BAB V PENUTUP. atas, penulis mempunyai kesimpulan sebagai berikut: Nomor:415/Pdt.P/2010/PA.Kab.Mlg, keduanya memberikan hubungan anakbapak

dokumen-dokumen yang mirip
PUTUSAN PENGADILAN AGAMA TENTANG ANAK HASIL ZINA

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 82 A. Kesimpulan 82 B. Saran. 86 DAFTAR PUSTAKA 88

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR NIKAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PPU-VIII/2010

BAB I PENDAHULUAN. mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 2 ayat (2) dan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB V PENUTUP. 1. Persamaan dan perbedaan putusan ijin poligami No. 0258/ Pdt. G/ 2011/ No. 0889/ Pdt. G/2011/ PA. Kds. ditinjau dari hukum

Oleh : Dr.H.Chatib Rasyid,SH.,MH. (Ketua PTA BANDUNG) A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2012 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan

BAB IV. Analisis Terhadap Dalil Hukum Hakim dalam Penetapan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Nganjuk Tahun 2015

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB IV HUKUM HAKIM PENGADILAN AGAMA SIDOARJO DALAM DISPENSASI NIKAH BAGI WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH. Dispensasi Nikah Bagi Wanita Hamil Diluar Nikah

BAB V PENUTUP. 1. Permohonan pengujian judicial review diajukan oleh Machica. kekuatan hukum dengan segala akibatnya. Machica dan putranya,

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

ABSTRAK. Perlindungan Hukum terhadap Anak Luar Kawin dalam Perspektif Hak Asasi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak bersentuhan dengan titah dan perintah agama atau kewajiban yang

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA. A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin

PEMAHAMAN AKTIVIS PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010 TENTANG STATUS ANAK LUAR KAWIN (STUDY DI MALANG)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 69/PDT.P/2013/PA.MLG TENTANG PENGAJUAN PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

BAB I PENDAHULUAN. sebaik-baiknya dan merupakan tunas-tunas bangsa yang akan meneruskan cita-cita

P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

SALINAN PENETAPAN Nomor: 06/Pdt.P/2011/PA.Pkc.

Kata Pengantar DR. K.H. Ma ruf Amin... Kata Pengantar Prof. Dr. Nasaruddin Umar, M.A... Prakata edisi ketiga... xv

BAB V PENUTUP. hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

BAB III PENUTUP. pengaturan dibidang perkawinan yang dirumuskan kedalam Undang-Undang

BAB VII PENUTUP. Penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pendapat ulama Banjar terhadap akad nikah tidak tercatat secara resmi di

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

PENGARUH MODERNITAS TERHADAP HUKUM ISLAM DI INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB V PENUTUP. permasalahan yang di bahas dalam penelitian ini, penulis dapat mengambil

BAB III PANDANGAN DAN METODE IJTIHAD HUKUM JILTERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA. A. Pandangan JIL terhadap Perkawinan Beda Agama

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN TERHADAP KOMPILASI HUKUM ISLAM

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berikut ini adalah kasus mengenai penetapan asal usul anak:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

1 Pasal 105 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam 2 Salinan Putusan nomor 0791/ Pdt.G/2014/PA.Kab.Mlg, h. 4.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 101/PUU-XV/2017 Peralihan Hak Milik atas Tanah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ. sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan

Dwi Astuti S Fakultas Hukum UNISRI ABSTRAK

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

Pengangkatan anak PENETAPAN

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 7/PUU-VIII/2010 Tentang UU MPR, DPD, DPR & DPRD Hak angket DPR

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI

Oleh: Abdul Hakim G Nusantara SH, LLM. Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1 Hatinya yang

TINJAUAN MATA KULIAH...

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu

PENETAPAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONTITUSI. TENTANG STATUS ANAK di LUAR NIKAH

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan sistem hukum dan perasaan hukum yang hidup serta berkembang

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XVI/2018 Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Garam

BAB III KEWARISAN TERHADAP ANAK DI LUAR NIKAH PASCA- PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/ PUU-VIII/ 2010

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka rumusan kesimpulan yang

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

HAK UNTUK MEMPEROLEH NAFKAH DAN WARIS DARI AYAH BIOLOGIS BAGI ANAK YANG LAHIR DARI HUBUNGAN LUAR KAWIN DAN PERKAWINAN BAWAH TANGAN

BAB II LEGISLASI ANAK LUAR NIKAH MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. A. Anak Luar Nikah dalam Mahkamah Konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB IV ANALISIS TERHADAP UU NO. 1 TAHUN 1974 PASAL 5 AYAT 1 DAN KHI PASAL 58 AYAT 1 TENTANG PERSETUJUAN ISTRI SEBAGAI

BAB V KESIMPULA DA SARA

Perihal : Replik Penggugat dalam Perkara Perdata Nomor 168/ Pdt. G/ 2013/ PN.Jkt.Pst [REPLIK ATAS EKSEPSI DAN JAWABAN PERTAMA TERGUGAT III]

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 45/PUU-XIV/2016 Kewenangan Menteri Hukum dan HAM dalam Perselisihan Kepengurusan Partai Politik

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perkawinan tidak dapat dikatakan sempurna apabila belum

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

REVISI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

SKRIPSI STUDI ANALISIS HUKUM PERKAWINAN ISLAM MENGENAI HUKUM AKAD NIKAH MELALUI TELEPON

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

BAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008

TENTANG DUDUK PERKARANYA

RINGKASAN PUTUSAN.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

BAB III LEGISLASI ANAK LUAR NIKAH MENURUT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) Anak merupakan harapan untuk menjadi sandaran di kala usia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali

Transkripsi:

A. Kesimpulan BAB V PENUTUP Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasannya dalam beberapa bab di atas, penulis mempunyai kesimpulan sebagai berikut: Pertama, Putusan Nomor: 408/Pdt.G/ 2006/PA.Smn maupun Penetapan Nomor:415/Pdt.P/2010/PA.Kab.Mlg, keduanya memberikan hubungan anakbapak antara anak hasil zina dengan laki-laki yang membuahi ibunya. Penetapan Nomor:415/Pdt.P/2010/PA.Kab.Mlg menggunakan keterangan saksi, saksi ahli, pengakuan pemohon dan bukti test DNA sebagai pertimbangan pengesahan tersebut. Sementara itu, Putusan Nomor: 408/Pdt.G/ 2006/PA.Smn hanya menggunakan keterangan saksi dan pengakuan pemohon sebagai pertimbangan saksi. Mengenai dasar normatif, kedua majelis hakim menggunakan Pasal 3 UU Perlindungan Anak untuk mengesahkan hubungan anak-bapak. Ironinya, kedua majelis hakim tidak menyentuh Pasal 43 (1) UU Perkawinan sebagai pertimbangan normatif. Pengabaian Pasal 43 (1) UU Perkawinan tersebut merupakan bagian persoalan yang serius dalam membangun pertimbangan normatif, karena pasal tersebut adalah pasal utama sebagai dasar normatif menyikapi anak luar nikah, apalagi kasusnya di sini adalah anak hasil zina. Ironi lainnya adalah majelis hakim kurang cermat menyeleksi beberapa hak prinsipil dalam UU Perlindungan Anak yang tepat sebagai solusi memberikan hak keperdataan kepada anak hasil zina. Tidak semua pembedaan hak membutuhkan solusi pelaksanaan prinsip non diskriminasi. Sebenarnya pembedaan dalam pemenuhan hak asasi dibolehkan dalam rangka melaksanakan hukum atau pertimbangan agama (baik sesuai 28J UUD 1945 maupun instrumen HAM 145

internasional). Dengan kata lain, pembedaan hak keperdataan anak zina tetap layak dalam perpektif HAM. Akan tetapi, majelis hakim terjebak hanya untuk memilih penerapan non diskriminasi untuk membela masalah yang dihadapi anak hasil zina. Oleh sebab itu, sebagai konsekuensi penerapan prinsip non diskriminasi, mereka terjebak menghasilkan keputusan yang mengesahkan hubungan anak-bapak antara anak hasil zina dengan laki-laki yang membuahi ibunya; sebuah pengesahan hubungan yang sama dengan anak sah. Kedua, secara metode istinbat, putusan Nomor: 408/Pdt.G/ 2006/PA.Smn dan Penetapan Nomor:415/Pdt.P/2010/PA.Kab.Mlg memilih jalan liberal. Sehingga, istislahi yang digunakan adalah bertentangan dengan nash. Kesimpulan hukum yang dihasilkan bertolak belakang dengan pemikiran fukaha yang istislahinya berdasarkan pada teks. Kedua keputusan tersebut mempunyai konsekuensi ijtihad yang sama, yakni pengesahan hubungan anak-bapak, yang melahirkan generalisasi hubungan, dan membuka legitimasi hubungan keperdataan sempurna secara hukum, sehingga kontraproduktif terhadap munakahat Islam. Padahal, munakahat Islam maupun UU Perkawinan-KHI tidak memberikan hubungan anak-bapak karena terbentur dengan sakralitas nasab. Sebagai kritik, penulis memberikan kritik atas metode istinbat majelis hakim. Kritik pertama adalah karena terlalu cenderung liberal, majelis hakim lebih memperhatikan pertimbangan dalil aqli (pengakuan dan test DNA) dalam mengabulkan permohonan pengesahan asal usul anak hasil zina. Sebagai konsekuensinya, keputusannya langsung mengesahkan hubungan anak-bapak. Padahal, pengesahan model seperti itu merupakan persoalan dan yang berpotensi serius dilihat dari pertimbangan dalil naqli (sakralitas nasab, waris dan 146

perwalian). Kritik kedua adalah majelis hakim mengambil dalil yang kurang relevan mengenai status keperdataan anak hasil zina. Mereka tidak mengutip ayat Al-Quran mengenai sakralitas nasab. Sebaliknya, mereka justru mengutip ayat Al- Quran mengenai bolehnya wanita hamil menikah dengan laki-laki yang menghamilinya. Dilihat dari temanya saja tidak mempunyai keterkaitan; ayat pertama berbicara mengenai keberadaan anak sedangkan ayat kedua mengenai kedudukan wanita hamil. Mereka juga sama sekali tidak mengutip hadits yang berbicara mengenai hanya tersambungnya hubungan keperdataan anak hasil zina dengan ibu dan keluarga ibunya. Sebaliknya mereka justru mengutip hadits tentang kefitrahan anak, tetapi dalam konteks aqidah. Mereka juga sama sekali tidak mengoperasionalkan penggunaan kaidah fikih mengenai kemaslahatan dalam konkteks publik. Sebaliknya mereka justru berhenti mempertimbangkan kaidah fikih mengenai kemaslahatn pada tingkat personal. Sebagai kritik terakhir, keputusan tersebut mengesampingkan moralitas demi kepastian hukum. Ketiga, sebagai suatu tawaran, metode istinbat yang dianggap ideal adalah menerapkan istislahi berbasis maslahah mursalah. Pelaksanaannya berdasarkan kompromisasi (jam u wa taufiq) pertimbangan maslahat yang tidak semata-mata parsial tetapi komprehensif. Berangkat dari operasionalisasi pertimbangan maslahat komprehensif, apa yang dianggap sebagai maslahat dalam menyimpulkan hukum tentang status anak hasil zina haruslah diukur dengan pertimbangan kepentingan anak hasil zina (jiwanya, hartanya dan keturunannya) bersamaan dengan kepentingan agama (sakralitas munakahat Islam) dan pembelajaran ke depan (akal/masyarakat madani); tidak hanya berdasarkan pertimbangan rasional (dalil naqli), tetapi juga aspek sakral sebagai amant teks 147

(dalil naqli). Mengacu penggunaan maqasid syari ah sebagai metode, ijtihad yang ditawarkan adalah kesimpulan hukum sebagaimana Fatwa MUI Nomor: 11 Tahun 2012. Yakni, tetap memberikan hubungan keperdataan antara anak hasil zina terhadap laki-laki yang membuahi ibunya, tetapi sebatas hubungan pemenuhan kebutuhan hidup dan wasiat wajibah; tidak termasuk hubungan nasab, waris dan perwalian. Hubungan inilah yang mengakomodasi kepentingan anak (aspek profan) dan tanpa kontradiktif terhadap munakahat Islam (aspek sakaral). Atas nama perlindungan anak, majelis hakim tidak sepatutnya melakukan generalisasi hubungan keperdataan dengan mengesahkan hubungan anak-bapak. Mengingat mempunyai sifat langsung bisa diterapkan (automatically execution), redaksi putusan pengadilan tentang status keperdataan anak hasil zina seharusnya mengaktegorisasikan hubungan keperdataan secara eksplisit. B. Saran Salah satu persoalan normatif utama berkaitan status keperdataan anak hasil zina adalah perangkat hukum yang masih abstrak. Pasal 43 (1) UU Perkawinan hanya berbicara mengenai kedudukan anak luar nikah yang hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibu dan keluarga ibunya. Sementara itu, di era yang semakin menuntut realisasi HAM seperti sekarang ini, tidak mungkin suatu perangkat hukum layak bertahan dengan keberadaannya yang anti terhadap perspektif HAM. Oleh sebab itu, adalah suatu kewajaran jika melihat dorongan untuk membaca kasus anak hasil zina dengan pengayaan perspektif melalui UU Perlindungan Anak. Namun begitu, penggunaan UU Perlindungan Anak sebagai alternatif baru menyikapi status anak hasil zina bukannya tanpa masalah. Masalahnya adalah norma yang dibangun untuk perlindungan anak 148

masih pula terlalu abstrak, sehingga memungkinkan seorang mujtahid maupun hakim menghasilkan penafsiran yang justru kontraproduktif. Oleh sebab itu, sebagai saran, penulis merekomendasikan kepada pihak Pemerintah dan DPR untuk segera tanggap memperbaiki pasal di beberapa bagian dalam UU Perkawinan. Menurut penulis, tidak cukup hanya menyediakan pasal tentang tidak adanya hubungan keperdataan antara anak luar nikah dengan laki-laki yang membuahi ibunya. Upaya mengesahkan hubungan keperdataan harus tetap dibuka namun dengan sama-sama menjaga dialektika semangat UU Perkawinan dan UU Perlindungan Anak. Apalagi, setelah lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VII/2010, mengatur lebih rinci mengenai pemberian hubungan keperdataan antara anak luar merupakan suatu keharusan yang mendesak. Selanjutnya, bagi Mahkamah Agung seharusnya mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung mengenai mekanisme pemberian hubungan keperdataan antara anak hasil zina dengan laki-laki yang membuahi ibunya sebelum adanya peraturan pemerintah atau bahkan amandemen terhadap UU Perkawinan. Menurut hemat penulis, kalau Mahkamah Agung berkomitmen mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung mengenai mekanisme tabanni, seharusnya Mahkamah Agung juga berkomitmen mengeluarkan hal yang sama. Selanjutnya, bagi perguruan tinggi maupun LSM serta penggiat isu keluarga-anak dan HAM, dalam melakukan penelitian mengenai status anak hasil zina ke depan, berdasarkan penelitian ini, mereka bisa meneruskannya dengan penelitian secara sosiologis, yakni dengan tidak hanya bertanya kepada hakim dan pakar, tetapi juga bertanya kepada masyarakat yang langsung mengalaminya. Pengayaan sudut pandang 149

tersebut bisa menjadi modal berharga untuk merumuskan solusi normatif yang tepat mengenai pengesahan hak keperdataan anak hasil zina. 150