BAB I PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

KAWASAN LUMBUNG IKAN NASIONAL MALUKU AKAN DI KEMBANGAKAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara.

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ekonomi yang rendah, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan peran

KAJIAN PEMASARAN IKAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT NELAYAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA KAMILIUS D.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

PENDAHULUAN. sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, petani dan nelayan selalu lebih miskin dibandingkan penduduk

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)

BAB I PENDAHULUAN. tulang punggung dunia dalam memasok pangan dunia terutama dari sektor

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover)

BAB I PENDAHULUAN. lautnya, Indonesia menjadi negara yang kaya akan hasil lautnya, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak kawasan pesisir yang kaya dan sangat produktif, tetapi

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

BAB I PENDAHAULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR

Negara Kesatuan Republik lndonesia adalah benua kepulauan,

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB 3 KERAGAAN MASALAH DAN ISU POKOK PEMBANGUNAN

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. udang, kakap, baronang, tenggiri, kerang, kepiting, cumi-cumi dan rumput laut yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Selain itu,indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU

Indonesia mempakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari. dapat pulih seperti minyak bumi dan gas mineral atau bahan tambang lainnya

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konstelasi sistem agribisnis perikanan, pasar merupakan salah satu komponen penting yang menjadi ujung tombak bagi aliran komoditas perikanan setelah dihasilkan dari sistem on-farm. Pasar tidak hanya menjadi media bertemunya fungsi penawaran dan permintaan produk perikanan, namun lebih dari itu pasar merupakan perwujudan dari dinamika sosial dimana sumber mata pencaharian melalui mekanisme harga jual produk dihasilkan. Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri atas 13.466 pulau besar dan kecil berdasarkan hasil survei geografi dan toponimi yang berakhir pada tahun 2010 1, memiliki garis pantai mencapai lebih dari 95.181 km 2 dengan luas wilayah laut teritorial 5,7 juta km. Kondisi ini membuat Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya kelautan dan perikanan yang berlimpah dan bernilai ekonomis tinggi. Besarnya potensi sumber daya perikanan memberikan peluang bagi sektor kelautan dan perikanan untuk menjadi sektor andalan nasional. Badan Pusat Statistik tahun 2012 melaporkan bahwa ekspor udang pada Tahun 2011 mencapai 119.800 ton dengan nilai 1066,0 juta dolar Amerika Serikat. Selain komoditas udang, terdapat pula komoditas ekspor ikan tongkol-tuna pada Tahun 2011 mampu mencapai 71,8 ton dengan nilai 219,4 juta dolar Amerika Serikat 3. Maluku atau Moluccas adalah salah satu provinsi tertua di Indonesia, dengan Ambon sebagai ibu kotanya. Provinsi Maluku terdiri atas gugusan kepulauan yang dikenal dengan Kepulauan Maluku. Provinsi Maluku ditetapkan oleh kementrian kelautan dan perikanan sebagai Lumbung Nasional 2030 sejak digelarnya Sail Banda 2010. Maluku merupakan provinsi dengan wilayah kepulauan bahari terbesar di Indonesia, layak dijadikan lumbung ikan nasional karena potensi perikanan yang luar biasa banyaknya disertai laut yang kaya dan masih terjaga dari campur tangan manusia. Potensi perikanan dan sumber daya air Maluku sebagaimana dilansir oleh dari situs Provinsi Maluku 4, yakni dengan sumber daya perairan 658.294,69 km 2, memiliki potensi sebagai berikut: - Laut Banda : 277.890 ton/tahun - Laut Arafura : 771.500 ton/tahun - Laut Seram : 590.640 ton/tahun Berbagai jenis ikan yang dapat ditangkap dan terdapat di Maluku antara lain adalah: ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, ikan karang, udang, lobster, cumi. Sementara untuk potensi budidaya laut yang penyebarannya terdapat pada Laut Seram, Manipa, Buru, Kepulauan Kei, Kepulauan Aru, Yamdena, pulau pulau terselatan dan wetar adalah kakap putih, kerapu, rumput laut, tiram mutiara, teripang, lobster, dan kerang-kerangan. Untuk potensi budidaya payau adalah bandeng dan udang windu. 1 http://nationalgeographic.co.id 2 http://www.kkp.go.id 3 http://www.bps.go.id 4 http://malukuprov.go.id

2 Kabupaten Maluku Tenggara terdapat di Provinsi Maluku yang terletak di Kawasan Timur Indonesia merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi sumber daya perikanan yang cukup tinggi. Besarnya potensi sumber daya perikanan yang dimiliki oleh Kabupaten ini dapat dimaklumi, karena letak geografis cukup strategis dimana letak astronomis Kabupaten Maluku Tenggara 131 0-133 0 5' (Bujur Timur) dan 5 0 32-8 0 00 (Lintang Selatan) dengan jumlah pulaunya 134 pulau. luas wilayah + 4.049 km 2, luas daratan + 1.258,6048 km 2 dan panjang garisnya +998,8122 km. Disamping itu perairan laut Kabupaten Maluku Tenggara dipengaruhi langsung oleh laut Banda dan laut Arafura yang terkenal sangat kaya dengan potensi sumber daya lautnya. Untuk itu sangat diupayakan sektor kelautan dan perikanan ini mampu menjadi sentra ekonomi yang tangguh dan strategis karena dapat memicu terjadi pertumbuhan perekonomian di Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara (DKP Kabupaten Maluku Tenggara, 2011). Kontribusi sub sektor perikanan terhadap PDRB di Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, tahun 2009 sebesar Rp.368.249.880, sedangkan tahun 2010 naik Rp.417.291.910, kemudian di tahun 2011 mengalami penurunan menjadi Rp.412.196.490. Namun dengan memperhatikan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara menunjukkan bahwa jumlah produksi perikanan laut yang terus mengalami peningkatan yakni, pada tahun 2009 produksi perikanan tangkap sebesar 37.380 ton, kemudian pada tahun 2010 produksi perikanan tangkap sebesar 38.350 ton mengalami peningkatan sebesar 2,57 persen dan pada tahun 2011 diperoleh produksi perikanan tangkap sebesar 40.750 ton. Kemudian untuk produksi perikanan budidaya khususnya produksi rumput laut meningkat sebesar 1.585,6 ton atau 48,26 persen yaitu dari 3.285 ton pada tahun 2009 menjadi 4.870,6 ton di tahun 2010 dan ini diharapkan terus meningkat. Secara total produksi perikanan tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara masih dominan dibandingkan dengan produksi perikanan budidaya hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Perkembangan tingkat produksi perikanan dan kelautan Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2009-2011 Produksi Tahun (Ton) No Sumber Pendapatan 2009 2010 2011 1 Perikanan Tangkap 37.380,0 38.350,0 40.750,0 2 Perikanan budidaya 3.285,0 4.870,6 7.155,7 Total 40.665,0 43.220,6 47.905,7 Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tenggara (2011) Potensi sumberdaya perikanan tangkap berdasarkan data yang dilansir oleh Badan Penanaman Modal Daerah Provinsi Maluku 5, adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 2 dan 3 sebagai berikut. 5 http://www.bkpmd-maluku.com

3 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tabel 2 Potensi ikan berdasarkan kelompok sumberdaya ikan Kelompok Sumberdaya Pelagis Besar Pelagis Kecil Demersal Karang & Konsumsi Udang Penaid Lobster Cumi-Cumi WPP Laut Banda (Ton/Tahun) 104.120 132.000 9.320 32.000 0 400 50 WPP Laut Seram dan Teluk Tomoni (Ton/Tahun) 106.510 379.440 83.840 12.500 900 300 7.130 WPP Laut Arafura (Ton/Tahun) 50.860 468.660 202.340 3.100 43.100 100 3.340 Jumlah 277.890 590.620 771.500 Sumber: http://www.bkpmd-maluku.com diakses tanggal 20 April 2013 Gambaran tentang potensi sumberdaya dominan juga diekspresikan secara spasial berdasarkan SK. Menteri Perikanan No. 995 Tahun 1999 pada Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yang meliputi WPP Laut Seram, WPP Laut Banda dan WPP Laut Arafura. Tabel 3 berikut ini menunjukkanpotensi sumberdaya ikan dan jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan pada 3 WPP di Provinsi Maluku. Tabel 3 Potensi sumberdaya ikan dan jumlah hasil tangkapan yangdiperbolehkan pada WPP di Provinsi Maluku No Lokasi Besar Potensi /JTB (Ton) Jenis SD 1. WPP Laut Banda 104.100 / 83.300 132.000 / 105.600 9.300 / 7.400 400 / 300 100 / 100 2.500 / 2.000 226.100 / 180.900 248.400 / 198.700 2. WPP Laut Seram dan Sekitarnya 106.000 / 85.300 378.800 / 303.000 83.800 / 67.000 1.200/ 900 7.100/ 5.700 9.500 / 7.600 270.400 / 216.300 587.000 / 469.500 3. WPP Laut Arafura 50.900 / 40.700 468.700 / 375.000 246.800 / 197.400 21.500/ 17.200 3.400/ 2.700 800 / 600 9.200 / 7.400 792.100 / 633.600 Sumber: http://www.bkpmd-maluku.com diakses tanggal 20 April 2013 1. Pelagis Besar 2. Pelagis Kecil 3. Demersal 4. Udang 5. Cumi 6. Karang 7. Hias Total 1. Pelagis Besar 2. Pelagis Kecil 3. Demersal 4. Udang 5. Cumi 6. Karang 7. Hias Total 1. Pelagis Besar 2. Pelagis Kecil 3. Demersal 4. Udang 5. Cumi 6. Karang 7. Hias Total

4 Produksi yang dihasilkan dari ketiga WPP tersebut adalah sebesar 506.688,2 ton atau sebesar 31,5 % dari potensi yang disediakan, namun karena ke- 3 WPP tersebut juga dikelola oleh beberapa provinsi lain, maka berdasarkan hasil kajian menunjukkan tingkat pemanfaatan telah mencapai 42 %. Adapun data ekspor hasil perikanan pada Tahun 2010 dan 2011 dalam cakupan lebih luas yakni Provinsi Maluku berdasarkan data Kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara Tual sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Data Ekspor Hasil Perikanan Provinsi Maluku Volume (Kg) No Bulan Tahun 2010 Tahun 2011 1 Januari 2.499.531,00 5.674.104,00 2 Februari 5.213.583,00 4.004.879,80 3 Maret 4.584.499,00 7.900.916,10 4 April 2.162.726,00 5.879.850,00 5 Mei 4.492.249,00 7.046.267,48 6 Juni 7.706.792,00 3.711.285,00 7 Juli 3.813.187,00 5.343.422,00 8 Agustus 6.630.857,00 7.468.894,70 9 September 7.480.717,00 5.334.742,74 10 Oktober 7.269.375,00 8.959.075,00 11 November 5.540.876,00 8.569.271,46 12 Desember 5.911.801,00 6.154.822,68 Jumlah 63.306.193,00 76.047.530,96 Sumber: Kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara Tual (2012) Potensi perikanan tangkap yang menjanjikan, memiliki keterkaitan dengan perkembangan jumlah Rumah Tangga Perikanan, Kelompok Nelayan dan Nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara. Hal ini sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Perkembangan Rumah Tangga Perikanan, Kelompok Nelayan dan Jumlah Nelayan Tahun 2009-2011, Kabupaten Maluku Tenggara Tahun Rumah Tangga Perikanan (RTP) Kelompok Nelayan (Kelompok) Nelayan (Orang) 2009 6.327 866 19.023 2010 6.310 870 19.234 2011 6.461 910 20.113 Sumber: Laporan Tahunan DKP Kabupaten Maluku Tenggara (2011) Kemampuan hasil perikanan tangkap yang tinggi, tidak akan optimal apabila tidak didukung oleh strategi pemasaran yang tepat, dan dukungan kebijakan pemerintah dalam pengembangan wilayah. yang telah berhasil ditangkap tentu saja harus dapat dipasarkan dengan optimal agar dapat memberikan dampak nyata bagi pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Kemampuan hasil tangkap ikan yang meningkat namun tidak diiringi dengan pemasaran yang baik menyebabkan terjadinya ikan hasil tangkapan nelayan di

5 sejumlah desa di Kabupaten Maluku Tenggara, Maluku, kerapkali terpaksa dibuang akibat terbatasnya pembeli.kalaupun ikan bisa dijual, harganya sangat murah. Kondisi ini sering dialami nelayan saat musim panen ikan, hal inilah yang menyebabkan pentingnya sebuah perencanaan yang matang tentang pembangunan wilayah. Penetapan Maluku sebagai Lumbung Nasional diharapkan meningkatkan produktivitas usaha perikanan tangkap dan memicu pengembangan industripengolahan ikan. Kendala-kendala dalam peningkatan produksi dan pemasaran perikanan di wilayah ini adalah kecilnya skala rata-rata usahaperikanan tangkap, kontinuitas ketersediaan bahan bakar, dan terbatasnya fasilitas pendingin. Pada sisi lain, wilayah perairan Maluku sangat rawan terhadap pencurian ikanoleh nelayan asing dengan kapasitas kapal lebih besar. Wilayah Maluku Tenggara memiliki permasalahan pengembangan wilayah terkait dengan rendahnya kualitas dan kuantitas ketersediaan sarana dan prasarana, khususnya untuk jalan dan jembatan serta sarana transportasi. Kurangnya keterpaduan transportasi antarmodamenjadi permasalahan utama, khususnya ketersediaan transportasi darat, laut, sungai, dan udara yang belum memadai. Minimnya infrastruktur yang dibangun mengakibatkan keterisolasian wilayah antar pulau dan dalam pulau. Jaringan jalan dipulau-pulau terpencil belum sepenuhnya berfungsi untuk mendukung transportasi lintas pulau dan melayani mobilitas masyarakat dalam mengembangkan potensi wilayah serta mengurangi kemiskinan. Jalan desa yang dapat dilalui kendaraan roda empat sepanjang tahun masih belum memadai. Jangkauan kapal PELNI, kapal ferry, perintis, dan kapal pelayaran rakyat (Pelra) masih sangat terbatas dan kurang memadai Ketersediaan energi listrik sangatpenting dalam mendukung industrialisasi maupun perbaikan kualitas hidup secara umum. Hal inilah yang menyebabkan belum optimalnya pemasaran ikan di wilayah Maluku Tenggara. Pertanian sebagai pemberi kontribusi yang sangat besar (42,2 persen) yang didominasi oleh sub sektor perikanan sebesar 25,7 persen bagi perekonomian daerah sehingga perlu mendapat perhatian khusus karena selain dapat menjadi sarana penyerapan tenaga kerja, peningkatan produksi pertanian akan mendukung upaya menciptakan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi serta produktivitas yang berkesinambungan. Sektor pertanian juga didukung oleh sub sektor lainnya seperti tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, dan kehutanan. Kabupaten Maluku Tenggara berdasarkan hasil pemetaan wilayah pengelolaan sumberdaya perikanan oleh Komisi Nasional Pengkajian Stock Tahun 1998 berada pada 2 (dua) Wilayah Pengelolaan yaitu Wilayah V (Laut Banda) yang memiliki potensi sebesar 248.400 ton per tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 198.700 ton per tahun dan Wilayah VI (Laut Arafura) yang memiliki potensi sebesar 793.100 ton per tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 633.600 ton per tahun. Hasil produksi penangkapan ikan di kedua wilayah tersebut dengan total JTB sebanyak 832.300 ton per tahun pada tahun 2007 sebesar 160.785 ton sehingga dapat dikatakan bahwa hasil produksi penangkapan ikan baru mencapai 25.38 persen. Ini mengisyaratkan bahwa pengembangan penangkapan ikan masih mempunyai peluang yang sangat besar sekitar 74.62 persen.

6 Berdasarkan laporan akhir Kajian Potensi Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara yang dilaksanakan oleh CV Alfreges Tahun 2010, hasil observasi menunjukkan terdapat tiga pasar yang menyediakan produk perikanan kepada masyarakat Maluku Tenggara, yakni Pasar Ohoijang, Pasar Langgur dan Pasar Elat (Tabel 6). Komoditas perikanan yang dipasarkan di wilayah ini adalah hasil tangkapan nelayan-nelayan yang berasal dari desa-desa yang berada di desa-desa pesisir dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Tabel berikut ini memberikan gambaran tentang banyaknya ikan yang dipasarkan di 3 (tiga) pasar tersebut setiap harinya per komoditas perikanan, sekaligus banyaknya ikan yang dipasarkan rata-rata setiap bulan dan dalam setahun. No Tabel 6 Distribusi pasar pemasok ikan dan komoditas serta daerah asal produk perikanan di Kabupaten Maluku Tenggara Pasar 1. Ohoijang 2. Langgur 3. Elat Komoditas Perikanan Pelagis Demersal Pelagis Demersal Pelagis Demersal Jml/Hari Jml/Bln (Ton) (Ton) Jml/Thn (Ton) Asal 6,0-13,2 144,0-316,8 1.152,0-2.534,4 Namar, Selayar, 1,6-3,3 8,0-16,5 64,0-132,0 Ngilngof, Ohoililir 0,5-0,6 5,0-6,6 40,0-52,8 Ohoililir, Debut, 0,04-0,05 0,32-0,40 3,8-4,8 Pasir Panjang Terbatas Terbatas Terbatas Elat, Rahareng, Terbatas Terbatas Terbatas Yamtel, dll Tercatat ada tujuh desa utama pemasok komoditas perikanan di pasar yang berada di Kabupaten Maluku Tenggara. Nelayan-nelayan dari desa Selayar dan Ngilngof adalah pemasok ikan terbesar di pasar ikan Ohoijang, dan Pasir Panjang adalah pemasok ikan terbesar di pasar ikan Langgur. pelagis kecil adalah komoditas perikanan yang terbesar dipasok di ketiga pasar ikan tersebut dengan frekuensi pasokan 20-24 kali sebulan sedangkan ikan demersal dipasok antara 5-10 kali sebulan. tuna dan cakalang dipasok selama 6 (enam) bulan setahun yakni pada bulan September sampai bulan Maret dengan frekuensi pasokan antara 24-28 kali sebulan. Dengan demikian diperlukan ketersediaan saluran pemasaran ikan terpadu dan selaras dengan pengembangan wilayah Maluku Tenggara, agar dapat saling mengoptimalkan rantai pasokan pemasaran ikan dari pihak supplier sampai dengan pihak buyer. Mohsen S., dkk (2008) menjelaskan bahwa dalam lingkungan kompetitif yang semakin sengit di pasar global saat ini, koordinasi rantai pasokan menjadi sebuah komponen kunci. Jika koordinasi tidak ada, maka anggota rantai pasokan bertindak independen untuk memaksimalkan keuntungan mereka sendiri. Jianxi Fu danyuanlue Fu (2012) menjelaskan dengan persaingan globalisasi ekonomi dan lingkungan yang semakin ketat, sangat penting bagi pelaku usaha untuk berkolaborasi dengan mitra jaringan mereka untuk dalam rangka mencapai tujuan bersama.

7 Pemaparan Mohsen S., dkk (2008) dan Jianxi Fu danyuanlue Fu (2012) ini sangat tepat menggambarkan kondisi yang terjadi pada nelayan di Maluku Tenggara, di mana pihak yang lebih sering diuntungkan dalam rantai pasokan ikan adalah pedagang dibandingkan nelayan itu sendiri. Hal ini yang menjadi latar belakang dilakukannya sebuah kajian mendalam tentang pengembangan usaha pemasaran ikan yang terkait erat dengan manajemen pengembangan wilayahbagi peningkatan pendapatan masyarakat nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara. 1.2. Rumusan Masalah Produksi ikan bersifat musiman termasuk ikan laut. Dengan demikian, pada suatu saat poduksi ikan sangat melimpah, sedangkan pada waktu yang lain sangat rendah. Tidak heran bila pada saat produksi sangat melimpah, banyak ikan yang tidak dimanfaatkan sehingga menjadi rusak atau busuk yang mengakibatkan menurunnya kualitas dan harga ikan. Disamping itu, karena lemahnya faktorfaktor internal, antara lain belum tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, sumber daya manusia minim juga akses informasi dan komunikasi kurang mendukung. Hal ini sangat merugikan para nelayan di wilayah Maluku Tenggara. Permasalahan lainnya adalah lemahnya posisi nelayan dalam pemasaran, yaitu nelayan tidak memiliki akses terhadap pasar. Kelemahan posisi tersebut menyebabkan margin keuntungan pemasaran lebih banyak jatuh ke pedagang dan bukan ke nelayan ataupun pembudidaya ikan. Kendati dalam waktu-waktu tertentu nelayan-nelayan buruh/kecil atau tradisional mendapat tangkapan yang banyak, keadaan ini tidak menjadikan mereka memiliki nilai tukar memadai. Masalahnya adalah, jaringan pemasaran ikan dikuasai sepenuhnya oleh para pedagang perantara. Kondisi pemasaran ikan ini merupakan salah satu fenomena yang mendukung permasalahan yang ada. Hubungan antara nelayan dan pedagang perantara sangat kuat dan berjangka panjang. Nelayan membangun kerjasama dengan nelayan perantara untuk mengatasi kesulitan modal ataupun untuk konsumsi sehari-hari. Bahkan tidak tertutup kemungkinan berlaku sistem rente di mana pedagang antara menyediakan pinjaman dengan sistem bunga, sehingga nelayan tetap berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Hubungan nelayan tradisional dengan pedagang perantara menimbulkan ketergantungan dan pada akhirnya menciptakan hubungan keterikatan yang mengakar kuat bertahun-tahun. Akibatnya, posisi tawar nelayan menjadi lemah terkait penetapan harga jual hasil tangkapannya sendiri. Selain itu, disebabkan posisi Maluku Tenggara yang berada di luar orbitrase, menyebabkan sarana prasarana infrastruktur sangat terbatas. Dengan demikian rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran saluran distribusi pemasaran terkait manajemen rantai pasokan produk ikan tangkap dan pengembangan wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara? 2. Bagaimana gambaran internal dan eksternal dari masyarakat di Kabupaten Maluku Tenggara dalam menjalankan aktivitasnya sebagai nelayan? 3. Strategi apa yang dapat ditetapkan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara? 4. Kebijakan relevan apa yang dapat diambil oleh Pemerintah Daerah Maluku Tenggara terkait alternatif strategi yang dihasilkan bagi pengembangan pembangunan wilayah berbasis pada peningkatan ekonomi masyarakat nelayan?

8 1.3. TujuanPenelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui gambaran saluran distribusi pemasaran terkait manajemen rantai pasokan produk ikan tangkap dan pengembangan wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara. 2. Mengidentifikasi dan menganalisiskondisi internal dan eksternal dari masyarakat di Kabupaten Maluku Tenggara dalam menjalankan aktivitasnya sebagai nelayan. 3. Menyusun dan menganalisis strategi yang dapat ditetapkan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara. 4. Mengidentifikasi kebijakan relevan yang dapat diambil oleh Pemda Maluku Tenggara terkait alternatif strategi yang dihasilkan bagi pembangunan wilayah berbasis peningkatan ekonomi masyarakat nelayan 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi penentu kebijakan dibidang hasil pemasaran ikan dalam meningkatkan perekonomian nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak swasta yang membutuhkan data dan masalah lain yang berkaitan dengan kajian pengembangan usaha pemasaran ikan. Manfaat atau kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah pusat dan daerah dapat menjadi rujukan dan masukan serta bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan pengembangan wilayahyang berkaitan dengan pemasaran ikan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir di Kabupaten Maluku Tenggara. 2. Meningkatkan peranan kelembagaan pemerintah daerah Kabupaten Maluku Tenggara dalam meningkatkan posisi tawar harga produk ikan nelayan. 3. Bagi nelayan dapat memperoleh informasi dan masukan dalam upaya peningkatan mutu dan kualitas produksi pemasaran ikan. 4. Menambah pembendaharaan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa, maupun peneliti serta referensi penelitian selanjutnya.