1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat pada teknologi terapi inhalasi telah memberikan manfaat yang besar bagi pasien yang menderita penyakit saluran pernapasan, tidak hanya pasien yang menderita asma tetapi juga pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) (GINA, 2008). Inhaler dirancang untuk meningkatkan kemudahan dalam cara penggunaannya. Namun cara penggunaan yang salah masih terdapat pada pasien asma atau PPOK meskipun mereka sudah pernah mendapatkan pelatihan. Hal ini juga ditunjukkan oleh penelitian Interiano & Guntupalli bahwa sejumlah besar layanan kesehatan di Houston, USA tidak mampu menunjukkan teknik penggunaan inhaler yang tepat (Interiano & Guntupalli, 1993). Metered dose inhaler adalah perangkat inhaler yang paling banyak digunakan, umumnya kesalahan yang terjadi pada pasien yang menggunakan MDI (Metered Dose Inhaler) adalah kebanyakan pasien menghirup terlalu cepat (Al showair et al., 2007), kegagalan untuk menahan napas selama 5 10 detik sekitar 52,2% dan kegagalan inspirasi dengan perlahan dan dalam 46,4% (Alamoudi, 2003). Kegagalan untuk menghembuskan napas sebelum penggunaan inhaler, posisi yang salah dari penggunaan inhaler dan urutan rotasi yang salah (Lavorini et al., 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2010) pada pasien asma rawat jalan RSUD Dr. Moewardi Surakarta didapatkan hasil ketepatan cara penggunaan inhaler mencapai 78,7%, namun pada penelitian lain yang dilakukan oleh Purnamasari pada tahun 2012 tentang ketepatan cara penggunaan inhaler pada pasien Apotek Bunda Surakarta didapatkan 35 orang responden inhaler jenis MDI (Metered Dose Inhaler) dan 10 orang responden nebulizer. Dari data tersebut didapatkan hasil sebanyak 15 orang (42.86%) tepat cara penggunaan inhaler jenis MDI (Metered Dose Inhaler). Sedangkan pada penggunaan nebulizer 7 orang (70,00%) dikatakan tepat dalam langkahlangkah penggunaan nebulizer. Hal ini menunjukkan bahwa ketepatan cara penggunaan inhaler masih kurang. Responden 1
2 inhaler dikatakan tidak tepat karena mereka salah dalam langkahlangkah penggunaan inhaler, mereka mengaku tidak pernah mendapatkan edukasi sehingga tidak tepat dalam penggunaan inhaler. Penggunaan inhaler yang tepat secara dosis dan cara penggunaan yang sesuai maka efek sampingnya dapat dikurangi. Penggunaan obat inhalasi yang salah akan meningkatkan efek samping seperti jamur/kandidiasis di daerah mulut dan suara serak (Supriyatno, 2002). Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan tentang teknik penggunaan alat terapi inhalasi yang membutuhkan pelatihan. Sehingga penggunaan alat terapi inhalasi dapat lebih dipahami dan diperlukan juga evaluasi yang berulang kali untuk memantau cara penggunaan alat terapi inhalasi yang tepat oleh pasien. B. Perumusan Masalah Berapa persentase pasien asma di RSUD Kabupaten Sukoharjo periode Agustus 2015 yang menggunakan inhaler dengan tepat? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengukur persentase ketepatan cara penggunaan inhaler pada pasien asma di RSUD Kabupaten Sukoharjo periode Agustus 2015. D. Tinjauan Pustaka 1. Asma a. Definisi Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakhea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubahubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin, 2008). Menurut (GINA, 1995) dan (Francis, 2012) asma adalah gangguan inflamasi kronik pada jalan napas yang penyebabnya tidak sepenuhnya dipahami. Akibat dari inflamasi, jalan napas menjadi hiperresponsif dan mudah menyempit sebagai respon terhadap berbagai jenis rangsangan seperti alergen, iritan kimia, asap rokok, udara dingin, atau olahraga.
3 Pada individu yang rentan, inflamasi ini menyebabkan mengi, sulit bernapas, dada terasa sesak, serta batuk terutama pada malam atau pagi hari. b. Diagnosis Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit dapat ditangani dengan baik, mengi (wheezing) berulang atau batuk kronik berulang merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis. Asma pada anakanak umumnya hanya menunjukkan batuk dan saat diperiksa tidak ditemukan mengi maupun sesak. Diagnosis asma didasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis klinis asma sering ditegakkan oleh gejala berupa sesak episodik, mengi, batuk dan dada sakit/sempit. Pengukuran fungsi paru digunakan untuk menilai berat keterbatasan arus udara dan reversibel yang dapat membantu diagnosis (Rengganis, 2008). c. Penatalaksanaan Pada prinsipnya penatalaksanaan asma diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu : 1). Penatalaksanaan asma akut Serangan akut adalah keadaan darurat dan membutuhkan bantuan medis segera. Penanganan harus cepat dan sebaiknya dilakukan di rumah sakit. Kemampuan pasien untuk medeteksi dini perburukan asmanya adalah penting, agar pasien dapat mengobati dirinya sendiri saat serangan terjadi. Dilakukan penilaian berat serangan berdasarkan riwayat serangan, gejala, pemeriksaan fisik dan bila memungkinkan faal paru, agar dapat diberikan pengobatan yang tepat. Pada prinsipnya tidak diperkenankan pemeriksaan faal paru dan laboratorium yang dapat menyebabkan keterlambatan dalam pengobatan (Rengganis, 2008). 2). Penatalaksanaan asma kronik Pasien asma kronik diupayakan untuk dapat memahami sistem penanganan asma secara mandiri, sehingga dapat mengetahui kondisi kronik dan variasi keadaan asma. Anti inflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan. Bronkodilator adalah pengobatan saat serangan untuk mengatasi serangan atau sebagai pelega (Bochner, 2005)
4 2. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) a. Definisi Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yaitu penyakit paru yang ditandai oleh terhambatnya aliran udara di dalam saluran pernapasan yang memiliki sifat progresif. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan dari kedua penyakit tersebut. Gejala klinis PPOK antara lain batuk, produksi sputum, sesak napas dan aktivitas terbatas. Menurut WHO, PPOK merupakan penyebab kematian ke4 dan akan menjadi masalah global untuk masa yang akan datang. PPOK akan menjadi gangguan kualitas hidup di usia lanjut. Bidang industri yang tidak dapat dipisahkan dengan polusi udara dan lingkungan serta kebiasaan merokok merupakan penyebab utama (PDPI, 2003). b. Klasifikasi Klasifikasi Penyakit Ringan Sedang Berat 3. Inhaler Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Gejala Tidak ada gejala waktu istirahat atau bila olahraga. Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi gejala ringan pada olahraga sedang (misal: naik tangga). Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi mulai terasa pada olahraga/kerja ringan (misal: berpakaian). Gejala ringan pada saat istirahat. Gejala sedang pada waktu istirahat. Gejala berat pada waktu istirahat. Tandatanda korpulmonal. (PDPI, 2003) Inhaler adalah sebuah alat yang digunakan bagi penderita asma untuk memasukkan obat ke dalam saluran pernapasan. Terdapat 3 tipe inhaler yaitu Metered Dose Inhaler (MDI), Metered Dose Inhaler dengan Spacer, dan Dry Powder Inhaler (DPI). a. MDI (Metered Dose Inhaler) atau Inhaler dosis terukur Inhaler dosis terukur merupakan cara inhalasi yang memerlukan teknik inhalasi tertentu agar sejumlah dosis obat mencapai saluran respiratori. Propelan (zat pembawa) yang bertekanan tinggi menjadi penggerak, menggunakan tabung aluminium (canister). Partikel yang dihasilkan oleh MDI adalah partikel berukuran < 5 μm. Penggunaan MDI membutuhkan latihan, para dokter sebaiknya
5 mengajarkan pasiennya cara penggunaan dengan tepat, karena sebagian besar pasien sulit mempelajarinya hanya dengan membaca brosur atau leaflet. Penggunaan MDI mungkin tidak praktis pada sekelompok pasien seperti pada anak kecil, usia lanjut, cacat fisik, penderita artritis, kepatuhan pasien buruk dan pasien yang cenderung memakai MDI secara berlebihan (Suwondo, 1991). Kesalahan yang umum terjadi pada penggunaan MDI adalah: 1) Kurangnya koordinasi. 2) Terlalu cepat inspirasi. 3) Tidak menahan napas selama 10 detik. 4) Tidak mengocok canister (tabung inhaler) sebelum digunakan. 5) Tidak berkumurkumur setelah penggunaan. 6) Posisi MDI yang terbalik pada saat akan digunakan. Prinsip kerja MDI menurut Newman (2005), perangkat inhaler jenis MDI berisikan sediaan cairan dan juga ada gas di dalamnya. Saat menggunakan inhaler caranya adalah dengan menekan actuator. Pada saat actuator tersebut ditekan, cairan di dalam perangkat akan tertekan oleh adanya gas sehingga gas tersebut mendorong cairan ke dalam matering chamber. Cairan tersebut akan keluar melalui actuator nozle dalam bentuk aerosol. Gambar 1. Metered Dose Inhaler (Buddiga, 2013) b. MDI (Metered Dose Inhaler) dengan ruang antara (spacer) Ruang antara (spacer) akan menambah jarak antara aktuator dengan mulut, sehingga kecepatan aerosol pada saat dihirup menjadi berkurang dan akan
6 menghasilkan partikel berukuran kecil yang masuk ke saluran respiratori yang kecil (small airway) (Rahajoe, 2008). Kesalahan yang umum terjadi pada penggunaan MDI dengan spacer adalah: 1) Posisi inhaler yang salah. 2) Tidak mengocok inhaler atau mengocok alat pada saat diantara dosis. 3) Obat yang berada dalam spacer tidak dihirup secara maksimal. 4) Spacer yang tidak cocok untuk pasien. Gambar 2. Metered Dose Inhaler dengan spacer (Sanh, 2014) c. DPI (Dry Powder Inhaler) Inhaler jenis ini tidak mengandung propelan, sehingga mempunyai kelebihan dibandingkan dengan inhaler jenis MDI. Menurut NACA (2008), inhaler ini berisi serbuk kering. Pasien cukup melakukan hirupan yang cepat dan dalam untuk menarik obat dari dalam alat ini. Zat aktifnya dalam bentuk serbuk kering yang akan tertarik masuk ke dalam paruparu saat menarik napas (inspirasi). Kesalahan yang umum terjadi pada penggunaan turbuler adalah: 1) Tidak membuka tutup. 2) Tidak memutar searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam. 3) Tidak menahan napas. 4) Pasien meniup turbuler hingga basah. Selain itu, inspirasi yang kuat pada anak kecil (< 5 tahun) sulit dilakukan, sehingga deposisi obat dalam sistem respiratori berkurang. Anak usia > 5 tahun, penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah dilakukan, karena kurang
7 memerlukan koordinasi dibandingkan dengan MDI sehingga dengan cara ini deposisi obat didalam paru lebih besar dan lebih konstan dibandingkan dengan MDI tanpa spacer. Penggunaan inhaler jenis DPI (Dry Powder Inhaler) ini tidak memerlukan spacer sebagai alat bantu, sehingga lebih praktis untuk pasien. Beberapa jenis inhaler bubuk kering yang umumnya digunakan di Indonesia yaitu diskus, turbuhaler, dan handihaler. Prinsipprinsip kerja DPI adalah menggunakan aliran inspirasi pasien. Ketika pasien menggunakan DPI dan menghirup, aliran udara melalui perangkat menciptakan turbulensi udara di dalam inhaler sehingga bubuk partikel terbawa masuk ke dalam saluran pernapasan pasien. Kuat atau tidaknya inspirasi dapat mempengaruhi masuknya partikel obat ke dalam paruparu. Dengan demikian, deposisi ke paruparu ditentukan oleh inspirasi aliran udara pasien (Telko & Anthony, 2005). d. Obat yang relevan Gambar 3. Dry Powder Inhaler (Tuley, 2007) Aplikasi topikal obat ke paruparu melalui inhalasi adalah teknik yang sudah ada selama berabadabad. Meningkatnya jumlah perangkat inhaler dan jenis perangkat inhaler bisa sangat membingungkan untuk pasien dan perawat. Setelah perangkat yang dipilih untuk pasien, pasien harus dapat menggunakannya dengan tepat untuk memastikan dan memaksimalkan manfaat dari obat tersebut. Berikut ini adalah obat yang tersedia dalam terapi inhalasi.
8 Albuterol Beclomethasone Circlesonide Flunizolide Ipratropium Mometasone Salmeterol Formoterol Tiopropium Tabel 2. Obat yang digunakan dalam terapi inhalasi Metered Dose Inhaler (MDI) Metered Dose Inhaler with Spacer Dry Powder Inhaler (DPI) (Geller, 2005) e. Cara penggunaan terapi inhalasi Berikut adalah langkahlangkah menggunakan alat terapi inhalasi tipe MDI (Metered Dose Inhaler) atau inhaler dosis terukur, MDI (Metered Dose Inhaler) dengan ruang antara (spacer), dan DPI (Dry Powder Inhaler) menurut NACA (2008), yaitu. Langkahlangkah menggunakan MDI (Metered Dose Inhaler) atau inhaler dosis terukur. 1). Membuka tutup inhaler 2). Memegang inhaler tegak lurus dan mengocok tabung inhaler 3). Bernapas dengan pelan 4). Meletakkan mouthpiece diantara gigi 5). Mulai inhalasi pelan melalui mulut dan tekan canister 6). Melanjutkan inhalasi dan menahan napas selama 10 detik 7). Ketika sedang menahan napas keluarkan inhaler dari mulut 8). Ekshalasi pelan dari mulut 9). Menutup kembali inhaler 10). Berkumurkumur setelah menggunakan inhaler Langkahlangkah menggunakan MDI (Metered Dose Inhaler) dengan ruang antara (spacer). 1). Membuka tutup inhaler 2). Memegang inhaler tegak lurus dan mengocok tabung inhaler 3). Memasang inhaler tegak lurus dengan spacer
9 4). Meletakkan mouthpiece diantara gigi 5). Pertahankan posisi inhaler dan tekan canister 6). Melakukan inhalasi dan ekshalasi secara normal untuk 4 kali napas 7). Mengeluarkan inhaler dari mulut 8). Ekshalasi dengan pelan dari mulut 9). Menutup kembali inhaler 10). Berkumurkumur setelah menggunakan inhaler Langkahlangkah menggunakan DPI (Dry Powder Inhaler). 1). Putar dan buka tutupnya 2). Posisi inhaler tegak lurus sambil memutar pegangan dan putar kembali sampai terdengar klik 3). Bernapas dengan pelan 4). Meletakkan mouthpiece diantara gigi 5). Inhalasi dengan kuat dan dalam 6). Mengeluarkan inhaler dari mulut 7). Ekshalasi dengan pelan dari mulut 8). Menutup kembali inhaler 9). Berkumurkumur setelah menggunakan inhaler Namun ada langkahlangkah penting untuk menilai tepat atau tidak tepatnya cara penggunaan innhaler. Menurut Machira et al (2011) langkahlangkah penting dalam penggunaan inhaler yaitu sebagai berikut : 1). Kocok dan buka tutup inhaler. 2). Inhalasi dengan perlahan melalui mulut. 3). Mouthpiece diletakkan diantara bibir dan gigi secara rapat. 4). Menekan kanister dan memulai menghirup napas pelan melalui mulut. 5). Menahan napas selama 710 detik. (Machira et al, 2011)
10 4. Terapi dengan Inhalasi Terapi inhalasi adalah terapi dengan pemberian obat secara inhalasi (hirupan) langsung masuk ke dalam saluran pernapasan. Terapi pemberian secara inhalasi pada saat ini makin berkembang luas dan banyak digunakan pada pengobatan penyakitpenyakit saluran pernapasan. Berbagai jenis obat seperti antibiotik, mukolitik, anti inflamasi dan bronkodilator sering digunakan pada terapi inhalasi (Rahajoe, 2008). Menurut Suwondo (1991), terapi inhalasi memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan terapi inhalasi adalah efek topikalnya yakni konsentrasi yang tinggi di paruparu, dengan dosis obat yang kecil 10% dari dosis oral dan efek sistemik yang minimal. Terapi inhalasi dibandingkan terapi oral mempunyai dua kelemahan yaitu : 1). Jumlah obat yang mencapai paruparu sulit dipastikan 2). Inhalasi obat ke dalam saluran napas dapat menjadi masalah koordinasi (Suwondo, 1991) Efektifitas terapi inhalasi tergantung pada jumlah obat yang mencapai paruparu untuk mencapai hasil yang optimal pasien harus dilatih untuk : 1). Ekshalasi sehabishabisnya 2). Bibir menutup melingkari mouthpiece, tidak perlu terlalu rapat 3). Semprotkan aerosol kurang lebih pada pertengahan inspirasi 4). Teruskan inhalasi lambatlambat dan sedalam mungkin 5). Tahan napas dalam inspirasi penuh selama beberapa detik (bila mungkin 10 detik) (Suwondo, 1991) Cara penggunaan alat terapi inhalasi yang tepat tergantung pada tipe alat terapi yang digunakan oleh pasien, pasien harus memahami tahaptahap yang tepat dalam menggunakan alat terapi inhalasi yang mereka gunakan (NACA, 2008). Beberapa alat terapi inhalasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Rahajoe (2008), inhaler jenis MDI (Metered Dose Inhaler) atau inhaler dosis terukur, MDI (Metered Dose Inhaler) dengan ruang antara (spacer), dan DPI (Dry Powder Inhaler) memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut :
11 Tabel 3. Kelebihan dan kekurangan inhaler jenis MDI (Metered Dose Inhaler), MDI (Metered Dose Inhaler) dengan spacer, dan DPI (Dry Powder Inhaler) Kelebihan Kekurangan MDI (Metered Dose Inhaler) 1. efek cepat 2. lebih murah 3. mudah dibawa 4. resiko kontaminasi minimal 5. tersedia dalam multi dosis 1. efek obat tergantung dari ketepatan penggunaan 2. tidak semua obat ada dalam bentuk ini 3. sulit untuk dosis tinggi MDI (Metered Dose Inhaler) dengan ruang antara (spacer) DPI (Dry Powder Inhaler) 1. Mudah digunakan untuk segala usia 2. Potensi efek samping lokal dan sistemik minimal 1. mudah digunakan 2. tidak ada pelepasan freon 3. nyaman 1. memerlukan resep 2. lebih mahal daripada MDI 3. kurang praktis karena ukuran yang besar 1. perlu arus inspirasi kuat 2. tidak semua obat ada dalam bentuk ini 3. sulit untuk dosis tinggi (Lawson, 2009) E. Keterangan Empiris Penelitian ini diharapkan dapat mengukur persentase pasien asma pengguna inhaler di RSUD Kabupaten Sukoharjo periode Agustus 2015 yang menggunakan inhalernya secara tepat.