BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan hasil hingga pemasaran hasil hutan. Pengelolaan menuju

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Buku laporan State of the World's Forests yang diterbitkan oleh Food

BAB I PENDAHULUAN. hasil kayu merupakan kegiatan yang paling berat. Kegiatan pemanenan hasil

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditandai dengan semakin berkembangnya prindustrian dengan mendayagunakan

ANALISIS ASPEK KOMPETENSI PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DALAM KEGIATAN PEMANENAN KAYU DI KPH NGANJUK PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam UU RI Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja dituliskan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah-masalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh

MODEL PENDUGA KERUGIAN AKIBAT KECELAKAAN KERJA DALAM OPERASI PEMANENAN HASIL KAYU

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan dan keselamatan kerja masih merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. produk yang akan dihasilkan untuk memenuhi persaingan pasar. Dalam masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. nasional, selain dapat meningkatkan perekonomian nasional juga dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS KEBIJAKAN PENEBANGAN RATA TANAH UNTUK POHON JATI (Tectona grandis Linn f ) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur RIZQIYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan di sektor industri dewasa ini berlangsung dengan cepat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara menyatakan bahwa luas perkebunan karet Sumatera Utara pada tahun

TINGKAT PEMAHAMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA KEGIATAN PEMANENAN KAYU JATI DI KPH CIANJUR

BAB I PENDAHULUAN. setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan adanya globalisasi disegala bidang maka perindustrian di

BAB I PENDAHULUAN. contohnya mesin. Bantuan mesin dapat meningkatkan produktivitas,

Nasution, D. E. A., Mulyadi, A., Hamidy, Y 2015: 9 (1)

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak selamat (unsafe act), dan hanya

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu upaya

BAB I PENDAHULUAN. tindakan/perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. perusahaan, yang diiringi dengan meningkatnya penggunaan bahan-bahan berbahaya,

BAB 1 : PENDAHULUAN. perhatian dan kerja keras dari pemerintah maupun masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan berarti memberi. kesempatan kepada karyawan dalam memenuhi kelangsungan hidupnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. pertumbuhan industry dan perdagangan serta merupakan segmen usaha yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan

V. HASIL. Tanggal Waktu Kegiatan Hasil Kegiatan 19 Juni Pengukuran waktu kerja penebangan 30 kali ulangan untuk operator Muhadin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan yang berada di sebuah desa atau kota harus dilestarikan oleh

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat

BAB 1 : PENDAHULUAN. berskala besar, menengah ataupun kecil. Hal ini berpengaruh terhadap ketatnya

Tujuan K3. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada daya kerja. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. bergeloranya pembangunan, penggunaan teknologi lebih banyak diterapkan

1 Universitas Esa Unggul

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional Indonesia yang berdampak positif terhadap penyerapan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari K3 menurut Suma mur (1995), bahwa hygiene perusahaan. produktif. Suardi (2007) K3 mempunyai tujuan pokok dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan industri besar dan sedang di Jawa Tengah pada tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan kerja yang sangat tinggi sehingga mengakibatkan banyaknya korban

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan derajat kesehatan bagi

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang menjadi penentu pencapaian dan kinerja suatu perusahaan. Jika dalam proses

BAB 1 PENDAHULUAN. namun penerapan alat pelindung diri ini sangat dianjurkan (Tarwaka,2008).

BAB I PENDAHULUAN. keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. Keselamatan dan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pasal 23 UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, tujuan pemanfaatan

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif. Sebuah perusahaan dapat terus bertahan jika memiliki sumber daya manusia

IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN METODE HIRADC PADA PERUSAHAAN PENGOLAHAN KAYU

BAB I PENDAHULUAN. dampak positif bagi perkembangan dunia industri di Indonesia. Dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen)

KINERJA SAFETY GAME DALAM PENINGKATAN ASPEK PENGETAHUAN K3 PADA LEVEL SUPERVISOR LAPANGAN DI KPH KEDIRI LERFI MARISIANA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerjaan konstruksi merupakan kompleksitas kerja yang dapat

Soal K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

KINERJA SAFETY GAME UNTUK PENINGKATAN ASPEK PENGETAHUAN K3 SUPERVISOR LAPANGAN DALAM KEGIATAN PENEBANGAN DI KPH BOGOR IKA LESTARI HUTASUHUT


BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHSAS menyebutkan risiko

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terbukti dari pesatnya pembangunan berbagai pusat perbelanjaan, pendidikan, perumahan, dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dunia perindustrian di era globalisasi mengalami perkembangan yang semakin pesat. Hal

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan perlu melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Dunia industri erat kaitannya dengan proses produksi yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan traumatic injury. Secara keilmuan, keselamatan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam suatu perusahaan karyawan yang sehat jasmani dan rohani

PENINGKATAN PENGETAHUAN PEKERJA PADA ASPEK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) MELALUI INSTRUMEN SAFETY GAME DI KPH KEDIRI SERRLY MARIA INDRAWATI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI POTENSI KECELAKAAN KERJA PADA PEMANENAN HUTAN JATI DI CIANJUR DESTY SRI KURNIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan keahlian serta lingkungan. Tindakan tidak aman dari manusia (unsafe act)

BAB 1 PENDAHULUAN. selamat sehingga tidak terjadi kecelakaan. Untuk itu harus diketahui risiko-risiko

BAB I PENDAHULUAN. berpotensi mengalami kecelakaan kerja berupa kecelakaan lalu lintas (road. jalan serta cuaca turut berperan (Bustan, 2007).

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. (K3), karena dalam Standarisasi Internasional unsur Keselamatan dan

BAB I PENDAHULUAN. petani, sehingga Indonesia dikenal sebagai negara agraris.

RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PEKERJA KEHUTANAN BIDANG PEMANENAN KAYU DI KPH KENDAL PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECELAKAAN KERJA PADA KARYAWAN PT KUNANGGO JANTAN KOTA PADANG TAHUN 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan bagi para pekerja dan orang lain di sekitar tempat kerja untuk

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TAHUN 2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI

PENDAHULUAN. beberapa faktor yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Ketimpangan oleh

BAB I PENDAHULUAN. apabila negara dapat memberi peluang bagi seluruh masyarakat untuk

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN. pasar lokal, nasional, regional maupun internasional, dilakukan oleh setiap

MEMPELAJARI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI METAL STAMPING PART

DASAR HUKUM - 1. Peraturan Pelaksanaan. Pasal 5, 20 dan 27 ayat (2) UUD Pasal 86, 87 Paragraf 5 UU Ketenagakerjaan. UU No.

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan (Sastrohadiwiryo, 2003,hal.17). Menurut Sumakmur (1996,hal.23), disisi lain kegiatan industri dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerjaan di bidang kehutanan khususnya dalam kegiatan pemanenan kayu merupakan salah satu pekerjaan lapangan dengan resiko pekerjaan yang tinggi. Hal ini disebabkan karakteristik kerja bidang pemanenan kayu memiliki tingkat bahaya pekerjaan berupa adanya penggunaan gergaji rantai (chainsaw) sebagai alat operasi penebangan dan banyaknya sortimen log yang diproduksi yang dapat menyebabkan terjadinya resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang berpengaruh pada kondisi fisik pekerja dalam jangka panjang (timbulnya cacat/kelainan). Yovi (2007) menyebutkan bahwa pekerjaan di bidang kehutanan merupakan jenis pekerjaan berbahaya yang memiliki berbagai kendala seperti lingkungan kerja yang sulit, pekerjaan fisik yang berat (yang sering melebihi batas kapasitas kerja pekerja hutan), dan resiko kecelakaan kerja yang tinggi. Berbahayanya kerja hutan dapat terlihat dari tingginya persentasi kecelakaan pada kegiatan pemanenan yang mencapai 70% dari seluruh kecelakaan yang terjadi, 15% pada kegiatan pembinaan hutan, 5% pada pembuatan jalan, dan 10% karena sebab lainnya (Gani 1992). Berdasarkan data Depnaker (1999) dalam ILO (2002) menunjukkan bahwa angka kecelakaan kerja di sektor kehutanan (khususnya kegiatan penebangan kayu) menduduki peringkat keempat setelah sektor pertanian, peternakan, tekstil, dan garmen. Kecelakaan kerja yang terjadi tidak terlepas dari adanya kelalaian pekerja dalam melaksanakan tugasnya, namun faktor keselamatan dan kesehatan pekerja terkadang merupakan aspek yang masih sering terabaikan karena pihak perusahaan cenderung lebih mementingkan pencapaian target produksi dan terselesaikannya pekerjaan tepat waktu tanpa memperhatikan kondisi keselamatan dan kesehatan pekerja. Para pekerja kehutanan, khususnya di bidang pemanenan kayu berhak mendapatkan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja dalam melaksanakan tugasnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), setiap

2 perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih serta mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses yang berbahaya karena menyebabkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja diwajibkan menerapkan sistem manajemen K3. Kecelakaan kerja dapat menimbulkan berbagai kerugian, baik kerugian ekonomi, waktu kerja yang terbuang, kerusakan alat, kelainan atau cacat, bahkan kematian. Menurut Birds (1967) dalam Suardi (2005) menyatakan bahwa setiap satu kecelakaan berat disertai oleh sepuluh kejadian ringan, 30 kejadian yang menimbulkan kerusakan harta benda, dan 600 kejadian-kejadian hampir celaka. Bila dilihat dari segi ekonomi, biaya yang dikeluarkan perusahaan akibat kecelakaan kerja dengan membandingkan biaya langsung dan tak langsung adalah 1:5 50. Suma mur (1977) menjelaskan bahwa biaya langsung meliputi kompensasi dan biaya perawatan bagi orang yang terkena kecelakaan, sedangkan biaya tak langsung meliputi biaya kerusakan peralatan dan biaya atas menurunnya produksi akibat ketidakhadiran pekerja yang mengalami kecelakaan. Kerugian besar yang ditimbulkan akibat dampak kecelakaan kerja pada perusahaan menunjukkan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja menjadi hal yang perlu diperhatikan. Peran pemerintah dalam usaha meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja pada perusahaan tercantum dengan adanya peraturan perundangan mengenai K3, antara lain: Undang-Undang Keselamatan Kerja Nomor 1 Tahun 1970, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 1978 mengenai Keselamatan Kerja dalam Penebangan dan Pengangkutan, serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 8 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa pengusaha wajib menyediakan alat pelindung diri (APD) bagi pekerja/buruh di tempat kerja. Kurangnya pemahaman pekerja dan pihak perusahaan terhadap pentingnya K3 akan berdampak langsung pada rendahnya kompetensi penerapan K3 yang meliputi aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude)

3 akibatnya terjadi kesenjangan antara peraturan yang telah dibuat pemerintah dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Analisis kompetensi penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi pekerja kehutanan bidang pemanenan kayu di BKPH Parung Panjang KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, diharapkan dapat dapat membantu pelaksanaan penyusunan dan pengimplementasian kebijakan K3 yang dilakukan oleh pihak manajemen KPH Bogor melalui Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). 1.2 Perumusan Masalah Upaya penerapan dan pemahaman terhadap pentingnya K3 bagi pihak perusahaan dan pekerja di bidang pemanenan kayu, khususnya dalam kegiatan penebangan, penyaradan, dan pengangkutan perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan, penyakit akibat kerja, dan kecelakaan kerja. Terdapatnya unsur unsafe action dan unsafe condition pada kegiatan penebangan, penyaradan, dan pengangkutan menjadikan pentingnya tingkat kesadaran pihak perusahaan dan pekerja dalam mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja. Unsafe action merupakan berbagai macam tindakan yang tidak aman dan berbahaya bagi pekerja antara lain bekerja dengan tidak sesuai standar operasional prosedur yang dapat menimbulkan terjadinya resiko kecelakaan, sedangkan unsafe condition merupakan berbagai macam kondisi yang tidak aman dan berbahaya bagi pekerja, antara lain tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai dengan standar untuk mencegah terjadinya resiko kecelakaan kerja. Rawannya tingkat keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja di bidang penebangan, penyaradan, dan pengangkutan akibat terdapatnya unsur unsafe action dan unsafe condition menjadikan analisis untuk mengukur kompetensi penerapan K3 di suatu perusahaan pemanenan kayu perlu dilakukan, dengan mengidentifikasi persepsi pekerja yang mencakup tiga aspek kompetensi (knowledge, skill, attitude), sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja sesuai dengan standar yang ditetapkan.

4 Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan suatu permasalahan yang akan diteliti, yaitu: 1. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi pekerja terhadap kompetensi penerapan K3 sesuai penilaian berdasarkan standar (control based assessment)? 2. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antar aspek kompetensi pekerja sebagai dasar untuk menentukan strategi peningkatan aspek kompetensi yang berhubungan erat dengan penyusunan kebijakan K3? 3. Unsur unsafe action dan unsafe condition apa saja yang mempengaruhi keselamatan dan kesahatan pekerja di tempat kerja? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis tingkat aspek kompetensi (knowledge, skill, dan attitude) pekerja terhadap penerapan K3 di lokasi pemanenan kayu yang meliputi kegiatan penebangan, penyaradan, dan pengangkutan dengan membandingkan dan menguji tingkat perbedaan persepsi antara persepsi pekerja (self assessment) terhadap penilaian objektif yang dilakukan (control based assessment) dan menguji hubungan antar aspek kompetensi pekerja (knowledge, skill, attitude) untuk menentukan aspek kompetensi yang perlu ditingkatkan yang berhubungan erat dalam penyusunan kebijakan K3. 2. Menyempurnakan metode penelitian analisis kompetensi penerapan K3 yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten dengan lokasi KPH yang berbeda. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian berupa analisis kompetensi penerapan K3 pada pekerja kehutanan bidang pemanenan kayu dapat digunakan sebagai pedoman dalam menyusun dan mengimplementasikan kebijakan K3 di KPH Bogor agar pelaksanaan pengelolaan hutan dapat sesuai dengan standar yang berlaku. Berdasarkan salah satu prinsip pengelolaan hutan lestari menurut FSC (Forest Stewardship Council) pemenuhan hak-hak pekerja wajib dilaksanakan, salah

satunya berupa pengadaan alat pelindung diri (APD) untuk mencegah terjadinya 5 resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian 1. Pekerjaan di bidang kehutanan yang memiliki tingkat resiko kecelakaan tinggi (pemanenan kayu) meliputi kegiatan penebangan, penyaradan, dan pengangkutan. 2. Pekerja yang bergerak di bidang kegiatan pemanenan kayu (mandor lapangan, operator chainsaw, penyarad, dan supir truk). 3. Aspek kompetensi pekerja (knowledge, skill, attitude) terhadap penerapan K3 dalam kegiatan pemanenan kayu.