BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN RINOSINUSITIS PADA PENDERITA RINITIS ALERGI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidung dan sinus paranasal ditandai dengan dua gejala atau lebih, salah

BAB 2 SINDROMA WAJAH ADENOID. Sindroma wajah adenoid pertama kali diperkenalkan oleh Wilhelm Meyer (1868) di

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB I PENDAHULUAN. paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara berkembang.1 Berdasarkan data World Health

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan profil kesehatan provinsi Daerah Istimewa. Yogyakarta tahun 2012, penyakit infeksi masih menduduki 10

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

BAB 1. PENDAHULUAN. hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

4.3.1 Identifikasi Variabel Definisi Operasional Variabel Instrumen Penelitian

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit. Departemen Kesehatan pada tahun 2005, penyakit sistem nafas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Rinitis alergika merupakan penyakit kronis yang cenderung meningkat

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN RINOSINUSITIS PADA PENDERITA RINITIS ALERGI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya di dunia (Sugiato, 2006). Menurut Badan Kependudukan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. WHO menunjukkan jumlah perokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi

GAMBARAN TRANSILUMINASI TERHADAP PENDERITA SINUSITIS MAKSILARIS DAN SINUSITIS FRONTALIS DI POLI THT RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB 4 METODE PENELITIAN. 3. Ruang lingkup waktu adalah bulan Maret-selesai.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

I. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. paranasaldengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih gejala, salah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tulang kepala yang terbentuk dari hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala. 7 Sinus

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita

Hubungan gejala dan tanda rinosinusitis kronik dengan gambaran CT scan berdasarkan skor Lund-Mackay

BAB I PENDAHULUAN. Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering dari semua

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB 5 HASIL DAN BAHASAN. adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa

Faktor risiko yang mempengaruhi disfungsi tuba Eustachius pada penderita rinitis alergi persisten

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pemasaran (Manuaba, 1983). Aspek yang kurang diperhatikan bahkan

PENGERTIAN Peradangan mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi / ransangan antigen

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Rinitis Alergi adalah peradangan mukosa saluran hidung yang disebabkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat, terutama pada kondisi lingkungan yang di bawah standar. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. Otitis media efusi (OME) merupakan salah satu penyakit telinga

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

2.3 Patofisiologi. 2.5 Penatalaksanaan

BAB 1 PENDAHULUAN. immunoglobulin E sebagai respon terhadap alergen. Manifestasi yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

RINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSU PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER Elia Reinhard

BAB II. Landasan Teori. keberhasilan individu untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS

LAPORAN KASUS (CASE REPORT)

FAKTOR PREDISPOSISI TERJADINYA RINOSINUSITIS KRONIK DI POLIKLINIK THT-KL RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

KUESIONER PENELITIAN RINITIS ALERGI

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat

DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO

KORELASI VARIASI ANATOMI HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS BERDASARKAN GAMBARAN CT SCAN TERHADAP KEJADIAN RINOSINUSITIS KRONIK

Faktor risiko yang mempengaruhi disfungsi tuba Eustachius pada penderita rinitis alergi persisten

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya adalah bersin, hidung beringus (rhinorrhea), dan hidung tersumbat. 1 Dapat juga disertai gatal pada hidung serta mata merah, gatal, dan berair. 2 Rinitis alergi terjadi akibat inflamasi mukosa hidung yang dimediasi oleh IgE pada lapisan mukosa yang dipicu oleh paparan alergen. 3 Berdasarkan survey World Health Organisation (WHO), diperkirakan terdapat 400 juta orang menderita rinitis alergi. 4 Seiring dengan perkembangan zaman, angka kejadian rinitis alergi cenderung meningkat. Berdasarkan hasil survey ISAAC (International Study on Asthma and Allergic Child) fase I pada tahun 1995, prevalensi rinitis alergi pada golongan usia 6 7 tahun adalah 0,8% - 14,9%. Dan pada golongan usia 13-14 tahun adalah 1,4% - 39,7%. Pada survey ISAAC fase III tahun 2002, ditemukan bahwa pada golongan usia 6 7 tahun, terdapat peningkatan prevalensi di sebagian besar negara di dunia. Pada golongan usia 13 14 tahun, juga terdapat peningkatan kejadian rinitis alergi di negara negara yang sebelumnya memiliki prevalensi rendah, sedang, dan tinggi pada survey ISAAC fase I. 3 1

2 Berdasarkan data prevalensi rinitis alergi di Indonesia yang berasal dari beberapa sentra pendidikan spesialis THT-KL, prevalensi rinitis alergi di sekitar Jakarta pada usia dibawah 14 tahun adalah 10,2%. 5 Pada unit rawat jalan Alergi Imunologi THT RS dr Wahidin Sudirohusodo Makassar selama 2 tahun (2004 2006) didapatkan 64,4% pasien rinitis alergi dari 236 pasien yang menjalani tes cukit kulit. 6 Di Kota Semarang, dengan menggunakan kuesioner ISAAC fase III tahun 2002 pada siswa SMP usia 12 15 tahun, diperoleh prevalensi rinitis alergi sebesar 18,6%. 7 Rinitis alergi yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Otitis media dengan efusi, polip nasi, dan rinosinusitis merupakan komplikasi yang sering ditemui pada rinitis alergi, bahkan sebagian besar penderita rinosinusitis selalu disertai dengan rinitis alergi, sehingga penyakit yang dahulu disebut sinusitis sekarang diganti menjadi rinosinusitis (American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery, 1996 ). 8 Rinosinusitis merupakan penyakit yang mencerminkan peningkatan angka kejadian rinitis alergi dan memberikan pengaruh besar terhadap segi finansial masyarakat. 8 Berdasarkan penelitian dengan pemeriksaan CT scan, terdapat 78% penderita rinosinusitis yang memiliki komorbid rinitis alergi. 9 Rinosinusitis adalah inflamasi pada mukoperiosteum satu atau lebih sinus paranasal baik karena infeksi dan non infeksi. Sebutan untuk kasus rinosinusitis berbeda - beda tergantung dari letak sinus yang mengalami inflamasi. Ada 4 sinus paranasal, antara lain sinus maksila, sinus frontal, sinus ethmoid, dan sinus sphenoid.

3 Berdasarkan analisis terhadap masalah telinga, hidung, dan tenggorokan pada anak dengan menggunakan data dari dokter umum Belanda yang berpartisipasi dalam Netherlands Information Network of General Practice dari 2002 hingga 2008, Uijen et al. melaporkan terdapat 18 kasus rinosinusitis per 1000 anak golongan usia 12-17 tahun setiap tahunnya dan 2 kasus per 1000 anak golongan usia 0-4 tahun. Pada anak golongan usia 5-11, Uijen et al. memperoleh hasil berupa penurunan kejadian rinosinusitis dari 7 kasus per 1000 anak tahun 2002 menjadi 4 kasus per 1000 anak pada tahun 2008. 10 Penderita rinosinusitis sering mengeluh sekret hidung purulen, drainase post nasal, batuk, demam, nyeri kepala, nyeri di sekitar wajah, dan gangguan penciuman. Gejala ini sangat mengganggu penderita dan berakibat menurunkan kualitas hidup penderita. Rinosinusitis akut maupun kronis paling sering disebabkan oleh bakteri, seperti Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, Moraxella catarrhalis, Staphylococcus aureus, dan bakteri anaerobik. 10 Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil bahwa rinitis alergi dan infeksi gigi rahang atas adalah faktor risiko independen yang bermakna terhadap rinosinusitis maksila kronis. Penderita rinitis memiliki peluang 17 kali lebih besar untuk terjadi rinosinusitis maksilaris kronis. 11 Rinitis dan rinosinusitis bukan penyakit fatal yang menyebabkan kematian, namun gejala yang ditimbulkan kedua penyakit ini sangat mengganggu aktivitas sehari hari dan dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya. Penderita rinitis alergi cenderung mengantuk di siang hari seperti dilaporkan 23% penderita rinitis alergi persisten sedang berat di klinik THT RS dr Kariadi.

4 Keluhan mengantuk meningkat menjadi 46,37% pada penderita yang mendapatkan anti alergi yang memiliki efek samping sedasi. 12 Penderita rinitis alergi juga mengalami gejala sistemik berupa rasa lelah, gangguan kognitif, nyeri kepala, dan pada beberapa kasus berat penderita dapat mengalami depresi. Gejala gejala tersebut mengakibatkan terbatasnya kemampuan penderita melakukan aktivitas sehari hari, gangguan konsentrasi, gangguan interaksi sosial, sakit kepala, gangguan tidur, berpengaruh negatif terhadap kondisi emosional dan akhirnya mengakibatkan penurunan produktivitas dalam bekerja, penurunan prestasi sekolah, dan gangguan aktivitas sosial yang akan berujung pada penurunan kualitas hidup penderita rinitis alergi. 13 Suatu studi menggunakan kuesioner kualitas hidup penderita rinitis alergi dilakukan di klinik THT RS Dr Kariadi Semarang, hasilnya terbukti bahwa pada penderita rinitis alergi persisten derajat sedang-berat terdapat penurunan kualitas hidup yang disebabkan karena sulit konsentrasi, gangguan membaca dan keterbatasan melakukan kegiatan dalam rumah. 14 Berdasarkan survey tahun 2000 2005 biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan rinitis alergi meningkat hingga hampir dua kali lipat dari 6,1 miliar dolar Amerika menjadi 11,2 miliar dolar Amerika. Data di Amerika menyatakan kerugian biaya tidak langsung setiap pekerja penderita rinosinusitis pada tahun 2003 rata - rata sekitar 593 dolar Amerika. 4 Untuk kasus rinosinusitis, berdasarkan survey di Amerika Serikat, total pengeluaran langsung untuk pengobatan rinosinusitis adalah 2.609 dolar Amerika per tahun. Biaya tidak

5 langsung akibat absen kerja dan penurunan produktivitas untuk rinosinusitis setiap orang adalah sekitar 6.017 dolar Amerika per tahun. 10 Faktor genetik, pola hidup, dan keadaan lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap perjalanan penyakit rinitis alergi maupun rinosinusitis. Seiring dengan berlangsungnya revolusi industri, terjadi peningkatan pajanan terhadap polutan lingkungan seperti asap dan debu, penjinakan hewan seperti binatang peliharaan membuat penderita terpajan hal hal tersebut dalam area yang lebih terbatas dibandingkan sebelumnya. Kebiasaan masyarakat yang mulai meningkat periode ini seperti merokok, konsumsi alkohol, penggunaan substansi intranasal seperti kokain telah menjadi penyebab yang menambah keluhan hidung. 19 Selain itu perubahan life style seperti kebiasaan penggunaan AC (air cinditioner) dan berlama lama dalam suatu ruangan tertutup juga berpengaruh terhadap kejadian rinosinusitis. AC mengakibatkan udara menjadi dingin dan berkurang kelembapannya (cold dry air / CDA). Keadaan ini memicu dan memperberat gejala rinitis karena penderita rinitis alergi lebih sensitif terhadap asap, parfum, dan udara yang dingin dan kering (CDA). 15 Berdasarkan hal hal tersebut di atas, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai faktor faktor yang mempengaruhi kejadian rinosinusitis sebagai komplikasi dari rinitis alergi. Pada penelitian ini, faktor yang di teliti adalah tipe rinitis alergi dan faktor lingkungan berupa pemakaian AC, memelihara hewan, dan paparan asap rokok.

6 1.2 Masalah penelitian Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Apakah tipe rinitis alergi, pemakaian AC, lingkungan paparan asap rokok dan memiliki hewan peliharaan berpengaruh terhadap kejadian rinosinusitis pada penderita rinitis alergi? 1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui apakah tipe rinitis alergi, pemakaian AC, lingkungan paparan asap rokok, dan memiliki hewan peliharaan adalah faktor yang berpengaruh terhadap kejadian rinosinusitis pada penderita rinitis alergi. 1.3.2 Tujuan Khusus 1) Membuktikan bahwa rinitis alergi persisten merupakan faktor risiko rinosinusitis pada penderita rinitis alergi. 2) Membuktikan bahwa pemakaian AC merupakan faktor risiko rinosinusitis pada penderita rinitis alergi. 3) Membuktikan bahwa memiliki hewan peliharaan merupakan faktor risiko rinosinusitis pada penderita rinitis alergi. 4) Membuktikan bahwa lingkungan paparan asap rokok merupakan faktor risiko rinosinusitis pada penderita rinitis alergi.

7 1.4 Manfaat penelitian 1) Dalam bidang pendidikan dapat menambah pengetahuan tentang faktor risiko yang berpengaruh terhadap rinosinusitis pada penderita rinitis alergi. 2) Dalam bidang pelayanan dapat digunakan sebagai asupan dalam upaya pencegahan terjadinya rinosinusitis pada penderita rinintis alergi. 3) Dalam bidang penelitian dapat digunakan sebagai titik tolak penelitian selanjutnya.

8 1.5 Orisinalitas penelitian No Penulis Judul Variabel Hasil 1. Primartono 16 Hubungan Faktor 1. Kebiasaan merokok Infeksi gigi rahang atas, rinitis alergi, (2003) faktor Predisposisi 2. Konka hipertropi dan septum deviasi merupakan faktor dengan Sinusitis Maksila 3. Konka bulosa risiko independen bermakna Kronik 4. Bula etmoid 5. Tumor hidung 6. Septum deviasi 7. Adenoid hipertropi 8. Infeksi gigi 9. Tes alergi 10. Diabetes melitus 11. Rinosinusitis maksila kronik rinosinusitis maksila kronik. 2. Andyna Cylvia Hubungan Antara 1. Penggunaan air conditioner Penderita yang menggunakan AC, Henny Penggunaan Air 2. Lama penggunaan air cenderung tidak mengalami Kartikawati 17 Conditioner Terhadap conditioner kekambuhan rinitis alergi dua kali (2011) Timbulnya Kekambuhan 3. Kekambuhan rinitis alergi dibandingkan penderita yang tidak pada Penderita Rinitis menggunakan AC Alergi

9 3. Tiara Adhika S. Hubungan Perilaku 1. Perilaku merokok 1. Jumlah penderita rinitis alergi yang 18 Merokok terhadap 2. Jumlah rokok per hari merokok lebih tinggi dibandingkan (2011) Kekambuhan Rinitis 3. Kekambuhan rinitis alergi dengan penderita rinitis alergi yang Alergi tidak merokok. Namun merokok tidak ada hubungan terhadap kekembuhan penyakit rinitis alergi. 2. Terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah rokok dan kekambuhan pada rinitis alergi 4. Novina Faktor Risiko yang 1. Lama sakit 1. Derajat sakit, lama sakit dan Rahmawati, Mempengaruhi Disfungsi 2. Derajat sakit keberadaan tonsilitis kronik tidak Suprihati, Tuba Eustachius pada 3. Tonsilitis kronik merupakan faktor risiko disfungsi tuba Muyassaroh 19 Penderita Rinitis Alergi 4. Pemakaian AC 2. Pemakaian AC mempunyai risiko (2011) Persisten 5,46 kali terjadi disfungsi tuba pada rinitis alergi persisten

10