SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Sejarah Kantor Nederlands-Indische Spoorweg (NIS) di Semarang Faisal Prabowo pbw.faisal@gmail.com KK Informatika, Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung. Abstrak Kota Semarang, yang sekarang merupakan ibukota Jawa Tengah, merupakan salah satu kota besar pada masa penjajahan Belanda dulu. Letaknya yang berada di ujung utara Pulau Jawa menjadikan Semarang menjadi salah satu kota pelabuhan penting pada masa kolonial. Imbas dari hal tersebut adalah banyaknya bangunan peninggalan masa kolonial yang bisa dijumpai di Semarang. Selain wiayah kota lama yang berisikan banyak bangunan peninggalan kolonial, banyak bangunan lain di luar wilayah tersebut yang masih bisa terlihat ciri kolonialnya. Salah satu bangunan kolonial yang kini juga menjadi ikon Kota Semarang adalah kantor Nederlands-Indische Spoorweg (NIS) atau kini biasa disebut Lawang Sewu. Meski melalui beberapa kali renovasi dan pergantian fungsi peng gunaan, Lawang Sewu masih mempertahankan ciri arsiterkturnya seperti saat dibangun dulu. Melalui tulisan ini akan dijelaskan sejarah gedung Lawang Sewu yang dikenal masyarakat sebagai gedung dengan 1000 pintu. Kata-kunci : museum, Kantor NIS, Kereta Api Indonesia, Lawang Sewu, perkembangan, renovasi, Semarang Pendahuluan Gambar 1. Perbandingan kondisi bagian depan Lawang Sewu sekitar tahun 1915-1930 (kiri) dan kondisi masa kini (kanan). Tampak seperti tidak berubah sama sekali. (sumber: tropenmuseum.nl [2] dan kereta-api.co.id [1] ) Kota Semarang menjadi salah satu pusat kegiatan pada masa kolonial karena perannya sebagai salah satu pelabuhan besar di bagian utara Pulau Jawa. Akibatnya, banyak bangunan -bangunan peninggalan Belanda yang berada di kota tersebut. Bangunan-bangunan peninggalan masa kolonial masih banyak terlihat utamanya di kawasan kota lama Semarang. Selain wilayah kota lama, masih banyak juga bangunan-bangunan yang tersebar di wilayah lain seperti Lawang Sewu, Gedung Marabunta, Gereja St. Yusuf dan Puri Gedeh. Beberapa bangunan tersebut masih menunjukkan ciri Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 A 505
Sejarah Kantor Nederlands-Indische Spoorweg (NIS) di Semarang khas kolonialnya, namun ada juga yang mulai kehilangan sebagian maupun keseluruhan ciri khas kolonialnya. Lawang Sewu sendiri merupakan salah satu contoh bangunan yang masih terlihat jelas ciri kolonialnya. Meskipun sempat mengalami beberapa kali renovasi dan perubahan pemanfaatan bangunan, Lawang Sewu masih menyimpan ciri arsitektur kolonial yang dia miliki. Hal ini bisa dilihat jelas apabila kita melewati bundaran Tugu Muda, tepatnya di ujung Jalan Pemuda Semarang. Dari pinggir jalan terlihat jelas sebuah sebuah bangunan bergaya Eropa yang kini difungsikan sebagai museum tersebut. Melalui tulisan ini, penulis ingin mengulas cerita mengenai perkembangan Bangunan Lawang Sewu mulai dari pembangunnanya hingga kondisi sekarang. Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana dulu Lawang Sewu dibangun hingga bangunan tersebut bisa dalam kondisinya saat ini. Diharapkan, tulisan ini nantinya dapat membantu orang lain yang ingin mencari tahu lebih dalam lagi mengenai sebuah bangunan peninggalan kolonial bernama Lawang Sewu ini. Deskripsi Pada proses pembuatan tulisan ini, penulis menggunakan metode studi literatur. Sumber studi literatur yang penulis gunakan sendiri beragam, mulai dari website resmi terkait bangunan yang dibahas, paper/tulisan terkait bangunan tersebut hingga artikel berit a. Penulis juga mencari beberapa dokumentasi terkait bangunan yang dibahas yang bisa mendukung dan menjelaskan apa yang penulis kemukakan. Beberapa sumber dokumentasi adalah website pariwisata, website bangunan-bangunan peninggalan kolonial hingga beberapa dokumentasi pribadi milik orang lain. Bagian pembahasan pada tulisan ini secara umum terbagi menjadi 3 bagian yaitu penjelasan umum Lawang Sewu, masa pembangunan Lawang Sewu dan kondisi Lawang Sewu saat ini. Pembahasan Lawang Sewu merupakan sebuah bangunan yang terletak di ujung selatan Jalan Pemuda Semarang, tepat berada di bundaran Tugu Muda. Bangunan ini disebut Lawang Sewu, yang dalam Bahasa Jawa berarti Seribu Pintu, karena jumlah pintunya yang sangat banyak. Akan tetapai, menurut data yang ada, jumlah pintu di Lawang Sewu tidak benar-banar 1.000 buah, hanya 342 pintu saja. Lawang Sewu sendiri telah ada sejak awal abad ke-19 dan berfungsi sebagai kantor dari maskapai kereta api pada masa kolonial yaitu Nederlands-Indische Spoorweg (NIS). Saat ini sendiri, Lawang Sewu telah beralih fungsi menjadi museum sekaligus objek wisata. Gambar 2. Perbandingan kondisi bagian dalam Lawang Sewu sekitar tahun 1924-1932 (kiri) dan kondisi masa kini (kanan). (sumber : tropenmuseum.nl [2] dan seputarsemarang.com [3] ) A 506 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Faisal Prabow o Gambar 3. Gedung C Lawang Sewu pada masa kini. (sumber : foto milik akun Nugisuke diambil dari tripadvisor.com [4] ) Asal-usul Lawang Sewu sendiri bermula pada akhir abad ke-18, ketika itu pembangunan jalur kereta api di Indonesia, tepatnya Pulau Jawa, sedang meningkat pesat. Dimulai dari pembangunan jalur kereta api pertama Semarang-Solo-Jogja pada tahun 1873 hingga Jalur Gundih-Surabaya pada akhir 1890an. Hal ini tentunya mengakibatkan pertambahan aktivitas dan jumlah personil dari NIS. Akibatnya, kantor NIS yang berada di Stasiun Semarang NIS pun dirasa tidak memadahi. Selain itu lokasi kantor lama yang berada di daerah rawa-rawa juga dirasa kurang sehat sehingga menambah alasan untuk memindahkan kantor NIS ke wilayah yang baru. Akhirnya, dicarilah lokasi baru untuk kantor NIS dan didapatlah sebuah wilayah di ping gir kota Semarang kala itu tepatnya di pertemuan Jalan Bodjongweg (Jalan Pemuda) dan jelan menuju Kendal. Direksi NIS kemudian menunjuk Prof. Jakob F. Klinkhamer (Guru Besar Technische Hogeschool Delft) dan B.J. Ouendag (Arsitek di Amsterdam) untuk membuat rancangan kantor NIS yang baru (beberapa sumber menyebut Coman Citroen ikut terlibat sebagai arsitek). Kemudian mulailah dibangun komplek Lawang Sewu dengan pembangunan gedung C pada 27 Februari 1904 dan selesai pada Juli 1907. Barulah kemudian bangunan lainnya dibangun pada interval tahun 1916 hingga 1918. Oleh arsitektnya, Lawang Sewu dibangung sedemikian rupa agar cocok dengan kondisi Lingkungan Indonesia. Contohnya adalah pembangunan selasar pada bagian depan dan belakang bangunan untuk melindungi bangunan dari sengatan langsung sinar matahari. Selain itu dibangun juga selasar pada bagian dalam bangunan sebagai saluran udara untuk ruangan ruangan di sekitarnya. Klinkhamer dan Ouendag juga memberikan pertimbangan khusus terhadap curah hujan tropis yang dimiliki Indonesia. Atap bangunan dirancang sedemikian rupa agar kedap air. Ruangan di bawah Gambar 4. Salah satu ciri khas eropa pada gedung A Lawang Sewu yaitu Kaca Patri. Tampak 4 buah bagian kaca patri pada gambar (2 di tengah, 1 di kanan dan kiri). (sumber : kereta-api.co.id [1] ) Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 A 507
Sejarah Kantor Nederlands-Indische Spoorweg (NIS) di Semarang atap harus dijaga agar tetap kering dan sejuk karena ruangan ini nantinya akan digunakan NIS sebagai ruang penyimpanan arsip. Untuk itu dibuatlah atap ganda di atas ruang -ruang kantor. Walaupun dibuat dengan menyesuaikan kondisi khas Indonesia, arsitektur Lawang Sewu tetap membawa beberapa ciri khusus bangunan eropa. Salah satunya adalah adanya Kaca Patri pada bagian sudut bangunan utama yang berbentuk L. Ornamen Kaca Patri ini terbagi menjadi 4 bagian dengan masing-masing bagian memiliki cerita tersendiri. Ornamen pada Kaca Patri tersebut antara lain menggambarkan kondisi Semarang dan Batavia (di bawah kekuasaan Belanda saat itu) sebagai kota maritim. Beberapa bahan bangunannya pun khusus didatangkan dari Eropa seperti Batu Granit yang khusus didatangkan dari Bavaria Jerman. Dalam keberjalanannya, Lawang Sewu sendiri mengalami beberapa kali pergantian fungsi. Setelah NIS, Lawang Sewu sempat menjadi kantor dari DKARI (Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia), Kantor Kodam Diponegoro, Kantor Kanwil Kementrian Perhubungan hingga kini kembali dikelola PT. Kerta Api Indonesia dan menjadi museum. Pada saat dibawah Kanwil Kementrian Perhubungan, Lawang Sewu sempat ditelantarkan bertahun-tahun sehingga bangunannya berkesan angker. Kemudian setelah diambil alih kembali oleh PT KAI, dilakukanlah renovasi pada bangunan Law ang Sewu. Renovasi sendiri dilakaukan dalam 2 tahap dimulai tahun 2010 untuk gedung A dan C dan kemudian dilanjutkan tahun 2014 untuk gedung B, D dan E. Pada renovasi gedung A dan C, bahan yang digunakan didatangkan khusus dari luar negri, sedangkan sisanya menggunakan bahan dalam negri. Renovasi sendiri meliputi beberapa hal seperti penambalan, pengecatan dinding dan pintu, perbaikan plafon juga perbaikan lantai. Renovasi juga meliputi beberapa penambahan fasilitas seperti café dan ruang menyusui. Gambar 5. Proses renovasi pada gedung B Lawang Sewu. (sumber : detik.com [5] ) Gambar 6. Selasar lantai 2 bangunan A yang sering menjadi lokasi foto favorit wisatawan karena seperti memiliki 1000 pintu. (sumber : foto milik akun Aria A diambil dari tripadvisor.com [4] ) A 508 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Faisal Prabow o Kini, Lawang Sewu menjadi salah satu objek wisata ternama di Kota Semarang. Selain sebagai museum, Lawang Sewu juga bisa dimanfaatkan sebagai lokasi foto pre-wedding, tempat pameran, hingga lokasi pertemuan komunitas. Pengunjung yang ingin masuk ke tempat akan dikenakan biaya, 10.000 rupiah untuk orang dewasa dan 5.000 rupiah untuk anak-anak. Gambar 7. Peta alur kunjungan Lawang Sewu. Tampak juga susunan gedung-gedung yang ada di Lawang Sewu. (sumber : http://ekioula.blogspot.co.id/2013/08/lawang-sewu.html) Pelajaran Melalui kegiatan penelusuran cerita mengenai bangunan Lawang Sewu ini, didapatkan pengetahuan mengenai asal-usul salah satu peninggalan masa kolonial Belanda yaitu bangunan Lawang Sewu ini sendiri. Selain itu didapat juga pengetahuan mengenai kondisi Kota Semarang jaman dahulu. Pelajaran lain yang didapat adalah tambahan pengetahuan mengenai sejarah perkembangan perkereta-apian di Indonesia. Sebagai sebuah bangunan yang telah berdiri sekitar 100 tahun, tentu menjadi sebuah prestasi tersendiri bagaimana Lawang Sewu masih bisa bertahan seperti saat dibangun dulu tanpa mengurangi fungsi yang bisa diberikan. Tentu diperlukan usaha lebih bagi pihak pihak terk ait, utamanya PT Kereta Api Indonesia, untuk bisa menjadi kondisi bangunan Lawang Sewu ini. Menjadi tugas kita sebagai pemuda penerus bangsa di kemudian hari untuk dapat tetap melestasikan bangunan-bangunan bersejarah seperti Lawang Sewu ini agar bisa menjadi warisan bagi kehidupan yang akan datang. Kesimpulan Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 A 509
Sejarah Kantor Nederlands-Indische Spoorweg (NIS) di Semarang Masih banyak lagi cerita yang bisa digali mengenai Lawang Sewu maupun bangunan -bangunan masa kolonial lain yang ada di Kota Semarang. Masih banyak lagi cerita-cerita mengenai kondisi bangunan kolonial baik yang masih terawat dengan baik maupun sudah berganti menjadi bangunan lain. Metode penelitian yang hanya berdasarkan studi literatur tentu menjadi sebuah kekuarangan sendiri bagi tulisan ini. Akan lebih baik lagi jika penulis bisa datang langsung ke bangunan Lawang Sewu ini dan bertanya langsung dengan pihak-pihak terkait. Meskipun begitu, tulisan ini diharapkan tetap memberi manfaat bagi orang-orang yang membacanya. Melalui tulisan ini, penulis juga ingin mengajak untuk lebih ingin tahu lagi mengenai bangunan-bangunan bersejarah yang Indonesia miliki. Penulisn juga ingin agar tulisan ini dapat menjadi pemacu agar masyarakat terkini sadar akan manfaat bangunan bangunan bersejarah tersebut dan mau berpartisipasi untuk melestarikannya sebagai warisan bagi masyarakat di masa depan. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih penulis berikan kepada Bapak Bambang Setia Budi, ST., MT., Ph. D. selaku pengampu mata kuliah Arsitektur Kolonial di ITB. Atas bimbingan dan dorongan bapak akhirnya penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Terima kasih juga penulis ucapkan untuk teman-teman peserta kelas Arsitektur Kolonial atas bantuannya selama pencarian materi penyusun tulisan ini. Daftar Pustaka PT. Kereta Api Indonesia. (2014). Heritage : Gedung Lawang Sewu Semarang. http://heritage.keretaapi.co.id/?p=1233 Tropen Museum. (2015). Collectie. http://collectie.tropenmuseum.nl/ Seputar Semarang. (2010). Lawang Sewu Semarang. http://seputarsemarang.com/lawang-sewu-pemuda-1272/ TripAdvisor.com. (2016). Sejarah Lawang Sewu. https://www.tripadvisor.co.id/attraction_review-g297712- d379332-reviews-lawang_sewu_building-semarang_central_java_java.html Detik.com. (2014). Melihat Renovasi Lawang Sewu agar Imej Horornya Hilang Akhir Tahun ini. http://news.detik.com/jawatengah/2702954/melihat-renovasi-lawang-sewu-agar-imej-horornya-hilang-akhirtahun-ini A 510 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017