BAB II LANDASAN TEORI. untuk menyerahkan sebagian kekayaan Negara karena suatu keadilan,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh wajib

Subjek Pajak PPh Pasal 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum ada beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Pajak Menurut Para Ahli

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB IV PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pajak Secara Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. (Waluyo, 2000 : 2), pajak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

Landasan Hukum: Pasal 23 UU PPh PMK No. 244/ PMK.03/ 2008

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 BAB IV

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo, (2003:1) :

2.1 Definisi Pajak. Landasan Teori. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

IBNU KHAYATH FARISANU 1 / 9 STIE

Catatan: - Untuk Point 1, 3, 4 dan 5 dalam hal Wajib Pajak tidak mempunyai NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 20% (Dua puluh persen).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

Tinjauan Atas Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Pada PT. Indonesia Power UBP Saguling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (2002:1)

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pajak merupakan kewajiban rakyat untuk memberikan sebagian harta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III KEBIJAKAN PENETAPAN TARIF EFEKTIF DALAM PEMUNGUTAN PPh PASAL 23 ATAS JASA LAIN

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Ilyas dan Richard Burton (2010:6), Pajak adalah prestasi yang dapat dipaksakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB III Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 23

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.

PENGANTAR PERPAJAKAN BENDAHARA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

Repositori STIE Ekuitas

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II. Tinjauan Pustaka. Menurut Rochmat Soemitro yang di kutip oleh Mardiasmo, (2003:1) :

DAFTAR OBYEK DAN TARIF PAJAK PENGHASILAN TARIF PKP = (PB BP) PTKP. 2. Uang Pensiun Bulanan yang Diterima Pensiunan Pasal 17 UU PPh.

Regulasi Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 23. dan Risiko Apabila Lupa Memotong PPh Ps 23. Atas Pembayaran Jasa Yang Anda Gunakan

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. Pajak mempunyai definisi yang berbeda-beda menurut sudut pandang yang

4Dra.Riiyati UNIVERSITAS INDONESIA. , ip YerItas, Pro itas, 9ustItia. Prof. Dr. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng.

BAB II Tinjauan Pustaka

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012

BAB II LANDASAN TEORI. Inggris disebut Administration artinya To Serve, yaitu melayani

LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-70/ PJ. / 2007 TANGGAL : 9 April 2007

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN.

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara Cuma-Cuma).

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (Mardiasmo, 2013: 1) adalah

PPh pasal 23 dan Contoh Soalnya (1)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas

BAB II LANDASAN TEORI

Kebijakan sehubungan dengan PMK-91/PMK.03/2015 SE NOMOR 53/PJ/2015 tgl 7 Juli Pasal 23 atas Jasa Lain PMK NOMOR 141/PMK.03/2015 tgl 24 Juli 2015

BAB II LANDASAN TEORI

KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH definisi pajak yaitu iuran rakyat

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB IV KETENTUAN LAINNYA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

EVALUASI MEKANISME PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.HUTAMA KARYA (Persero)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran wajib rakyat kepada kas negara.adapun beberapa

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Terdapat beberapa pengertian pajak yang diungkapkan oleh para ahli, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan menurut Prof. Dr. Djajadiningrat dalam Siti Resmi (2013:2), Pajak adalah suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian kekayaan Negara karena suatu keadilan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, pungutan tersebut bukan sebagai hukuman, tetapi menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan secara umum. Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam Paojan Mas ud Sutanto, SE.,M.Akt (2014:2), Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam menguasai kesejahteraan umum. Menurut Prof. Dr. A. Adriani dalam Waluyo (2013:2), Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintah. 18

19 Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Pajak adalah iuran wajib rakyat kepada Negara (pemerintah) yang bersifat memaksa berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan Undang-undang tanpa adanya kontraprestasi secara langsung yang dapat dirasakan oleh rakyat dan digunakan untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum. Serta pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut: a. Iuran dari rakyat kepada Negara Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). b. Berdasarkan Undang-undang Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang serta aturan pelaksanaannya. c. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, seperti pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 2.2 Fungsi Pajak Dalam fungsinya pajak memiliki fungsi yang sangat strategis bagi berlangsungnya pembangunan suatu negara. Menurut Waluyo (2013:6) Pajak antara lain memiliki fungsi sebagai berikut:

20 1. Fungsi Penerimaan (Budgetair) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pajak merupakan sumber penerimaan dalam negeri. 2. Fungsi Pengatur (Regulerend) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dalam bidang sosial dan ekonomi misalnya PPnBM untuk barang-barang mewah lainnya. 3. Fungsi Redistribusi Pendapatan Dalam fungsi ini lebih ditekankan unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tarif dalam pengenaan pajak dengan adanya tarif pajak yang lebih besar untuk tingkat penghasilan yang lebih tinggi. 4. Fungsi Demokrasi Pajak dan fungsi demokrasi merupakan wujud sistem gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayaran pajak. 2.3 Jenis-jenis Pajak Menurut Waluyo (2013:12) pajak dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok, yaitu sebagai berikut:

21 1. Menurut Golongannya a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang pembebannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak (WP) yang bersangkutan, misalnya Pajak Penghasilan (PPh). b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pembayarannya dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada pihak lain, misalnya PPN. 2. Menurut Sifatnya a. Pajak Subjektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan Wajib Pajak (WP) contohnya Pajak Penghasilan (PPh). b. Pajak Objektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak (WP) contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). 3. Menurut Lembaga Pemungutnya a. Pajak Pusat (Pajak Negara), adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contohnya adalah PPh, PPN dan PPnBM, dan Bea Materai. b. Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contohnya

22 adalah Pajak Reklame, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar dan lain-lain. 2.4 Sistem Pemungutan Pajak Menurut Drs. Chairil Anwar Pohan, M.Si,MBA (2014:33), dalam memungut pajak dibagi menjadi beberapa sistem pemungutan yaitu: 1. Official Assessment System Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terutang. Contoh: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Ciri-ciri Official Assessment System: a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus, b. Wajib pajak bersifat pasif, c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak (SKP) oleh fiskus. 2. Self Assessment System Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Contoh: Pajak Penghasilan Orang Pribadi atau Badan.

23 Ciri-ciri dari Self Assessment System: a. Wajib Pajak bersifat aktif, artinya menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri besarnya jumlah pajak yang terutang, b. Fiskus hanya mengawasi dan tidak ikut campur. 3. Withholding System Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan Pasal 21,22,23 dan 26. Ciri-ciri dari Withholding System: Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak. 2.5 Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-undang Pajak Penghasilan 2.5.1 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada Wajib Pajak (WP) baik orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. Tahun pajak adalah tahun kalender (Januari sd Desember), akan tetapi Wajib Pajak dapat menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender, sepanjang tahun buku tersebut meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Pajak penghasilan dikenakan terhadap objek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

24 Sedangkan menurut Drs. Chairil Anwar Pohan, M.Si, MBA (2014:302), Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dalam Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Dalam ketentuan pasal 1 butir 3 Undang-undang Ketetapan Umum & Tata Cara Perpajakan menjelaskan bahwa: Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha. Contohnya seperti: Perseroan terbatas, perseroan komanditer, BUMN atau BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, oerganisasi social politik, organisasi lainnya yang termasuk kontrak investasi dan bentuk usaha tetap (BUT). 2.5.2 Dasar Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 Menurut Drs. Chairil Anwar Pohan, M.Si.MBA (2014:305), pada dasarnya pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah pihak yang wajib melakukan pembayaran atas penghasilan yang merupakan obyek Pajak Penghasilan pasal 23, yang terdiri dari:

25 1. Badan pemerintah, 2. Subjek Pajak Badan Dalam Negeri, 3. Penyelenggara kegiatan, 4. Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, 5. Orang Pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak sebagai pemotong PPh 23 yaitu: a. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), kecuali camat, pengacara dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas. b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran berupa sewa. 2.5.3 Subjek Pajak Penghasilan Pasal 23 Subjek pajak atau penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 menurut Arri Setyadi, SE,.MBA (2014), adalah Wajib Pajak Dalam Negeri (Baik WP Badan maupun WP Orang Pribadi) dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). 2.5.4 Tarif dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 23 Tarif dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 23 dalam Pajak Terapan Brevet A dan B (2014:104), dapat dikelompok menjadi tiga, yaitu:

26 1. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas: a. Dividen yang dikenakan PPh Pasal 23 adalah dividen yang diterima oleh Perseroan, Yayasan, CV, Firma dan kongsi (Subjek Pajak dalam Negeri). b. Bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f Undang-undang Pajak Penghasilan menyatakan pengertian bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. Premium terjadi apabila surat obligasi dijual di atas nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi. c. Royalti sebagaimana yang dimaksut dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-undang PPh yang dikenakan PPh Pasal 23 adalah imbalan sehubungan dengan penggunaan: Hak atas harta tidak berwujud, contohnya hak pengarang, hak paten, hak merek dagang atau rahasia perusahaan. Hak atas harta berwujud, contohnya hak atas alat industry, komersial dan ilmu pengetahuan. Pemberi pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial dan komersial. d. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan sebagaimana di maksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b Undangundang Pajak Penghasilan adalah hadiah dan penghargaan dalam

27 bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan Dalam Negeri atau BUT berkenaan dengan suatu kegiatan yang diselenggarakan. 2. Sebesar 2% dari Penghasilan Bruto: a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-undang PPh. b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Jenis jasa lain sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK/2015 yang dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto, diantaranya: 1. Jasa Penilai (appraisal); 2. Jasa aktuaris; 3. Jasa akuntansi, pembukuan dan atestasi laporan keuangan; 4. Jasa hukum; 5. Jasa arsitektur; 6. Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape; 7. Jasa perancang (design); 8. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi, kecuali yang dilakukan oleh BUT;

28 9. Jasa penunjang di bidang penambangan migas; 10. Jasa penembangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas; 11. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan Bandar udara; 12. Jasa penebangan hutan; 13. Jasa pengolahan limbah; 14. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services); 15. Jasa perantara dan/atau keagenan; 16. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI; 17. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakuan oleh KSEI; 18. Jasa pengisi suara (dubbing) dan/atau sulih suara; 19. Jasa mixing film; 20. Jasa pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, photo slide, klise, banner, pamphlet, baliho dan folder; 21. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan; 22. Jasa pembuatan dan/atau pengolahan website; 23. Jasa internet termasuk sambungannya; 24. Jasa penyimpanan, pengelolahan dan/atau penyalur data, informasi dan program;

29 25. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan TV kabel, selain yang dilakukan Wajib Pajak yang ruang ligkupnya di bidang kontruksi dan mempunyai izin atau sertifikasi sebagai pengusaha kontruksi; 26. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel dan bangunan, selain yang dilakukan Wajib Pajak yang ruang ligkupnya di bidang kontruksi dan mempunyai izin atau sertifikasi sebagai pengusaha kontruksi; 27. Jasa perawatan kendaraan atau transportasi darat, laut atau udara; 28. Jasa maklon merupakan jasa yang dilakukan untuk menghasilan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan atas petunjuk dari pemesan; 29. Jasa penyelidikan dan keamanan; 30. Jasa penyelenggaraan kegiatan (event organizer); 31. Jasa penyedia tempat dan waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi; 32. Jasa pembasmian hama; 33. Jasa kebersihan atau cleaning service; 34. Jasa sedot septic tank; 35. Jasa pemeliharaan kolam; 36. Jasa catering atau tata boga; 37. Jasa freight forwarding; 38. Jasa logistic;

30 39. Jasa pengurusan dokumen; 40. Jasa pengepakan; 41. Jasa loading dan unloading; 42. Jasa laboraturium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga insitusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis; 43. Jasa pengolahan parker; 44. Jasa penyondiran tanah; 45. Jasa penyiapan dan/atau pengolahan bahan; 46. Jasa pembibitan dan/ atau penanaman bibit; 47. Jasa pemeliharaan tanaman; 48. Jasa pemanenan; 49. Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan/ atau perhutanan; 50. Jasa dekorasi; 51. Jasa pencetakan/penerbitan; 52. Jasa penerjemahan; 53. Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan; 54. Jasa pelayanan kepelabuhanan; 55. Jasa pengangkutan melalui jalur pipa; 56. Jasa pengelolaan penitipan anak; 57. Jasa pelatihan dan/ atau kursus; 58. Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM;

31 59. Jasa sertifikasi; 60. Jasa survey; 61. Jasa tester, dan 62. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 3. Apabila penerima penghasilan tidak mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka besarnya tarif pemotongan PPh Pasal 23 dikenakan lebih tinggi 100% dari tarif normal. 2.5.5 Bukan Objek Pajak Penghasilan Pasal 23 Yang tidak termasuk penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 menurut Paojan Mas ud Sutanto, SE.,M.Akt (2014:87), adalah: 1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank. 2. Dividen yang diterima oleh Perseroan Terbatas sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri, Koperasi, Badan Umum Milik Negara atau Badan Umum Milik Daerah dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dengan syarat: a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan, b. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik Negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor,

32 c. Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan. 3. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi. 4. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan. 5. Bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura dari badan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan dari Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut. 6. Merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor yang ditetapkan oleh menteri keuangan, a. Sahamnya tidak di perdagangkan di bursa efek di Indonesia, b. Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.

33 2.6 Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 Ada 2 cara pemotongan PPh Pasal 23 menurut Drs. Chairil Anwar Pohan, M.Si,MBA (2014:314), yaitu: a. Pemotong pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang Pribadi atau badan yang telah dipotong PPh Pasal 23, karena bukti ini akan bisa dipergunakan sebagai kredit pajakbagi pihak penerima untuk diperhitungkan dengan PPh Badan/WPOP yang terutang di SPT Tahunan. b. Berdasarkan bukti pemotongan tersebut oleh pemotong dibuatkan Daftar Bukti Pemotong PPh Pasal 23 yang selanjutnya sebagai bahan untuk dilampirkan pada saat pembuatan dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23 2.7 Tata Cara Penyetoran dan Terutang Pajak Penghasilan Pasal 23 Menurut Drs. Chairil Anwar Pohan, M.Si,MBA (2014:314), tata cara penyetoran PPh Pasal 23 yaitu: a. Menyetor Pajak Penghasilan yang terutang ke Kas Negara melalui bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah bulan pemotongan. b. Media penyetoran menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan denagn Surat Setoran Pajak dengan mencantumkan kode akun pajak 411127 dan kode jenis setoran 103.

34 c. Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional maka, penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Saat terutang PPh Pasal 23 adalah saat pembayaran, saat disediakan untuk dibayarkan seperti dividen dan jatuh tempo seperti bunga dan sewa, saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur seperti royalti, imbalan jasa teknik atau manajemen atau jasa lainnya. Yang dimaksud dengan saat disediakan untuk dibayarkan dikaitkan dengan dividen: 1. Untuk perusahaan yang tidak go public, adalah saat dilakukan sebagai utang dividen yang akan dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan. 2. Untuk perusahaan yang go public, adalah pada tanggal penentuan kepemilikan pemegang saham yang berhak atas dividen. Dengan perkataan lain pemotongan PPh atas dividen sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-undang PPh baru dapat dilakukan setelah para pemegang saham yang berhak menerima atau memperoleh dividen tersebut siketahui, meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai. 2.8 Tata Cara Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Tata cara pelaporan pajak menurut Brevet A dan B (2013), pelaporan dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara sebagai berikut:

35 1. Mengisi SPT Masa PPh Pasal 23. 2. Melaporkannya kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana pihak pemotong terdaftar. 3. Jatoh tempo pelaporan adalah tanggal 20 (dua puluh), sebulan setelah bulan terutang Pajak Penghasilan Pasal 23. Sedangkan menurut Peraturan Ditjen Pajak Nomor: PER-01/PJ/2016 Tata Cara pelaporan pajak sebagai berikut: a. Untuk Transaksi pelaporan pajak terhitung sejak tanggal 1 Juli 2016 seluruh pmbayaran pajak harus melalui aplikasi E-Filling. b. Bukti-bukti pemotongan PPh Pasal 23 yang dibuat dalam satu bulan takwim dicatat pada formulir Daftar Bukti Pemotongan Pajak. c. Bendahara mengisi dengan lengkap dan benar formulir SPT Masa PPh Pasal 23 rangkap dua untuk pembayaran dan dilampiri dengan: Kode Billing Bukti Setoran PPh Pasal 23 Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 Bukti pemotongan d. Setelah melakukan pembayaran SPT Masa PPh Pasal 23 akan mendapatkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). Masukan NTPN tersebut ke aplikasi DJP Online selambatlambatnya tanggal 20 bulan berikutnya dan disampaikan langsung atau dikirim melalui pos tercatat. Jika tanggal 20 jatuh

36 pada hari libur, maka pelaporan dilakukan pada hari kerja berikutnya. e. Bendahara menerima kembali Bukti Surat Penerimaan SPT Masa PPh Pasal 23 sebagai bukti telah lapor.