase sektor mata pencaharian utama rumah tangga responden pendatang dan responden yang merupakan penduduk asli dapat dilihat melalui Gambar V.14. Sedangkan untuk sebaran datanya lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran D. Sementara itu, khusus untuk responden pendatang, perubahan prosentase mata pencaharian utama rumah tangganya pada saat sebelum pindah ke sekitar pengembangan lahan skala besar BSD maupun setelah pindah, dapat dilihat melalui Gambar V.15 dan Gambar V.16. 45.0 40.0 35.0 Prosentase 30.0 25.0 20.0 15.0 Sektor primer Sektor sekunder Sektor tersier Belum bekerja 10.0 5.0 0.0 1991 1996 2001 2006 1991 1996 2001 2006 Penduduk asli Penduduk pendatang Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006 Gambar V.14. Sebaran Sektor Mata Pencaharian Utama Rumah Tangga Responden (1991-2006) berdasarkan Penduduk Asli dan Penduduk Pendatang Berdasarkan gambaran yang diperoleh, dapat dilihat bahwa pada kondisi terakhir (tahun 2006), mata pencaharian utama rumah tangga responden pendatang sebagian 98