Permintaan terhadap produk pakaian (dalam jutaan USD) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sandang merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Semakin mudahnya akses informasi menyebabkan mode (fashion) menjadi salah satu cerminan gaya hidup manusia dan juga menunjukkan status sosial seseorang. Industri mode memang merupakan industri yang dinamis, terlihat dari permintaan yang tak menentu akibat tingginya keragaman gaya dan selera konsumen (Liliani dan Soekarno 2015, 241). Oleh karena itu, ditopang dengan inovasi dan kreatifitas pelaku bisnis bidang mode, industri ini kian hari kian menunjukkan prospek yang positif. 25000 20000 15000 10000 Permintaan Terhadap Produk Pakaian di Indonesia 16061 14144 8690 9127 9367 9504 11145 20036 5000 0 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Tahun Gambar 1.1 Permintaan terhadap produk pakaian di Indonesia tahun 2011-2018 (Economist Intellegence Unit dalam laporan PwC 2015)
Indonesia merupakan negara dengan populasi terbesar ke-empat di dunia. Hal ini menjadi daya tarik bagi para pelaku bisnis untuk terjun di industri mode Indonesia, baik itu pelaku bisnis asing maupun pelaku bisnis dalam negeri. Didukung dengan meningkatnya kelas menengah di Indonesia, baik dari segi jumlah maupun daya beli, menambah daya tarik industri mode Indonesia. Sesuai dengan Gambar 1.1 bahwa permintaan produk pakaian di Indonesia selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya, bahkan diprediksi permintaan tersebut akan mencapai angka $20.036 juta pada tahun 2018. Seiring berkembangnya zaman, perilaku konsumen juga mengalami beberapa perubahan. Eddy (2011) menyatakan bahwa masyarakat Indonesia masuk dalam kategori konsumen yang time poor, cash rich atau sedikit waktu, banyak uang. Istilah ini mendefinisikan masyarakat yang memiliki waktu luang terbatas tetapi ingin melakukan aktivitas sebanyak-banyaknya dalam waktu yang singkat tersebut. Konsumen tipe ini biasanya berasal dari kelas menengah ke atas, dan bekerja di kota-kota besar tapi tinggal di kota. Karakteristik utama lain dari konsumen tipe ini adalah ketika konsumen dapat melihat nilai suatu barang, konsumen bersedia membayar lebih untuk mendapatkan barang dengan kualitas baik tersebut, dengan kata lain tipe konsumen ini merupakan konsumen yang value conscious atau sadar nilai. Pelaku bisnis dituntut untuk membuat produk dan jasa menjadi lebih mudah dijangkau oleh konsumen. Teknologi internet memungkinkan pemasar untuk bisa lebih mudah menjangkau pasar yang luas serta memberikan kenyamanan dan kemudahan yang banyak dicari konsumen di era digital ini. Mayoritas konsumen menganggap bahwa
kelebihan yang diberikan belanja daring adalah kenyamanan dan aksesibilitas (Wolfinbarger dan Gilly, 2001). Kenyamanan sendiri didefinisikan sebagai menghemat waktu dan tenaga, sedangkan aksesibilitas dihubungkan dengan jam operasional dan lokasi toko yang memudahkan konsumen dalam berbelanja (Wolfinbarger dan Gilly, 2001). Belanja daring memungkinkan penghematan waktu dan dapat diakses selama 24 jam sehari menjadi pendorong utama berkurangnya signifikansi hubungan antara niat untuk belanja daring dan sikap terhadap belanja daring (Monsuwe, Dellaert, dan Ruyter 2004, 112). Kondisi ini banyak menginspirasi perusahaan-perusahaan retail dalam bidang mode untuk memadukan saluran konvensional (brick-and-mortar) dengan saluran daring. Strategi multisaluran seperti ini biasa disebut brick-and-click, dan telah menjadi isu penting dalam strategi saluran pemasaran (Rosenbloom 2007, 5). Penerapan strategi multisaluran tentu mendapat respon yang berbeda-beda dari konsumen karena konsumen memiliki karakteristik yang berbeda pula. Konsumen yang tidak terbiasa melakukan belanja daring atau baru pertama kali melakukan belanja daring akan cenderung untuk merasa kurang nyaman dalam melakukannya karena ketidakyakinan pada kemampuan untuk berbelanja produk melalui internet (Bobbitt dan Dabholkar 2001, 444). Terlebih lagi produk pakaian yang membutuhkan evaluasi langsung dengan cara memegang dan merasakan (feeland-touch) (Hansen dan Jansen 2009, 1157; Kim dan Kim 2004, 893). Produk pakaian dinilai memiliki variasi yang tinggi dalam hal kualitas karena bisa berbedabeda bergantung pada harga maupun kesesuaian dengan tubuh (Hansen dan Jansen 2009, 1157). Hal inilah yang kemudian membuat banyak konsumen yang merasa
bahwa melakukan pembelian pakaian lewat internet lebih mengandung resiko dibandingkan melakukan pembelian lewat toko non-daring yang memungkinkan untuk melihat produk secara langsung (Hansen dan Jansen 2009, 1157). Dalam membuat keputusan pembelian, konsumen memerlukan beberapa informasi yang relevan. Dengan munculnya internet kini mayoritas konsumen mencari informasi melalui internet karena lebih mudah dan tidak memerlukan biaya yang besar (Bei, Chen, dan Widdows 2004, 450). Informasi yang diberikan oleh penjual serta transaksi yang pernah dilakukan oleh konsumen dapat membantu konsumen dalam menilai apakah penjual dapat dipercaya (Gefen, Benbasat, dan Pavlou 2008, 282). Dalam memilih sumber informasi, konsumen cenderung memilih peritel yang dipercayai ataupun yang lebih familiar (Hahn dan Kim 2009, 129). Pencarian informasi dan saluran yang dipilih merupakan hal yang perlu diperhatikan mengingat kedua hal tersebut adalah faktor yang menyebabkan niat untuk melakukan pembelian di toko daring (Shim dkk. 2001, 411). 1.2 Rumusan Masalah Belanja daring memang menawarkan efisiensi waktu dan kenyamanan pada konsumen, namun tak sedikit konsumen yang masih enggan melakukan belanja secara daring akibat adanya resiko persepsian. Resiko persepsian atas belanja daring yang dirasakan konsumen akan berbeda untuk tiap individu, yaitu bergantung kepada pengalaman individu dalam menggunakan internet dan juga kedalaman informasi yang disediakan oleh toko daring (Montoya-Weiss, Voss, dan Grewal 2003, 456). Martin dan Camarero (2009) menyatakan bahwa terdapat
perbedaan sikap dan perilaku konsumen kepada perusahaan yang hanya beroperasi secara daring dan perusahan yang menggunakan strategi multisaluran brick-andclick. Rasa percaya konsumen merupakan salah satu kunci keberhasilan dari penerapan strategi multisaluran (Winch dan Joyce 2006, 543). Kepercayaan konsumen dan keyakinan konsumen dalam menggunakan internet dinilai bisa mengurangi efek resiko persepsian yang dapat menghambat konsumen untuk bersedia melakukan pembelian secara daring. Practical gap yang diangkat dalam penelitian ini adalah kepercayaan diekspektasikan dapat menimbulkan niat keperilakuan pada toko daring, namun pada kenyataan di pasar, kosumen tidak serta-merta memiliki niat keperilakuan pada toko daring hanya karena sudah percaya pada toko non-daring. Hal ini dikarenakan konsumen memiliki persepsi bahwa belanja di toko daring memiliki resiko yang lebih besar dibandingkan belanja di toko non-daring (Hansen dan Jansen 2009, 1157). Sehingga masih banyak konsumen yang enggan untuk berbelanja lewat toko daring dan lebih memilih untuk beli lewat counter maupu showroom. 1.3 Pertanyaan Penelitian a. Apakah kepercayaan pada toko non-daring berpengaruh positif terhadap keyakinan persepsian untuk belanja di toko daring? b. Apakah kepercayaan pada toko non-daring berpengaruh positif terhadap niat mencari informasi melalui toko daring?
c. Apakah kepercayaan pada toko non-daring berpengaruh positif terhadap niat keperilakuan pada toko daring? d. Apakah keyakinan persepsian untuk belanja di toko daring berpengaruh positif terhadap niat mencari informasi melalui toko daring? e. Apakah keyakinan persepsian untuk belanja di toko daring berpengaruh positif terhadap niat keperilakuan pada toko daring? f. Apakah niat mencari informasi melalui toko daring berpengaruh positif terhadap niat keperilakuan pada toko daring? 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dari kepercayaan konsumen pada toko non-daring dan keyakinan persepsian konsumen untuk belanja di toko daring terhadap niat belanja produk mode (fashion) secara daring melalui situs web toko yang sama, yaitu dalam konteks multisaluran pemasaran yang terintegrasi. 1.5 Motivasi Penelitian Globalisasi membuka jalan bagi perdagangan internasional karena semakin kaburnya batas-batas geografis antar negara. Indonesia merupakan salah satu pasar terbesar di dunia, sehinga banyak perusahaan asing yang mengincar pasar Indonesia. Banyak perusahaan asal Indonesia yang masih belum mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki akibat keputusan manajerial yang kurang tepat. Salah satu isu pemasaran yang relevan dengan era digital adalah saluran pemasaran. Manajer perlu mendapatkan pemahaman mengenai isu multisaluran sehingga bisa
menganalisis, mengimplementasikan, serta mengevaluasi strategi saluran pemsaran yang optimal. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada pengembangan pengetahuan mengenai strategi pemasaran yaitu multisaluran yang saat ini sudah banyak diterapkan oleh perusahaan di era digital. 1.7 Kontribusi Penelitian 1. Kontribusi akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi para akademisi mengenai strategi pemasaran multisaluran yang relevan dengan perkembangan teknologi sehingga banyak bermunculan saluran pemasaran yang non-konvensional. Selain itu, penelitian ini berfokus pada satu objek, yaitu The Executive, perusahaan yang sudah well-established. Diharapkan penelitian ini bisa membuka pintu untuk penelitian lain yang ingin mengangkat objek yang berbeda. 2. Kontribusi praktis Penelitian ini diharapkan bisa membantu manajer perusahaan dalam mengambil keputusan terkait strategi saluran pemasaran yang dipilih. Manajer dapat melakukan evaluasi dan merumuskan strategi yang optimal berdasarkan faktorfaktor apa saja yang bisa meningkatkan kesediaan konsumen untuk belanja lewat toko daring perusahaan.
1.8 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang bisa mempengaruhi niat keperilakuan untuk belanja di toko daring, oleh karena itu lingkup penelitian dibatasi hanya pada konsumen The Executive yang sudah pernah membeli produk pakaian melalui toko non-daring, belum pernah membeli produk pakaian melalui toko daring The Executive, dan melakukan pembelian produk pakaian dalam kurun waktu 6 bulan terakhir. Instrumen survei disusun berdasarkan pengembangan yang telah dilakukan oleh Hahn dan Kim (2009) dalam jurnal berjudul The effect of online brand trust and perceived internet confidence on online shopping intention in the integrated multi-channel context. Terdapar 4 variabel yang membentuk model penelitian ini, yaitu variabel kepercayaan pada toko non-daring, variabel keyakinan persepsian untuk belanja di toko daring, variabel niat mencari informasi melalui toko daring, serta variabel niat keperilakuan pada toko daring. 1.9 Sistematika penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjadi bagian yang memperkenalkan kepada pembaca mengenai penelitian yang dilakukan. Bagian ini berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup dan batasan penelitian, serta sistematika penelitian. BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
Bagian ini menjelaskan teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk pembentukan hipotesis serta untuk perbandingan dan pendukung argumenargumen yang ada. Bagian ini berisikan landasan teori yang dipakai sebagai kerangka berpikir dalam memecahkan masalah dan pembentukan hipotesis berdasarkan pengetahuan ilmiah dan teori yang relevan. BAB III METODE PENELITIAN Bagian ini menjelaskan metode yang digunakan dalam melakukan penelitian. Bagian ini berisikan desain penelitian, definisi operasional variabel, populasi dan sampel, objek penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bagian ini menjelaskan keluaran penelitian yang telah dilakukan dengan pengolahan data serta pengujian hipotesis. Bagian ini berisikan deskripsi data, pengujian hipotesis, dan pembahasan. BAB V SIMPULAN Bagian ini berisikan simpulan, keterbatasan, dan implikasi dari penelitian yang telah dilakukan.