BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pendidikan adalah milik semua orang, tidak. terkecuali Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Keterbatasan yang dialami

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. anak normal maupun anak yang memiliki kebutuhan khusus. Hal ini diperkuat

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila, dan dituntut untuk menjunjung tinggi norma Bhinneka Tuggal Ika,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan, sehingga menjadi orang yang terdidik. dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Di negara kita ini pendidikan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis dalam pembangunan suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

warga negara yang memiliki kekhususan dalam pemenuhan kebutuhan pendidikannya. Salah satu usaha yang tepat dalam upaya pemenuhan kebutuhan khusus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sri Hani Widiyanty, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Namun terkait

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan proses-proses sosial di dalam masyarakat (Bungin 2006: 48). Dalam lembaga

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Bagian ini merupakan bab penutup, terdiri dari 1) Simpulan 2) Implikasi 3) Saran.

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan berhitung merupakan aspek yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) TIPE SLOW LEARNERS

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah secara umum agar

BAB V PEMBAHASAN. berkebutuhan khusus di SMK Negeri 8 Surabaya. Surabaya semakin di percaya oleh mayarakat.

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma masyarakat tentang pendidikan luar biasa saat ini sudah semakin

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Karakteristik Umum Anak Tunalaras. menunjukkan pengertian mengenai gangguan perilaku dan emosi,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan

PEMBELAJARAN DI KELAS INKLUSIF

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

BAB I PENDAHULUAN. Mohammad Effendi. Pengantar Pdikopedagogik Anak Berkelainan.(Jakarta: Bumi Aksara. 2006). hlm 1

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dalam pengembangan pendidikan di Indonesia pihak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. dan emosional. Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar pendidikan di

Prosiding SNaPP2016 Kesehatan pissn eissn

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asalusul,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan jumlah sekolah luar biasa di daerah-daerah yang jauh dari perkotaan

Educational Psychology Journal

Bagaimana? Apa? Mengapa?

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi seorang guru membutuhkan persyaratan-persyaratan spesifik di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak merupakan salah satu anugrah tidak ternilai yang Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat mencukupi segala kebutuhannya hanya dengan. mengandalkan kemampuannya sendiri, melainkan kebutuhan manusia akan

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI

Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan pendidikan adalah milik semua orang, tidak terkecuali Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Keterbatasan yang dialami menjadikan Anak Berkebutuhan Khusus memerlukan layanan pendidikan yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik anak. Layanan pendidikan yang memfasilitasi pembelajaran dengan menggabungkan siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus adalah pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi mulai diperkenalkan di Indonesia setelah Indonesia ikut menandatangani perjanjian Salamanca tahun 1994. Pendidikan inklusi mulai mendapat perhatian setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 77/P Tahun 2007 Pasal 1 mengenai inklusi sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan untuk semua. Sejalan dengan Keputusan presiden tersebut, sekarang ini sudah banyak terbentuk sekolah-sekolah inklusi yaitu sekolah yang dapat menerima siswa berkebutuhan khusus belajar bersama dengan siswa-siswa normal lainnya. Anak tunalaras merupakan salah satu dari spesifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang paling besar memiliki kesempatan untuk menempuh jalur pendidikan inklusi karena memiliki kemampuan akademik setara dengan anak normal pada umumnya. Eli M Bower (dalam Delphie, 2006: 78), menyatakan bahwa anak dengan hambatan emosional atau kelainan perilaku adalah anak tidak mampu belajar bukan disebabkan karena faktor intelektual, sensori atau kesehatan. Anak dengan hambatan emosional 1

atau kelainan perilaku tidak mampu melakukan hubungan baik dengan temanteman dan guru-guru, bertingkah laku atau berperasaan tidak pada tempatnya, secara umum mereka selalu dalam keadaan tidak gembira atau depresi dan bertendensi ke arah simptom fisik seperti merasa sakit atau ketakutan yang berkaitan dengan orang atau permasalahan di sekolah. Akhmad Sudrajat (2008), mengungkapkan penerapan inklusi di Sekolah Dasar didasari dari kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang menggunakan program eklektik yaitu program yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik. Untuk mewujudkan sistem penyelenggaraan pendidikan yang inklusi dibutuhkan guru yang memiliki kebebasan untuk membuat atau mengembangkan ide-ide kreatif, berani tampil beda, mengembangkan potensi diri, dan mandiri. Dalam Pendidikan inklusi guru dituntut agar dapat mengembangkan seluruh kemampuannya untuk melakukan perubahan memanfaatkan berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan disajikan kepada peserta didik khususnya bagi anak tunalaras. Pendidikan inklusi memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan kompetensi sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki berdasar pada karakteristik masing-masing peserta didik (Foreman & Mitchell, 2005 dalam Nur Azizah, 2008: 2). Dengan demikian pendidikan inklusi dimaksudkan untuk memberi kesempatan agar semua guru sekolah dasar inklusi melakukan pembelajaran yang fungsional dan bermanfaat, yang 2

sesuai dengan karakteristik belajar siswa yakni siswa normal dan siswa ABK khususnya tunalaras. Ada beberapa sekolah yang menerima siswa berkebutuhan khusus pada akhirnya mengaku berlabel sekolah inklusi. Pada prakteknya jika sekolah menerima siswa berkebutuhan khusus, siswa di tempatkan di kelas terpisah atau segregasi di dalam sekolah itu sendiri. Hal itu diperkuat dengan banyaknya pemberitaan salah satunya menurut Luqman Hidayat (2010) yang memberitakan bahwa jumlah SLB dirasa masih kurang, rata-rata biasanya untuk 4 kecamatan hanya terdapat 1 SLB sehingga Dinas Pendidikan mewajibkan sekolah-sekolah reguler tetap menerima siswa berkebutuhan khusus. Kebijakan Dinas Pendidikan yang menyarankan sekolah reguler bersiap sedia memberikan program inklusi jika memiliki siswa berkebutuhan khusus walaupun tanpa Surat Keputusan tampaknya membuat sekolahsekolah reguler belum atau tidak siap dalam hal penyelenggaraan sekolah inklusi termasuk salah satunya SD Inklusi Bangunrejo II Yogyakarta. Pendidikan inklusi bagi anak tunalaras dapat menjadi layanan pendidikan yang tepat karena kemampuannya setara dengan anak normal lainnya hanya saja memiliki hambatan pengelolaan emosi dan perilaku. Hambatan tersebut berdampak pada kemampuan akademik, terutama kemampuan belajarnya pada pembelajaran keterampilan dasar seperti membaca, menulis dan berhitung. Pembelajaran Matematika dan Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu realisasi dari pelaksanaan pendidikan inklusi. Pembelajaran Matematika dan Pendidikan Kewarganegaraan 3

merupakan pembelajaran keterampilan dasar karena pelajaran-pelajaran tersebut tidak hanya menuntut keterampilan menulis, berhitung, dan membaca tetapi juga pembentukan perilaku dan memiliki kesan atau fungsional yang berhubungan dengan pengalaman atau unsur-unsur emosional dalam kebutuhan kehidupan sehari-hari. Siswa tunalaras dengan karakter Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) di kelas III SD Inklusi Bangunrerjo II Yogyakarta sering mendapat nilai buruk pada pembelajaran Matematika dan Pendidikan Kewarganegaraan karena dinilai terlalu banyak bicara dan kurang dapat berkonsentrasi sehingga tidak dapat memahami pelajaran. Guru menganggap hal tersebut dikarenakan siswa malas belajar sehingga guru memberikan nilai rendah yang mengakibatkan siswa ADHD tinggal kelas. Guru belum dapat mengerti bahwa hiperaktif seorang anak merupakan salah satu hambatan belajar, dan merupakan salah satu bentuk dari ketunalarasan atau hambatan emosi dan perilaku bukan karena anak malas belajar. Peran guru lulusan Pendidikan Luar Biasa hanya dijadikan sebagai pendamping siswa berkebutuhan khusus terutama untuk mengatasi hambatan pada pembelajaran keterampilan dasar khususnya pada pembelajaran Matematika dan Pendidikan Kewarganegaraan. Guru kelas kerap kali sepenuhnya hanya mengandalkan guru pendamping khusus untuk menangani siswa berkebutuhan khusus mengatasi masalah di pembelajaran keterampilan dasar. 4

Berdasarkan permasalahan-permasalahan hasil pengamatan singkat tersebut dapat disimpulkan bahwa ada indikasi pelaksanaan pendidikan inklusi yang terealisasikan pada kegiatan pembelajaran pada umumnya di sekolah dasar inklusi masih belum optimal dan belum berjalan sesuai prinsip pendidikan inklusi itu sendiri. Pendidikan inklusi hendaknya menjadi pendidikan fasilitator untuk semua siswanya terutama pada siswa berkebutuhan khusus. Baik guru kelas inklusi maupun guru pendamping khusus hendaknya mengetahui tugas dan peran masing-masing sehingga dapat berkolaborasi menciptakan lingkungan pembelajaran yang ramah dan fungsional. Peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui dan mendapat gambaran tentang jalannya pembelajaran untuk siswa tunalaras di SD Inklusi Bangunrejo II Yogyakarta. Penelitian diadakan di SD Inklusi Bangunrejo II karena sekolah tersebut memiliki siswa tunalaras. Penelitian akan dilakukan dengan pengamatan saat kegiatan belajar mata pelajaran Matematika dan Pendidikan Kewarganegaraan. Hasil penelitian ini akan berupa deskripsi pemaparan gambaran jalannya kegiatan pembelajaran di kelas inklusi SD Bangunrejo II Yogyakarta. B. Identifikasi Masalah Beberapa masalah yang dapat diidentifikasi dari latar belakang yang telah dipaparkan adalah sebagai berikut: 1. Kelas yang masih terpisah (segregasi) tidak sesuai dengan prinsip Inklusi yang merupakan pendidikan untuk semua. 5

2. Guru kurang memahami karakteristik siswa hiperaktif yang dinilai sebagai anak yang malas belajar, sehingga tinggal kelas padahal hiperaktif merupakan salah satu bentuk ketunalarasan dan hambatan belajar. 3. Peran guru lulusan Pendidikan Luar Biasa masih kurang maksimal dan kurang dipertimbangkan perannya dalam pembelajaran bagi anak tunalaras di SD Inklusi. 4. Ada indikasi pelaksanaan pembelajaran di SD Inklusi masih belum optimal dan belum berjalan sesuai prinsip pendidikan inklusi. C. Batasan Masalah Berdasarkan pada identifikasi masalah di atas, penelitian ini dibatasi pada adanya indikasi pelaksanaan pembelajaran masih belum optimal dan belum berjalan sesuai prinsip pembelajaran di kelas inklusi, khususnya pada pelaksanaan pembelajaran Matematika dan Pendidikan Kewarganegaraan siswa tunalaras di kelas III SD Inklusi Bangunrejo II Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan di Sekolah Dasar Inklusi karena pembelajaran di sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi khususnya untuk anak tunalaras belum banyak diteliti. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan atau saran guna pengembangan pendidikan inklusi di sekolah tersebut. D. Rumusan Masalah Berdasarkan Identifikasi dan batasan masalah dalam penelitian ini dikemukakan rumusan masalah yaitu: 6

1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran untuk anak tunalaras di SD Inklusi Bangunrejo II Yogyakarta? 2. Apa saja kesulitan yang dialami guru dan siswa tunalaras dalam pelaksanaan pembelajaran di SD Inklusi Bangunrejo II Yogyakarta? 3. Apa saja peran guru pendamping khusus di SD Inklusi Bangunrejo II Yogyakarta yang telah dilaksanakan dan yang belum dilaksanakan? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari penelitian adalah: 1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran untuk anak tunalaras di SD Inklusi Bangunrejo II Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan kesulitan yang dialami guru dan siswa tunalaras dalam pelaksanaan pembelajaran di SD Inklusi Bangunrejo II Yogyakarta. 3. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan peran guru pendamping khusus di kelas inklusi SD Bangunrejo II Yogyakarta yang telah dilaksanakan maupun yang belum terlaksana. F. Kegunaan Hasil Penelitian Berdasarkan hal-hal yang diungkap hasil penelitian ini mempunyai kegunaan yaitu : 1. Kegunaan teoritis penelitian ini yaitu diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai konsep dan prinsip pelaksanaan Pendidikan Inklusi khususnya pembelajaran untuk anak tunalaras. 7

2. Kegunaan praktis ditujukan untuk: a. Bagi guru kelas dan guru pendamping khusus Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sarana memahami konsep pendidikan inklusi dan dapat lebih memahami karakter peserta didik khususnya siswa tunalaras. Diharapkan guru memiliki sikap penerimaan positif supaya guru dapat meninggatkan layanan pendidikan dan dapat memberi pembelajaran yang fungsional bagi siswanya. b. Bagi kepala sekolah Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan kajian tentang pendidikan inklusi. Penelitian ini juga dapat digunakan untuk menetapkan kebijakan dalam memberikan pelayanan pendidikan inklusi. c. Bagi Dinas Pendidikan Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu evaluasi penyelenggaraan pendidikan inklusi yang selama ini telah berjalan. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan refleksi untuk mengembalikan pemahaman tentang inklusi kepada konsep pendidikan inklusi yang ideal. G. Definisi Operasional 1. Pembelajaran inklusi yaitu usaha-usaha dalam pendidikan yang memfasilitasi seluruh peserta didik, baik siswa dengan kemampuan 8

normal maupun siswa berkebutuhan khusus untuk mengembangkan kompetensi akademiknya sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki berdasar pada karakteristik masing-masing peserta didik dalam satu kelas pada proses kegiatan belajar mengajar. 2. Anak tunalaras adalah anak dengan hambatan emosi dan perilaku yang tidak mampu belajar secara optimal bukan karena faktor intelektual, sensori atau kesehatan dan tidak mampu melakukan hubungan baik dengan lingkungannya yang berdampak pada kemampuan akademiknya sehingga membutuhkan layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristiknya. 9