PERFORMA DAN MORFOMETRIK DOMBA EKOR GEMUK DENGAN PEMBERIAN PAKAN KONSENTRAT DAN LIMBAH TAUGE PADA TARAF PEMBERIAN YANG BERBEDA

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Domba

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara

MATERI DAN METODE. Materi

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

Pada kondisi padang penggembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9-1,3 kg seminggu per ekor. Padang penggembalaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 6. Kondisi Kandang Penelitian

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba Ekor Gemuk

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

MATERI DAN METODE. Materi

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut :

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

SIFAT FISIK DAGING DOMBA EKOR TIPIS JANTAN YANG DIBERI RANSUM DENGAN BERBAGAI LEVEL PENAMBAHAN KULIT SINGKONG SKRIPSI ADE IRMA SURYANI HARAHAP

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba UP3 Jonggol Domba Garut

MATERI DAN METODE. Materi

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

MATERI DAN METODE. Materi

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

PENAMPILAN DOMBA LOKAL YANG DIKANDANGKAN DENGAN PAKAN KOMBINASI TIGA MACAM RUMPUT (BRACHARIA HUMIDICOLA, BRACHARIA DECUMBENS DAN RUMPUT ALAM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

Transkripsi:

PERFORMA DAN MORFOMETRIK DOMBA EKOR GEMUK DENGAN PEMBERIAN PAKAN KONSENTRAT DAN LIMBAH TAUGE PADA TARAF PEMBERIAN YANG BERBEDA SKRIPSI DINY SEPTIANE WANDITO DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

RINGKASAN DINY SEPTIANE WANDITO. D14070094. 2011. Performa dan Morfometrik Domba Ekor Gemuk dengan Pemberian Pakan Konsentrat dan Limbah Tauge pada Taraf Pemberian yang Berbeda. Skripsi. Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, M.Si Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Didid Diapari, M.Si Performa dan morfometrik seekor ternak merupakan gambaran umum akan kondisi ternak yang mencerminkan pertumbuhan dan perkembangan ternak. Secara umum, pertumbuhan dan perkembangan seekor ternak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Secara genetik, domba ekor gemuk merupakan salah satu ternak domba lokal Indonesia yang memiliki sifat tumbuh yang baik dan mampu beradaptasi pada iklim tropis. Adapun faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak salah satunya adalah pakan, disamping keadaan iklim dan manajemen pemeliharaan. Domba merupakan ternak ruminansia dengan pakan utamanya berupa hijauan. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa dengan pemberian pakan konsentrat yang dicampurkan dengan hijauan atau pakan konsentrat secara penuh dapat menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan domba yang baik. Penggunaan konsentrat saja untuk pakan domba ternyata memiliki beberapa kekurangan diantaranya kandungan serat kasar yang rendah dan harganya yang relatif mahal. Oleh karena itu perlu digunakan pakan alternatif yang fungsinya dapat menggantikan hijauan yaitu pakan dengan kandungan serat kasar tinggi, namun kandungan proteinnya juga tinggi serta harganya yang relatif lebih murah. Limbah tauge (angkup tauge) berasal dari limbah kulit kacang hijau yang tidak dimanfaatkan sebagai pangan manusia. Limbah tauge memiliki kandungan nutrisi yang baik yaitu kandungan serat kasarnya yang tinggi dan protein kasar yang hampir sama dengan konsentrat, selain itu harganya juga sangat murah. Pemanfaatan limbah tauge sebagai pakan domba yang dicampurkan dengan konsentrat kemungkinan akan menghasilkan pertumbuhan yang sama baiknya jika dibandingkan dengan penggunaan konsentrat saja. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui performa dan morfometrik domba ekor gemuk ini dengan pemberian pakan konsentrat dan limbah tauge pada taraf pemberian yang berbeda telah dilaksanakan di peternakan CV. Mitra Tani Farm Desa Tegal Waru RT 04 RW 05 Ciampea-Bogor, pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2010. Materi yang digunakan adalah Domba Ekor Gemuk (DEG) jantan yang berumur dibawah satu tahun (I 0 ). Domba yang digunakan sebanyak 24 ekor dan berasal dari Jawa Timur. Kisaran bobot tubuh awal domba yaitu 9-14 kg dengan koefisien keragaman sebesar 11,24%. Domba dikelompokkan berdasarkan bobot badannya sehingga diperoleh kelompok Bobot Badan Kecil (BBK) dan kelompok Bobot Badan Besar (BBB). Ransum yang diberikan adalah campuran konsentrat dengan limbah tauge, konsentrat yang digunakan yaitu konsentrat komersial sedangkan limbah tauge diperoleh dari Pasar Bogor, pakan tersebut diberikan secara ad libitum. Domba diberikan empat taraf perlakuan pakan yaitu P1 = 100%

konsentrat + 0% limbah tauge, P2 = 75% konsentrat + 25% limbah tauge, P3 = 50% konsentrat + 50% limbah tauge, dan P4 = 25% konsentrat + 75% limbah tauge. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan empat taraf perlakuan pakan dan tiga kali ulangan untuk setiap kelompok domba. Adapun peubah yang diamati adalah pertambahan bobot badan harian (PBBH), konsumsi pakan segar, konsumsi bahan kering pakan, konsumsi protein kasar, konsumsi serat kasar, Total Digestible Nutrient (TDN), panjang badan, tinggi badan, lingkar dada, lebar dada, regresi dan korelasi ukuranukuran tubuh terhadap bobot badan, dan efisiensi pakan. Data dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) menggunakan software Minitab14, jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati maka dilakukan uji banding dengan menggunakan Uji Tukey untuk mengetahui perlakuan mana yang terbaik. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) dan ukuran morfometrik yang terdiri dari panjang badan, tinggi badan, lingkar dada, dan lebar dada tidak memiliki hasil yang berbeda nyata antara domba yang diberi perlakuan pakan limbah tauge dengan domba yang diberi perlakuan pakan konsentrat saja. Penambahan limbah tauge yang tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan harian domba ekor gemuk kemungkinan disebabkan oleh kandungan energi yang terdapat dalam limbah tauge masih rendah dibandingkan dengan konsentrat serta adanya kandungan anti nutrisi berupa anti tripsin dalam limbah tauge yang dapat menghambat proses penyerapan protein dalam tubuh ternak. Penambahan limbah tauge berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap konsumsi pakan segar dan konsumsi serat kasar yaitu antara perlakuan pakan P4 yang nyata lebih tinggi daripada perlakuan pakan P3, P2 dan P1. Taraf perlakuan juga berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi bahan kering pakan, TDN dan konsumsi protein kasar, antara perlakuan pakan P4 dan P3 yang nyata lebih tinggi daripada perlakuan pakan P2 dan P1. Analisis regresi dan korelasi menunjukkan bahwa lebar dada memiliki nilai korelasi yang paling tinggi yaitu sebesar 71% dibandingkan dengan ukuran-ukuran tubuh lainnya terhadap bobot badan domba, sehingga dapat dinyatakan bahwa lebar dada merupakan penciri kriteria terbaik untuk menduga bobot badan domba ekor gemuk. Adapun efisiensi pakan memiliki hasil yang berbeda nyata antara perlakuan pakan P1 dengan P4 sedangkan perlakuan pakan P2 dan P3 memiliki pengaruh yang sama dengan P1 dan P4. Penambahan limbah tauge ini nyata menghasilkan performa dan morfometrik domba ekor gemuk yang baik. Kata-Kata Kunci : performa, morfometrik, domba ekor gemuk (DEG), konsentrat, limbah tauge. ii

ABSTRACT The Performance and Morphometric of Fat Tailed Sheep Fed with Concentrate and Sprout Wastes at Different Levels Wandito, D. S., S. Rahayu., and D. Diapari Performance and morphometric are a description of conditions which reflect the growth and development of livestock. Generaly, these are influenced by genetic and environmental factors. Genetically, fat tailed sheep is one of a local sheep, which is fast in growth and can adapt in the tropical climate. Feed is one of the environmental factor, which can influence the growth. This research was conducted to determine the performance and morphology of fat tail sheep male (under one year old) that fed by concentrate and sprouts waste at different levels, they were P1 = 100% concentrate + 0% sprouts wastes, P2 = 75% concentrate + 25% sprouts wastes, P3 = 50% concentrate + 50% sprouts wastes and P4 = 25% concentrate + 75% sprouts wastes. The sheep were classified into two groups are small and large body weight. The Data were analyzed using randomized block design with four treatments and two blocks. The results of this research show that the treatments had significantly (P<0.05) influenced the sheep performance but they do not have significant result on the sheep morphometric. Keywords : performance, morphometric, fat tailed sheep, sprout waste.

PERFORMA DAN MORFOMETRIK DOMBA EKOR GEMUK DENGAN PEMBERIAN PAKAN KONSENTRAT DAN LIMBAH TAUGE PADA TARAF PEMBERIAN YANG BERBEDA DINY SEPTIANE WANDITO D14070094 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

PERFORMA DAN MORFOMETRIK DOMBA EKOR GEMUK DENGAN PEMBERIAN PAKAN KONSENTRAT DAN LIMBAH TAUGE PADA TARAF PEMBERIAN YANG BERBEDA Oleh DINY SEPTIANE WANDITO D14070094 Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 21 Maret 2011 Menyetujui, Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Ir. Sri Rahayu, M.Si NIP. 19570611 198703 2 001 Dr. Ir. Didid Diapari, M.Si NIP. 19620617 199002 1 001

Judul Nama NIM : Performa dan Morfometrik Domba Ekor Gemuk dengan Pemberian Pakan Konsentrat dan Limbah Tauge pada Taraf Pemberian yang Berbeda : Diny Septiane Wandito : D14070094 Menyetujui, Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Ir. Sri Rahayu, M.Si NIP. 19570611 198703 2 001 Dr. Ir. Didid Diapari, M.Si NIP. 19620617 199002 1 001 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc NIP.19591212 198603 1 004 Tanggal Ujian : 21 Maret 2011 Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Kembang Bandung pada tanggal 11 September 1989. Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Didit Wandito dan Ibu Ningrum. Nama yang diberikan oleh kedua orang tuanya kepada Penulis adalah Diny Septiane Wandito. Penulis melaksanakan pendidikan dasar di SD N 1 Cintabodas, kemudian melanjutkan sekolah ditingkat pertama yaitu SMP N 1 Culamega dan sekolah menengah atas di SMA N 3 Tasikmalaya. Penulis kemudian mengikuti program USMI yang diselenggarakan oleh IPB pada tahun ajaran 2007/2008, dan akhirnya pada bulan Februari 2007 Penulis resmi dinyatakan sebagai mahasiswi IPB dan mengikuti program Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama satu tahun. Setelah itu, Penulis juga resmi dinyatakan sebagai mahasiswi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP), Fakultas Peternakan. Selama menjadi mahasiswi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Penulis pernah menjadi Ketua Divisi Kewirausahaan di Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi Peternakan (Himaproter) 2008-2009, dan Penulis juga menjadi Sekretaris Umum Himaproter 2009-2010, selain itu Penulis mengikuti keanggotaan Gentra Kaheman, serta sebagai anggota pengurus Himalaya (Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya). Penulis juga mengikuti program magang di KPBS Pangalengan Bandung. Penulis sering mengikuti berbagai kegiatan kepanitiaan dalam berbagai bidang peternakan yaitu Pemira-D 2008, DFF 2008, Tralis-D, Dekan Cup 2008, Kepompong 2008, D Sate Festival ke-2, Rakernas Ismapeti XI, Dekan Cup 2009, Kontes Ayam pelung Nasional 2009, DFF 2009, Kontes Domba Tangkas Nasional 2010, Kontes Ayam Pelung Nasional 2010, dan D Sate Festival ke-3.

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan semesta alam Allah SWT atas karunia dan rahmat-nya sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Sholawat beserta salam semoga tercurah limpah kepada Nabi besar kita yakni Nabi Muhammad saw beserta para keluarganya, sahabatnya, dan umatnya yang selalu tetap istiqomah hingga akhir zaman. Domba ekor gemuk merupakan salah satu jenis domba lokal Indonesia yang banyak dipelihara oleh masyarakat. Domba ekor gemuk memiliki potensi yang baik dalam proses penggemukan karena sifatnya yang mudah tumbuh dan mampu beradaptasi baik dengan lingkungan. Pakan merupakan salah satu faktor yang kerap menjadi masalah, hal ini dikarenakan biaya pakan domba yang selalu melonjak tinggi dari total biaya produksi. Pemanfaatan limbah tauge yang digunakan sebagai pakan domba ini diharapakan dapat menjadi informasi dasar dalam usaha peternakan sehingga mampu mengurangi biaya pakan. Limbah tauge yang dihasilkan setiap harinya baik di pasar tradisional atau dari para pengrajin tauge dapat mencapai 1,5 ton/hari. Melihat kandungan gizi baik yang terdapat dalam limbah tauge maka pemanfaatan limbah tauge ini diharapkan dapat menghasilkan performa dan morfometrik domba ekor gemuk yang baik. Potensi limbah tauge yang tidak dimanfaatkan dengan baik kemungkinan dapat mencemari lingkungan. Hal ini yang menjadi landasan bagi penulis dalam melakukan penelitian ini, karena informasi terkait pemanfaatan limbah tauge yang dapat digunakan sebagai pakan ternak masih sangat kurang. Selain itu pemanfaatan limbah tauge tersebut dapat mengurangi biaya pakan dan mencegah pencemaran lingkungan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. penulis sangat mengharapkan kritik dan saran atas skripsi ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan informasi bagi pembaca. Bogor, 03 Maret 2011 Penulis.

DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Manfaat... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Domba... 4 Domba Ekor Gemuk... 4 Pakan... 5 Konsentrat... 6 Limbah Tauge... 6 Kebutuhan Nutrisi Domba... 9 Energi... 10 Protein... 11 Total Digestible Nutrient (TDN)... 11 Pertumbuhan Domba... 12 Pertambahan Bobot Badan... 13 Morfometrik Tubuh Domba... 14 Efisiensi Pakan... 14 MATERI DAN METODE... 15 Lokasi dan Waktu... 15 Materi... 15 Ternak... 15 Pakan dan Minum... 15 Kandang dan Peralatan... 17 Prosedur... 18 Persiapan Penelitian... 18 Pelaksanaan penelitian... 19 Rancangan Percobaan... 20 Perlakuan... 20 Model... 20 Peubah yang Diamati... 21 1. Konsumsi Pakan... 21 2. Konsumsi Zat Makanan... 21 xi i iii vi xi x xi xi xi

3. Total Digestible Nutrient (TDN)... 21 4. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)... 22 5. Panjang Badan... 22 6. Lingkar Dada... 22 7. Tinggi Badan... 23 8. Lebar Dada... 23 9. Efisiensi Pakan... 23 Analisis Data... 23 HASIL DAN PEMBAHASAN... 24 Keadaan Umum Penelitian... 24 Tempat Penelitian... 24 Kondisi Pakan... 26 Performa Domba Ekor Gemuk... 28 Pertambahan Bobot Badan Harian... 28 Konsumsi Pakan Segar... 31 Konsumsi Bahan Kering... 33 Konsumsi Protein Kasar... 35 Konsumsi Serat Kasar... 37 Total Digestible Nutrient (TDN)... 39 Ukuran Morfometrik Tubuh Domba Ekor Gemuk... 41 Panjang Badan Domba Ekor Gemuk... 41 Tinggi Badan Domba Ekor Gemuk... 42 Lingkar Dada Domba Ekor Gemuk... 44 Lebar Dada Domba Ekor Gemuk... 46 Hubungan Ukuran Morfometrik Tubuh dengan Bobot Badan Domba 47 Efisiensi Pakan... 50 KESIMPULAN... 52 Saran... 52 UCAPAN TERIMAKASIH... 53 DAFTAR PUSTAKA... 54 LAMPIRAN... 58 xii

Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Kandungan Zat Gizi Kecambah Kacang Hijau (Tauge) dalam 100 gram Bahan yang Dapat Dimakan... 8 2. Kandungan Nutrisi Konsentrat dan Limbah Tauge... 16 3. Curah Hujan Daerah Cibanteng dan Sekitarnya Tahun 2010... 24 4. Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) DEG... 28 5. Rataan Konsumsi Pakan Segar Domba Ekor Gemuk... 31 6. Rataan Konsumsi Bahan Kering Domba Ekor Gemuk...... 33 7. Rataan Konsumsi Protein Kasar Domba Ekor Gemuk... 35 8. Rataan Konsumsi Serat Kasar Domba Ekor Gemuk... 38 9. Rataan Konsumsi TDN Domba Ekor Gemuk... 39 10. Rataan Panjang Badan Domba Ekor Gemuk... 41 11. Rataan Tinggi Badan Domba Ekor Gemuk... 42 12. Rataan Lingkar Badan Domba Ekor Gemuk.... 44 13. Rataan Lebar Badan Domba Ekor Gemuk.... 46 14. Efisiensi pakan domba ekor gemuk selama penelitian..... 50

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Pakan Penelitian... 16 2. Peralatan Penelitian... 18 3. Pakan Perlakuan pada Penelitian... 27 4. Domba Hasil Penelitian... 66

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Hasil Analisis Ragam Konsumsi Pakan DEG... 59 2. Hasil Analisis Ragam Konsumsi Bahan Kering Pakan DEG... 59 3. Hasil Analisis Ragam Konsumsi Protein Kasar Pakan DEG... 60 4. Hasil Analisis Ragam Konsumsi Serat Kasar Pakan DEG... 60 5. Hasil Analisis Ragam Konsumsi TDN Pakan DEG... 61 6. Hasil Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Harian DEG... 61 7. Hasil Analisis Ragam Tinggi Badan DEG... 62 8. Hasil Analisis Ragam Panjang Badan DEG... 62 9. Hasil Analisis Ragam Lebar Dada DEG... 63 10. Hasil Analisis Ragam Lingkar Dada DEG... 63 11. Hasil Analisis Ragam Efisiensi Pakan DEG... 64 12. Hasil Analisis Regresi Panjang Badan dengan Bobot Badan Domba... 65 13. Hasil Analisis Regresi Tinggi badan dengan Bobot Badan Domba... 65 14. Hasil Analisis Regresi Lingkar Dada dengan Bobot Badan Domba... 65 15. Hasil Analisis Regresi Lebar Dada dengan Bobot Badan Domba... 65 16. Domba Hasil Penelitian... 66 17. Kandungan Bahan Pakan dalam Ransum... 67 18. Grafik Analisis Regresi Panjang Badan dengan Bobot Badan... 68 19. Grafik Analisis Regresi Tinggi Badan dengan Bobot Badan... 68 20. Grafik Analisis Regresi Lingkar Dada dengan Bobot Badan... 69 21. Grafik Analisis Regresi Lebar Dada dengan Bobot Badan... 69

PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan seekor ternak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Secara genetik, pemilihan bakalan yang baik untuk penggemukan domba sangat berpengaruh terhadap hasil akhir yang akan diperoleh. Pakan merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ternak selain iklim, manajemen pemeliharaan, dan penyakit. Noor (2003) menyatakan bahwa ternak yang secara genetik unggul tidak akan menampilkan keunggulan optimal apabila tidak didukung oleh kondisi lingkungan yang baik, sebaliknya ternak yang memiliki mutu genetik rendah, meski didukung oleh lingkungan yang baik maka tidak akan menunjukkan produksi yang tinggi. Oleh karena itu, peningkatan produktifitas domba dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan faktor genetik dan lingkungan tersebut dengan baik. Ketersediaan pakan harus diperhatikan baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Konsumsi pakan akan mencapai maksimal jika pakan memiliki kandungan nutrisi sesuai dengan yang dibutuhkan oleh mikroba rumen dan organ tubuh ternak (Bakrie et al., 1996). Konsumsi pakan dapat digunakan sebagai tolok ukur dominan dalam memperkirakan asupan nutrisi dan kandungan nutrisi yang diterima oleh ternak setiap harinya. Pemeliharaan domba di Indonesia pada umumnya masih tergolong sederhana. Peternak biasanya hanya memberikan rumput lapang atau hijauan lainnya. Pemberian rumput lapang saja belum dapat mencukupi kebutuhan domba secara maksimal. Peningkatan produktivitas domba yang maksimal dapat dilakukan dengan pemberian pakan yang kualitas nutrisinya baik serta ketersediannya yang cukup. Melihat kandungan hijauan seperti rumput saja yang biasa diberikan pada ternak domba belum dapat mencukupi kebutuhan nutrisi domba, maka harus ditambahkan bahan pakan penguat seperti konsentrat. Penggunaan pakan konsentrat dapat menghasilkan pertumbuhan bobot badan harian (PBBH) domba yang optimal jika dibandingkan dengan penggunaan hijauan saja (Hasanah, 2006), namun konsentrat juga memiliki beberapa kelemahan yaitu kandungan serat kasarnya yang lebih rendah dibandingkan dengan hijauan dan

harganya yang relatif lebih mahal. Salah satu bahan pakan yang dapat digunakan sebagai pakan alternatif yang dapat menggantikan hijauan adalah limbah tauge karena mengandung serat kasar yang tinggi dengan kandungan protein kasar dan TDN yang hampir sama dengan konsentrat serta dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan konsentrat bahkan rumput sekalipun. Masyarakat Indonesia rata-rata dapat mengkonsumsi tauge hampir disetiap daerah, sehingga potensi akan limbah tauge itu sendiri sangat besar. Hasil survei Rahayu et al (2010), dari sisi kuantitatif potensi limbah tauge yang terdapat di Kota Madya Bogor cukup besar yaitu sekitar 1,5 ton/hari. Dilihat dari sisi kualitatifnya, limbah tauge kemungkinan memiliki nilai nutrisi yang baik yaitu kandungan serat kasar yang tinggi karena berasal dari kacang hijau yang merupakan salah satu bahan pangan bergizi tinggi sehingga dapat menggantikan hijauan. Adapun kandungan protein dan TDN yang hampir sama dengan konsentrat diharapkan dapat menghasilkan pertumbuhan yang baik. Ditinjau dari sisi ekonomisnya, limbah tauge memiliki harga yang jauh lebih murah jika dibandingkan dengan konsentrat. Hal ini dikarenakan limbah tauge belum dimanfaatkan dengan baik dan dapat diperoleh dari pasar-pasar tradisional secara gratis. Oleh karena itu pemanfaatan limbah tauge yang dicampurkan dengan konsentrat diharapkan dapat menghasilkan performa dan morfologi domba yang baik. Pengukuran tubuh domba dapat menjadi suatu kriteria ukuran pertumbuhan dan perkembangan ternak. Derajat pertumbuhan seekor ternak setelah lahir dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, yaitu kecukupan dari pakan dan bebas dari penyakit. Pengukuran tubuh domba secara tradisional dapat digunakan untuk memperkirakan bobot badan atau ukuran tubuh ternak. Pengukuran dapat dilakukan seperti panjang badan, tinggi badan, lingkar dada dan lebar dada. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji performa dan morfometrik domba ekor gemuk jantan yang diberi perlakuan pakan konsentrat dan limbah tauge pada taraf pemberian yang berbeda. 2

Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi dasar bagi peternak atau petani dalam memanfaatkan limbah tauge sebagai pakan alternatif pengganti hijauan dengan kualitas nutrisi yang baik dan harga yang murah. Penggunaan limbah tauge diharapkan dapat meningkatkan performa dan morfologi domba ekor gemuk, sehingga memberikan keuntungan ekonomis pada peternak terutama dalam usaha penggemukan domba. 3

TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba merupakan ternak yang pertama kali didomestikasi, dimulai dari daerah Kaspia, Iran, India, Asia Barat, Asia Tenggara dan Eropa sampai ke Afrika. Ternak domba secara umum termasuk dalam phylum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mammalia (hewan yang menyusui), ordo Artiodactyla (hewan berteracak atau berkuku genap), family Bovidae (hewan memamah biak), genus Ovis, spesies Ovis aries (Blakely dan Blade, 1992). Ternak domba dari Asia tersebar ke sebelah barat yaitu Mediterania, termasuk Eropa dan Afrika serta ke sebelah timur daerah subkontinen India dan Asia Tenggara (Devendra dan Mc Leroy,1982). Berdasarkan data statistik Direktorat Jenderal Peternakan (2011) populasi ternak domba di Indonesia mencapai 9.514.184 ekor pada tahun 2007 dari keseluruhan populasi ternak sebanyak 1.363.847.312 ekor. Populasi ternak domba tersebut meningkat pada tahun 2008 menjadi 9.605.339 ekor dari total populasi ternak pada tahun tersebut sebanyak 1.348.828.995 ekor. Terdapat peningkatan populasi ternak domba meskipun populasi ternak secara keseluruhan mengalami penurunan. Populasi ternak domba tertinggi berada di daerah Jawa Barat yaitu 4.605.417 ekor pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 5.311.836 ekor pada tahun 2008. Adapun produksi daging domba di Jawa Barat sebesar 34.605 ton/tahun dan merupakan produksi tertinggi di seluruh Indonesia. Domba Ekor Gemuk Domba Ekor Gemuk banyak dipelihara di wilayah Indonesia seperti Jawa Timur, Sulawesi, dan kepulauan Nusa Tenggara. Domba ini memiliki keistimewaan yaitu tahan terhadap iklim panas dan kering. Domba Ekor Gemuk di daerah Sulawesi lebih dikenal dengan domba Donggala. Asal-usul Domba Ekor Gemuk belum diketahui, apakah domba tersebut merupakan keturunan Domba Ekor Gemuk dari Persia (Hardjosubroto, 1994). Bentuk tubuhnya lebih besar dibandingkan dengan Domba Ekor Tipis, sehingga dikategorikan sebagai domba tipe pedaging dengan kualitas daging yang baik dan wol yang dapat dimasukan kedalam kategori untuk pembuatan karpet. Domba Ekor Gemuk di Indonesia diduga berasal dari Asia

Barat dan Afrika Timur melalui jalur perdagangan dan terjadinya persilangan dengan domba lokal (Devendra dan Mc Leroy, 1982). Karakteristik Domba Ekor Gemuk yaitu badan lebih besar dibandingkan dengan domba yang lain, warna bulu putih dan rapi tetapi kasar, kepalanya yang ringan dengan bentuk muka melengkung, bentuk telinga kecil dan arahnya mendatar serta menyamping. Pejantan dari domba jenis ini biasanya tidak bertanduk atau bertanduk tetapi kecil, sedangkan betinanya tidak bertanduk. Bagian dada serasi dan kuat, bila berjalan agak lamban karena keempat kakinya menanggung berat dari bobot badan dan ekornya yang gemuk (Epstein, 1971). Menurut Devendra dan Mc Leroy (1982), panjang ekor normal domba ekor gemuk adalah 15-18 cm, bentuknya S atau sigmoid, kecuali pada ujungnya yang berlemak kebanyakan menggantung bebas. Ciri dari ekornya yang gemuk tersebut digunakan sebagai tempat untuk mendeposit lemak, sehingga pada saat kekurangan pakan akibat kekeringan maka lemak yang disimpan tersebut akan digunakan untuk proses metabolisme tubuhnya. Sutama (1993) menambahkan bahwa bobot badan dewasa Domba Ekor Gemuk mencapai 27,2±4,7 kg untuk betina dan untuk jantannya adalah 30,5±6,9 kg. Sifat lainnya dari domba ekor gemuk yaitu sangat prolifik dengan kemampuan beranaknya yang bervariasi antara 1-3 ekor dengan rataan 1,6 ekor yang tergantung pada induknya. Pakan Pakan ternak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis secara garis besarnya yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan pakan adalah bahan makanan yang berupa rumput lapang, beberapa dari jenis limbah hasil pertanian, rumput jenis unggul yang telah diperkenalkan dan beberapa jenis leguminosa atau kacang-kacangan. Hijauan ditandai dengan kandungan serat kasarnya yang relatif tinggi pada bahan keringnya, sedangkan konsentrat mengandung serat kasar yang lebih sedikit dibandingkan hijauan serta mengandung karbohidrat, protein dan lemak yang relatif lebih tinggi jumlahnya tetapi bervariasi dengan kandungan air yang relatif sedikit (Williamson dan Payne, 1993). 5

Konsentrat Menurut Crampton dan Harris (1969), konsentrat merupakan makanan yang mengandung serat kasar rendah tetapi kandungan zat-zat makanan yang dapat dicerna tinggi sebagai sumber utama zat makanan adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Penggunaan konsentrat yang lebih tinggi akan mempercepat pertambahan bobot badan. Penentuan jumlah konsentrat yang tepat merupakan salah satu cara untuk optimasi kapasitas pencernaan untuk mendapatkan efisiensi pemanfaatan pakan yang lebih baik. Menurut Munier et al (2004), pemberian pakan tambahan berupa konsentrat pada domba ekor gemuk selama pengkajian memperlihatkan produktivitas yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa pemberian pakan tambahan. Pertambahan bobot badan harian dan bobot badan akhir lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemberian pakan tambahan. Pada perlakuan dengan pemberian pakan tambahan mengalami peningkatan bobot badan sebesar 27,3 gram dan pada perlakuan tanpa pemberian pakan tambahan mengalami penurunan bobot badan sebesar 12 gram. Menurut Martawidjaja (1986), rata-rata konsumsi pakan domba yang diberikan konsentrat adalah 580 gram/ekor/hari dibandingkan dengan yang tidak diberi konsentrat yaitu 371 gram/ekor/hari. Martawidjaja (1986) juga menambahkan bahwa pemberian konsentrat pada domba sangat berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan domba tanpa penambahan konsentrat ratarata 18 gram/ekor/hari, sedangkan dengan penambahan konsentrat adalah 71 gram/ekor/hari. Menurut Parakkasi (1999), pemberian pakan konsentrat yang terlampau banyak akan meningkatkan konsentrasi energi ransum dan dapat menurunkan tingkat konsumsi. Limbah Tauge Limbah pertanian merupakan sisa dari hasil suatu pengolahan atau kegiatan pertanian, peternakan ataupun kegiatan lainnya yang diperoleh setelah hasil utama dari kegiatan tersebut selesai. Limbah terkadang tidak bernilai ekonomi jika tidak dimanfaatkan dengan baik. Limbah dihasilkan dari alam melalui proses pertanian, peternakan, dan perikanan setelah dimanfaatkan hasil utamanya maka harus terpaksa dibuang dalam bentuk limbah (Winarno, 1981). 6

Limbah tauge adalah sisa dari produksi tauge yang terdiri dari kulit kacang hijau atau angkup tauge dan pecahan-pecahan tauge yang diperoleh pada saat pengayakan atau ketika pemisahan untuk mendapatkan tauge yang dapat dikonsumsi. Limbah tauge biasanya dibuang begitu saja di pasar atau oleh para pengrajin tauge, sehingga berpeluang untuk mencemari lingkungan. Potensi limbah tauge dalam sehari sangat banyak dilihat dari produksi tauge yang tidak mengenal musim terutama untuk pengrajin tauge di daerah Bogor. Sebagai contoh, total produksi tauge di daerah bogor sekitar 6,5 ton/hari dan berpeluang untuk menghasilkan limbah tauge sebesar 1,5 ton/hari (Rahayu et al., 2010). Limbah tauge dihasilkan dari kacang hijau yang mengalami perubahan secara fisik dan kimia menjadi tauge, kemudian dilakukan pengayakan tauge di pasar sebelum dijual ke konsumen. Kacang hijau mempunyai kandungan protein yang tinggi dan susunan asam amino yang mirip dengan susunan asam amino kedelai. Salah satu kekurangan kacang hijau adalah adanya kandungan antinutrisi yang relatif tinggi. Salah satu cara untuk mengurangi kandungan antinutrisinya adalah dengan memberikan perlakuan pada kacang tersebut seperti perendaman, perkecambahan, dan pemanasan (Belinda, 2009). Kacang hijau mempunyai nilai daya cerna protein yang cukup tinggi yaitu sebesar 81%, namun daya cerna protein ini dipengaruhi oleh adanya inhibitor tripsin. Aktivitas enzim tripsin dapat pula dipengaruhi oleh adanya tannin atau polifenol. Salah satu upaya untuk menginaktifkan zat-zat antigizi tersebut adalah dengan membuat kacang-kacangan tersebut berkecambah menjadi tauge (Bressani et al., 1982). Selama proses perkecambahan, beberapa kandungan pati diubah menjadi bagian yang lebih kecil dalam bentuk gula maltosa. Karbohidrat sebagai bahan persediaan makanan dirombak oleh enzim alfa amilase dan beta amilase yang bekerja saling mengisi. Alfa amilase memecah pati menjadi dekstrin, sedangkan beta amilase memecah dekstrin menjadi maltosa. Molekul protein dipecah menjadi asam amino sehingga pada kecambah terjadi kenaikan konsentrasi asam amino yaitu lisin 24%, threonin 19%, alanin 29% dan fenilalanin 7%. Lemak dihidrolisa menjadi asam-asam lemak yang mudah dicerna. Beberapa mineral seperti Ca (kalsium) dan Fe (besi) yang biasa terikat erat dapat dilepaskan sehingga menjadi bentuk yang lebih 7

bebas. Dalam setiap 100 gram tauge mengandung energi 50 kkal, kalsium 32 mg, potasium 235 mg, besi 897 mg, fosfor 75 mg, seng 960 mg, asam folat 160 mg, vitamin C 20 mg dan vitamin B2 163 mg. Tauge mengandung nilai gizi tinggi, murah, dan mudah didapat. Adapun kandungan zat gizi tauge dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Kecambah Kacang Hijau (Tauge) dalam 100 gram Bahan yang Dapat Dimakan Komponen Kacang hijau Energi (kal) 23 Air 92,4 Lemak 0,2 Protein 2,9 Karbohidrat 4,1 Sumber : Hardinsyah dan Briawan 1994 Dalam bentuk tauge, kandungan vitaminnya lebih banyak daripada bentuk bijinya yaitu kacang hijau. Kadar vitamin B-nya meningkat 2,5-3 kali lipat, sedangkan vitamin C meningkat menjadi 20 mg/ 100 gram. Berdasarkan berat kering, kandungan protein tauge juga meningkat 119% dari kandungan awalnya. Hal ini terutama dikarenakan terjadinya sintesa protein selama proses germinasi kecambah (Winarno, 1981). Dalam bentuk limbah tauge dapat diketahui pula bahwa kandungan airnya adalah 63,35%, abu 7,35%, lemak 1,17%, protein 13,62%, serat kasar 49,44%, dan kandungan TDN adalah 64,65 (Rahayu et al., 2010). Limbah tauge sering kali dianggap tidak berguna dan dapat mencemari lingkungan, namun melihat kandungan gizi yang terdapat dalam limbah tauge, maka limbah tauge tersebut kemungkinan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu pakan ternak diantaranya sebagai pakan ternak domba. Selain memberikan nilai ekonomis dan mengurangi pencemaran lingkungan, pemanfaatan dan pendaurulangan limbah pertanian menjadi komoditas baru dapat memberikan keuntungan lain seperti penyerapan tenaga kerja dan dihasilkannya produk baru yang berguna sehingga meningkatkan pendapatan dan keuntungan petani atau produsen. 8

Konsumsi Pakan Konsumsi merupakan faktor essensial sebagai dasar untuk hidup pokok dan untuk produksi. Konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang kandungan zat makanan didalamnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan keperluan produksi ternak tersebut (Tillman et al., 1991). Tingkat konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh ternak bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad libitum. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi pakan adalah jenis kelamin, bobot badan, keaktifan tahap pertumbuhan, kondisi fisiologis ternak dan kondisi lingkungan. Konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh palatabilitas yang tergantung pada beberapa hal antara lain penampilan dan bentuk pakan, bau, rasa dan tekstur pakan (Church dan Pond, 1988). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi pakan ternak adalah jenis ternak, pakan dan lingkungan seperti suhu dan kelembaban. Suhu udara yang tinggi dapat menyebabkan konsumsi pakan menurun, karena konsumsi air yang tinggi berakibat pada penurunan konsumsi energi (Siregar, 1984). Konsumsi pakan secara umum akan meningkat seiring dengan meningkatnya berat badan, karena pada umumnya kapasitas saluran pencernaan meningkat dengan semakin meningkatnya berat badan. Kebutuhan Nutrisi Domba Zat makanan yang meliputi jumlah dan kualitasnya merupakan faktor yang dapat menentukan produktivitas ternak. Pakan merupakan faktor penting dalam penentuan kondisi maksimum yang dapat dicapai oleh seekor ternak, serta dalam pencapaian hasil yang sesuai dengan kemampuan genetik ternak (Maynard dan Loosly, 1979). Menurut Siregar (1984), pakan merupakan salah satu faktor terpenting dalam usaha pemeliharaan ternak yang menentukan keberhasilan dan kegagalan dari usaha tersebut. Peternak di lapangan pada kenyataannya masih memberikan ransum dengan kualitas, kuantitas, dan teknik pemberian pakan yang tidak sesuai dengan persyaratan, akibatnya pertumbuhan atau produktivitas ternak yang dipelihara tidak tercapai sebagaimana mestinya. 9

Kebutuhan nutrisi setiap ternak bervariasi antara spesies ternak dan umur fisiologis ternak yang berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi ternak tersebut antara lain jenis kelamin, tingkat produksi, kondisi lingkungan, dan aktifitas fisik ternak (Haryanto, 1992). Kebutuhan nutrisi ternak dapat dikelompokkan menjadi komponen utama yaitu energi, protein, mineral dan vitamin. Zat-zat makanan tersebut berasal dari pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Energi Energi adalah suatu komponen penting yang terdapat dalam pakan, berfungsi untuk pertumbuhan ternak (Anggorodi,1990). Energi pakan dapat didefinisikan sebagai kalori yang terkandung dalam pakan. Kalori ini dapat berasal dari senyawasenyawa organik seperti karbohidrat, protein dan lemak (Haryanto, 1992). Energi tersebut digunakan untuk hidup pokok, pertumbuhan, gerak otot dan sintesa jaringan baru. Domba membutuhkan energi untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan produksi. Kebutuhan hidup pokok adalah kebutuhan zat-zat nutrisi untuk memenuhi proses hidup saja, seperti menjaga fungsi tubuh tanpa adanya kegiatan dan produksi. Kebutuhan produksi adalah kebutuhan zat nutrisi untuk pertumbuhan, kebuntingan, produksi susu dan kerja (Tillman et al., 1991). Kemampuan domba dalam memanfaatkan energi yang terkandung didalam pakan mampu mempengaruhi pertumbuhan dari ternak tersebut. Konsumsi energi yang rendah akan menyebabkan pertumbuhan lambat atau terhenti, bobot badan berkurang, fertillitasnya rendah, reproduksi gagal, produksi susu berkurang, masa laktasi pendek, kualitas wol rendah, daya tahan tubuh terhadap penyakit kurang dan angka kematian tinggi (Pond et al., 1995). Rendahnya konsumsi energi tersebut dapat disebabkan oleh kurangnya kandungan energi dalam pakan dan konsumsi pakan yang rendah. Kekurangan energi pada domba merupakan masalah defisiensi nutrisi yang umum terjadi, dapat disebabkan oleh kekurangan pakan atau konsumsi pakan yang berkualitas rendah. 10

Protein Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 1981). Protein berfungsi sebagai zat pembangun karena sebagai bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang terdapat didalam tubuh, protein juga berfungsi sebagai bahan bakar jika karbohidrat dan lemak belum memenuhi kebutuhan energi dalam tubuh. Protein merupakan senyawa kimia yang tersusun atas asam-asam amino. Dikenal terdapat sekitar 20 asam amino, dan 10 diantaranya yang esensial artinya diperlukan oleh ternak untuk mensintesa asam amino sendiri dalam tubuhnya (Haryanto, 1992). Protein adalah unsur penting yang harus terkandung dalam pakan dan dibutuhkan oleh tubuh hewan secara terus menerus untuk memperbaiki sel dalam proses sintesis (National Research Council, 1985). Protein yang dibutuhkan oleh ternak biasanya dalam bentuk protein kasar dan protein yang dapat dicerna (Gatenby, 1991). Menurut Pond et al (1995), ternak ruminansia memiliki populasi mikroba di dalam rumen untuk menghasilkan banyak asam amino dan vitamin yang dibutuhkan untuk keperluan produksi. Oleh karena itu, kualitas dari protein lebih diutamakan dibandingkan kuantitasnya dalam pakan. Kebutuhan protein domba dipengaruhi oleh masa pertumbuhan, umur fisiologi, ukuran dewasa, kebuntingan, laktasi, kondisi tubuh dan rasio energi protein. Pertumbuhan seekor ternak membutuhkan protein yang tinggi dalam ransumnya, yang akan digunakan untuk proses pembentukan jaringan tubuh. Ternak muda memerlukan energi yang lebih tinggi dibandingkan ternak dewasa untuk pertumbuhannya (National Research Council, 1985). Total Digestible Nutrient (TDN) Total Digestible Nutrient merupakan suatu nilai yang menunjukkan jumlah dari bahan makanan yang dapat dicerna oleh hewan dan tidak diekskresikan dalam feses. Zat-zat makanan organik yang dapat dicerna adalah protein, lemak, serat kasar dan BETN. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya cerna perlu diketahui guna mempertinggi efisiensi pakan. Faktor-faktor tersebut adalah suhu lingkungan, laju perjalanan melalui alat pencernaan, bentuk fisik bahan makanan, komposisi ransum 11

dan pengaruh terhadap perbandingan dari zat makanan lain (Anggorodi, 1990). Berdasarkan National Research Council (1985), kadar total digestible nutrient bahan pakan pada umumnya berbanding terbalik dengan serat kasarnya. Semakin tinggi nilai total digestible nutrient suatu pakan maka pakan tersebut semakin baik, karena semakin banyaknya zat-zat makanan yang dapat digunakan. Pertumbuhan Domba Pertumbuhan murni mencakup perubahan-perubahan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak, dan semua jaringan tubuh lainnya kecuali jaringan lemak dan alat-alat tubuh. Pertumbuhan murni dilihat dari sudut kimiawinya merupakan pertambahan protein dan zat-zat mineral yang ditimbun dalam tubuh. Pertambahan berat akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukan merupakan pertumbuhan murni (Anggorodi, 1990). Setiap komponen tubuh memiliki kecepatan pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda yang dipengaruhi oleh lingkungan dan akan menghasilkan penampilan ternak seperti pertambahan bobot badan harian yang dihasilkan dari proses pertumbuhan dan perkembangan yang berkesinambungan dalam seluruh hidup ternak tersebut (Herman, 2003). Pertumbuhan umumnya diukur dengan berat dan tinggi. Domba muda mencapai 75% bobot dewasa pada umur satu tahun dan 25% lagi setelah enam bulan kemudian yaitu pada umur 18 bulan dengan pakan yang sesuai dengan kebutuhannya. Tingkat pertumbuhan domba berkisar antara 20-200 gram per hari. Faktorfaktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan domba antara lain tingkat pakan, genetik, jenis kelamin, kesehatan, dan manajemen (Gatenby, 1991). Pertumbuhan kambing dan domba adalah suatu hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain genetik dan lingkungan. Faktor genetik lebih membatasi kemungkinan pertumbuhan dan besarnya tubuh yang dicapai. Faktor lingkungan seperti iklim, pakan, pencegahan atau pemberantasan penyakit serta tata laksana akan menentukan tingkat pertumbuhan dalam pencapaian dewasa (Devendra dan Burn, 1983). 12

Domba jantan muda memiliki potensi untuk tumbuh lebih cepat daripada domba betina muda, pertambahan bobot badan lebih cepat, konsumsi pakan lebih banyak dan penggunaan pakan lebih efisien untuk pertumbuhan badan (Anggorodi, 1990). Menurut Soeparno (1992), hal ini dikarenakan adanya hormon testosteron. Sekresi testosteron yang tinggi akan menyebabkan sekresi androgen tinggi sehingga mengakibatkan pertumbuhan yang cepat, terutama setelah munculnya sifat-sifat kelamin sekunder pada ternak jantan. Pertambahan Bobot Badan Peubah yang dapat digunakan untuk menilai pertumbuhan dan kualitas bahan makanan ternak yaitu pertambahan bobot badan (PBB). Pertambahan bobot badan dapat diperoleh dari zat-zat makanan yang dikonsumsi oleh ternak serta kemampuan ternak dalam mengubah zat-zat makanan tersebut menjadi daging. Nilai suatu pakan dari seekor ternak dapat diketahui dari pertambahan bobot badan (Church dan Pond, 1988). Makanan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan (Tillman et al., 1991). Menurut Church dan Pond (1988), proses penggilingan bahan makanan biasanya memberikan peningkatan performa ternak yang relatif besar untuk hijauan yang berkualitas rendah, karena partikel serat yang menjadi kecil. Kualitas pakan yang dikonsumsi ternak semakin baik maka akan diikuti oleh pertambahan bobot badan yang semakin tinggi. Pertambahan berat badan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu total protein yang diperoleh setiap harinya, jenis kelamin, umur, keadaan genetis, lingkungan, kondisi setiap individu dan manajemen tata laksana. Bobot tubuh berfungsi sebagai salah satu kriteria ukuran yang penting dalam menentukan pertumbuhan dan perkembangan ternak. Selain itu, bobot tubuh juga berfungsi sebagai ukuran produksi dan penentu ekonomi. Bobot tubuh seekor ternak dipengaruhi oleh bangsa ternak, jenis kelamin, umur, jenis kelahiran, dan jenis pakan (National Research Council, 1985). 13

Morfometrik Tubuh Domba Penampilan seekor hewan adalah hasil dari suatu proses pertumbuhan yang berkesinambungan dalam seluruh hidup hewan tersebut. Setiap komponen tubuh memiliki kecepatan pertumbuhan atau perkembangan yang berbeda-beda karena pengaruh genetik maupun lingkungan (Diwyanto, 1982). Mulliadi (1996) menambahkan bahwa ukuran permukaan dan bagian tubuh hewan mempunyai banyak kegunaan, salah satunya adalah dapat menaksir bobot badan dan karkas serta memberi gambaran bentuk tubuh hewan sebagai ciri suatu bangsa tertentu. Penggunaan ukuran-ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran umum pada seekor ternak yang dapat memberikan gambaran eksterior seekor domba dan mengetahui perbedaan-perbedaan seekor ternak ataupun dapat digunakan dalam seleksi. Penentuan bobot badan masih mengalami kesulitan, hal ini dikarenakan penimbangan ternak yang masih belum praktis terutama di pedesaan (Massiara, 1986). Oleh karena itu, pengukuran bagian-bagian tubuh dapat digunakan untuk mengestimasi bobot tubuh ternak. Menurut Devendra dan McLeroy (1982) ukuran tubuh dewasa pada domba lokal untuk betina yaitu dengan tinggi badan 57 cm, sedangkan pada jantan tinggi badannya mencapai 60 cm. Efisiensi Pakan Efisiensi dari penggunaan pakan termasuk dalam program pemberian pakan yang dapat diukur dari pertambahan bobot badan dibagi dengan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Semakin tinggi nilai efisiensi pakan maka penggunaan pakan semakin efisien atau baik dalam menghasilkan pertambahan bobot badan harian ternak tersebut. Efisiensi pakan ditentukan berdasarkan beberapa faktor yaitu suhu lingkungan, potensi genetik, nutrisi pakan, kandungan energi dan penyakit (Parakkasi, 1999). Efisiensi pakan juga dipengaruhi oleh jumlah pakan yang dikonsumsi, bobot badan, gerak atau aktivitas tubuh, musim, dan suhu dalam kandang. Kualitas pakan yang dikonsumsi oleh ternak semakin baik maka semakin efisien dalam penggunaan pakan. Wahju (1997) menyatakan bahwa pertumbuhan yang baik belum tentu menjamin keuntungan maksimal, tetapi pertumbuhan yang baik disertai biaya ransum yang minimum akan menghasilkan keuntungan yang maksimal. 14

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Peternakan Domba CV. Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Ciampea-Bogor. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 24 Agustus sampai 25 Oktober 2010. Materi Ternak Penelitian ini menggunakan 24 ekor Domba Ekor Gemuk jantan yang berumur kurang dari satu tahun (I 0 ). Bobot badan domba berkisar antara 9-14 kg dengan koefisien keragaman yaitu 11,24%. Domba yang digunakan berasal dari Surabaya dan Malang, Jawa Timur. Domba dikelompokkan berdasarkan bobot badannya sehingga diperoleh bobot badan kecil yang berkisar antara 9-12,5 kg dan kelompok bobot badan besar berkisar antara 12,6-14,5 kg. Pakan dan Minum Pakan yang diberikan pada penelitian ini adalah campuran konsentrat dan limbah tauge. Konsentrat yang digunakan adalah konsentrat komersial untuk domba yang terdapat di CV. Mitra Tani Farm, sedangkan limbah tauge yang digunakan diperoleh dari pedagang-pedagang tauge yang berada di Pasar Bogor dan sekitarnya. Limbah tauge yang digunakan adalah sisa dari hasil pengayakan tauge, sehingga diperoleh limbah kulit kacang hijau atau dikenal dengan angkup tauge yang tercampur dengan beberapa bagian dari potongan tauge yang terbawa ketika pengayakan. Pengayakan tauge dilakukan dengan menggunakan ayakan yang terbuat dari anyaman bambu dan limbah tauge dapat terpisah dengan mudah dari taugenya sendiri. Bentuk anyaman dari ayakan tersebut terkadang memiliki jarak yang agak jauh, sehingga terdapat beberapa bagian tauge utuh yang terbawa kedalam tumpukan limbah tauge tersebut. Kandungan nutrisi konsentrat dan limbah tauge yang dianalisis di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (2010) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Konsentrat dan Limbah Tauge (%) Bahan Makanan Konsentrat BK ABU PK SK LK BETA- N TDN As fed 80,52 11,36 10,58 13,62 4,81 40,15 36,03 Bahan Kering 100 14,11 13,14 16,92 1,24 49,86 62,11 Limbah tauge As fed 44,62 3,28 6,08 22,06 0,52 12,68 35,44 Bahan 100 7,35 13,63 49,44 1,17 28,42 64,65 Kering Sumber : Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan IPB (2010) Pemberian air minum pada domba adalah air bersih yang berasal dari sumur yang terdapat di CV. Mitra Tani Farm. Pemberian air minum ini dimasukan kedalam sebuah ember kecil yang diletakkan dibagian belakang kandang. Pakan dan minum ini diberikan secara ad libitum. Pakan yang digunakan sebelum proses pencampuran antara konsentrat dan limbah tauge dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Limbah Tauge (kiri) dan Konsentrat (kanan) Sebelum Pencampuran 16

Kandang dan Peralatan Kandang tempat pemeliharaan yang digunakan selama penelitian adalah kandang individu berbentuk kandang panggung dengan lantai bercelah dari bambu. Peralatan yang digunakan meliputi timbangan domba digital kapasitas 150 kg, timbangan pakan kapasitas 10 kg, pita ukur 100 cm, tongkat ukur panjang badan, alat ukur lebar dada (sliding capiler), sarung tangan plastik, ember, karung, meteran dan sekop. Adapun gambar beberapa peralatan yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini. (a) (b) (d) (c) 17

(e) (f) (g) Gambar 2. (a) timbangan domba, (b) timbangan pakan, (c) ember, (d) sekop, (e) tongkat ukur, (f) slinding capiller, (g) kandang individu. Persiapan Penelitian Prosedur Persiapan yang dilakukan sebelum penelitian adalah persiapan kandang, peralatan, dan pakan. Kandang yang digunakan adalah kandang individu untuk penggemukan domba berupa kandang panggung yang terbuat dari kerangka kayu dan lantai bercelah bambu. Kandang disiapkan dan dibersihkan terlebih dahulu. 18

Ternak yang digunakan sebanyak 24 ekor domba yang dipilih berdasarkan keseragaman bobot badan dan umur dibawah satu tahun (I 0 ). Umur domba dapat diduga dengan melihat gigi serinya. Kemudian dilakukan pencukuran wool, hal ini dilakukan agar domba terhindar dari kutu-kutu atau kuman lainnya yang menepel pada bulunya. Selanjutnya dilakukan pemberian vitamin B complex, pemberian obat cacing, dan pemberian antibiotik, pemberian obat-obatan ini dilakukan untuk mencegah stres pada domba akibat perjalanan jauh dari Jawa Timur hingga Jawa barat, selain itu hal tersebut merupakan suatu perlakuan yang wajib dilakukan di peternakan CV. Mitra Tani Farm. Selanjutnya domba ditimbang dan ditempatkan dalam kandang individu yang telah disiapkan. Sebelum perlakuan pakan diberikan, terlebih dahulu dilakukan proses adaptasi pakan selama dua minggu. Adaptasi pakan dilakukan untuk mengurangi kemungkinan turunnya nafsu makan ternak akibat pergantian jenis pakan. Sebelum proses adaptasi pakan, domba ditimbang kemudian diberikan pakan dengan tambahan limbah tauge secara bertahap sesuai dengan perlakuan yang akan diberikan. Pemberian minum pada saat proses adaptasi pakan sudah dilakukan secara ad libitum. Hal ini dikarenakan air minum tidak menjadi faktor peubah yang diamati. Pelaksanaan penelitian Pelaksanaan penelitian diawali dengan penimbangan bobot badan domba untuk mengetahui kebutuhan bahan kering pakan total setiap ekor domba. Penelitian dilakukan selama delapan minggu. Pemberian pakan secara ad libitum dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 07.00 WIB dan sore hari pada pukul 15.00 WIB. Konsentrat dan limbah tauge yang digunakan dicampurkan dengan berbagai perbandingan sesuai dengan kebutuhan bahan kering (BK) dari domba tersebut. Limbah tauge dan konsentrat dicampurkan diatas terpal dengan luas sekitar sembilan meter persegi. Pencampuran pakan ini dilakukan secara manual menggunakan pengaduk dari kayu dengan cara membolak-balikan antara konsentrat dengan limbah tauge. Setelah pakan tercampur dengan homogen, maka pakan tersebut siap untuk diberikan kepada ternak domba penelitian. Pemberian air minum dilakukan dalam sebuah ember yang diletakkan dibagian belakang tubuh domba di 19

dalam kandangnya. Pemberian air minum dilakukan secara ad libitum untuk semua domba. Konsentrat dan limbah tauge diberikan dalam keadaan segar sehingga hasil perhitungan dikonversi kedalam bobot segar. Sisa pakan pada hari sebelumnya ditimbang terlebih dahulu sebelum diberikan pakan pada pagi harinya. Pengukuran tinggi badan, panjang badan, lingkar dada, dan lebar dada dilakukan pada awal penelitian dan akhir penelitian. Penimbangan bobot badan juga dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Penimbangan dilakukan pada pagi hari sebelum domba diberikan pakan. Rancangan Percobaan Perlakuan Perlakuan yang diberikan adalah pemberian pakan konsentrat dan limbah tauge dengan rasio yang berbeda-beda berdasarkan pada kebutuhan total bahan kering domba. Domba dikelompokan berdasarkan bobot badannya sehingga diperoleh dua kelompok yaitu kelompok Bobot Badan Kecil (BBK) dan kelompok Bobot Badan Besar (BBB), setiap kelompok tersebut masing-masing terdiri dari tiga ulangan dan diberi empat macam perlakuan yaitu : P1 : 100 % konsentrat : 0 % limbah tauge P2 : 75 % konsentrat : 25 % limbah tauge P3 : 50 % konsentrat : 50 % limbah tauge P4 : 25 % konsentrat : 75 % limbah tauge Model Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan empat taraf perlakuan pakan yang berbeda. Domba dikelompokkan menjadi dua kelompok dan diberi tiga kali ulangan. Model matematika menurut Matjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut : Yij = µ + Kj + Pi + εij 20

Keterangan : Yij = Nilai pengamatan pemberian pakan ke-i dan kelompok ke-j µ = Nilai tengah umum pengamatan pemberian pakan Kj = Pengaruh pemberian pakan pada kelompok ke-j (j = 1,2) Pi = Pengaruh pemberian pakan pada taraf ke-i (i = P1,P2,P3,P4) εij = Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i pada kelompok ke-j Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini terdapat delapan peubah yaitu : 1. Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan suatu nilai yang didapatkan dengan cara menghitung pakan yang diberikan setiap harinya dikurangi dengan sisa pakan hari tersebut (gram/ekor/hari). Konsumsi Pakan Segar (gram/ekor/hari) = Pakan yang diberikan Sisa pakan 2. Konsumsi Zat Makanan Konsumsi zat makanan merupakan jumlah zat makanan yang dikonsumsi yaitu Bahan Kering (BK), Protein Kasar (PK), dan Serat Kasar (SK) yang dihitung dengan mengalikan konsumsi pakan dengan kadar zat makanan. Perhitungan untuk setiap tingkat konsumsi pakan adalah sebagai berikut : KBK = Konsumsi pakan segar (g) x kadar bahan kering dalam pakan KPK = Konsumsi bahan kering pakan (g) x kadar protein kasar dalam pakan KSK = Konsumsi bahan kering pakan (g) x kadar serat kasar dalam pakan Keterangan : KBK : Konsumsi Bahan Kering (g) KPK : Konsumsi Protein Kasar (g) KSK : Konsumsi Serat Kasar (g) 3. Total Digestible Nutrient (TDN) Total Digestible Nutrient (TDN) dalam pakan dihitung dengan menggunakan rumus Hartadi et al (1993), namun perhitungan TDN selama penelitian tidak dilakukan dengan menghitung jumlah feses dan menganalisis zat makanan dalam 21

feses yang dihasilkan dari ternak. Adapun rumus Hartadi et al (1993) adalah sebagai berikut : Hijauan % TDN = -26,685 + 1,334 (SK) + 6,598 (LK) + 1,423 (Bet-N) + 0,967 (PK) 0,002 (SK) 2 0,670 (LK) 2 0,024 (SK)(Bet-N) 0,055 (LK)(BetN) 0,146 (LK)(PK) + 0,039 (LK) 2 (PK) Konsentrat % TDN = 22,822 1,440 (SK) 2,875 (LK) + 0,655 (Bet-N) + 0,863 (PK) + 0,020 (SK) 2 0,078 (LK) 2 + 0,018 (SK)(Bet-N) + 0,045 (LK)(BetN) 0,085 (LK)(PK) + 0,020 (LK) 2 (PK) Keterangan : SK = Serat Kasar LK Bet-N PK = Lemak Kasar = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen = Protein Kasar 4. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) Pertambahan Bobot Badan Harian diperoleh dari hasil penimbangan bobot hidup domba yaitu bobot akhir dikurangi bobot awal dibagi lamanya pemeliharaan. PBBH (gram/ekor/hari) = Bobot badan akhir Bobot badan awal Lama penggemukan (60 hari) 5. Panjang Badan Panjang badan diperoleh dari hasil pengukuran jarak antara tulang Humerus lateralis dan tulang Tuber ischii dengan satuan dalam cm. 6. Lingkar Dada Lingkar dada diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan pita ukur yang dilingkarkan pada sekeliling rongga dada di belakang bahu ( Os scapula) dengan satuan dalam cm. 22

7. Tinggi Badan Tinggi badan diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan tongkat ukur pada bagian titik tertinggi tulang pundak (Os vertebra thoracalis) hingga permukaan tanah tegak lurus dengan satuan dalam cm. 8. Lebar Dada Lebar dada diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan slinding capiler pada jarak dari penonjolan sendi bahu (Os scapula) dengan satuan cm. 9. Efisiensi Pakan Efisiensi pakan diperoleh dengan cara perhitungan yang membandingkan antara pertambahan bobot badan harian (PBBH) dengan konsumsi pakan. EP = PBB KBK Keterangan : EP : Efisiensi Pakan KBK : Konsumsi Bahan Kering Harian (Konsumsi Pakan) (gram/ekor/hari) PBB : Pertambahan Bobot Badan (gram/ekor/hari) Analisis Data Data yang diperoleh dianalisa dengan sidik ragam (ANOVA) dengan menggunakan software Minitab14, jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati maka dilanjutkan dengan uji Tukey. Analisis regresi dan korelasi dilakukan dengan menggunakan ANOVA dengan faktor tetapnya (y) adalah bobot badan domba dan faktor variabelnya (x) adalah ukuran-ukuran morfometrik tubuh yaitu panjang badan, tinggi badan, lingkar dada, dan lebar dada. 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di CV. Mitra Tani Farm yang terletak di Desa Tegal Waru RT 04 RW 05 Ciampea Bogor dengan ketinggian 219 meter di atas permukaan laut. Luas lahan CV. Mitra Tani Farm yaitu sekitar 1900 meter persegi yang terdiri atas bangunan kandang pembibitan dan kandang penggemukan, tempat penyimpanan pakan, kantor, kolam penanganan limbah cair, tempat pemotongan ternak, dan rumah karyawan. Gambaran mengenai curah hujan, temperatur dan kelembaban pada bulan Agustus, September, dan Oktober 2010 di lokasi penelitian dan di wilayah Darmaga- Bogor yang berdasarkan data Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan Curah Hujan, Temperatur dan Kelembaban Daerah Dramaga dan Sekitarnya Tahun 2010 Bulan Waktu Temperatur Kelembaban ( o C) (%) 07.00 WIB 23,0 95 Agustus 13.00 WIB 30,9 61 18.00 WIB 26,1 84 07.00 WIB 23,1 96 September 13.00 WIB 30,2 65 18.00 WIB 24,7 90 07.00 WIB 23,4 94 Oktober 13.00 WIB 29,2 68 18.00 WIB 25,5 86 Sumber : BMKG Darmaga Bogor (2010) Curah Hujan (mm) 477,6 601,0 436,2 Rata-rata temperatur udara ( 0 C) dan kelembaban udara (%) selama penelitian dari bulan Agustus hingga Oktober secara berturut-turut adalah 25,8 0 C dan 84%; 25,3 0 C dan 84%; 25,4 0 C dan 86%. Kondisi temperatur dan kelembaban udara selama penelitian dapat berpengaruh terhadap konsumsi pakan dan pertumbuhan

domba. Menurut Martawidjaja (1986), terdapat perbedaan curah hujan, suhu, dan kelembaban pada musim hujan dan musim kemarau, dimana pada saat musim hujan, kelembaban rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan musim kemarau. Selama penelitian kondisi suhu dan kelembaban udara cukup stabil setiap bulannya, namun curah hujan yang terjadi tidak menentu yaitu meningkat pada pertengahan bulan penelitian dan kembali menurun pada bulan terakhir penelitian. Lama hujan yang terjadi selama penelitian pada bulan Agustus yaitu sebanyak 24 hari hujan, pada bulan September sebanyak 29 hari hujan, dan pada bulan Oktober sebanyak 26 hari hujan. Jumlah hari hujan yang berubah-ubah tersebut sesuai dengan curah hujan yang meningkat pada pertengahan bulan penelitian yaitu pada bulan September dengan curah hujan sebesar 601,0 mm sedangkan pada awal bulan penelitian hanya 477,6 mm dan pada bulan terakhir penelitian turun kembali menjadi 436,2 mm. Perubahan curah hujan yang terjadi sedikit mempengaruhi keadaan temperatur dan kelembaban udara di daerah kandang itu sendiri. Suhu yang tinggi akan menyebabkan rendahnya konsumsi pakan. Selama penelitian dapat diketahui bahwa lama hari hujan pada pertengahan bulan penelitian mengalami peningkatan dan kembali menurun pada bulan terakhir penelitian. Lama hari hujan yang berubah-ubah dicerminkan pula oleh curah hujan yang mengalami peningkatan pada pertengahan bulan kemudian menurun kembali pada bulan terakhir penelitian. Perubahan tersebut mengindikasikan bahwa konsumsi pakan harian dari domba juga mengalami penurunan pada bulan terakhir penelitian. Konsumsi pakan pada bulan terakhir penelitian yaitu 1297 gram/ekor/hari sedangkan pada pertengahan bulan penelitian konsumsi pakannya mencapai 1313 gram/ekor/hari. Terdapat penurunan konsumsi pakan sekitar 100 gram/ekor/hari yang kemungkinan diakibatkan oleh meningkatnya suhu lingkungan tersebut yang tercermin dari lama hari hujan dan curah hujan yang semakin sedikit. Menurut Anggorodi (1990), iklim dan suhu lingkungan dapat mempengaruhi tingkat nafsu makan dan jumlah makanan yang dikonsumsi ternak. Selain itu, domba yang dipelihara di wilayah lembab cenderung mudah terkena penyakit (Tomazweska et al., 1993). 25

Kondisi Pakan Pakan yang digunakan pada saat penelitian adalah konsentrat komersial untuk domba dan limbah tauge yang diperoleh berasal dari pasar Bogor. Konsentrat yang digunakan pada penelitian ini bersifat kering dengan bentuk mash, serta terdapat banyak potongan biji-bijian seperti biji kopi, potongan biskuit, potongan rumput yang telah dikeringkan dan lain-lain. Kandungan nutrisi dari limbah tauge menjadi suatu acuan untuk memanfaatkan limbah tauge sebagai pakan domba. Kadar protein kasar yang hampir sama dengan konsentrat yaitu sebesar 13.63% BK dalam limbah tauge dan 10.07% BK dalam konsentrat menjadi suatu faktor yang diperhitungkan untuk memanfaatkan limbah tauge sebagai pakan domba dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan harga konsentrat. Selain itu kandungan Total Digestible Nutrient (TDN) pada limbah tauge juga hampir sama dengan konsentrat yaitu 58,71% sedangkan konsentrat mengandung TDN sebesar 62,11%. Semakin tinggi nilai TDN suatu pakan maka pakan tersebut semakin baik, karena semakin banyaknya zat-zat makanan yang dapat digunakan. Zat-zat makanan organik yang dapat dicerna adalah protein, lemak, serat kasar dan BETN. Adapun gambar pakan yang diberikan selama penelitian yaitu dapat dilihat pada Gambar 3. (a) (b) 26

(c) Gambar 3. Pakan Perlakuan (a) = Pakan P1 (100% konsentrat+0% limbah tauge); (b) = Pakan P2 (75% konsentrat+25% limbah tauge); (c) = Pakan P3 (50% konsentrat+50% limbah tauge); (d) = Pakan P4 (25% konsentrat+75% limbah tauge) Pakan perlakuan yang diberikan pada penelitian terdiri dari campuran konsentrat dan limbah tauge. Masing-masing bahan pakan tersebut memiliki ciri-ciri yang berbeda dari segi warna, bentuk dan teksturnya sehingga pencampuran keduanya pada berbagai taraf yang berbeda juga menghasilkan visualisasi pakan yang berbeda. Pada perlakuan P1 yang menggunakan 100% konsentrat, pakannya berwarna coklat, dengan tekstur yang kering dan bentuknya yang mash, serta terdapat potongan-potongan biskuit, biji kopi, dan rumput kering. Pakan perlakuan P2 memiliki imbangan 75% konsentrat dan 25% limbah tauge. Imbangan pakan tersebut menghasilkan tekstur pakan yang tetap kering namun bentuknya tidak terlalu mash karena limbah tauge yang memiliki kandungan air yang cukup banyak daripada konsentrat mampu membuat pakan tersebut tidak terlalu kering. Pakan perlakuan P3 memiliki imbangan yang sama antara konsentrat dengan limbah tauge, sehingga menghasilkan warna pakan yang sedikit lebih cerah karena mengandung limbah tauge yang berwarna hijau. Tekstur dari pakan perlakuan P3 juga sedikit lebih padat dan pulen, karena kandungan air dalam limbah tauge mampu membuat tekstur konsentrat yang kering dan bentuknya yang mash menjadi lebih lingket atau padat. Pakan perlakuan P4 memiliki imbangan limbah tauge yang lebih banyak yaitu sebesar 75% dan konsentratnya hanya 25%. Imbangan pakan pada perlakuan P4 (d) 27

menghasilkan warna pakan yang sangat cerah karena dominasi kandungan limbah tauge yang berwarna hijau, selain itu tekstur pakannya menjadi lebih lembut karena kandungan konsentrat yang bertekstur kering sangat sedikit. Performa Domba Ekor Gemuk Pertumbuhan umumnya diukur dengan berat dan tinggi. Setiap komponen tubuh memiliki kecepatan pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda yang dipengaruhi oleh lingkungan dan akan menghasilkan penampilan ternak seperti tingkat konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan harian. Makanan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan (Tillman et al., 1991). Kualitas pakan yang dikonsumsi ternak semakin baik maka akan diikuti oleh pertambahan bobot badan yang semakin tinggi. Pertambahan Bobot Badan Harian Pertambahan bobot badan adalah parameter paling umum yang digunakan dalam pengukuran pertumbuhan. Pengukuran lain seperti tinggi dan dimensi tubuh juga sering digunakan (Maynard dan Loosly, 1979). Pertambahan berat badan berdasarkan National Research Council (1985) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu total protein yang diperoleh setiap harinya, jenis ternak, umur, keadaan genetik, lingkungan, kondisi setiap individu dan manajemen tata laksana. Rataan pertambahan bobot badan domba ekor gemuk selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) DEG Kel P1 P2 P3 P4 Rataan (gram/ekor/hari) BBK 101,9±33,8 137,5±48,7 145,28±11,19 85,61±4,12 117,6±36,4 BBB 90,6±24,5 86,7±75,8 146,4±32,2 125,8±34,0 112,4±47,2 Rataan 96,3±27,1 112,1±63,4 145,83±21,59 105,7±30,9 114,97±41,32 Keterangan : BBK (kelompok bobot badan kecil); BBB (kelompok bobot badan besar) P1 = 100% konsentrat + 0% limbah tauge; P2 = 75% konsentrat + 25% limbah tauge P3 = 50% konsentrat + 50% limbah tauge; P4 = 25% konsentrat + 75% limbah tauge 28

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan limbah tauge yang berbeda pada pakan perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) domba ekor gemuk. Rataan pertambahan bobot badan harian domba berkisar antara 96,30-145,83 gram/ekor/hari, dengan rataan umumnya adalah 114,97 ± 41,32 gram/ekor/hari. Menurut Parakkasi (1999), pertambahan bobot badan harian dipengaruhi oleh konsumsi pakan selama penggemukan. Pertambahan bobot badan harian domba pada penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian Maryati (2007) yaitu berkisar antara 119,26 ± 58,41. Adapun pakan yang digunakan dalam penelitian Maryati adalah pakan konsentrat penuh dengan kandungan didalamnya berupa dedak padi, pollard, tepung roti afkir, bungkil kopra, tetes, onggok, kacang afkir, kulit coklat, vitamin mix, kapur, garam dan urea (KPS Bogor). Hal tersebut dapat dinyatakan bahwa pemanfaatan limbah tauge ini dapat meningkatkan bobot badan domba dengan baik karena mampu menghasilkan pertambahan bobot badan harian yang sama dengan penggunaan konsentrat saja. Menurut National Research Council (1985), dengan bobot tubuh sekitar 10-20 kg maka pertambahan bobot badan domba mencapai 200-250 gram/ekor/hari. Pertambahan bobot badan domba tersebut tidak dapat tercapai pada penelitian ini, hal ini dikarenakan adanya perbedaan lingkungan untuk domba yang berada di daerah subtropis dengan domba yang berada di daerah tropis. Selain itu terdapat perbedaan genetik domba sehingga diperoleh perbedaan dalam pencapaian pertambahan bobot badan hariannya. Selama penelitian, keadaan lingkungan disekitar domba cukup berubah-ubah dari waktu ke waktu. Hal ini mempengaruhi kondisi fisiologis domba yang mengalami peningkatan diantaranya denyut jantung yang lebih tinggi diatas normal yaitu sebesar 112,14 ± 9,84 detak/ekor/menit yang seharusnya dalam keadaan normal adalah 70-80 kali/menit. Respirasi ternak domba juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 41,34 ± 6,53 hembusan/ekor/menit yang seharusnya dalam keadaan normal adalah 15-25 hembusan/ekor/menit. Suhu rektal domba berada dalam keadaan normal yaitu 39,158 ± 0,155 o C (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Kondisi fisiologis yang berada diatas normal menjadi suatu kemungkinan pertambahan bobot badan harian domba dengan penambahan limbah tauge ini tidak lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan konsentrat 100%. Hal ini dikarenakan bahwa nutrient yang dikonsumsi oleh domba dari banyaknya konsumsi limbah tauge tidak 29

dikonversi dengan baik menjadi daging, melainkan dikeluarkan dalam bentuk energi untuk mempertahankan kondisi tubuhnya dalam rangka mengatasi stres yang tercermin dalam denyut jantung dan respirasi yang berada diatas normal. Namun stres yang diasumsikan dalam hal ini tidak mengakibatkan penurunan bobot badan jika dibandingkan dengan pertambahan bobot badan pada domba perlakuan P1 (100% konsentrat), hanya saja pertambahan bobot badannya berdasarkan hasil analisis ragam tidak lebih tinggi dari perlakuan P1. Tingkat konsumsi pakan yang terjadi selama penelitian menunjukkan bahwa pakan dengan kandungan limbah tauge yang banyak yaitu 75% dan 50% limbah tauge memiliki tingkat konsumsi pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat konsumsi pakan tanpa penambahan limbah tauge. Tingginya tingkat konsumsi pakan seharusnya dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian yang lebih tinggi, namun dari hasil penelitian diperoleh bahwa pertambahan bobot badan harian domba tidak berbeda nyata antara perlakuan pakan dengan penambahan limbah tauge dengan perlakuan pakan 100% konsentrat. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh kandungan energi yang terdapat dalam pakan perlakuan P4 itu sendiri belum mencukupi kebutuhan dari ternak dombanya. Sehingga domba cenderung banyak mengkonsumsi pakan tetapi hal tersebut tidak dikonversi dengan baik kedalam pertambahan bobot badan hariannya. Selain itu kemungkinan adanya kandungan anti nutrisi yaitu berupa anti tripsin yang terdapat dalam limbah tauge dan dapat menghambat proses pertumbuhan. Anti tripsin adalah senyawa penghambat kerja enzim tripsin yang secara alami terdapat dalam kacang-kacangan salah satunya adalah kacang hijau. Anti tripsin akan memacu pembentukan dan sekaligus pelepasan zat seperti pankreozimin yang bersifat seperti hormon dalam dinding usus. Banyaknya kandungan anti tripsin dalam pakan yang dikonsumsi oleh seekor ternak dapat merangsang pengeluaran enzim dari pankreas secara berlebihan. Enzim tersebut adalah protein, sehingga asupan protein yang masuk bersama pakan yang dikonsumsi oleh ternak tidak dapat dimanfaatkan oleh ternak itu sendiri bahkan ternak tersebut akan kehilangan protein dari dalam tubuhnya melalui pengeluaran enzim yang berlebihan tersebut. National Research Council (1985) menambahkan bahwa pertambahan bobot badan harian dipengaruhi oleh total protein yang diperoleh ternak setiap harinya. Oleh karena itu, tingginya konsumsi pakan pada perlakuan P4 (75% limbah tauge) tidak lantas mempengaruhi pertambahan bobot 30

badan harian menjadi lebih tinggi juga jika dibandingkan dengan perlakuan P1 (100% konsentrat) yang memiliki tingkat konsumsi pakan yang jauh lebih rendah (Widodo, 2011). Ditinjau dari harga pakan yang jauh lebih mahal pada saat penggunaan konsentrat dibandingkan dengan penggunaan limbah tauge, dengan hasil pertambahan bobot badan harian yang tidak berbeda nyata, maka penggunaan limbah tauge dapat memberikan keuntungan bagi peternak dan dapat menurunkan biaya pakan domba. Menurut Salamena (2006), pertambahan bobot badan seekor ternak merupakan peubah yang banyak tergantung pada ketersediaan pakan dan menimbulkan variasi yang cukup tinggi antar individu ternak. Wahju (1997) juga menyatakan bahwa pertumbuhan yang baik belum tentu menjamin keuntungan maksimal, tetapi pertumbuhan yang baik disertai biaya ransum yang minimum akan menghasilkan keuntungan yang maksimal. Konsumsi Pakan Segar Pakan merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan dalam pertumbuhan, reproduksi, dan kesehatan ternak. Pemberian pakan yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan nutrisi ternak domba. Konsumsi pakan merupakan faktor essensial sebagai dasar untuk hidup pokok dan untuk produksi. Konsumsi pakan segar domba ekor gemuk selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Tingkat Konsumsi Pakan Segar Domba Ekor Gemuk Selama Penelitian Kelompok P1 P2 P3 P4...(gram/ekor/hari) BBK 641,9±91,7 920,0±95,9 1408,4±68,0 1521,6±39,4 BBB 649,2±61,3 824±280,0 1308±175,0 1818,3±29,5 Rataan 645,6±69,8 c 871,9±194,4 c 1358,0±131,0 b 1669,9±165,5 a Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang berbeda menunjukan berbeda nyata (P<0,05); BBK (kelompok bobot badan kecil); BBB (kelompok bobot badan besar) P1 = 100% konsentrat + 0% limbah tauge; P2 = 75% konsentrat + 25% limbah tauge P3 = 50% konsentrat + 50% limbah tauge; P4 = 25% konsentrat + 75% limbah tauge Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan limbah tauge pada berbagai taraf perlakuan menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap tingkat konsumsi pakan segar domba selama penelitian. Konsumsi pakan domba perlakuan P4 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan domba yang diberi 31

pakan perlakuan P3, P2 dan P1, dan konsumsi domba yang diberi pakan perlakuan P2 tidak berbeda nyata dengan konsumsi pakan domba yang diberi perlakuan P1. Konsumsi pakan tertinggi selama penelitian terjadi pada perlakuan P4 yaitu sekitar 1669,9 ± 165,5 gram/ekor/hari. Hal ini dikarenakan kandungan limbah tauge pada pakan perlakuan P4 jauh lebih banyak dibandingkan dengan kandungan limbah tauge pada perlakuan lainnya. Banyaknya kandungan limbah tauge dalam campuran pakan tersebut menyebabkan tekstur pakan menjadi lebih lembut karena hanya sedikit mengandung konsentrat yang berbentuk crumble dan mash, selain itu warna pakannya cerah (berwarna hijau) dan baunya lebih segar. Meskipun konsumsi pakan domba pada perlakuan P1 (100% konsentrat) berada dibawah konsumsi pakan perlakuan lainnya, namun hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Martawidjaja (1986), yang menyatakan bahwa rata-rata konsumsi domba yang diberi pakan konsentrat adalah 580 gram/ekor/hari. Martawidjaja (1986) juga menambahkan bahwa pemberian konsentrat pada domba sangat berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan domba yang diberi pakan konsentrat adalah 71 gram/ekor/hari. Dapat diketahui bahwa pertambahan bobot badan domba yang diberi pakan 100% konsentrat pada penelitian ini berada diatas pernyataan Martawidjaja (1986), yaitu sebesar 96,3 gram/ekor/hari, sedangkan pertambahan bobot badan harian untuk domba yang diberi penambahan limbah tauge yaitu mencapai 145,8 gram/ekor/hari. Ternak ruminansia membutuhkan pakan berserat sehingga aktifitas rumen dapat berfungsi dengan baik, ketika pakan yang diberikan kekurangan serat kasar atau terlalu banyak pakan penguat maka akan mempengaruhi tingkat konsumsi pakan. Dapat diketahui pula bahwa kandungan serat kasar dalam limbah tauge yaitu sebesar 36,55% BK. Faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi pakan adalah jenis kelamin, bobot badan, keaktifan tahap pertumbuhan, kondisi fisiologis ternak dan kondisi lingkungan. Harfiah (2005) menambahkan bahwa konsumsi pakan pada seekor ternak akan bervariasi tergantung pada cara pemberian, cara penyediaan, bentuk makanan, dan jumlah makanan yang diberikan. Konsumsi pakan domba ini cukup fluktuatif selama penelitian, hal ini disebabkan oleh keadaan cuaca yang berubah-ubah dari musim kemarau hingga musim hujan yang tidak menentu. Pada awal penelitian, cuaca tergolong cerah karena intensitas hujan juga masih sedikit dan pada pertengahan bulan penelitian 32

curah hujan mulai tinggi dan sering terjadi hujan pada siang dan sore harinya, namun pada bulan terakhir penelitian kembali terjadi penurunan curah hujan yang mengakibatkan perubahan suhu lingkungan. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pakan domba. Diketahui bahwa tingkat konsumsi pakan domba mengalami penurunan dari pertengahan bulan yang mencapai 1313 gram/ekor/hari menjadi 1297 gram/ekor/hari pada bulan terakhir penelitian. Konsumsi Bahan Kering Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan limbah tauge yang berbeda pada pakan perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi bahan kering total domba ekor gemuk. Konsumsi bahan kering pada perlakuan P4 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3, dan nyata lebih tinggi daripada perlakuan P2, dan P1. Rataan konsumsi bahan kering domba ekor gemuk selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Konsumsi Bahan Kering Domba Ekor Gemuk Kelompok P1 P2 P3 P4...(gram/ekor/hari) BBK 516,9±73,8 658,2±68,6 881,3±42,6 815,5±21,1 BBB 522,8±49,3 589±200,0 818,1±109,6 974,53±15,79 Rataan 519,8±56,2 b 623,8±139,1 b 849,7±82,0 a 895,0±88,7 a Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang berbeda menunjukan berbeda nyata (P<0,05); BBK (kelompok bobot badan kecil); BBB (kelompok bobot badan besar) P1 = 100% konsentrat + 0% limbah tauge; P2 = 75% konsentrat + 25% limbah tauge P3 = 50% konsentrat + 50% limbah tauge; P4 = 25% konsentrat + 75% limbah tauge Konsumsi bahan kering yang tinggi pada perlakuan P3 dan P4 ini dikarenakan domba yang diberi pakan perlakuan P3 dan P4 mengkonsumsi pakannya dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan domba pada perlakuan lainnya. Banyaknya konsumsi pakan pada perlakuan tersebut dikarenakan campuran antara limbah tauge yang lebih banyak dibandingkan dengan konsentrat yang memiliki bentuk pakan mash. Sedangkan domba yang diberi pakan perlakuan P1 dan P2 mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang lebih sedikit sehingga konsumsi bahan kering pakannya juga jauh lebih sedikit. Dapat diketahui bahwa pakan perlakuan P1 dan P2 mengandung konsentrat yang lebih banyak dibandingkan 33

dengan limbah taugenya. Kandungan konsentrat yang lebih banyak menjadikan pakan tersebut mengandung energi yang lebih banyak pula. Banyaknya kandungan energi dapat menyebabkan ternak merasa lebih cepat kenyang sehingga tingkat konsumsi pakannya akan terhitung lebih sedikit. Dapat diketahui pula bahwa domba akan berhenti makan ketika kebutuhan dari energinya telah terpenuhi, atau ketika kapasitas rumennya telah penuh, bahkan ketika bahan pakan tersebut tidak palatabel. Hal ini sesuai dengan pernyataan Parakkasi (1999) yaitu pemberian pakan konsentrat yang terlampau banyak akan meningkatkan konsentrasi energi ransum dan dapat menurunkan tingkat konsumsi pakan. Tingkat palatabilitas pakan pada setiap perlakuan juga memiliki pengaruh yang nyata. Tingkat palatabilitas pakan yang rendah pada pakan perlakuan P1 dan P2 dikarenakan pakan yang diberikan memiliki tekstur yang kering dengan bentuk mash karena mengandung konsentrat lebih banyak dibandingkan dengan kandungan limbah taugenya. Pakan perlakuan P3 dan P4 memiliki tekstur yang lembut, pulen, dan warna yang cerah karena mengandung limbah tauge yang lebih banyak. Limbah tauge memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga ketika dicampurkan dengan konsentrat menghasilkan pakan dengan tekstur yang pulen. Oleh karena itu tingkat konsumsi bahan kering pakan pada perlakuan P1 dan P2 rendah, karena dengan tingkat palatabilitas pakan yang rendah dapat menurunkan tingkat konsumsi pakannya, sedangkan pada perlakuan P3 dan P4 tingkat palatabilitasnya tinggi sehingga dapat meningkatkan tingkat konsumsi pakannya. Palatabilitas pakan yang rendah diukur dari tekstur pakan yang kasar dengan bentuk pakan yang mash. Menurut Chruch dan Pond (1988) konsumsi pakan yang dipengaruhi oleh palatabilitas tergantung pada beberapa hal antara lain penampilan dan bentuk pakan, bau, rasa dan tekstur pakan. Konsumsi bahan kering harian domba berkisar antara 519,8 895,0 gram/ekor/hari. Rataan konsumsi bahan kering ini telah sesuai dengan National Research Council (1985) yang menyatakan bahwa dengan bobot badan domba berkisar antara 10-20 kg maka konsumsi bahan kering domba tersebut berkisar antara 500-1000 gram/ekor/hari. Kandungan bahan kering pada limbah tauge adalah 60,36% sedangkan konsentrat mengandung bahan kering sebesar 80,52%. Tingginya kandungan bahan kering dalam pakan 100% konsentrat tidak menjamin konsumsi bahan kering domba yang memperoleh perlakuan 100% konsentrat 34

tersebut akan besar pula. Hal ini dikarenakan tingkat palatabilitas yang rendah pada pakan perlakuan yang mengandung 100% konsentrat dibandingkan dengan tingkat palatabilitas pada pakan yang mengandung limbah tauge. Oleh karena itu konsumsi bahan kering domba yang memperoleh pakan lebih banyak limbah tauge, memiliki tingkat konsumsi bahan kering yang lebih tinggi diakibatkan palatabilitasnya tinggi meskipun kandungan bahan keringnya rendah. Faktor lain yang berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering pakan adalah keadaan cuaca yang mengalami perubahan pada bulan terakhir penelitian. Tingkat curah hujan yang mengalami penurunan yang cukup besar yaitu pada awal penelitian adalah 601 mm menjadi 436,2 mm pada bulan terakhir penelitian, dari perubahan cuaca yang menjadi lebih panas menyebabkan konsumsi pakan domba mengalami penurunan sehingga konsumsi bahan keringnya juga turun. Konsumsi Protein Kasar Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 1981). Protein berfungsi sebagai zat pembangun karena sebagai bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang terdapat didalam tubuh, protein juga berfungsi sebagai bahan bakar jika karbohidrat dan lemak belum memenuhi kebutuhan energi dalam tubuh. Rataan konsumsi protein kasar harian domba ekor gemuk selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Konsumsi Protein Kasar Harian Domba Ekor Gemuk Kelompok P1 P2 P3 P4...(gram/ekor/hari) BBK 67,91±9,70 86,98±9,06 117,32±5,67 109,63±2,84 BBB 68,69±6,48 77,9±26,5 108,92±14,59 131,01±2,12 Rataan 68,30±7,39 b 82,43±18,38 b 113,12±10,92 a 120,32±11,92 a Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang berbeda menunjukan berbeda nyata (P<0,05); BBK (kelompok bobot badan kecil); BBB (kelompok bobot badan besar) P1 = 100% konsentrat + 0% limbah tauge; P2 = 75% konsentrat + 25% limbah tauge P3 = 50% konsentrat + 50% limbah tauge; P4 = 25% konsentrat + 75% limbah tauge Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan limbah tauge yang berbeda pada pakan domba berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi protein kasar. Konsumsi protein kasar pada perlakuan P4 tidak berbeda nyata dengan 35

perlakuan P3 dan nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan P2 dan P1. Hal ini dikarenakan pada perlakuan P3 dan P4 konsumsi bahan kering pakannya sangat tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sehingga konsumsi protein kasarnya juga tinggi. Sesuai dengan pernyataan Harfiah (2005), yang menyatakan bahwa konsumsi bahan kering pakan akan sejalan dengan konsumsi protein kasar. Tingkat palatabilitas yang tinggi pada perlakuan P3 dan P4 serta kandungan limbah tauge yang lebih banyak pula, maka dapat meningkatkan konsumsi protein kasar pada setiap ekor domba. Konsumsi protein kasar terendah terjadi pada perlakuan P1 dan P2, hal ini dikarenakan pada perlakuan P1, domba hanya mengkonsumsi konsentrat saja dan pada perlakuan P2, domba masih mengkonsumsi konsentrat yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan limbah taugenya. Tingkat palatabilitas konsentrat yang tidak terlalu tinggi, menyebabkan tingkat konsumsi pakannya juga rendah. Konsumsi pakan yang rendah mampu menurunkan konsumsi protein kasar yang terdapat dalam pakan tersebut. Rataan konsumsi protein kasar berkisar antara 68,30-120,32 gram/ekor/hari. Rataan konsumsi protein kasar pada penelitian ini masih berada dibawah hasil penelitian Tomaszewska et al (1993) yang menyatakan bahwa kebutuhan protein kasar domba jantan dengan bobot badan 20 kg, dengan pertambahan bobot badan harian sebesar 50 gram/ekor/hari, maka kebutuhan protein kasarnya adalah 106,8 gram/ekor/hari. Adanya kekurangan konsumsi protein kasar pada penelitian ini, namun pertambahan bobot badan harian domba yang dihasilkan ternyata berada di atas rataan menurut Tomaszewska et al (1993). Rataan pertambahan bobot badan harian domba adalah 114,97 ± 41,32 gram/ekor/hari sedangkan menurut Tomaszewska et al (1993) pertambahan bobot badan hariannya adalah 50 gram/ekor/hari. Menurut National Research Council (1985), domba dengan bobot badan 10-20 kg membutuhkan protein kasar sebesar 127-167 gram/ekor/hari. Adapun perbedaan konsumsi protein kasar dengan kebutuhan berdasarkan ketentuan National Research Council yaitu terkait dengan genetik dari perbedaan jenis domba yang digunakan antara domba lokal yang hidup di daerah tropis dengan domba luar negeri yang hidup di daerah subtropis. Selain itu suhu lingkungan yang jauh lebih rendah untuk daerah subtropis dapat menyebabkan kebutuhan protein kasar untuk setiap ekor ternak akan sangat tinggi dibandingkan dengan kebutuhan protein kasar di 36

daerah tropis seperti Indonesia. Pada suhu lingkungan yang dingin, ternak cenderung meningkatkan laju metabolisme yaitu melalui perombakan pakan salah satunya dengan perombakan protein kasar. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan suhu tubuh ternak agar tidak terpengaruh atau terjadi penurunan dan menyebabkan suhu tubuhnya sama dengan suhu lingkungan. Oleh karena itu domba yang terdapat di daerah subtropis memerlukan protein kasar dalam jumlah yang lebih banyak yaitu sekitar 127-167 gram/ekor/hari, sedangkan di daerah yang panas atau tropis seperti di Indonesia ternak cenderung mengurangi laju metabolisme sehingga tubuhnya tidak memproduksi panas yang berlebihan karena suhu lingkungannya sudah tinggi. Oleh karena itu, dengan konsumsi protein kasar yang rendah yaitu sekitar 96,04 ± 24,92 gram/ekor/hari sudah mampu memenuhi kebutuhan dari ternak domba tersebut karena yakni dapat meningkatkan pertambahan bobot harian sebesar 114,97 ± 41,32 gram/ekor/hari. Kandungan protein kasar pada limbah tauge adalah 13,63% BK sedangkan pada konsentrat mengandung protein kasar sebesar 13,14% BK. Menurut Aguilera (1973), daya cerna protein kasar akan terhambat seiring dengan meningkatnya serat kasar dalam pakan. Kandungan serat kasar dalam pakan yang digunakan yaitu baik konsentrat ataupun limbah tauge mengandung serat kasar yang cukup tinggi. Limbah tauge mengandung serat kasar sebesar 49,44% BK sedangkan konsentrat mengandung serat kasar 16,92% BK. Serat kasar yang tinggi akan berpengaruh terhadap daya cerna protein dan juga terhadap pertumbuhan ternak tersebut. Konsumsi Serat Kasar Kandungan serat kasar dalam bahan pakan mampu mengurangi tingkat kecernaan pakan dalam tubuh ternak. Laju kecernaan serat kasar dalam tubuh ternak berlangsung sangat cepat sehingga kandungan nutrien yang terdapat dalam pakan akan tercerna dalam jumlah yang lebih sedikit. Rataan konsumsi serat kasar pada domba ekor gemuk selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini. 37

Tabel 8. Rataan Konsumsi Serat Kasar Pada Domba Ekor Gemuk Kelompok P1 P2 P3 P4...(gram/ekor/hari) BBK 87,43±12,49 144,72±15,08 251,27±12,13 303,55±7,87 BBB 88,42±8,35 129,6±44,0 233,3±31,2 362,76±5,88 Rataan 87,93±9,51 d 137,1±30,6 c 242,27±23,38 b 333,2±33,0 a Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang berbeda menunjukan berbeda nyata (P<0,05); BBK (kelompok bobot badan kecil); BBB (kelompok bobot badan besar) P1 = 100% konsentrat + 0% limbah tauge; P2 = 75% konsentrat + 25% limbah tauge P3 = 50% konsentrat + 50% limbah tauge; P4 = 25% konsentrat + 75% limbah tauge Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan limbah tauge yang berbeda pada pakan perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi serat kasar domba ekor gemuk. Konsumsi serat kasar pada penelitian ini berkisar antara 87,93-333,2 gram/ekor/hari. Konsumsi serat kasar pada perlakuan P4 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi serat kasar pada pakan perlakuan P3, P2, dan P1. Konsumsi serat kasar pada pakan perlakuan P3 juga nyata lebih tinggi daripada konsumsi serat kasar pada pakan perlakuan P2 dan P1. Perlakuan P2 juga memiliki tingkat konsumsi serat kasar yang nyata lebih tinggi daripada konsumsi serat kasar pada pakan perlakuan P1. Konsumsi serat kasar yang tinggi pada perlakuan P4 dikarenakan kandungan limbah tauge pada perlakuan tersebut lebih banyak dibandingkan dengan ketiga perlakuan lainnya. Kandungan serat kasar pada limbah tauge yaitu sebesar 49,44% BK dan jauh lebih tinggi daripada kandungan serat kasar dalam konsentrat yaitu 16,92% BK. Selain itu dapat diketahui pula bahwa konsumsi pakan pada perlakuan P4 (penambahan 75% limbah tauge) memiliki tingkat konsumsi pakan yang paling tinggi dibandingkan dengan konsumsi pakan perlakuan lainnya. Tingginya tingkat konsumsi pakan dapat meningkatkan konsumsi dari kandungan serat kasar yang terdapat dalam pakan tersebut. Kandungan serat kasar yang tinggi pada limbah tauge mampu menjadi faktor yang dapat mempengaruhi daya cerna makanan (Tilman et al., 1998). Sifat dari ternak ruminansia yang memiliki kemampuan untuk mencerna serat kasar dikarenakan terdapatnya mikroba dalam rumen. Kecukupan dari konsumsi serat kasar akan mampu mempengaruhi pertumbuhan. Semakin tinggi konsumsi serat kasar tidak akan selalu dapat meningkatkan pertumbuhan dari domba tersebut. 38

Hal ini dapat diketahui dari pertambahan bobot badan hariannya yang tidak berbeda nyata antara domba yang diberi pakan 75% limbah tauge dengan domba yang diberi pakan 0% limbah tauge. Namun menurut Winugroho dan Widiawati (2009), untuk mengefisiensikan penggunaan pakan oleh ternak yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan protein yang tinggi perlu diimbangi dengan pemberian pakan sumber serat sebagai penghasil energi. Oleh karena itu kandungan serat kasar dalam pakan tetap memiliki posisi yang sangat penting. Total Digestible Nutrient (TDN) Total Digestible Nutrient (TDN) merupakan suatu nilai yang menunjukkan jumlah dari bahan makanan yang dapat dicerna dan diserap serta disimpan oleh hewan didalam tubuhnya. Semakin tinggi nilai TDN dari suatu pakan, maka pakan tersebut semakin baik karena banyak zat-zat makanan yang dapat digunakan. Adapun nilai TDN pada penelitian ini diperoleh melalui perhitungan rumus berdasarkan Hartadi et al (1993). Rataan TDN pada domba ekor gemuk selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Rataan Total Digestible Nutrient Pada Domba Ekor Gemuk Kelompok P1 P2 P3 P4...(gram/ekor/hari) BBK 186,2±26,6 236,2±24,6 314,93±15,2 290,21±7,5 BBB 188,3±17,8 211,5±71,8 292,4±39,2 346,81±5,6 Rataan 187,28±20,5 b 223,8±49,9 b 303,6±29,3 a 318,5±31,6 a Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang berbeda menunjukan berbeda nyata (P<0,05); BBK (kelompok bobot badan kecil); BBB (kelompok bobot badan besar) P1 = 100% konsentrat + 0% limbah tauge; P2 = 75% konsentrat + 25% limbah tauge P3 = 50% konsentrat + 50% limbah tauge; P4 = 25% konsentrat + 75% limbah tauge Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan limbah tauge yang berbeda pada pakan perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap Total Digestible Nutrient (TDN) domba ekor gemuk selama penelitian. Dapat diketahui bahwa kandungan TDN dalam konsentrat yaitu sebesar 62,11% dan kandungan TDN dalam limbah tauge adalah 64,65%. Besarnya kandungan TDN dalam limbah tauge dapat mempengaruhi tingkat Total Digestible Nutrient (TDN) yang dapat diserap oleh ternak itu sendiri. Semakin besar nilai TDN maka semakin tinggi juga 39

kandungan TDN yang dapat diserap oleh ternak tersebut. Hal ini dapat disebabkan oleh tingkat palatabilitas pakan yang tinggi pada perlakuan dengan penambahan limbah tauge. Kandungan Total Digestible Nutrient (TDN) pada perlakuan P4 tidak berbeda nyata dengan kandungan TDN pada perlakuan P3 dan nyata lebih tinggi dari kandungan TDN pada perlakuan P2 dan P1. Aboenawan (1991) menyatakan bahwa TDN adalah salah satu cara untuk mengetahui energi pakan. Semakin tinggi nilai TDN suatu pakan maka pakan tersebut akan semakin baik karena banyak zat-zat makanan yang dapat digunakan. Oleh karena itu, pakan perlakuan dengan penambahan limbah tauge dapat dinyatakan sebagai pakan yang baik karena kandungan TDN yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pakan 100% konsentrat. Hal ini menyebabkan perlakuan P4 mampu memiliki kandungan TDN paling banyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya, karena pada perlakuan P4 jumlah limbah tauge yang digunakan lebih banyak dan tingkat konsumsi pakannya juga jauh lebih tinggi. Menurut National Research Council (1985), domba dengan bobot badan 10-20 kg membutuhkan TDN sebesar 400-800 gram/ekor/hari untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pertumbuhannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada semua perlakuan, kandungan TDN belum memenuhi kebutuhan TDN berdasarkan National Research Council. Perbedaan kandungan TDN dengan kebutuhan berdasarkan NRC tidak lantas mempengaruhi pertambahan bobot badan harian domba. Pertambahan bobot badan harian domba yang diperoleh selama penelitian adalah 114 gram/ekor/hari dengan kandungan TDN hanya sebesar 258,3 ± 64,4 gram/ekor/hari. Adanya perbedaan kebutuhan TDN antara hasil penelitian dengan National Research Council (1985) yaitu terkait dengan perbedaan lingkungan, dimana NRC menjadi dasar untuk acuan daerah subtropis sedangkan penelitian ini berlangsung di daerah tropis, selain itu adanya perbedaan jenis dan bangsa domba yang juga mampu mempengaruhi tingkat kebutuhan TDN tersebut. 40

Ukuran Morfometrik Tubuh Domba Ekor Gemuk Setiap komponen tubuh memiliki kecepatan pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda dipengaruhi oleh lingkungan. Penentuan bobot badan masih mengalami kesulitan, hal ini dikarenakan penimbangan ternak yang masih belum praktis terutama di pedesaan (Massiara, 1986). Oleh karena itu, pengukuran bagianbagian tubuh dapat digunakan untuk mengestimasi bobot tubuh ternak. Panjang Badan Domba Ekor Gemuk Rataan panjang badan domba ekor gemuk jantan selama penelitian dengan penambahan limbah tauge dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rataan Panjang Badan Domba Ekor Gemuk Selama Penelitian Kel P1 P2 P3 P4 Rataan (cm/ekor) BBK 49,45±1,07 52,75±1,52 49,50±1,73 47,33±0,14 49,76±2,30 BBB 54,00±0,50 51,33±4,86 52,83±2,52 51,73±1,38 52,48±2,65 Rataan 51,73±2,60 52,04±3,31 51,17±2,66 49,53±2,56 51,12±2,79 Keterangan : BBK (kelompok bobot badan kecil); BBB (kelompok bobot badan besar) P1 = 100% konsentrat + 0% limbah tauge; P2 = 75% konsentrat + 25% limbah tauge P3 = 50% konsentrat + 50% limbah tauge; P4 = 25% konsentrat + 75% limbah tauge Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, penambahan limbah tauge pada taraf pemberian yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap panjang badan domba ekor gemuk tersebut. Rataan umum panjang badan domba ekor gemuk adalah 51,12 ± 2,792 cm. Panjang badan domba ekor gemuk dari hasil penelitian ini masih berada dibawah hasil penelitian Wijonarko (2007) yang berkisar antara 56,02-64,74 cm. Perbedaan yang diperoleh disebabkan adanya perbedaan genetik, lokasi penelitian dan sistem pemeliharaan. Lokasi penelitian Wijonarko (2007) dilaksanakan di Pulau Madura dan Pulau Rote, adapun keadaan iklim di sana relatif lebih kering dibandingkan dengan daerah Indonesia bagian barat. Perbedaan lainnya dari kedua penelitian ini adalah umur ternak yang digunakan, pada penelitian Wijonarko (2007) umur domba ekor gemuk jantan yang digunakan berkisar antara tiga sampai empat tahun sedangkan pada penelitian ini domba ekor gemuk yang digunakan berumur kurang dari satu tahun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Johansson dan Rendel (1968) bahwa panjang badan seekor ternak lebih dipengaruhi oleh pertumbuhan 41

kerangka tulang atau genetik. Diwyanto (1982) menambahkan bahwa setiap komponen tubuh memiliki kecepatan tumbuh yang berbeda tergantung pada lingkungan atau alam. Noor (2003) menyatakan bahwa ternak yang secara genetik unggul tidak akan menampilkan keunggulan optimal apabila tidak didukung oleh kondisi lingkungan yang baik, sebaliknya ternak yang memiliki mutu genetik rendah, meski didukung oleh lingkungan yang baik maka tidak akan menunjukkan produksi yang tinggi. Panjang badan domba ekor gemuk dengan umur dibawah satu tahun berkisar antara 47,94-50,49 cm (Aziz, 2006). Melihat hasil penelitian Aziz (2006) maka panjang badan domba ekor gemuk pada hasil penelitian ini masih berada pada kisaran yang normal. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa umur memegang pengaruh yang cukup besar dalam rataan panjang badan seekor ternak. Semakin tua umur seekor ternak maka panjang badan ternak tersebut akan semakin panjang dibandingkan dengan ternak yang umurnya jauh lebih muda. Selain itu waktu penelitian yang singkat yaitu hanya dua bulan saja tidak akan memberikan pengaruh terhadap perubahan panjang badan seekor ternak. Tinggi Badan Domba Ekor Gemuk Rataan tinggi badan domba ekor gemuk jantan selama penelitian dengan penambahan limbah tauge selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel. 11. Rataan Tinggi Badan Domba Ekor Gemuk Selama Penelitian Kel P1 P2 P3 P4 Rataan (cm/ekor) BBK 50,17±0,80 51,08±0,14 50,50±3,68 50,08±3,32 50,46±2,18 BBB 51,75±0,87 53,00±3,93 52,33±0,95 51,17±1,88 52,06±2,06 Rataan 50,96±1,15 52,04±2,70 51,42±2,61 50,63±2,48 51,26±2,23 Keterangan : BBK (kelompok bobot badan kecil); BBB (kelompok bobot badan besar) P1 = 100% konsentrat + 0% limbah tauge; P2 = 75% konsentrat + 25% limbah tauge P3 = 50% konsentrat + 50% limbah tauge; P4 = 25% konsentrat + 75% limbah tauge Berdasarkan hasil analisis ragam, perbedaan taraf perlakuan yaitu dengan penambahan limbah tauge yang berbeda-beda tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi badan domba ekor gemuk tersebut. Rataan umum tinggi badan domba ekor gemuk adalah 51,26 ± 2,23 cm dengan kisaran rataan tinggi badan antara 50,63-52,04 cm. Tidak berbedanya tinggi badan domba ekor gemuk dalam setiap 42

perlakuan kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik. Faktor genetik yang sama dari semua jenis ternak yang digunakan pada penelitian ini yaitu domba ekor gemuk jantan berumur kurang dari satu tahun dan semuanya berasal dari Jawa Timur, sehingga kecepatan tumbuh untuk panjang badannya akan berlangsung hampir sama meskipun telah diberikan perlakuan pakan yang berbeda. Selain itu waktu penelitian yang singkat yaitu hanya dua bulan saja tidak akan memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan tinggi badan seekor ternak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Johansson dan Rendel (1968) yang menyatakan bahwa tinggi badan ternak lebih dipengaruhi oleh pertumbuhan tulang yang merupakan pengaruh faktor genetik, bukan sepenuhnya dipengaruhi oleh daging dan otot. Tinggi badan domba ekor gemuk yang diperoleh dari hasil penelitian ini berada dibawah hasil penelitian Wijonarko (2007) yaitu 62,30-64,95 cm. Tinggi badan domba yang diperoleh juga belum sesuai dengan hasil penelitian Aziz (2006) yang menyatakan bahwa rataan tinggi badan domba ekor gemuk jantan berumur kurang dari satu tahun berkisar antara 52,14-55,81 cm. Perbedaan yang diperoleh dari kedua hasil penelitian tersebut dapat dikarenakan adanya perbedaan genetik dan lokasi penelitian atau lingkungan yang berbeda serta sistem pemeliharaan yang berbeda-beda juga. Hardjosubroto (1994) menambahkan bahwa tinggi badan domba ekor gemuk pada jantan yang telah dewasa antara 60-65 cm dan pada betina dewasa adalah 52-60 cm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wijonarko (2007), dimana pada penelitiannya domba yang dipelihara di Pulau Rote didatangkan dari Jawa Timur memiliki tinggi badan yang lebih rendah daripada domba yang dipelihara di Pulau Madura. Dapat diketahui juga bahwa domba ekor gemuk yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Jawa Timur. Sistem pemeliharaan juga memegang peranan penting, pada penelitian Wijonarko (2007) sistem pemeliharaannya adalah ekstensif sedangkan pada penelitian Aziz (2006) dipelihara secara semi intensif dengan penambahan silase dari sisa makan restoran. Adapun sistem pemeliharaan pada penelitian ini dilaksanakan secara intensif dan diberikan pakan campuran konsentrat dan limbah tauge. Pemberian jenis pakan yang berbeda dengan penelitian Aziz (2006) dapat mempengaruhi pertumbuhan seekor ternak, oleh karena itu tinggi badan ternak juga berbeda meskipun umur ternak yang digunakan adalah sama yaitu domba dengan 43

umur dibawah satu tahun. Faktor lainnya yang mempengaruhi perbedaan tinggi badan diantara kedua penelitian yaitu umur ternak. Umur ternak yang digunakan pada penelitian Wijonarko (2007) yaitu berkisar antara tiga sampai empat tahun, sedangkan pada penelitian ini, domba ekor gemuk yang digunakan berumur kurang dari satu tahun. Perbedaan umur pada seekor ternak menjadikan tinggi badan ternak tersebut berbeda pula. Ternak dengan umur yang lebih tua memiliki tinggi badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ternak pada saat umurnya masih muda. Nataatmaja dan Arifin (2008) menambahkan bahwa tinggi badan seekor ternak sejalan dengan meningkatnya umur secara normal. Lingkar Dada Domba Ekor Gemuk Lingkar dada biasanya dianggap sebagai keliling pada bagian dada dari badan seekor ternak, sehingga tidak heran bahwa lingkar dada dapat bernilai ekonomis. Rataan lingkar dada domba ekor gemuk jantan selama penelitian dengan penambahan limbah tauge dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Rataan Lingkar Dada Domba Ekor Gemuk Selama Penelitian Kel P1 P2 P3 P4 Rataan (cm/ekor) BBK 55,92±4,88 58,33±2,88 56,08±2,55 55,00±2,61 56,33±3,15 BBB 58,08±0,80 56,33±2,75 60,25±1,75 59,92±2,24 58,65±2,38 Rataan 57,00±3,34 57,33±2,75 58,17±3,01 57,46±3,46 57,49±2,97 Keterangan : BBK (kelompok bobot badan kecil); BBB (kelompok bobot badan besar) P1 = 100% konsentrat + 0% limbah tauge; P2 = 75% konsentrat + 25% limbah tauge P3 = 50% konsentrat + 50% limbah tauge; P4 = 25% konsentrat + 75% limbah tauge Berdasarkan hasil analisis ragam, rataan umum lingkar dada domba ekor gemuk tidak berpengaruh nyata atas penambahan limbah tauge pada berbagai taraf perlakuan yang berbeda. Rataan umum yang diperoleh adalah 57,49±2,97 cm dengan kisaran rataan pada setiap perlakuan yaitu 57,00±3,34-58,17±3,01 cm. Lingkar dada domba ekor gemuk dari hasil penelitian ini telah sesuai dengan hasil penelitian Aziz (2006) yang menyatakan bahwa lingkar dada untuk domba ekor gemuk jantan pada umur dibawah satu tahun berkisar antara 57,32±5,1-65,35±4,02 cm. Namun lingkar dada domba ekor gemuk yang diperoleh dari hasil penelitian ini 44

belum sesuai dengan hasil penelitian Wijonarko (2007) yang berkisar antara 75,80±10,10-77,56±6,25 cm. Perbedaan yang diperoleh dari kedua penelitian tersebut adalah perbedaan umur ternak yang digunakan. Pada penelitian Wijonarko (2007) ternak yang digunakan yaitu berumur tiga sampai empat tahun, sedangkan pada penelitian ini menggunakan ternak domba berumur dibawah satu tahun. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa semakin tua umur seekor ternak maka lingkar dada ternak tersebut juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan seekor ternak tersebut telah mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan dari bagian-bagian tubuhnya, dan telah diperoleh timbunan otot atau daging dari pakan yang dikonsumsinya. Menurut Johansson dan Rendel (1968), pertumbuhan lingkar dada dipengaruhi oleh pertumbuhan daging dan otot, sehingga faktor lingkungan dapat mempengaruhi pola konsumsi pakan ternak tersebut. Tingkat konsumsi ternak selama penelitian diketahui berpengaruh nyata terhadap perlakuan pemberian pakan yang berbeda. Pakan perlakuan P4 memiliki tingkat konsumsi pakan yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan pakan lainnya. Namun dapat diketahui pula bahwa pertambahan bobot badan harian domba tidak berpengaruh nyata atas perlakuan yang diberikan. Hal tersebut dapat mempengaruhi rataan lingkar dada domba yang juga tidak berpengaruh nyata atas perlakuan pakan yang diberikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarasono et al (1991) yang menyatakan bahwa pertambahan bobot badan dan lingkar dada biasanya nyata sama, artinya ketika pertambahan bobot badan tidak berpengaruh nyata atas perlakuan pakan yang diberikan maka kemungkinan lingkar dada juga tidak akan berpengaruh nyata. Pengaruh lainnya adalah adanya perbedaan lokasi dan sistem pemeliharaan. Lokasi penelitian Wijonarko (2007) berada di daerah yang relatif lebih kering dibandingkan dengan wilayah Indonesia Barat, yaitu Pulau Madura dan Pulau Rote dengan sistem pemeliharaan ekstensif, sedangkan pada penelitian ini dilaksanakan dengan sistem intensif. 45

Lebar Dada Domba Ekor Gemuk Rataan lebar dada domba ekor gemuk jantan selama penelitian dengan penambahan limbah tauge dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Rataan Lebar Dada Domba Ekor Gemuk Selama Penelitian Kel P1 P2 P3 P4 Rataan (cm/ekor) BBK 11,78±1,59 12,33±0,80 12,33±0,80 11,67±1,04 12,03±0,10 BBB 13,08±0,95 12,50±1,39 13,75±0,66 12,67±0,88 13,00±0,99 Rataan 12,43±1,37 12,42±1,02 13,04±1,02 12,17±1,02 12,52±1,09 Keterangan : BBK (kelompok bobot badan kecil); BBB (kelompok bobot badan besar) P1 = 100% konsentrat + 0% limbah tauge; P2 = 75% konsentrat + 25% limbah tauge P3 = 50% konsentrat + 50% limbah tauge; P4 = 25% konsentrat + 75% limbah tauge Penambahan limbah tauge dengan campuran konsentrat pada pakan domba tidak berpengaruh nyata terhadap lebar dada domba ekor gemuk. Rataan umum lebar dada domba ekor gemuk adalah 12,52±1,09 cm dengan kisaran rataan setiap perlakuan adalah 12,17±1,02-13,04±1,02 cm. Lebar dada domba ekor gemuk yang diperoleh dari hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Aziz (2006), yang menyatakan bahwa lebar dada domba ekor gemuk pada umur dibawah satu tahun berkisar antara 11,01±1,58-13,73±1,63 cm. Menurut Aziz (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa lebar dada seekor ternak dipengaruhi oleh lokasi penelitian. Tidak berbedanya antara lebar dada domba ekor gemuk dalam penelitian ini dengan hasil penelitian Aziz diduga karena domba ekor gemuk tersebut memiliki genetik yang sama meskipun lokasi penelitiannya berbeda. Hasil penelitian Wijonarko (2007) menyatakan bahwa lebar dada domba ekor gemuk jantan berkisar antara 14,06±0,94 14,46±1,68 cm. Lebar dada yang diperoleh dari hasil penelitian Wijonarko (2007) nyata lebih besar daripada lebar dada yang diperoleh pada penelitian ini. Perbedaan tersebut dikarenakan lokasi penelitian dan umur domba ekor gemuk yang digunakan juga berbeda. Pada penelitian Wijonarko (2007), domba ekor gemuk yang digunakan berumur tiga sampai empat tahun, sedangkan pada penelitian ini domba ekor gemuk yang digunakan berumur kurang dari satu tahun. Selain itu lokasi penelitian Wijonarko (2007) berada di wilayah dengan iklim yang lebih kering yaitu Pulau Madura dan Pulau Rote. 46

Hubungan Ukuran Morfometrik Tubuh dengan Bobot Badan Domba Ukuran permukaan dan bagian tubuh hewan mempunyai banyak kegunaan, karena dapat menaksir bobot badan dan karkas serta memberi gambaran bentuk tubuh hewan sebagai ciri suatu bangsa tertentu (Mulliadi, 1996). Penggunaan ukuran-ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran umum pada seekor ternak yang dapat memberikan gambaran eksterior seekor domba dan mengetahui perbedaanperbedaan seekor ternak. Pertumbuhan seekor ternak akan menghasilkan suatu nilai korelasi antara bobot badan dengan setiap ukuran-ukuran tubuh. Setiap pertumbuhan komponen-komponen tubuh akan diikuti dengan peningkatan ukuran-ukuran tubuh (Doho, 1994). Hasil analisis regresi antara panjang badan dengan bobot badan domba ekor gemuk dengan persamaan regresi yaitu y= a + bx adalah Bobot = - 10.11 + 0.57 Panjang Badan, dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 39,1%. Hasil analisis regresi tersebut menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1 cm panjang badan domba maka akan meningkatkan 0,57 kg bobot badan domba tersebut. Nilai P- Value < 0,05 maka persamaan regresi tersebut layak digunakan dan diketahui bahwa terdapatnya hubungan yang berpengaruh nyata antara kenaikan satu satuan peubah panjang badan yang akan diikuti oleh kenaikan 0,57 satuan bobot badan domba tersebut. Korelasi antara kedua peubah tersebut adalah positif yaitu sebesar 64,6%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurhayati (2004) yaitu panjang badan dan bobot badan memiliki nilai korelasi yang positif pada ternak domba Priangan di Kabupaten Garut. Panjang badan pada domba Garut Margawati juga memiliki nilai koefisien korelasi yang tertinggi terhadap bobot badan yaitu dengan nilai korelasi sebesar 97% (Jamal, 2007). Persamaan regresi antara tinggi badan dengan bobot badan domba ekor gemuk dengan persamaan regresi yaitu y= a + bx adalah Bobot = - 6.32 + 0.50 Tinggi Badan dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 16,5%. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa peningkatan 1 cm tinggi badan maka akan meningkatkan bobot badan sebesar 0,5 kg. Nilai P-Value < 0,05 maka persamaan regresi tersebut layak digunakan dan diketahui bahwa terdapatnya hubungan yang berpengaruh nyata antara kenaikan satu satuan peubah tinggi badan yang akan diikuti oleh kenaikan 0,5 satuan bobot badan domba tersebut. Korelasi antara kedua peubah 47

tersebut adalah positif yaitu sebesar 44,6%. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) juga memiliki pengaruh terhadap persamaan regresi yang digunakan. Semakin tinggi nilai determinasi maka semakin berarti hasil dari persamaan regresi tersebut sebagai alat penduga. Sebaliknya jika nilai determinasinya rendah meskipun hasilnya berpengaruh nyata maka perlu berhati-hati untuk menggunakan persamaan tersebut sebagai penduga. Dapat diketahui bahwa nilai determinasi (R 2 ) pada setiap ukuran tubuh memang tidak terlalu tinggi, bahkan pada ukuran tinggi badan nilai determinasinya sangat kecil yaitu 16,5%, sedangkan pada ukuran lainnya seperti panjang badan adalah 42,7%, lingkar dada 48,9%, dan lebar dada sebesar 50%. Persamaan regresi antara lingkar dada dengan bobot badan domba ekor gemuk dengan persamaan regresi yaitu y= a + bx adalah Bobot = - 15.07 + 0.59 Lingkar Dada dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 48,9%. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa bahwa peningkatan 1 cm lingkar dada maka akan meningkatkan bobot badan sebesar 0,59 kg. Nilai P Value < 0,05 artinya persamaan regresi tersebut layak untuk digunakan, dan hal ini didukung oleh nilai korelasinya yang tinggi juga yaitu sebesar 70%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prahadian (2011) yang menyatakan bahwa lingkar dada memberikan pengaruh terbesar pada skor ukuran tubuh kelompok domba di Mitra Tani Farm begitu pula yang terjadi di peternakan Tawakal. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin besar ukuran lingkar dada maka skor ukuran tubuh juga akan semakin besar. Jamal (2007) juga menambahkan bahwa lingkar dada memiliki nilai koefisien korelasi tertinggi dengan bobot badan pada kelompok domba tangkas Ciomas dengan nilai korelasi sebesar 76,6%. Persamaan regresi antara lebar dada dengan bobot badan domba ekor gemuk dengan persamaan regresi yaitu y= a + bx adalah Bobot = - 1.239 + 1.642 Lebar Dada dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 50%. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa peningkatan 1 cm lebar dada domba maka akan menyebabkan peningkatan bobot badan sebesar 1,6 kg. Nilai P Value < 0,05 artinya persamaan regresi tersebut layak untuk digunakan, dan diketahui juga bahwa nilai korelasi diantara dua peubah tersebut adalah 71%. Jamal (2007) menambahkan bahwa lebar dada memiliki nilai korelasi tertinggi dengan bobot badan dengan nilai korelasi sebesar 92% pada domba jantan, namun pada domba betina nilai korelasi lebar dada hanya sebesar 77%. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai suatu korelasi antara 48

ukuran-ukuran tubuh domba terhadap bobot badan dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Hal tersebut memungkinkan bahwa pada setiap penelitian nilai korelasi tertinggi untuk setiap ukuran tubuh akan berbeda-beda dan tidak dapat dijadikan tolok ukur yang dominan. Berdasarkan hasil analisis regresi dan korelasi pada setiap ukuran-ukuran tubuh domba, maka hubungan antara lebar dada dengan bobot badan mempunyai nilai korelasi yang tinggi dibandingkan dengan ukuran tubuh yang lainnya. Dengan demikian, lebar dada merupakan kriteria yang baik yang dapat mempengaruhi bobot badan domba dan hal tersebut dapat dijadikan sebagai penduga bobot badan yang tepat untuk penelitian ini. Hal ini dikarenakan pada penelitian lain dapat diperoleh bahwa lingkar dada memiliki nilai korelasi yang paling tinggi terhadap bobot badan. Prahadian (2011) menambahkan bahwa ukuran lingkar dada memiliki nilai korelasi yang erat dengan bobot badan pada kedua lokasi peternakan yang berbeda yaitu peternakan Mitra Tani Farm dan peternakan Tawakal secara berturut-turut adalah 91% dan 85%. Nilai korelasi yang tinggi pada peternakana UP3J (Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol) adalah tinggi pundak dengan nilai korelasi sebesar 82%. Lebar dada memiliki nilai korelasi yang paling tinggi, tetapi nilai korelasi ukuran-ukuran tubuh lainnya juga berkorelasi linier dengan bobot badan. Nilai korelasi yang paling rendah pada penelitian ini adalah tinggi badan domba ekor gemuk dengan nilai korelasi hanya 44,6%. Ukuran-ukuran tubuh memiliki nilai korelasi yang berbeda-beda terhadap bobot badan domba yang dapat dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan. Secara genetik dapat diketahui bahwa pada jenis domba Garut tipe tangkas akan memiliki ukuran-ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan jenis domba lain seperti domba ekor tipis. Faktor lingkungan yang mempengaruhi adalah manajemen pemeliharaan, kualitas dan kuantitas pakan, iklim dan penyakit. Syahid (2009) menambahkan bahwa nilai koefisien keragaman yang dianggap baik sampai sekarang belum dapat dibakukan karena adanya beberapa faktor lingkungan dan genetik yang mempengaruhi. Mulliadi (1996) menyatakan bahwa keragaman pada bobot badan dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi pemeliharaan, pemberian pakan, kondisi pencernaan, dan keragaman genetik. 49

Efisiensi Pakan Efisiensi pakan adalah perbandingan antara pertambahan bobot badan ternak dengan pakan yang dikonsumsi oleh ternak tersebut dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Efisiensi pakan sangat penting diketahui karena erat kaitannya dengan biaya produksi. Efisiensi pakan termasuk dalam program pemberian pakan yang dapat diukur dari pertambahan bobot badan harian yang dibagi dengan jumlah pakan yang dikonsumsi setiap ternak. Efisiensi pakan ditentukan berdasarkan beberapa faktor yaitu suhu lingkungan, potensi genetik, nutrisi pakan, kandungan energi dan penyakit (Parakkasi, 1999). Semakin tinggi nilai efisiensi pakan maka penggunaan pakan semakin baik dalam meningkatkan pertumbuhan ternak. Efisiensi pakan juga dipengaruhi oleh jumlah pakan yang dikonsumsi, bobot badan, gerak atau aktivitas tubuh, musim, dan suhu dalam kandang. Kualitas pakan yang dikonsumsi oleh ternak semakin baik maka semakin efisien dalam penggunaan pakan. pakan domba ekor gemuk selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Efisiensi Pakan Domba Ekor Gemuk Selama Penelitian Kel P1 P2 P3 P4 Efisiensi BBK 1,56± 0,33 1,47±0,40 1,03±0,09 0,56±0,04 BBB 1,41±0,46 0,89±0,79 1,12±0,18 0,69±0,18 Rataan 1,49±0,37 a 1,18±0,65 ab 1,07±0,14 ab 0,63±0,14 b Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang berbeda menunjukan berbeda nyata (P<0,05); BBK (kelompok bobot badan kecil); BBB (kelompok bobot badan besar); P1 = 100% konsentrat + 0% limbah tauge; P2 = 75% konsentrat + 25% limbah tauge; P3 = 50% konsentrat + 50% limbah tauge; P4 = 25% konsentrat + 75% limbah tauge Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan limbah tauge berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap efisiensi pakan domba ekor gemuk. Efisiensi pakan perlakuan P1 yaitu 1,49±0,37 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P4 yaitu 0,63±0,14 dan memiliki nilai efisiensi pakan yang sama dengan perlakuan P2 yaitu 1,18±0,65 dan P3 yaitu 1,07±0,14. Nilai efisiensi pakan perlakuan P2 memiliki nilai efisiensi pakan yang sama dengan pakan perlakuan P3 dan P4. Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa pakan perlakuan P1 memiliki nilai efisiensi pakan yang paling tinggi dan pakan perlakuan P4 memiliki nilai efisiensi pakan yang paling rendah. Artinya pada perlakuan P1 maka setiap 50

pakan yang dikonsumsi mampu dikonversi menjadi daging sehingga menghasilkan pertambahan bobot badan domba yang optimum. Pada perlakuan P4 banyaknya pakan yang dikonsumsi tidak dikonversi menjadi daging dengan baik sehingga tidak mampu meningkatkan bobot badan yang lebih tinggi daripada domba dengan tingkat konsumsi pakan yang sedikit. Selama penelitian, konsumsi pakan untuk perlakuan P1 adalah konsumsi pakan yang paling rendah sedangkan konsumsi pakan perlakukan P4 adalah konsumsi pakan paling tinggi. Namun hasil dari sidik ragam yang dilakukan, pertambahan bobot badan harian domba yang diperoleh tidak berbeda nyata antara domba yang diberi pakan dengan penambahan limbah tauge (75% limbah tauge atau pakan perlakuan P4) dibandingkan dengan domba yang diberi pakan tanpa penambahan limbah tauge (100% konsentrat). Pertambahan bobot badan yang tidak lebih tinggi pada domba perlakuan P4 menjadikan perlakuan pakan tersebut menjadi tidak efisien dibandingkan dengan perlakuan pakan P1. Penambahan limbah tauge pada pakan memiliki nilai efisiensi yang rendah namun dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan konsentrat maka penambahan limbah tauge ini tetap menghasilkan keuntungan tersendiri bagi peternak. Hal ini dikarenakan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) yang dihasilkan ternyata tidak berbeda nyata antara pakan yang diberi 75% limbah tauge dengan pakan 100% konsentrat. Harga konsentrat yang digunakan pada saat penelitian terhitung Rp. 1650,-/kg sedangkan limbah tauge yang digunakan adalah gratis dan dapat diambil di pasar tradisional dimana para pedagang tauge sering membuangnya sebagai suatu limbah pasar. Wahju (1997) juga menyatakan bahwa pertumbuhan yang baik belum tentu menjamin keuntungan maksimal, tetapi pertumbuhan yang baik disertai biaya ransum yang minimum akan menghasilkan keuntungan yang maksimal. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa efisiensi pakan dipengaruhi oleh suhu lingkungan, potensi genetik, nutrisi pakan, kandungan energi dan penyakit serta dipengaruhi oleh banyaknya pakan yang dikonsumsi, bobot badan, gerak, atau aktivitas tubuh. Keadaan cuaca yang fluktuatif baik pada suhu, kelembaban dan curah hujan selama penelitian mempengaruhi tingkat konsumsi pakan dan berakibat pula pada nilai efisiensi pakan yang dihasilkan. 51

KESIMPULAN Performa domba ekor gemuk dengan pemberian pakan limbah tauge yang ditunjukkan dengan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) tidak menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata jika dibandingkan dengan pemberian konsentrat saja. Ukuran-ukuran morfometrik yang terdiri dari panjang badan, tinggi badan, lingkar dada dan lebar dada juga tidak memiliki pengaruh yang nyata. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya kandungan energi dalam limbah tauge serta adanya kandungan anti tripsin didalamnya. Namun dengan biaya pakan yang lebih rendah pada penggunaan pakan limbah tauge dibandingkan dengan penggunaan pakan konsentrat dengan hasil pertambahan bobot badan yang sama, maka dapat menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi peternak. Penambahan limbah tauge memberikan pengaruh yang berbeda nyata dalam tingkat konsumsi pakan. Konsumsi pakan domba dengan penambahan limbah tauge menghasilkan tingkat konsumsi pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi 100% konsentrat. Lebar dada merupakan ukuran tubuh yang memiliki nilai korelasi yang paling tinggi terhadap bobot badan sehingga dapat dijadikan kriteria yang baik dalam hal pendugaan bobot badan domba ekor gemuk. Pemanfaatan limbah tauge dapat dijadikan suatu wacana dalam pemeliharaan lingkungan hidup dengan menghasilkan zero waste dari suatu usaha peternakan dengan hasil produksi domba yang optimum. Saran Perlu dilaksanakan penelitian dengan cara pemberian pakan yang berbeda dengan penelitian ini, seperti dengan memisahkan antara limbah tauge dengan konsentrat atau dengan cara membuatnya menjadi pellet. Selain itu dapat diteliti tentang persentase karkas serta sifat fisik dan kimia karkas terkait dengan pemanfaatan limbah tauge dalam pakan domba ekor gemuk dan juga pengamatan perihal kecernaan dari pengaruh penambahan limbah tauge pada domba ekor gemuk.

UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan semesta alam Allah SWT atas karunia dan rahmat-nya sehingga penulis bisa menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini. Sholawat beserta salam semoga tercurah limpah kepada Nabi besar kita yakni Nabi Muhammad saw beserta para keluarganya, sahabatnya, dan umatnya yang slalu tetap istiqomah hingga akhir zaman. Penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Didit Wandito dan Ibunda Ningrum tercinta atas doa, nasehat, kasih sayang, dan pengorbanan yang tidak pernah berhenti. Juga kepada kakakku Erik Rehabiani Wandito yang telah memberikan semangat kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Ir. Sri Rahayu, M.Si. selaku pembimbing utama dan Dr. Ir. Didid Diapari, M.Si. selaku pembimbing kedua atas segala bimbingan dan arahan kepada Penulis selama melaksanakan penelitian dan menyeleseikan tugas akhir ini. Terima kasih kepada dewan penguji yaitu Dr. Ir. Moh. Yamin, M.Agr.,Sc. Ir. Lilis Khotidjah, M.Si. dan Dr. Rudi Afnan, S.Pt.,M.Sc.,Agr. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Muladno, M.SA. selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan kepada penulis selama kuliah di Fakultas Peternakan IPB sehingga penulis dapat menyeleseikan kuliah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak Mitra Tani Farm yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian di sana khususnya kepada Mas Bahrudin, Mas Budi, Mas Afnan, dan Mas Amrul. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman selama kuliah di IPB yaitu Larasati, Dewi, Melati, Moliya, Wulan, Rofika, Kharisma, Inda, Walfitri dan juga temanteman IPTP 44 yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada Rama Rahadyan yang telah memberikan semangat dalam penyeleseian skripsi ini, hanya Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang yang akan membalasnya. Semoga skripsi ini bermanfaat dalam dunia pendidikan dan peternakan selanjutnya. Bogor, Januari 2011 Penulis

DAFTAR PUSTAKA Aguilera, J. 1973. Influence of protein level of diet ondigestibility, nutritive value and nitrogen balance in growing rabbits. Proceeding of International Convention on Rabbits Production. ERBA. Rome Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta. Aziz, F. A. 2006. Studi penampilan pertumbuhan anak pra sapih, bobot badan, dan dimensi tubuh domba ekor gemuk di Indramayu, Madura, dan Rote. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2010. Data Cuaca, Kelembaban dan Curah Hujan Wilayah Darmaga Bogor. Bogor. Bakrie, B., J. Hogan., J. B. Liang., A. M. M. Tareque., & R. C. Upadhyay. 1996. Ruminant Nutrition and Production in the Tropics and Subtropics. Australian Center for international Agricultural Research, Canberra. Belinda. 2009. Evaluasi mutu cookies campuran tepung kacang hijau dan beras sebagai pangan tambahan bagi ibu hamil. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, bogor. Blakely, J., & D. H. Blade. 1992. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Bressani, R., R. Fernandez., L. G. Elias., & J. E. Braham. 1982. Trypsin inhibitor and hemaglutinis in bean (Phaseolus vulgaris) and their relationship with the content of tannin and associated polyphenols. J. Agric. Food Chem. 30 : 743-753. Church, D. C., & W. G. Pond. 1988. Basic animal and Feeding. Joh Willey and Son. New York. Singapore. Crampton, E. W., & L. E. Harris. 1969. The Uses of Feedstuffs in The Formulation of Livestock Ration. Applied Animal Nutrition. W. H. Freman and Co ; San Fransisco. Devendra, C., & G. B. Mc Leroy. 1982. Goat and Sheep Production in the Tropics. Longman Group Ltd, Singapore. Devendra, C., & M. Burn. 1983. Goat Production in The Tropics. Commonwealth Agricultural Bureaux, London. Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Statistik Peternakan. Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta. http://www.ditjennak.go.id/basisdataproses.asp?thn1=2007&thn2=2008&jd= Domba&button=Submit&rep=5&ket=Produksi+Daging+Nasional+Per+Provi nsi. [11 November 2010]

Diwyanto, J. 1982. Pengamatan penotif domba Priangan serta hubungan antara beberapa ukuran tubuh dengan bobot badan. Tesis Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Doho, S. R. 1994. Studi keragaman fenotipik dan pendugaan jarak genetik antar domba lokal di Indonesia. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Epstein, H. 1971. Domestic Animal of China. Commonwealth Agricultural Bureaux. Farnham Royal, Bucks. Gatenby, R. M. 1991. The Tropical Agriculturalist Sheep. 1 st Edition. Mc Millan Education Ltd. London and Basingtone. Hardinsyah., & D. Briawan. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan dan Gizi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliaan Ternak di Lapangan. PT. Gramedia Widiarsana, Jakarta. Harfiah. 2005. Penentuan nilai indek beberapa pakan hijauan ternak domba. Jurnal Sains dan Teknologi. Vol 5 No 3: 114-125 Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo., & A. D Tillman. 1993. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Haryanto, B. 1992. Pakan domba dan kambing. Prossiding sarasehan usaha Ternak Domba dan Kambing Menyongsong Era PJPT II. Ikatan Sarjana Ilmu-Ilmu Peternakan Indonesia (ISPI) Cabang Bogor dan Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI) Cabang Bogor, Bogor. Hasanah, K. 2006. Penampilan domba ekor tipis jantan yang diberi konsentrat dan rumput gajah (Pennisetum purpureum) pada lama penggemukan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Herman. R. 2003. Budidaya Ternak Ruminansia Kecil. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Johansson, I., & J. Rendel. 1968. Genetics and Animal Breeding. W.H. Freeman and Company. San Francisco. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. 2010. Hasil analisis proksimat limbah tauge dan konsentrat. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Martawidjaja, M. 1986. Pengaruh musim terhadap konsumsi makanan dan pertumbuhan domba. Jurnal Ilmu dan Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol 2 (4) : 19-22 55

Maryati. 2007. Pengaruh Bangsa dan Jenis Kelamin Terhadap Performa Domba Selama Penggemukan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Massiara, L. 1986. Pendugaan bobot badan melalui beberapa ukuran tubuh pada kambing kacang di Unit pendidikan dan penelitian Peternakan Jonggol. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Maynard, L. A., & J. K. Loosly. 1979. Animal Nutrition. 4 th Edition. Mc Grow Hill Book Co. Inc., New York. Mulliadi, D. 1996. Sifat fenotipe domba Priangan di Kabupaten Pandeglang dan garut. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Munier, F. F., D. Bulo, Saidah, Syarifuddin, R. Boy, Femmi N. F., & S. Husain. 2004. Pertambahan bobot badan domba ekor gemuk (DEG) yang dipelihara secara intensif. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Bogor. Nataatmaja, D. M., & L. A. Arifin. 2008. Karakteristik ukuran tubuh dan reproduksi jantan pada kelompok populasi domba di Kabupaten Pandeglang dan Garut. Jurnal Animal Production. Vol 10 No 3 : 140-146. National Research Council. 1985. Nutrient Requirement of Sheep. 6 th. Revised Edition. National Academy Press, Washington. Nurhayati, L. 2004. Penampilan pertumbuhan domba Priangan di Kabupaten garut. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Noor, R. R. 2003. Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Pond, W. G., D. C. Chruch., & K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4 th Edition. John Wiley and Sons Press, New York. Prahadian, Y. 2011. Karakteristik ukuran dan bentuk tubuh domba ekor tipis melalui analisis regresi komponen utama di UP3J, peternakan Tawakal dan Mitra Tani Farm. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rahayu, S., D. S. Wandito, & W. W. Ifafah,. 2010. Survei Potensi Limbah Tauge di Kota Madya Bogor. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Salamena, J. F. 2003. Strategi pemuliaan ternak domba pedaging di Indonesia. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. 56

Sarasono, R. S., S. Mansjoer., & Natasasmita. 1991. Hubungan antara bobot badan, lingkar dada, dan panjang badan Sapi Bali di Propinsi Dati I Bali. Kumpulan Abstrak. Seminar Nasional Sehari Bersama Pemuliaan Ternak. Pusat antar Universitas Bioteknologi dan Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Siregar, S. B. 1984. Pengaruh ketinggian tempat terhadap konsumsi makanan dan pertumbuhan kambing dan domba lokal di daerah Yogyakarta. Jurnal Ilmu dan Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. Smith, J. B., & S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Soeparno. 1992. Yogyakarta. Ilmu dan teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Sutama, I. K. 1993. Domba Ekor Gemuk di Indonesia. Potensi dan Permaslahannya. Pros. Sarasehan Usaha Ternak Domba dan Kambing Menyongsong Era PJPT II. Bogor. Syahid, A. 2009. Koefisien keragaman. http://abdulsyahid-forum.blogspot.com. Blog Edukasi. [7 Maret 2011]. Tillman, A. D., H. Hari, R. Soedomo, P. I. Soeharto., & L. Soekanto. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Tomazweska, M. W., I. M. Mastika, A. Djajanegara, S. Gardiner., & T. R. Wiradarya. 1993. Produksi Kambing dan Domba Di Indonesia. Sebelas Maret University Press, Surakarta. Wahju, J. 1997. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Widodo, W. 2011. Tanaman Beracun dalam Kehidupan Ternak. [23 Pebruari 2011] Wijonarko, K. 2007. Studi bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh domba ekor gemuk di pulau Madura dan Rote. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Williamson, G., & W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah mada University Press, Yogyakarta. Winarno, F. G. 1981. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winugroho, M., & Y. Widiawati. 2009. Keseimbangan nitrogen pada domba yang diberi daun leguminosa sebagai pakan tunggal. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan. Vol XIII (1) : 1-6. 57

LAMPIRAN 58

Lampiran 1. Hasil Analisis Sidik Ragam PBBH DEG Perlakuan N Lower StDev Upper 1 6 15,0494 27,1035 90,066 2 6 35,2182 63,4268 210,769 3 6 11,9906 21,5946 71,760 4 6 17,1504 30,8874 102,640 Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Kelompok 1 164 164 164 0,10 0,754 Perlakuan 3 8381 8381 2794 1,73 0,195 Error 19 30726 30726 1617 Total 23 39271 Lampiran 2. Hasil Analisis Sidik Ragam Konsumsi Pakan DEG Perlakuan N Lower StDev Upper 1 6 38,784 69,849 232,110 2 6 107,929 194,377 645,922 3 6 72,756 131,032 435,422 4 6 91,897 165,504 549,976 Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Kelompok 1 4289 4289 4289 0,19 0,669 Perlakuan 3 3868102 3868102 1289367 56,73 0,000 Error 19 431823 431823 22728 Total 23 4304213 59

Lampiran 3. Hasil Analisis Sidik Ragam Konsumsi Bahan Kering Pakan DEG Perlakuan N Lower StDev Upper 1 6 31,2291 56,243 186,896 2 6 77,2178 139,067 462,124 3 6 45,5229 81,985 272,440 4 6 49,2526 88,702 294,761 Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Kelompok 1 407 407 407 0,04 0,840 Perlakuan 3 580620 580620 193540 19,87 0,000 Error 19 185055 185055 9740 Total 23 Lampiran 4. Hasil Analisis Sidik Ragam Konsumsi Protein Kasar DEG Perlakuan N Lower StDev Upper 1 6 4,1051 7,3931 24,5676 2 6 10,2040 18,3770 61,0674 3 6 6,0612 10,9161 36,2744 4 6 6,6204 11,9231 39,6209 Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Kelompok 1 8,1 8,1 8,1 0,05 0,830 Perlakuan 3 11015,7 11015,7 3671,9 21,40 0,000 Error 19 3260,4 3260,4 171,6 Total 23 14284,2 60

Lampiran 5. Hasil Analisis Sidik Ragam Konsumsi Serat Kasar DEG Perlakuan N Lower StDev Upper 1 6 5,2829 9,5143 31,616 2 6 16,9779 30,5767 101,607 3 6 12,9816 23,3795 77,691 4 6 18,3347 33,0202 109,727 Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Kelompok 1 275 275 275 0,40 0,534 Perlakuan 3 216166 216166 72055 105,01 0,000 Error 19 13037 13037 686 Total 23 229478 Lampiran 6. Hasil Analisis Sidik Ragam Konsumsi TDN DEG Perlakuan N Lower StDev Upper 1 6 11,2512 20,2630 67,335 2 6 27,7085 49,9022 165,827 3 6 16,2681 29,2983 97,359 4 6 17,5284 31,5680 104,902 Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Kelompok 1 49 49 49 0,04 0,845 Perlakuan 3 71479 71479 23826 19,08 0,000 Error 19 23730 23730 1249 Total 23 95258 61

Lampiran 7. Hasil Analisis Sidik Ragam Panjang Badan DEG Perlakuan N Lower StDev Upper 1 6 1,44514 2,60264 8,6487 2 6 1,83826 3,31065 11,0014 3 6 1,47605 2,65832 8,8337 4 6 1,42352 2,56372 8,5193 Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Kelompok 1 44,282 44,282 44,282 7,47 0,013 Perlakuan 3 22,411 22,411 7,470 1,26 0,316 Error 19 112,586 112,586 5,926 Total 23 179,278 Lampiran 8. Hasil Analisis Sidik Ragam Tinggi Badan DEG Perlakuan N Lower StDev Upper 1 6 0,63562 1,14473 3,80399 2 6 1,49872 2,69915 8,96937 3 6 1,44705 2,60608 8,66010 4 6 1,37909 2,48370 8,25341 Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Kelompok 1 15,440 15,440 15,440 3,18 0,091 Perlakuan 3 6,779 6,779 2,260 0,46 0,710 Error 19 92,341 92,341 4,860 Total 23 114,560 62

Lampiran 9. Hasil Analisis Sidik Ragam Lingkar Dada DEG Perlakuan N Lower StDev Upper 1 6 1,85617 3,34290 11,1086 2 6 1,52485 2,74621 9,1257 3 6 1,66962 3,00694 9,9922 4 6 1,92230 3,46200 11,5043 Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Kelompok 1 32,086 32,086 32,086 3,66 0,071 Perlakuan 3 4,341 4,341 4,341 0,16 0,919 Error 19 166,633 166,633 8,770 Total 23 203,060 Lampiran 10. Hasil Analisis Sidik Ragam Lebar Dada DEG Perlakuan N Lower StDev Upper 1 6 0,761668 1,37174 4,55833 2 6 0,566707 1,02062 3,39156 3 6 0,565004 1,01755 3,38137 4 6 0,566707 1,02062 3,39156 Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Kelompok 1 5,655 5,655 5,655 5,55 0,029 Perlakuan 3 2,490 2,490 0,830 0,82 0,501 Error 19 19,347 19,347 1,018 Total 23 27,492 63

Lampiran 11. Hasil Analisis Sidik Ragam Efisiensi Pakan DEG Perlakuan N Lower StDev Upper 1 6 0,202997 0,365590 1,21487 2 6 0,358115 0,644954 2,14320 3 6 0,076841 0,138389 0,45987 4 6 0,076900 0,138494 0,46022 Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Kelompok 1 0,1004 0,1004 0,1004 0,67 0,423 Perlakuan 3 2,2694 2,2694 0,7565 5,06 0,010 Error 19 2,8394 2,8394 0,1494 Total 23 5,2092 64

Lampiran 12. Hasil Analisis Regresi Panjang Badan dengan Bobot Badan Source DF SS MS F P Regression 1 59,381 59,3812 15,78 0,001 Error 22 82,779 3,7627 Total 23 142,160 Lampiran 13. Hasil Analisis Regresi Tinggi Badan dengan Bobot Badan Source DF SS MS F P Regression 1 28,645 28,6449 5,55 0,028 Error 22 113,515 5,1598 Total 23 142,160 Lampiran 14. Hasil Analisis Regresi Lingkar Dada dengan Bobot Badan Source DF SS MS F P Regression 1 72,642 72,6423 22,99 0,000 Error 22 69,518 3,1599 Total 23 142,160 Lampiran 15. Hasil Analisis Regresi Lebar Dada Dada dengan Bobot Badan Source DF SS MS F P Regression 1 74,128 74,1284 23,97 0,000 Error 22 68,031 3,0923 Total 23 142,160 65

Lampiran 16. Gambar DEG Setelah Penggemukan Pada Setiap Perlakuan (a) (b) (c) (d) Keterangan : (a) Gambar DEG hasil penggemukan pada perlakuan P1 (b) Gambar DEG hasil penggemukan pada perlakuan P2 (c) Gambar DEG hasil penggemukan pada perlakuan P3 (d) Gambar DEG hasil penggemukan pada perlakuan P4 P1 = 100% konsentrat + 0% limbah tauge P2 = 75% konsentrat + 25% limbah tauge P3 = 50% konsentrat + 50% limbah tauge P4 = 25% konsentrat + 75% limbah tauge 66

Lampiran 17. Kandungan Bahan Pakan dalam Ransum Ransum BK Abu PK SK LK BETA- TDN N P1 80,52 11,36 10,58 13,62 4,81 40,15 36,03 P2 71,55 9,46 9,34 15,73 3,74 37,22 35,88 P3 62,57 7,32 8,33 17,84 2,66 34,29 35,74 P4 53,59 5,3 7,21 19,95 1,59 31,35 35,58 Keterangan : BK : Bahan Kering PK : Protein Kasar SK : Serat Kasar LK : Lemak Kasar BETA-N : Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen TDN : Total Digestible Nutrient P1 = 100% konsentrat + 0% limbah tauge P2 = 75% konsentrat + 25% limbah tauge P3 = 50% konsentrat + 50% limbah tauge P4 = 25% konsentrat + 75% limbah tauge 67

Lampiran 18. Garafik Analisis Regresi Panjang Badan dengan Bobot Badan Lampiran 19. Grafik Analisis Regresi Tinggi Badan dengan Bobot Badan 68

Lampiran 20. Grafik Analisis Regresi Lingkar Dada dengan Bobot Badan Lampiran 21. Grafik Analisis Regresi Lebar Dada dengan Bobot Badan 69