PRODUKSI BIOFUEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT CaO/γ-Al 2 O 3 dan CoMo/γ-Al 2 O 3

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED

Oleh : ENDAH DAHYANINGSIH RAHMASARI IBRAHIM DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi, DEA NIP

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum L) DENGAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI MENGGUNAKAN KATALIS KI/H-ZA BERBASIS ZEOLIT ALAM

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pemenuhan energi semakin meningkat seiring dengan

AKTIVITAS KATALIS K 3 PO 4 /NaZSM-5 MESOPORI PADA TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL (RPO) MENJADI BIODIESEL

Oleh : Wahyu Jayanto Dosen Pembimbing : Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Pemanfaatan Bentonit Dan Karbon Sebagai Support Katalis NiO-MgO Pada Hidrogenasi Gliserol

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

Oleh: Nufi Dini Masfufah Ajeng Nina Rizqi

PEMBUATAN DIETIL ETER DENGAN BAHAN BAKU ETANOL DAN KATALIS ZEOLIT DENGAN METODE ADSORBSI REAKSI

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan

PENGGUNAAN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL

ZAHRA NURI NADA YUDHO JATI PRASETYO

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL PENGEMBANGAN REAKSI ESTERIFIKASI ASAM OLEAT DAN METANOL DENGAN METODE REAKTIF DISTILASI

Oleh : Niar Kurnia Julianti Tantri Kusuma Wardani Pembimbing : Ir. Ignatius Gunardi, MT

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi meningkat seiring dengan meningkatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Agustus 2011 di laboratorium Riset Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Pendidikan

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP.

Pembuatan Biofuel dari Minyak Kelapa Sawit melalui Proses Hydrocracking dengan Katalis Ni- Mg/γ-Al 2 O 3

PENDAHULUAN Latar Belakang

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi bahan bakar minyak tahun 2005 (juta liter) (Wahyudi, 2006)

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

MODIFIKASI PROSES IN-SITU DUA TAHAP UNTUK PRODUKSI BIODIESEL DARI DEDAK PADI LOGO

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

4 Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. ini sumber energi yang banyak digunakan adalah sumber energi yang berasal dari

PENGARUH RASIO REAKTAN DAN JUMLAH KATALIS TERHADAP PROSES PEMBENTUKAN METIL ESTER DARI PALM FATTY ACID DISTILLATE (PFAD)

LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

PEMBUATAN KATALIS HZSM-5 DENGAN IMPREGNASI LOGAM PALLADIUM UNTUK PERENGKAHAN MINYAK SAWIT

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

APLIKASI PENGGUNAAN BIODIESEL ( B15 ) PADA MOTOR DIESEL TIPE RD-65 MENGGUNAKAN BAHAN BAKU MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS NaOH 0,6 %

PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG

VARIASI BERAT KATALIS DAN SUHU REAKSI TRANSESTERIFIKASI CRUDE PALM OIL MENGGUNAKAN KATALIS CANGKANG KERANG DARAH KALSINASI 800 O C

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumber energi alternatif saat ini terus digiatkan dengan tujuan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

DEGRADASI GLISEROL DENGAN TEKNOLOGI SONIKASI MENGGUNAKAN KATALIS HETEROGEN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala aktivitasnya akan meningkatkan kebutuhan energi di semua

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

Bab III Metodologi Penelitian

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dibagi menjadi: biofuel (5%), panas bumi (5%), biomasa nuklir, tenaga air dan tenaga angin (5%), batu bara cair (2%)

MODIFIKASI PROSES IN SITU ESTERIFIKASI UNTUK PRODUKSI BIODIESEL DARI DEDAK PADI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan

BABffl METODOLOGIPENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dengan semakin banyaknya pengguna kendaraan sebagai sarana transportasi,

PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi plastik dalam kehidupan sehari-hari semakin meningkat selama

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODA PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL (TAHUN KE II)

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENELITIAN PENGARUH ALIRAN LAMINER DAN TURBULEN TERHADAP PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN REAKTOR OSILATOR. Oleh:

UJI KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET BIO-COAL CAMPURAN BATUBARA DENGAN SERBUK GERGAJI DENGAN KOMPOSISI 100%, 70%, 50%, 30%

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

LAMPIRAN A. Pembuatan pelumas..., Yasir Sulaeman Kuwier, FT UI, 2010.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah produksi, konsumsi dan impor bahan bakar minyak di Indonesia [1]

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

III. METODE PENELITIAN

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI

PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN MEMANFAATKAN GELOMBANG MIKRO (MICROWAVE) PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI SECARA KONTINUE

Suplemen Majalah SAINS Indonesia. Edisi Oktober Suplemen Pertanian (MSI 58).indd1 1 28/09/ :21:09

Pembuatan Gliserol Karbonat Dari Gliserol (Hasil Samping Industri Biodiesel) dengan Variasi Rasio Reaktan dan Waktu Reaksi

Transkripsi:

PRODUKSI BIOFUEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT CaO/γ-Al 2 O 3 dan CoMo/γ-Al 2 O 3 Maya Kurnia Puspita Ayu 238.1.66 Pembimbing : 1. Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi, DEA 2. Ir. Ignatius Gunardi, MT 1. PENDAHULUAN Saat ini kebutuhan akan bahan bakar semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk, pengembangan wilayah, dan pembangunan dari tahun ke tahun, kebutuhan akan pemenuhan energi di semua sektor pengguna energi secara nasional juga semakin besar. Selama ini kebutuhan energi dunia dipenuhi oleh sumber daya tak terbarukan, seperti minyak bumi dan batubara. Namun, tidak selamanya energi tersebut dapat mencukupi seluruh kebutuhan dalam jangka panjang. Cadangan energi semakin lama semakin menipis dan proses produksinya membutuhkan waktu jutaan tahun. Peningkatan pertumbuhan ekonomi serta populasi dengan segala aktivitasnya akan meningkatkan kebutuhan energi di semua sektor pengguna energi. Peningkatan kebutuhan energi tersebut harus didukung adanya pasokan energi jangka panjang secara berkesinambungan, terintegrasi, dan ramah lingkungan. Pasokan energi diusahakan berasal dari sumber energi dalam negeri dan impor dari negara lain apabila pasokan energi dalam negeri tidak mencukupi. Mengingat potensi sumber daya minyak bumi dan kemampuan kapasitas kilang di dalam negeri yang terbatas maka perlu dicarikan bahan bakar alternatif untuk substitusi BBM. Pemanfaatan sumber energi terbarukan menjadi solusi pemenuhan kebutuhan energi yang semakin lama semakin besar di masa mendatang. Sumber daya energi terbarukan memiliki keunggulan, yakni dapat diproduksi dalam waktu relatif tidak lama dibandingkan dengan sumber energi tak terbarukan. Namun, sumber daya terbarukan selama ini belum dimanfaatkan secara optimal di Indonesia. Banyak ilmuwan mulai meneliti untuk mencari jenis energi baru yang murah, mudah dan ramah lingkungan untuk menggantikan sumber energi yang tersedia sekarang, yaitu dengan penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar karena pemakaian minyak nabati sebagai bahan bakar dapat mengurangi polusi lingkungan sedangkan penggunaan bahan bakar minyak bumi, baik dari penggunaan berupa alat transportasi maupun dari penggunaan oleh industri sangat mencemari lingkungan disebabkan tingkat polusi yang ditimbulkan sangat tinggi. Proses pembuatan biofuel selama ini dengan minyak tumbuhan menggunakan katalis homogen. Namun proses pembuatan biofuel secara konvensional ini memiliki beberapa kelemahan, diantaranya produk samping berupa sabun, rumitnya pemisahan produk biofuel yang dihasilkan dengan katalis, serta adanya limbah alkalin yang memerlukan proses lanjutan. Untuk mengatasi kelemahan dalam pembuatan biofuel secara konvensional, mulai dikembangkan penggunaan katalis heterogen (padat) untuk menggantikan katalis alkali tersebut. Dalam penelitian ini saya menguji efektifitas katalis heterogen CaO/γ-Al 2 O 3 dan CoMo/γ-Al 2 O 3 untuk menghasilkan biofuel kemurnian tinggi dengan proses pemisahan yang mudah. Dan minyak yang kami gunakan adalah minyak kelapa sawit berdasarkan pertimbangan minyak kelapa sawit dianggap lebih ekonomis.

2. METODOLOGI Penelitian ini menggunakan 2 proses yaitu, proses transesterifikasi dengan menggunakan katalis CaO/γ-Al 2 O 3 dan proses perengkahan dengan menggunakan katalis CoMo/γ-Al 2 O 3 2.1 Alat yang digunakan Gambar 2.1 Rangkaian alat proses transesterifikasi Controller Gambar 2.2 Rangkaian alat proses perengkahan 2.2 Bahan yang Digunakan Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah minyak kelapa sawit, metanol, aquades, katalis CaO/γ-Al 2 O 3 untuk proses transesterifikasi dan katalis CoMo/γ-Al 2 O 3 untuk proses perengkahan. 2.3. Kondisi Batas Kondisi batas yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Minyak yang digunakan adalah minyak kelapa sawit 2. Katalis CaO/γ-Al 2 O 3 untuk proses transesterifikasi 3. Katalis CoMo/γ-Al 2 O 3 untuk proses perengkahan 2.4. Prosedur Penelitian untuk Pemodelan Pada penelitian ini, dilakukan 2 tahap yaitu preparasi katalis dan proses produksi biofuel. 2.4.1 Prosedur Preparasi Katalis (proses transeterifikasi) Mencampur CaO dan γ- Al 2 O 3 dengan perbandingan massa 1:1 dan menambahkan air ke dalam mixer disertai dengan pengadukan dan pemanasan selama ± 2 jam.

Melakukan pengeringan selama ± 12 jam ke dalam oven dan kalsinasi menggunakan udara pada furnace dengan suhu 6 C selama ± 5 jam. 2.4.2 Prosedur Transesterifikasi Menyusun peralatan transesterifikasi Memasukkan minyak kelapa sawit ke dalam labu leher tiga, lalu mengalirkan air pendingin menuju reflux. Menyalakan pemanas dan menjaga sampai suhu yang diinginkan (6, 7, dan 8 C). Mencampur campuran katalis dan metanol ke dalam labu leher tiga yang berisi minyak. Mengaduk dengan motor pengaduk selama waktu yang divariabelkan. Produk dimasukkan ke dalam corong pemisah dan didiamkan selama 24 jam hingga terbentuk 2 lapisan (lapisan atas metanol, lapisan bawah biodiesel) Memisahkan kedua lapisan tersebut dan melakukan analisa produk (analisa GC). 2.4.3 Prosedur Perengkahan Minyak nabati dan katalis dengan perbandingan 5% berat dimasukkan dalam reaktor. Dialirkan gas N 2 untuk mengusir oksigen. Dipanaskan dengan suhu tertentu (35 o C). Tekanan ditetapkan konstan pada 1 atm dengan memasukkan gas N 2. Sampling setiap 3 menit. Analisa produk dengan analisa Gas Chromatography (GC). 2.5 Variabel Penelitian Variabel penelitian ini adalah : Variabel terikat : Temperatur 35 o C pada proses perengkahan Jumlah katalis 5% wt pada proses perengkahan dan tekanan 1 atm Katalis CaO/γ-Al 2 O 3 untuk proses transesterifikasi Katalis CoMo/γ-Al 2 O 3 untuk proses perengkahan Variabel bebas : Waktu reaksi 3, 6, 9, 12, dan menit Temperatur 6, 7 dan 8 o C pada proses transesterifikasi Jumlah katalis 1, 2, dan 3% wt pada proses transesterifikasi 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk karakterisasi katalis, analisa yang dilakukan adalah Brunaer-Emmet-Teller (BET) untuk mengetahui luas permukaan katalis. Didapatkan luas permukaan katalis CaO/ɣ-Al 2 O 3 sebesar 6,668 m 2 /g. Perhitungan hasil analisa XRD yang dilakukan di Laboratorium Energi dan Rekayasa ITS dan diolah dalam bentuk grafik dapat dilihat pada gambar 3.1 dan 3.2.

Gambar 3.1 Katalis CaO/γ-Al 2 O 3 Gambar 3.2 Katalis CoMo/γ-Al 2 O 3 Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa katalis CaO/γ-Al 2 O 3 aktif pada peak dengan sudut 2θ pada 29 o, 35 o, 43 o, dan 57 o. Sedangkan katalis CoMo/γ-Al 2 O 3 aktif pada peak dengan sudut 2θ pada 28 o, 44 o, dan 66 o. Kadar dan %yield biodiesel yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya suhu dan waktu. Perhitungan % yield biodiesel yang dihasilkan dihitung menggunakan rumus: Yield = Kadar biodiesel x Berat biodiesel x 1% Berat Minyak Berikut merupakan grafik hasil uji Gas Chromatography pengaruh waktu, pengaruh temperatur, pengaruh jumlah katalis terhadap %yield yang dihasilkan.

3.1 Pengaruh Waktu Berikut merupakan grafik hasil uji Gas Chromatography pengaruh waktu reaksi terhadap % yield yang dihasilkan : 3 2 2 1 1 Grafik thd Waktu (menit) 3 6 9 12 18 Waktu (menit) pada 1% Katalis 6 C 7 C 8 C Gambar IV.3 Pengaruh waktu reaksi pada 1% katalis 2 1 1 Grafik thd Waktu (menit) 3 6 9 12 18 Waktu (menit) pada 2% Katalis 6 C 7 C 8 C Gambar IV.4 Pengaruh waktu reaksi pada 2% katalis

Grafik thd Waktu (menit) 2 1 1 3 6 9 12 18 6 C 7 C 8 C Waktu (menit) pada 3% Katalis Gambar IV.5 Pengaruh waktu reaksi pada 3% katalis Pada penelitian ini, variabel waktu yang digunakan adalah 3, 6, 9, 12, dan menit. Dari gambar grafik IV.3 pada 6 o C, %yield cenderung naik dari waktu 3-9 menit namun turun pada waktu 12 menit, berbeda pada saat 8 o C, justru pada waktu 12 menit mengalami kenaikan %yield, sedangkan pada 7 o C, semakin lama waktu, %yield semakin menurun. Pada gambar grafik IV.4, pada temperatur 6 dan 8 o C semakin lama waktu, %yield yang dihasilkan semakin menurun, berbeda dengan temperatur 7 o C, %yield semakin naik pada waktu 12- menit. Dan pada gambar grafik IV.5 terlihat bahwa semakin lama waktu reaksi, semakin tinggi pula % yield yang dihasilkan. Hal ini terlihat pada temperatur 6 dan 7 o C yang cenderung naik pada waktu 12- menit. IV.2.2 Pengaruh Temperatur Berikut merupakan grafik hasil uji Gas Chromatography pengaruh temperatur terhadap % yield yang dihasilkan : 3 2 2 1 1 Grafik % yield thd Temperatur (C) 5 6 7 8 9 Temperatur (C) pada 1% Katalis t = 3" t = 6 " t = 9" t = 12" t = " Gambar IV.6 Pengaruh temperatur pada 1% katalis

2 1 1 Grafik %Yield thd Temperatur (C) 5 6 7 8 9 Temperatur (C) pada 2 % Katalis t = 3" t = 6" t = 9" t = 12" t = " Gambar IV.7 Pengaruh temperatur pada 2% katalis Grafik thd Temperatur (C) 1 2 1 2. 5 5 6 7 8 9 Temperatur (C) pada 3 % Katalis t = 3" t = 6" t = 9" t = 12" t = " Gambar IV.8 Pengaruh temperatur pada 3% katalis Reaksi transesterifikasi ini dioperasikan pada temperatur 6, 7 dan 8 o C dengan rasio minyak dan metanol 1:12. Dari gambar grafik IV.6, terlihat pada 1% katalis dan temperatur 6 o C didapat kenaikan % yield dari 3-9 menit kemudian turun. Sedangkan pada 7 o C, kenaikan %yield justru pada waktu 12- menit. Dan pada temperatur 8 o C %yield cenderung semakin lama semakin menurun. Pada gambar grafik IV.7 juga mengalami hal yang sama dimana pada 2% katalis, semakin tinggi temperatur (6 ke 8 o C) semakin kecil %yield yang dihasilkan, namun pada 7 o C dapat dilihat semakin lama semakin naik/semakin besar %yield yang dihasilkan. Dan pada gambar grafik IV.8 terlihat bahwa temperatur juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya % yield yang dihasilkan. Pada temperatur 6 dan 7 o C dengan 3% katalis, kenaikan terjadi pada waktu 12- menit, untuk 8 o C tetap mengalami penurunan dari 1%, 2% maupun 3% katalis. Jadi, semakin tinggi temperature maka semakin turun %yield yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan temperatur 7 dan 8 o C melampaui temperatur titik didih metanol, sehingga peluang kehilangan metanol dalam kondisi operasi tersebut akan semakin besar, menyebabkan reaksi tidak berjalan sempurna dan %yield yang dihasilkan pun kecil.

IV.2.3 Pengaruh Jumlah Katalis Berikut merupakan grafik hasil uji Gas Chromatography pengaruh jumlah katalis terhadap % yield yang dihasilkan : 3 Grafik thd % Katalis 2 1 % 1% 2% 3% 4% % Katalis (pada T = 6 C) t = 3" t = 6" t = 9" t = 12" t = " Gambar IV.9 Pengaruh jumlah katalis pada T = 6 o C 2 2 1 1 Grafik thd % Katalis % 1% 1% 2% 2% 3% 3% 4% % Katalis (pada T = 7 C) t = 3" t = 6" t = 9" t = 12" t = " Gambar IV.1 Pengaruh jumlah katalis pada T = 7 o C

1 5 2.5 Grafik thd % Katalis % 1% 2% 3% 4% % Katalis (pada T = 8 C) t = 3" t = 6" t = 9" t = 12" t = " Gambar IV.11 Pengaruh jumlah katalis pada 8 o C Dari gambar grafik pengaruh jumlah katalis terlihat bahwa hasil %yield tertinggi pada 1% jumlah katalis, temperatur 6 o C, dan waktu reaksi 9 menit yaitu 26,53%. Hal ini dapat dilihat pada gambar grafik IV.9, pada temperatur 6 o C dan 1% katalis, %yield cenderung naik dari 3-9 menit, kemudian turun pada waktu 12 menit. Pada 2% dan 3% katalis juga sama terjadi kenaikan dari 3-9 menit, kemudian turun pada waktu 12 menit. Pada gambar grafik IV.1 dengan temperatur 7 o C, dan 1% katalis justru mengalami penurunan mulai dari 3- menit, pada 2% dan 3% katalis justru menunjukkan kenaikan %yield pada waktu 12 menit. Dan pada gambar grafik IV.11 dengan temperatur 8 o C, terlihat bahwa % yield naik pada pertambahan berat katalis 1% dan 2% pada waktu reaksi 12- menit, sedang pada 3% katalis %yield semakin lama semakin menurun. Pertambahan jumlah katalis dapat meningkatkan kecepatan reaksi sehingga kemurnian yang dihasilkan meningkat. Akan tetapi, dengan bertambahnya jumlah katalis akan semakin banyak pula jumlah produk yang teradsorb ke dalam katalis. Hal ini dikarenakan tidak dilakukan pencucian pada katalis untuk mendapatkan kembali produk yang teradsorb. Dan %yield yang dihasilkan tertinggi justru pada variabel jumlah katalis terkecil yaitu 1% katalis. IV.3 Yield untuk Reaksi Perengkahan Reaksi perengkahan dilakukan dalam reaktor batch dengan tekanan konstan 1 atm dan temperatur reaksi 35 o C. Sampling dilakukan tiap 3 menit. Berikut merupakan grafik hasil uji Gas Chromatography reaksi perengkahan terhadap % yield yang dihasilkan :

1.8.6 biosolar.4 biokerosene.2 biogasoline 3 6 9 12 Waktu (menit) Gambar IV.12 Pengaruh waktu terhadap %yield %yield Dari grafik terlihat bahwa produk biofuel yang paling banyak dihasilkan adalah biosolar. Pada penelitian ini dihasilkan % yield terbesar yang nilainya sangat kecil yaitu sebesar,79% pada biogasolin,,,13% pada biokerosin, dan,818% pada biosolar.. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, salah satunya yaitu waktu reaksi yang relatif singkat, sehingga minyak belum terkonversi secara sempurna.