BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2007). World Health Organization (WHO) menyatakan lebih dari 100 juta

I. PENDAHULUAN. mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS KETEPATAN CARA PENGGUNAAN INHALER PADA PASIEN ASMA DI RSUD KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak dijumpai,

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kronis yang paling umum di antara anak-anak. Sebagian besar kematian yang

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma (Medlinux, (2008).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai

EVALUASI CARA PENGGUNAAN INHALER DAN NEBULIZER PADA PASIEN NASKAH PUBLIKASI

Ketua sie Ilmiah Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Cab. DIY (2009-sekarang)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

DAFTAR ISI HALAMAN PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Saat. penyakit paling. atau. COPD/ Indonesia 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

isinya hingga habis, dapat digunakan untuk obat luar atau obat dalam dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis dan Rancangan Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

Noor Khalilati 1. Key Words: Using Inhalers Correctly, Asthma Attack Frequency

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma

BAB I PENDAHULUAN. penyakit saluran napas dan paru seperti infeksi saluran napas akut,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penyakit Paru Obstruktif Kronik selanjutnya disebut PPOK atau

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic

PENATALAKSANAAN ASMA MASA KINI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1. Batuk Efektif. 1.1 Pengertian. 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN : ASMA BRONKIAL DI BANGSAL CEMPAKA RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maju maupun di negara-negara sedang berkembang. berbagai sel imun terutama sel mast, eosinofil, limposit T, makrofag, neutrofil

BAB I PENDAHULUAN. PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan

MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI ASMA BRONKIAL. NOMOR MODUL : Penyakit Obstruksi Paru

BAB I PENDAHULUAN. pada paru-paru terhadap partikel asing maupun gas (GOLD, 2013).

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

BAB I PENDAHULUAN. satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB I PENDAHULUAN. teknologi menyebabkan kebutuhan hidup manusia semakin meningkat.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

Studi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan

BAB II LANDASAN TEORI

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : NOLDI DANIAL NDUN NPM :

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat pada teknologi terapi inhalasi telah memberikan manfaat yang besar bagi pasien yang menderita penyakit saluran pernapasan, tidak hanya pasien yang menderita asma tetapi juga pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) (GINA, 2008). Inhaler dirancang untuk meningkatkan kemudahan dalam cara penggunaannya. Namun cara penggunaan yang salah masih terdapat pada pasien asma atau PPOK meskipun mereka sudah pernah mendapatkan pelatihan. Hal ini juga ditunjukkan oleh penelitian Interiano & Guntupalli bahwa sejumlah besar layanan kesehatan di Houston, USA tidak mampu menunjukkan teknik penggunaan inhaler yang tepat (Interiano & Guntupalli, 1993). Metered dose inhaler adalah perangkat inhaler yang paling banyak digunakan, umumnya kesalahan yang terjadi pada pasien yang menggunakan MDI (Metered Dose Inhaler) adalah kebanyakan pasien menghirup terlalu cepat (Al showair et al., 2007), kegagalan untuk menahan napas selama 5 10 detik sekitar 52,2% dan kegagalan inspirasi dengan perlahan dan dalam 46,4% (Alamoudi, 2003). Kegagalan untuk menghembuskan napas sebelum penggunaan inhaler, posisi yang salah dari penggunaan inhaler dan urutan rotasi yang salah (Lavorini et al., 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2010) pada pasien asma rawat jalan RSUD Dr. Moewardi Surakarta didapatkan hasil ketepatan cara penggunaan inhaler mencapai 78,7%, namun pada penelitian lain yang dilakukan oleh Purnamasari pada tahun 2012 tentang ketepatan cara penggunaan inhaler pada pasien Apotek Bunda Surakarta didapatkan 35 orang responden inhaler jenis MDI (Metered Dose Inhaler) dan 10 orang responden nebulizer. Dari data tersebut didapatkan hasil sebanyak 15 orang (42.86%) tepat cara penggunaan inhaler jenis MDI (Metered Dose Inhaler). Sedangkan pada penggunaan nebulizer 7 orang (70,00%) dikatakan tepat dalam langkahlangkah penggunaan nebulizer. Hal ini menunjukkan bahwa ketepatan cara penggunaan inhaler masih kurang. Responden 1

2 inhaler dikatakan tidak tepat karena mereka salah dalam langkahlangkah penggunaan inhaler, mereka mengaku tidak pernah mendapatkan edukasi sehingga tidak tepat dalam penggunaan inhaler. Penggunaan inhaler yang tepat secara dosis dan cara penggunaan yang sesuai maka efek sampingnya dapat dikurangi. Penggunaan obat inhalasi yang salah akan meningkatkan efek samping seperti jamur/kandidiasis di daerah mulut dan suara serak (Supriyatno, 2002). Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan tentang teknik penggunaan alat terapi inhalasi yang membutuhkan pelatihan. Sehingga penggunaan alat terapi inhalasi dapat lebih dipahami dan diperlukan juga evaluasi yang berulang kali untuk memantau cara penggunaan alat terapi inhalasi yang tepat oleh pasien. B. Perumusan Masalah Berapa persentase pasien asma di RSUD Kabupaten Sukoharjo periode Agustus 2015 yang menggunakan inhaler dengan tepat? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengukur persentase ketepatan cara penggunaan inhaler pada pasien asma di RSUD Kabupaten Sukoharjo periode Agustus 2015. D. Tinjauan Pustaka 1. Asma a. Definisi Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakhea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubahubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin, 2008). Menurut (GINA, 1995) dan (Francis, 2012) asma adalah gangguan inflamasi kronik pada jalan napas yang penyebabnya tidak sepenuhnya dipahami. Akibat dari inflamasi, jalan napas menjadi hiperresponsif dan mudah menyempit sebagai respon terhadap berbagai jenis rangsangan seperti alergen, iritan kimia, asap rokok, udara dingin, atau olahraga.

3 Pada individu yang rentan, inflamasi ini menyebabkan mengi, sulit bernapas, dada terasa sesak, serta batuk terutama pada malam atau pagi hari. b. Diagnosis Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit dapat ditangani dengan baik, mengi (wheezing) berulang atau batuk kronik berulang merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis. Asma pada anakanak umumnya hanya menunjukkan batuk dan saat diperiksa tidak ditemukan mengi maupun sesak. Diagnosis asma didasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis klinis asma sering ditegakkan oleh gejala berupa sesak episodik, mengi, batuk dan dada sakit/sempit. Pengukuran fungsi paru digunakan untuk menilai berat keterbatasan arus udara dan reversibel yang dapat membantu diagnosis (Rengganis, 2008). c. Penatalaksanaan Pada prinsipnya penatalaksanaan asma diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu : 1). Penatalaksanaan asma akut Serangan akut adalah keadaan darurat dan membutuhkan bantuan medis segera. Penanganan harus cepat dan sebaiknya dilakukan di rumah sakit. Kemampuan pasien untuk medeteksi dini perburukan asmanya adalah penting, agar pasien dapat mengobati dirinya sendiri saat serangan terjadi. Dilakukan penilaian berat serangan berdasarkan riwayat serangan, gejala, pemeriksaan fisik dan bila memungkinkan faal paru, agar dapat diberikan pengobatan yang tepat. Pada prinsipnya tidak diperkenankan pemeriksaan faal paru dan laboratorium yang dapat menyebabkan keterlambatan dalam pengobatan (Rengganis, 2008). 2). Penatalaksanaan asma kronik Pasien asma kronik diupayakan untuk dapat memahami sistem penanganan asma secara mandiri, sehingga dapat mengetahui kondisi kronik dan variasi keadaan asma. Anti inflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan. Bronkodilator adalah pengobatan saat serangan untuk mengatasi serangan atau sebagai pelega (Bochner, 2005)

4 2. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) a. Definisi Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yaitu penyakit paru yang ditandai oleh terhambatnya aliran udara di dalam saluran pernapasan yang memiliki sifat progresif. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan dari kedua penyakit tersebut. Gejala klinis PPOK antara lain batuk, produksi sputum, sesak napas dan aktivitas terbatas. Menurut WHO, PPOK merupakan penyebab kematian ke4 dan akan menjadi masalah global untuk masa yang akan datang. PPOK akan menjadi gangguan kualitas hidup di usia lanjut. Bidang industri yang tidak dapat dipisahkan dengan polusi udara dan lingkungan serta kebiasaan merokok merupakan penyebab utama (PDPI, 2003). b. Klasifikasi Klasifikasi Penyakit Ringan Sedang Berat 3. Inhaler Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Gejala Tidak ada gejala waktu istirahat atau bila olahraga. Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi gejala ringan pada olahraga sedang (misal: naik tangga). Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi mulai terasa pada olahraga/kerja ringan (misal: berpakaian). Gejala ringan pada saat istirahat. Gejala sedang pada waktu istirahat. Gejala berat pada waktu istirahat. Tandatanda korpulmonal. (PDPI, 2003) Inhaler adalah sebuah alat yang digunakan bagi penderita asma untuk memasukkan obat ke dalam saluran pernapasan. Terdapat 3 tipe inhaler yaitu Metered Dose Inhaler (MDI), Metered Dose Inhaler dengan Spacer, dan Dry Powder Inhaler (DPI). a. MDI (Metered Dose Inhaler) atau Inhaler dosis terukur Inhaler dosis terukur merupakan cara inhalasi yang memerlukan teknik inhalasi tertentu agar sejumlah dosis obat mencapai saluran respiratori. Propelan (zat pembawa) yang bertekanan tinggi menjadi penggerak, menggunakan tabung aluminium (canister). Partikel yang dihasilkan oleh MDI adalah partikel berukuran < 5 μm. Penggunaan MDI membutuhkan latihan, para dokter sebaiknya

5 mengajarkan pasiennya cara penggunaan dengan tepat, karena sebagian besar pasien sulit mempelajarinya hanya dengan membaca brosur atau leaflet. Penggunaan MDI mungkin tidak praktis pada sekelompok pasien seperti pada anak kecil, usia lanjut, cacat fisik, penderita artritis, kepatuhan pasien buruk dan pasien yang cenderung memakai MDI secara berlebihan (Suwondo, 1991). Kesalahan yang umum terjadi pada penggunaan MDI adalah: 1) Kurangnya koordinasi. 2) Terlalu cepat inspirasi. 3) Tidak menahan napas selama 10 detik. 4) Tidak mengocok canister (tabung inhaler) sebelum digunakan. 5) Tidak berkumurkumur setelah penggunaan. 6) Posisi MDI yang terbalik pada saat akan digunakan. Prinsip kerja MDI menurut Newman (2005), perangkat inhaler jenis MDI berisikan sediaan cairan dan juga ada gas di dalamnya. Saat menggunakan inhaler caranya adalah dengan menekan actuator. Pada saat actuator tersebut ditekan, cairan di dalam perangkat akan tertekan oleh adanya gas sehingga gas tersebut mendorong cairan ke dalam matering chamber. Cairan tersebut akan keluar melalui actuator nozle dalam bentuk aerosol. Gambar 1. Metered Dose Inhaler (Buddiga, 2013) b. MDI (Metered Dose Inhaler) dengan ruang antara (spacer) Ruang antara (spacer) akan menambah jarak antara aktuator dengan mulut, sehingga kecepatan aerosol pada saat dihirup menjadi berkurang dan akan

6 menghasilkan partikel berukuran kecil yang masuk ke saluran respiratori yang kecil (small airway) (Rahajoe, 2008). Kesalahan yang umum terjadi pada penggunaan MDI dengan spacer adalah: 1) Posisi inhaler yang salah. 2) Tidak mengocok inhaler atau mengocok alat pada saat diantara dosis. 3) Obat yang berada dalam spacer tidak dihirup secara maksimal. 4) Spacer yang tidak cocok untuk pasien. Gambar 2. Metered Dose Inhaler dengan spacer (Sanh, 2014) c. DPI (Dry Powder Inhaler) Inhaler jenis ini tidak mengandung propelan, sehingga mempunyai kelebihan dibandingkan dengan inhaler jenis MDI. Menurut NACA (2008), inhaler ini berisi serbuk kering. Pasien cukup melakukan hirupan yang cepat dan dalam untuk menarik obat dari dalam alat ini. Zat aktifnya dalam bentuk serbuk kering yang akan tertarik masuk ke dalam paruparu saat menarik napas (inspirasi). Kesalahan yang umum terjadi pada penggunaan turbuler adalah: 1) Tidak membuka tutup. 2) Tidak memutar searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam. 3) Tidak menahan napas. 4) Pasien meniup turbuler hingga basah. Selain itu, inspirasi yang kuat pada anak kecil (< 5 tahun) sulit dilakukan, sehingga deposisi obat dalam sistem respiratori berkurang. Anak usia > 5 tahun, penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah dilakukan, karena kurang

7 memerlukan koordinasi dibandingkan dengan MDI sehingga dengan cara ini deposisi obat didalam paru lebih besar dan lebih konstan dibandingkan dengan MDI tanpa spacer. Penggunaan inhaler jenis DPI (Dry Powder Inhaler) ini tidak memerlukan spacer sebagai alat bantu, sehingga lebih praktis untuk pasien. Beberapa jenis inhaler bubuk kering yang umumnya digunakan di Indonesia yaitu diskus, turbuhaler, dan handihaler. Prinsipprinsip kerja DPI adalah menggunakan aliran inspirasi pasien. Ketika pasien menggunakan DPI dan menghirup, aliran udara melalui perangkat menciptakan turbulensi udara di dalam inhaler sehingga bubuk partikel terbawa masuk ke dalam saluran pernapasan pasien. Kuat atau tidaknya inspirasi dapat mempengaruhi masuknya partikel obat ke dalam paruparu. Dengan demikian, deposisi ke paruparu ditentukan oleh inspirasi aliran udara pasien (Telko & Anthony, 2005). d. Obat yang relevan Gambar 3. Dry Powder Inhaler (Tuley, 2007) Aplikasi topikal obat ke paruparu melalui inhalasi adalah teknik yang sudah ada selama berabadabad. Meningkatnya jumlah perangkat inhaler dan jenis perangkat inhaler bisa sangat membingungkan untuk pasien dan perawat. Setelah perangkat yang dipilih untuk pasien, pasien harus dapat menggunakannya dengan tepat untuk memastikan dan memaksimalkan manfaat dari obat tersebut. Berikut ini adalah obat yang tersedia dalam terapi inhalasi.

8 Albuterol Beclomethasone Circlesonide Flunizolide Ipratropium Mometasone Salmeterol Formoterol Tiopropium Tabel 2. Obat yang digunakan dalam terapi inhalasi Metered Dose Inhaler (MDI) Metered Dose Inhaler with Spacer Dry Powder Inhaler (DPI) (Geller, 2005) e. Cara penggunaan terapi inhalasi Berikut adalah langkahlangkah menggunakan alat terapi inhalasi tipe MDI (Metered Dose Inhaler) atau inhaler dosis terukur, MDI (Metered Dose Inhaler) dengan ruang antara (spacer), dan DPI (Dry Powder Inhaler) menurut NACA (2008), yaitu. Langkahlangkah menggunakan MDI (Metered Dose Inhaler) atau inhaler dosis terukur. 1). Membuka tutup inhaler 2). Memegang inhaler tegak lurus dan mengocok tabung inhaler 3). Bernapas dengan pelan 4). Meletakkan mouthpiece diantara gigi 5). Mulai inhalasi pelan melalui mulut dan tekan canister 6). Melanjutkan inhalasi dan menahan napas selama 10 detik 7). Ketika sedang menahan napas keluarkan inhaler dari mulut 8). Ekshalasi pelan dari mulut 9). Menutup kembali inhaler 10). Berkumurkumur setelah menggunakan inhaler Langkahlangkah menggunakan MDI (Metered Dose Inhaler) dengan ruang antara (spacer). 1). Membuka tutup inhaler 2). Memegang inhaler tegak lurus dan mengocok tabung inhaler 3). Memasang inhaler tegak lurus dengan spacer

9 4). Meletakkan mouthpiece diantara gigi 5). Pertahankan posisi inhaler dan tekan canister 6). Melakukan inhalasi dan ekshalasi secara normal untuk 4 kali napas 7). Mengeluarkan inhaler dari mulut 8). Ekshalasi dengan pelan dari mulut 9). Menutup kembali inhaler 10). Berkumurkumur setelah menggunakan inhaler Langkahlangkah menggunakan DPI (Dry Powder Inhaler). 1). Putar dan buka tutupnya 2). Posisi inhaler tegak lurus sambil memutar pegangan dan putar kembali sampai terdengar klik 3). Bernapas dengan pelan 4). Meletakkan mouthpiece diantara gigi 5). Inhalasi dengan kuat dan dalam 6). Mengeluarkan inhaler dari mulut 7). Ekshalasi dengan pelan dari mulut 8). Menutup kembali inhaler 9). Berkumurkumur setelah menggunakan inhaler Namun ada langkahlangkah penting untuk menilai tepat atau tidak tepatnya cara penggunaan innhaler. Menurut Machira et al (2011) langkahlangkah penting dalam penggunaan inhaler yaitu sebagai berikut : 1). Kocok dan buka tutup inhaler. 2). Inhalasi dengan perlahan melalui mulut. 3). Mouthpiece diletakkan diantara bibir dan gigi secara rapat. 4). Menekan kanister dan memulai menghirup napas pelan melalui mulut. 5). Menahan napas selama 710 detik. (Machira et al, 2011)

10 4. Terapi dengan Inhalasi Terapi inhalasi adalah terapi dengan pemberian obat secara inhalasi (hirupan) langsung masuk ke dalam saluran pernapasan. Terapi pemberian secara inhalasi pada saat ini makin berkembang luas dan banyak digunakan pada pengobatan penyakitpenyakit saluran pernapasan. Berbagai jenis obat seperti antibiotik, mukolitik, anti inflamasi dan bronkodilator sering digunakan pada terapi inhalasi (Rahajoe, 2008). Menurut Suwondo (1991), terapi inhalasi memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan terapi inhalasi adalah efek topikalnya yakni konsentrasi yang tinggi di paruparu, dengan dosis obat yang kecil 10% dari dosis oral dan efek sistemik yang minimal. Terapi inhalasi dibandingkan terapi oral mempunyai dua kelemahan yaitu : 1). Jumlah obat yang mencapai paruparu sulit dipastikan 2). Inhalasi obat ke dalam saluran napas dapat menjadi masalah koordinasi (Suwondo, 1991) Efektifitas terapi inhalasi tergantung pada jumlah obat yang mencapai paruparu untuk mencapai hasil yang optimal pasien harus dilatih untuk : 1). Ekshalasi sehabishabisnya 2). Bibir menutup melingkari mouthpiece, tidak perlu terlalu rapat 3). Semprotkan aerosol kurang lebih pada pertengahan inspirasi 4). Teruskan inhalasi lambatlambat dan sedalam mungkin 5). Tahan napas dalam inspirasi penuh selama beberapa detik (bila mungkin 10 detik) (Suwondo, 1991) Cara penggunaan alat terapi inhalasi yang tepat tergantung pada tipe alat terapi yang digunakan oleh pasien, pasien harus memahami tahaptahap yang tepat dalam menggunakan alat terapi inhalasi yang mereka gunakan (NACA, 2008). Beberapa alat terapi inhalasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Rahajoe (2008), inhaler jenis MDI (Metered Dose Inhaler) atau inhaler dosis terukur, MDI (Metered Dose Inhaler) dengan ruang antara (spacer), dan DPI (Dry Powder Inhaler) memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut :

11 Tabel 3. Kelebihan dan kekurangan inhaler jenis MDI (Metered Dose Inhaler), MDI (Metered Dose Inhaler) dengan spacer, dan DPI (Dry Powder Inhaler) Kelebihan Kekurangan MDI (Metered Dose Inhaler) 1. efek cepat 2. lebih murah 3. mudah dibawa 4. resiko kontaminasi minimal 5. tersedia dalam multi dosis 1. efek obat tergantung dari ketepatan penggunaan 2. tidak semua obat ada dalam bentuk ini 3. sulit untuk dosis tinggi MDI (Metered Dose Inhaler) dengan ruang antara (spacer) DPI (Dry Powder Inhaler) 1. Mudah digunakan untuk segala usia 2. Potensi efek samping lokal dan sistemik minimal 1. mudah digunakan 2. tidak ada pelepasan freon 3. nyaman 1. memerlukan resep 2. lebih mahal daripada MDI 3. kurang praktis karena ukuran yang besar 1. perlu arus inspirasi kuat 2. tidak semua obat ada dalam bentuk ini 3. sulit untuk dosis tinggi (Lawson, 2009) E. Keterangan Empiris Penelitian ini diharapkan dapat mengukur persentase pasien asma pengguna inhaler di RSUD Kabupaten Sukoharjo periode Agustus 2015 yang menggunakan inhalernya secara tepat.