CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

ORTODONTI III. H.Nazruddin Drg. C.Ort. Ph.D.

III. KELAINAN DENTOFASIAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BIONATOR Dikembangkan oleh Wilhelm Balters (1950-an). Populer di Amerika Serikat tahun

II. ORTODONSI INTERSEPTIF

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

STAINLESS STEEL CROWN (S. S. C)

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL)

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012)

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2

BAB III METODE PENELITIAN. cekat dan cetakan saat pemakaian retainer. 2. Sampel dalam penelitian ini dihitung dengan Rumus Federer sesuai dengan.

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

III. PERAWATAN ORTODONTIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah

VI. PREPARASI GIGI PEGANGAN (ABUTMENT)

III. RENCANA PERAWATAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERAWATAN MALOKLUSI KLAS III DENGAN PESAWAT TWIN BLOCK

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Maloklusi adalah istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hal yang harus dipertimbangkan dalam perawatan ortodonsi salah satunya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan desaincross sectional. 26

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang

SPACE MAINTAINER TIPE CROWN AND LOOP: SUATU PERAWATAN KASUS TANGGAL DINI GIGI SULUNG. Vera Yulina *, Amila Yumna **, Dharli Syafriza *

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada tindakan pencegahan dan koreksi terhadap maloklusi dan malrelasi pada

IX. Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Gigi Tiruan Cekat

Analisa Ruang Metode Moyers

RAPID MAXILLARY EXPANSION

BUKU AJAR ORTODONSIA III KGO III. Penanggungjawab Mata Kuliah drg. Soehardono D., MS., Sp.Ort (K)

KEHILANGAN TULANG DAN POLA PERUSAKAN TULANG Kehilangan tulang dan cacat tulang yang diakibatkan penyakit periodontal membahayakan bagi gigi, bahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perawatan ortodonti dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Diskrepansi

Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti. Analisis model studi merupakan salah satu sumber informasi penting untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tiga puluh orang menggunakan sefalogram lateral. Ditemukan adanya hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan prevalensi nasional untuk masalah gigi dan mulut di Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab

BPSL BUKU PANDUAN SKILL S LAB TATALAKSANA KELAINAN DENTOKRANIOFASIAL BLOK 9 SEMESTER V TAHUN AKADEMIK NIM

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang bertujuan untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

Transkripsi:

CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah gigi yang terkunci sering digunakan untuk crossbite anterior. Crossbite anterior dapat dijumpai pada anak terutama pada periode gigi bercampur. Kasus ini sering menjadi keluhan pasien oleh karena menimbulkan penampilan yang kurang menarik, disamping itu dapat mengakibatkan terjadinya trauma oklusi Prevalensi crossbite anterior pada gigi sulung hanya sedikit yang telah dilaporkan. Crossbite anterior yang muncul pada periode gigi sulung sebaiknya segera dikoreksi sebelum berkembang menjadi maloklusi yang lebih parah sehingga perawatan lebih sulit dilakukan. Insiden crossbite anterior memiliki distribusi etnik yang kuat (10% dari populasi Jepang). Sim (1977) menyatakan bahwa 10% dari seluruh populasi anak menunjukkan beberapa tipe crossbite. Ia sering mengamati bahwa crossbite anterior, posterior atau kombinasinya terlihat di antara saudara kandung dalam satu keluarga yang membuktikan bahwa kekuatan genetik mempengaruhi keberadaannya. 1

Crossbite anterior dapat mengakibatkan : Abrasi yang berlebihan dari gigi anterior RA dan RB, ditandai dengan adanya pengikisan enamel pada permukaan labial dan lingual dari gigi yang terlibat. Biasanya dijumpai kelainan patologis periodonsium berupa inflamasi gingiva Gigi anterior yang tumbuh berjejal Gangguan fungsional pada pergerakan rahang bawah dan gangguan pertumbuhan rahang bawah. Pergeseran RB ke anterior yang terjadi secara terus menerus dapat merobah pola pertumbuhan wajah. Maloklusi ini didiagnosa sebagai maloklusi klas I tipe 3, juga sering disebut dengan crossbite anterior sederhana yang biasanya melibatkan tidak lebih dari dua gigi. Crossbite anterior yang dijumpai dalam berbagai kasus dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu crossbite anterior dental, fungsional dan skeletal. 2. Klasifikasi dan Etiologi. 2.1. Crossbite Anterior Dental Crossbite anterior dental adalah crossbite anterior yang terjadi karena anomali gigi. Ditandai dengan adanya satu atau lebih gigi anterior rahang atas yang linguoversi sehingga terkunci di belakang gigi anterior rahang bawah pada saat oklusi sentris. Maloklusi ini menunjukkan profil yang normal dengan jaringan lunak yang menutupi daerah malposisi gigi. Pasien dapat menutup rahang 2

tanpa adanya hambatan dan hubungan molar yang dijumpai adalah hubungan klas I Angle. Analisa sefalometri menunjukkan hubungan skeletal yang normal. Maloklusi ini didiagnosa sebagai maloklusi klas I tipe 3, juga sering disebut dengan crossbite anterior sederhana yang biasanya melibatkan tidak lebih dari dua gigi Etiologi Crossbite anterior dental adalah maloklusi yang disebabkan oleh faktor lokal yang mengganggu posisi erupsi normal gigi anterior RA. Misal : Persistensi gigi sulung menghambat jalan erupsi gigi permanen penggantinya sehingga menyebabkan arah pertumbuhan gigi permanen ke palatinal. Cedera traumatik pada gigi sulung mengakibatkan sebagian atau seluruh gigi sulung masuk kedalam tulang alveolar dan mendorong benih gigi permanen yang ada dibawahnya. Keadaaan ini menyebabkan perubahan arah pertumbuhan gigi tetap penggantinya ke palatal. Gigi yang berlebihan (supernumerary teeth). Mesiodens tumbuh diantara gigi insisivus sentralis dan berada dalam lengkung gigi menyebabkan gigi insisivus sentralis kekurangan tempat untuk erupsi. Kesalahan letak benih gigi didaerah palatal yang dipengaruhi oleh faktor genetik. 3

2.2. Crossbite anterior fungsional Crossbite anterior fungsional adalah crossbite anterior yang terjadi karena anomali fungsional dimana otot-otot rahang menggerakkan rahang bawah kedepan dan mengunci segmen anterior dalam hubungan crossbite. Keterlibatan gigi anterior bisa bervariasi dari satu sampai enam gigi yang mengalami crossbite. Hubungan molar berubah dari klas I Angle pada posisi relasi sentris menjadi klas II Angle pada posisi oklusi sentris. Anomali ini disebut juga maloklusi pseudo klas III dimana posisi relasi sentris menunjukkan profil yang normal dan berubah menjadi maju kedepan (prognatik) yang terlihat jelas pada posisi oklusi sentris. Analisa sefalometri menunjukkan hubungan skeletal normal. Crossbite anterior fungsional menunjukkan pergeseran rahang bawah yang disebabkan hambatan oklusi seperti kontak prematur sehingga mengakibatkan terjadinya crossbite anterior dengan melibatkan banyak gigi anterior. Kontak prematur yang terjadi diakibatkan oleh beberapa keadaan antara lain : Adanya kebiasaan cara menggigit yang menyenangkan dengan menggerakkan rahang bawah kedepan pada masa gigi sulung dan terbawa sampai kemasa gigi bercampur. Pergeseran kepalatal dari gigi anterior permanen rahang atas yang disebabkan terhambatnya jalan erupsi gigi sehingga menimbulkan hambatan oklusi. Kebiasaan buruk menggigit bibir atas yang menekan gigi anterior rahang atas ke palatal dan gigi anterior bawah ke labial. 4

2.3 Crossbite Anterior Skeletal Crossbite anterior sleletal adalah crossbite anterior yang terjadi karena anomali skeletal. Ditandai dengan pertumbuhan rahang bawah yang berlebihan dibanding rahang atas sehingga rahang bawah terlihat maju kedepan (prognatik). Hubungan molar yang dijumpai adalah hubungan klas III Angle dengan melibatkan ke-enam gigi anterior yang mengalami crossbite. Pasien dapat menutup rahang tanpa ada hambatan. Analisa sefalometri menunjukkan kelainan antero posterior pada skelatal. Crossbite anterior skeletal secara umum lebih disebabkan karena tidak adanya keseimbangan pertumbuhan skeletal antara rahang atas dengan rahang bawah yang dipengaruhi oleh pola herediter. Melalui anamnese biasanya dapat diketahui bahwa kelainan skeletal juga diderita oleh orang tua. Crossbite anterior dental dan fungsional yang tidak segera dirawat dapat berkembang menjadi crossbite anterior skeletal. 3. P e r a w a t a n Diagnosa crossbite anterior klas I tipe 3 yang merupakan maloklusi dental harus dibedakan dari maloklusi pseudo klas III skeletal. Namun mendiagnosa crossbite anterior kadang-kadang menjadi masalah. Tidak jarang suatu kasus yang diyakini sebagai crossbite anterior klas I tipe 3 ternyata merupakan kasus maloklusi klas III. Salah satu cara untuk membedakan kasus crossbite anterior klas I tipe 3 dengan klas III adalah dengan memulai perawatan. Jika perawatan berhasil dalam waktu yang relatif singkat, crossbite anterior merupakan kasus klas I tipe 3. Jika 5

perawatan telah dilakukan dalam waktu yang lama tetapi tidak ada perubahan, pasien harus dirujuk ke ahli ortodonti untuk memastikan apakah crossbite anterior merupakan kasus klas III sesungguhnya. Kasus crossbite anterior klas I tipe 3 dapat dirawat oleh dokter gigi umum dengan menggunakan alat yang sederhana. Keadaan yang menjadi indikasi perawatan adalah sebagai berikut : 1. Tidak lebih dari dua gigi anterior yang terlibat. 2. Pengamatan pergerakan habitual memastikan rahang bawah menutup sempurna. 3. Terdapat ruangan pada lengkung rahang atas untuk menggerakkan gigi yang terkunci. Crossbite anterior sederhana yang mengenai satu atau dua gigi dan disertai adanya ruangan yang cukup untuk menggerakkan gigi keluar dari hubungan yang crossbite dapat dilakukan perawatan dengan prosedur sederhana menggunakan dataran penuntun seperti tongue blade, inclined plane dan stainless steel crown (SSC) yang dipasang terbalik. 3.1. Tongue Blade Sebagai pengungkit digunakan saat insisivus rahang atas masih dalam keadaan erupsi, dimana arahnya menuju lingual insisivus rahang bawah. Pasien dan orang tua di instruksikan untuk menekan tongue blade dengan tangan ke bawah dan ujung lain dipasang diantara insisivus rahang atas dan insisivus rahang 6

bawah. Penekanan dilakukan dua puluh kali sebelum makan. Jika metode ini tidak berhasil dalam waktu satu atau dua minggu, dilakukan perawatan yang lain. 3.2. Incline Plane Jika jumlah gigi pada lengkung rahang atas tidak cukup untuk menahan pesawat lepas, dapat digunakan sebuah inclined plane yang disemen ke gigi insisivus bawah. Plane ini dapat dibuat dari akrilik atau logam cor, dan harus bersudut kira-kira 45 derajat. Peralatan ini dapat menyebabkan trauma dan seharusnya tidak digunakan lebih dari beberapa minggu. 3.3 Stainless Steel Crown (SSC) SSC dijadikan pilihan untuk merawat maloklusi crossbite anterior yang sederhana karena dapat menghasilkan tekanan resiprokal yang akan menggerakkan gigi. Ketika SSC dipasangkan secara terbalik pada gigi anterior rahang atas yang terkunci, permukaan labial dari mahkota berfungsi sebagai dataran penuntun yang akan membawa gigi yang terkunci kehubungan overjet dan overbite yang normal. Pada saat anak menggigit permukaan insisal dari gigi anterior rahang bawah akan berkontak dengan permukaan labial mahkota logam. Menurut laporan penelitian yang telah dilakukan, gigitan akan terbuka sekitar 2 3 mm. Pada saat itu gigi anterior rahang atas terbebas dari hambatan sehingga dapat digerakkan ke labial untuk mendapatkan inklinasi gigi yang sebenarnya. Kekuatan pada saat menggigit memberi tekanan sekaligus pada gigi anterior rahang atas dan antagonisnya. Adanya tekanan akibat berkontak dengan 7

permukaan labial mahkota logam, gigi anterior rahang bawah akan terdorong ke lingual. Sementara mahkota logam yang mendapat tekanan dari gigi anterior rahang bawah dan adanya pergerakan erupsi dari gigi anterior rahang atas akan menggerakkan gigi anterior rahang atas ke labial. Pada kasus yang telah dilakukan perawatan, crossbite anterior dapat terkoreksi dalam waktu satu minggu. Namun untuk mencegah terjadinya relaps, SSC tetap dipakai sampai satu minggu kemudian. Aksi otot bibir atas dan kekuatan erupsi gigi anterior rahang atas akan membantu mereposisi gigi sehingga diperoleh hubungan overjet dan overbite yang normal. Menurut penelitian dari laporan yang telah dilakukan pada pemeriksaan enam bulan kemudian, tidak dijumpai adanya tanda-tanda perubahan warna gigi, mobilitas yang abnormal, sensitivitas gigi atau patosis jaringan lunak. 4. Teknik Pemasangan Pemasangan SSC yang dilakukan untuk mengoreksi crossbite anterior pada dasarnya sama dengan pemasangan SCC untuk merestorasi gigi sulung. Namun pada pengkoreksian crossbite anterior ini, tidak diperlukan preparasi gigi dan SCC dipasangkan terbalik pada gigi. 4.1 Pemilihan Mahkota Mahkota yang akan digunakan mahkota logam anterior jenis festooned yang sesuai dengan elemen gigi anterior yang akan dipasangkan. Dengan menggunakan kaliper mahkota gigi di ukur untuk mendapatkan lebar mesio distalnya. 8

Karena gigi tidak dipreparasi maka ukuran mahkota logam harus lebih besar daripada mahkota gigi agar terdapat ruangan untuk meletakkan semen yang berfungsi melekatkan mahkota pada gigi. Jika ukuran mahkota terlalu kecil akan sulit untuk memasang atau melepaskan dari gigi dan tidak memberi kesempatan pada mahkota logam untuk menyesuaikan konturnya. 4.2 Pemotongan dan Penyesuaian Kontur Mahkota Tujuannya adalah untuk mendapatkan adaptasi yang baik dari tepi servikal mahkota logam pada sulkus gingiva agar mahkota dapat mengikuti bentuk morfologi gigi. Pada tahap awal pemotongan dengan gunting. Selama prosedur penyesuaian kontur dan pemotongan, mahkota dicobakan ke gigi dengan posisi terbalik sambil diperiksa tepi-tepinya dengan menggunakan sonde. Pemotongan akhir dilakukan dengan penyesuaian bentuk selesai dan paling baik dikerjakan dengan menggunakan stone bur. Untuk tujuan pengkoreksian crossbite anterior ini, mahkota logam dipasangkan terbalik pada gigi dengan arah masuk dari bukal kemudian digerakkan ke lingual. Tidak boleh ada gingiva yang terlihat memucat karena ini berarti tepi mahkota terlalu panjang sehingga mengiritasi gingiva. Tepi mahkota harus dipotong lagi agar tidak menyebabkan inflamasi pada gingiva. 4.3 Pemolesan dan Penyemenan Untuk mendapatkan permukaan mahkota yang halus, dilakukan pemolesan dengan rubber wheel. Mahkota akan mengkilap setelah digosok dengan kain kasar yang diberi bubuk polis. 9

Sebelum dilakukan penyemenan, gigi dikeringkan dan dibersihkan dulu. Isolasi yang dipakai biasanya cotton roll. Mahkota logam disemenkan terbalik dari arah labial ke palatal dengan menggunakan semen. Kelebihan semen di daerah sulkus gingiva harus dibuang sampai bersih dengan sonde. Pemasangan SSC untuk merawat crossbite anterior dapat dilakukan satu kali kunjungan oleh dokter gigi, keadaan ini sangat menguntungkan. Jika dilakukan pada anak-anak kepada pasien dijelaskan posisi oklusi yang menghasilkan tekanan untuk menggerakkan gigi yang terkunci sehingga pasien tidak merubah tekanan ke labial kemudian ke lingual secara bergantian. 5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Perawatan Dalam perawatan crossbite anterior klas I tipe 3, dataran penuntun digunakan untuk memberi tekanan ke labial terhadap gigi yang crossbite ketika rahang bawah bergerak menutup. Untuk mencegah kegagalan, perlu diperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil perawatan. Faktor-faktor tersebut adalah : 5.1 Jumlah dan lokasi gigi yang crossbite Perawatan akan memberikan hasil yang lebih baik jika dilakukan pada satu gigi dibandingkan dengan dua gigi yang crossbite lokasi gigi yang crossbite, juga harus diperhatikan. Jika dua gigi yang dikoreksi misalnya gigi insisivus sentral dan lateral berada pada regio yang sama, akan menghasilkan traumatik oklusi yang baru. 5.2 Relasi vertikal gigi yang crossbite 10

Pada gigi yang sedang erupsi, meskipun sulit untuk memasang SCC, pergerakan gigi akan lebih mudah dilakukan dan mencegah terjadinya trauma pada gigi antagonisnya. Setelah gigi yang crossbite bergerak ke labial overbite akan membantu mempertahankan gigi dalam posisi yang baru. Pada gigi yang sudah erupsi sempurna, perawatan akan membutuhkan waktu yang lama sehingga dapat mnyebabkan terjadinya openbite. 5.3 Inklinasi aksial gigi yang crossbite. Jika gigi berinklinasi ke mesial atau ke distal pergerakan yang dihasilkan dataran penuntun akan memperparah malposisi. 5.4 Inklinasi aksial gigi antagonis. Dataran penuntun juga menggerakkan gigi antagonis ke lingual karena adanya tekanan resiprokal. Jika gigi antagonis mempunyai inklinasi ke lingual dari normal dataran penuntun akan mengakibatkan bertambahnya inklinasi lingual yang tidak diharapkan. 5.5 Mobiliti gigi yang crossbite Mobiliti gigi berhubungan dengan trauma yang dihasilkan dari hubungan yang crossbite. Jika mobiliti tidak disertai adanya resesi gingiva akan mempercepat pergerakan ke labial. 5.6 Keadaan jaringan periodontium gigi antagonis Crossbite anterior sering mengakibatkan inflamasi gingiva. Jika inflamasi gingiva pada gigi antagonis yang terjadi akibat trauma dari hubungan yang crossbite sudah sangat parah, sebaiknya dataran penuntun tidak digunakan. 11