Jurusan/Program Studi Peternakan

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama

TINJAUAN PUSTAKA. gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL LUAR HALAMAN SAMPUL DALAM LEMBAR PENGESAHAN

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 01 Januari 2013, ISSN

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan

Penggunaan Ekstrak Kulit Manggis Hasil Ekstraksi Alkohol Untuk Pengawetan Telur

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

MATERI DAN METODE di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas

KUALITAS INTERIOR TELUR AYAM RAS DENGAN PENGGUNAAN LARUTAN DAUN SIRIH (Piper betle L.) SEBAGAI BAHAN PENGAWET

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu sumber protein yang dikonsumsi oleh sebagian besar

PENGARUH EKSTRAK DAUN SIRIH (Pipper Betle.L) SEBAGAI PERENDAM TELUR AYAM RAS KONSUMSI TERHADAP DAYA AWET PADA PENYIMPANAN SUHU RUANG.

PENGASINAN MEMPENGARUHI KUALITAS TELUR ITIK MOJOSARI ELIYA KUSUMAWATI, MAS DJOKO RUDYANTO, I KETUT SUADA

I. PENDAHULUAN. dengan nilai gizi yang tinggi dan disukai oleh anak-anak maupun orang dewasa

1. PENDAHULUAN. Telur itik adalah salah satu pilihan sumber protein hewani yang memiliki rasa

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (kutikula), membran kulit telur, kantung udara, chalaza, putih telur (albumen),

III. BAHAN DAN METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan pada 25 September--09 Oktober 2013 bertempat di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rata-rata penurunan bobot telur ayam ras yang disimpan pada suhu ruang

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

Pengaruh Metode Pengasinan dan Konsentrasi Sodium Nitrit Terhadap Karakteristik Telur Itik Asin

PENGARUH CARA PEMASAKAN TELUR ASIN AYAM NIAGA PETELUR YANG BERBEDA TERHADAP KADAR GARAM DAN KESUKAAN

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Telur

Kualitas Telur Ayam Konsumsi yang Dibersihkan dan Tanpa Dibersihkan Selama Penyimpanan Suhu Kamar

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI

Buletin Veteriner Udayana Vol. 3 No.2. :91-98 ISSN : Agustus 2011

STUDI KUALITAS TELUR AYAM RAS DI PASAR TRADISIONAL KOTA MANADO. Hearty Salatnaya

Mutu Telur Asin Desa Kelayu Selong Lombok Timur yang Dibungkus dalam Abu Gosok Dan Tanah Liat

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. dengan susunan asam amino lengkap. Secara umum telur ayam ras merupakan

Pengaruh Pencelupan pada Air Mendidih dan Air Kapur Sebelum Penyimpanan Terhadap Kualitas Telur Ayam Ras (Gallus L.)

TEKNOLOGI TELUR. Pada umumnya telur mempunyai 3 struktur bagian, yaitu :

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. tercapainya kecukupan gizi masyarakat (Sudaryani, 2003). Telur sebagai sumber

UJI TINGKAT KESUKAAN TELUR AYAM RAS HASIL PERENDAMAN MENGGUNAKAN EKSTRAK DAUN MELINJO

PENGARUH LAMA SIMPAN TELUR ITIK TERHADAP PENURUNAN BERAT, INDEKS KUNING TELUR (IKT), DAN HAUGH UNIT (HU).

I. PENDAHULUAN. Telur merupakan sumber protein hewani yang baik, murah dan mudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya

Pendahuluan, Telur Cair, Telur Asin

Kualitas Telur Ayam Ras Yang Dilapisi Bubur Kulit Manggis yang Disimpan pada Suhu 4 0 C

KUALITAS FISIK TELUR PUYUH YANG DIRENDAM DALAM LARUTAN GELATIN TULANG KAKI AYAM DENGAN LAMA PENYIMPANAN YANG BERBEDA

Telur merupakan salah satu produk pangan berasal dari ternak unggas yang

III. BAHAN DAN METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014, bertempat di Laboratorium

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA SUSU, TELUR DAN DAGING PASCA PANEN

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH

PENGARUH PENGGUNAAN ENZIM BROMELIN DARI EKSTRAK NANAS DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KUALITAS FISIK DAN CITA RASA DAGING ITIK LOKAL (Anas plathyrynchos)

KUALITAS ORGANOLEPTIK MAYONNAISE DENGAN MENGGUNAKAN KUNING TELUR DARI AYAM PETELUR YANG MENDAPATKAN SUPLEMENTASI TEPUNG PURSLANE (Portulaca oleracea)

PENGARUH LAMA PEMERAMAN TELUR ASIN TERHADAP TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN

I. PENDAHULUAN. protein yang lebih baik bagi tubuh dibandingkan sumber protein nabati karena mengandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. hingga Agustus 2016 di Laboratorium Teknobio-Pangan, Universitas Atma Jaya

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN WARNA KERABANG TERHADAP KUALITAS INTERNAL TELUR AYAM RAS

HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret 2014 di Peternakan Eko Jaya dan

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan yield nata de cassava yang optimal.

SIFAT ORGANOLEPTIK ES KRIM DENGAN PENAMBAHAN JUS WORTEL (Daucus carotal.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

UJI ORGANOLEPTIK TELUR ASIN DENGAN KONSENTRASI GARAM DAN MASA PERAM YANG BERBEDA

Tingkat Kesukaan Konsumen Terhadap Telur Asin Ayam Ras dan Telur Asin Itik Di Kecamatan Kembangbahu, Kabupaten Lamongan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

Sifat Fisikokimia dan Total Mikroba Telur Itik Asin Hasil Teknik Penggaraman dan Lama Penyimpanan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

I. PENDAHULUAN. peternakan mempunyai kontribusi yang sangat penting bagi pemenuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. nucifera ) Terhadap Jumlah Total Bakteri (TPC) dan Kadar Protein pada Ikan Gurami (Ospronemus gouramy)

PENGARUH BERBAGAI METODE PENGASINAN TERHADAP KADAR NaCl, KEKENYALAN DAN TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN PADA TELUR PUYUH ASIN

BAB III BAHAN DAN METODE

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

NASKAH PUBLIKASI. Jurusan /Program Studi Peternakan. Oleh : LA LA A FALAH HAYATI H FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium

PEMANFAATAN JANTUNG PISANG KEPOK KUNING (Musa paradisiaca) TEPUNG KEDELAI DAN TEPUNG TAPIOKA SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PADA BAKSO DAGING SAPI

Pengaruh Beberapa Level Daging Itik Manila dan Tepung Sagu terhadap Komposisi Kimia dan Sifat Organoleptik Bakso

METODE. Waktu dan Tempat

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam

BAB I PENDAHULUAN. senyawa xanthone sebagai antioksidan, antiproliferativ, dan antimikrobial yang

MATERI DAN METODE. Materi

Transkripsi:

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN TEH HITAM (Camellia sinensis) TERHADAP KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK TELUR ITIK Jurusan/Program Studi Peternakan Oleh : Saifin Nuha A H0506077 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 i i

PERNYATAAN Dengan ini kami selaku Tim Pembimbing Skripsi Mahasiswa Program Sarjana : Nama : Saifin Nuha A NIM : H 0506077 Jurusan : Peternakan Program Studi : Peternakan Menyetujui Naskah Publikasi Ilmiah atau Naskah Penelitian Sarjana yang disusun oleh yang bersangkutan dan dipublikasikan (dengan/tanpa*) mencantumkan nama tim pembimbing sebagai Co Author. Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping Adi Magna Patriadi N., S.Pt., MP Ir. Pudjomartatmo, MP NIP. 19671104 199903 1 001 NIP. 19480110 198003 1 001 * Coret yang tidak perlu ii

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN TEH HITAM (Camellia sinensis) TERHADAP KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK TELUR ITIK S. Nuha. A 1) ; Ir. Pudjomartatmo, MP 3) ; A. M. P. Nuhriawangsa, S.Pt., MP 2) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan setelah perendaman dalam larutan teh hitam (Camellia sinensis) terhadap kualitas dan organoleptik telur itik. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Industri Pengolahan Hasil Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Penelitian dilaksanakan selama enam bulan dari November 2010 sampai April 2011. Sampel menggunakan telur itik. Rancangan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lama penyimpanan 0, 5, 10, 15 hari, menggunakan lima ulangan. Peubah meliputi uji indeks albumen, indeks yolk, penurunan berat telur, nilai HU (Haugh Unit), ph albumen, ph yolk dan organoleptik secara hedonik bau, rasa dan tekstur. Hasil menunjukkan lama penyimpanan 0, 5, 10, 15 hari pada telur itik setelah direndam dalam larutan teh hitam (Camellia sinensis) memberikan pengaruh beda yang sangat nyata (P<0,01) terhadap indeks albumen, indeks yolk, penurunan berat telur, ph albumen, ph yolk dan kesukaan bau dan rasa tetapi memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap nilai HU (Haugh Unit), kesukaan tekstur. Lama penyimpanan setelah perendaman dalam larutan teh hitam (Camellia sinensis) mampu menjaga kualitas fisik hingga penyimpanan hari ke 15 dan organoleptik dari tingkat kesukaan bau pada hari ke 10 sudah berkurang tingkat kesukaanya tetapi pada rasa hari ke 5. Pada tingkat kesukaan tekstur tidak mempengaruhi tingkat kesukaan sampai hari ke 15. (Kata kunci : lama penyimpanan, perendaman, teh hitam kualitas fisik dan organoleptik telur itik) 1) 2) 3) Mahasiswa Jurusan/Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping iii

THE EFFECT OF LONG STORAGE AFTER SOAKING THE EMULSION OF BLACK TEA (Camellia Sinensis) TOWARD PHYSICAL QUALITY AND ORGANOLEPTIC OF DUCK EGGS S. Nuha. A 1) ; Ir. Pudjomartatmo, MP 3) ; A. M. P. Nuhriawangsa, S.Pt., MP 2) ABSTRACT The study aimed to determine the effect of long Storage after soaking the liquid of black tea (Camellia Sinensis) toward physical quality and organoleptic of duck eggs. The experiment was conducted at the Laboratory of Animal Product Processing Industry, Department of Animal Science, Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University of Surakarta. The study was conducted for six months from November 2010 to April 2011. The Material that was used in this research is duck s egg. The research was designed by Completely Randomized Design (CRD) with the saving old 0,5,10,15 days, it used five replications. The variable is done for five repeats. The Variable includes the experiment of, albumen indeks, yolk indeks, reducing of heavy egg, HU (Haugh Unit), albumen PH, yolk PH and organoleptic by smell hedonic, flavour and texture. The result of variant analysis showed that index test of albumen, yolk, reducing of heavy egg, yolk ph, albumen ph and favorite smell and flavor were significantly different (P<0,01), whereas the ferum content, The test of HU (Haugh Unit) and favorite texture was not significantly different. The saving old after soaking the emulsion of black tea (Camellia Sinensis) can save the physical quality up to 15 days and the sensory in hedonic at 10 days can lower of favorite smell and the favorite flavor at 5 days. The favorite texture was not affect up to 15 days. (Keywords: the saving old, the soaking, the balck tea, the physical and organoleptic duck s egg quality) 1) 2) 3) Student of Animal Science, Agricultural Faculty, Sebelas Maret University Supervisor Co-Supervisor

iv

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup temasuk manusia. Sumber protein dapat berasal dari tumbuhtumbuhan dan hewan. Sumber protein hewani adalah telur, daging dan susu. Telur adalah produk peternakan unggas yang memiliki kandungan gizi lengkap dan seimbang. Telur terdiri atas tiga komponen pokok, yaitu kulit telur atau cangkang (11% dari bobot tubuh), putih telur (57% dari bobot tubuh) dan kuning telur (32% dari bobot tubuh). Telur itik mengandung protein tinggi. Protein dalam telur diperlukan oleh tubuh karena kaya asam amino esensial yang lengkap dan berimbang yang berguna untuk pertumbuhan dan pengganti sel yang rusak (Suprapti, 2002). Telur merupakan produk pangan yang berasal dari unggas dan mempunyai sifat mudah rusak. Kerusakan tersebut disebabkan karena kontaminasi pada kulit telur oleh mikroorganisme yang berasal dari kotoran unggas maupun yang ada pada kandang (Frazier, 1988 dalam Kautsar, 2005), oleh karena itu perlu penanganan yang cermat sejak pemungutan dan pengumpulan telur dari kandang sampai penyimpanan pada konsumen (Buckle et al., 1987). Pengawetan merupakan salah satu cara untuk mencegah penurunan kualitas telur. Beberapa contoh pengawetan yaitu dengan perendaman menggunakan water glass (cairan kalsium hidroksida) dan air kapur (cairan sodium silikat) (Buckle et al., 1987). Selain dengan menggunakan bahan kimia diatas, perendaman dapat menggunakan dengan bahan alami, yaitu perendaman dengan ekstrak teh hijau. Proses perendaman dengan ekstrak teh hijau terhadap telur asin selama 5 hari menghasilkan umur simpan telur menjadi lebih lama dibandingkan tanpa perendaman (Bayu, 2010).

2 Pengolahan dan pengawetan makanan mempunyai tujuan untuk menghambat terjadinya kerusakan bahan pangan dan menjamin kualitas awal bahan pangan agar tetap terjaga selama mungkin dan mencegah hilangnya atau berkurangnya kandungan gizi dan berubahnya bau. rasa dan tekstur. Pengawetan telur dengan metode perendaman sudah banyak dilakukan, salah satu cara yaitu perendaman telur dengan larutan ekstrak daun teh dengan konsentrasi tanin 3%. Penggunaan ekstrak daun teh dengan konsentrasi tanin 3% ini terhadap telur asin rebus dapat menghasilkan tekstur yang lebih baik (Zulaekah, 2005). Selain menggunakan teh hijau, perendaman dapat pula dengan menggunakan teh hitam. Teh hitam memiliki kandungan catechin (tanin) yang lebih tinggi tinggi dibandingkan dengan teh hijau. Tanin merupakan senyawa terpenting dalam daun teh karena dapat menentukan kualitas daun teh (Anonim b, 2007). Larutan tanin dari bahan nabati dapat menyamak kulit telur sehingga dapat mengurangi penguapan CO 2 dan air pada telur (Ferdiaz, 1992; Makfoeld, 1992). Penyimpanan telur setelah perendaman dengan larutan teh hitam (Camellia sinensis) selama beberapa hari diharapkan bisa mempengaruhi kualitas fisik telur itik sehingga didapatkan telur yang tidak mudah rusak serta diperoleh umur simpan telur yang lebih lama. Meningkatnya daya simpan tersebut berkaitan dengan sifat catechin (tanin) dalam teh hitam yang mampu berikatan dengan protein dalam membrane shell. Berdasarkan pemikiran tersebut maka akan dilakukan usaha pengawetan telur dengan metode perendaman dalam larutan teh hitam (Camellia sinensis). B. Rumusan Masalah Telur merupakan bahan pangan yang mudah rusak. Hal tersebut ditandai dengan albumen yang mudah encer karena CO 2 dan air menguap melalui pori-pori kerabang telur, akibatnya ph telur meningkat sehingga mutu telur menjadi

3 rendah. Penyimpanan telur pada suhu ruang memiliki daya simpan yang relatif pendek hanya bertahan tidak lebih dari 7 hari telur akan rusak. Proses pengawetan telur perlu dilakukan untuk menjaga telur agar tidak mudah rusak, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir lagi akan terjadinya kerusakan telur selama penyimpanan. Metode pengawetan telur yang sudah banyak dilakukan, antara lain perendaman dengan water glass (cairan kalsium hidroksida) dan air kapur (cairan sodium silikat). Metode perendaman merupakan salah satu upaya untuk memperpanjang daya simpan telur. Perendaman telur dapat dilakukan dengan menggunakan larutan teh hitam. Proses perendaman menyebabkan telur akan tercelup atau terselimuti larutan secara keseluruhan. Teh hitam mempunyai kandungan zat catechin (tanin) yang mampu menutupi pori-pori kerabang telur sehingga telur tidak mudah rusak dan bisa menjaga kondisi kualitas fisik (albumen telur, yolk telur, berat telur, HU telur, ph albumen dan ph yolk) agar tetap baik dan menjaga kualitas organoleptik telur itik tersebut. Perendaman telur dengan larutan teh hitam menyebabkan catechin (tanin) masuk kedalam pori-pori kerabang kemudian ke dalam albumen. Pada selaput kerabang, catechin (tanin) dapat berikatan dengan protein. Pori-pori kerabang yang tertutup tersebut akan mengurangi penguapan CO 2 dan air selama penyimpanan serta akan menghambat mikrobia masuk kedalam telur. Proses perendaman telur dengan larutan teh hitam (Camellia sinensis) selain sebagai salah satu bentuk pengawetan diharapkan diperoleh telur yang tidak mudah rusak serta memiliki umur simpan lebih lama dan disukai oleh masyarakat meliputi kesukaan terhadap bau, rasa dan tekstur dari telur itik. Berdasarkan uraian tersebut perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan setelah perendaman dalam larutan teh hitam (Camellia sinensis) terhadap kualitas fisik dan organoleptik telur itik.

4 C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh lama penyimpanan setelah perendaman dalam larutan teh hitam terhadap kualitas fisik dan organoleptik telur itik. 2. Mengetahui umur simpan dari telur itik setelah direndam dalam larutan teh hitam. D. Hipotesis Lama penyimpanan setelah perendaman telur dengan larutan teh hitam selama 5 hari berpengaruh terhadap kualitas fisik dan organoleptik telur itik.

4 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian tentang pengaruh lama penyimpanan setelah perendaman dalam larutan teh hitam (Camellia sinensis) terhadap kualitas fisik dan organoleptik telur itik ini dilaksanakan di Laboratorium Industri dan Pengolahan Hasil Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. 2. Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan mulai dari bulan November 2010 sampai bulan April 2011. B. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan Penelitian ini menggunakan telur itik umur 1 hari dari peternakan itik milik Bapak Samino di Desa Dibal, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali sebanyak 160 butir dan teh hitam dari PT. Sumber Budimulia Adiputra merk Outea, Solo. Bahan kimia yang digunakan larutan buffer 7, aquades, dan alkohol. 2. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bekker glass, plat kaca, depth micrometer kepekaan 0,01 mm, jangka sorong, ph meter, saringan, kompor gas, timbangan elektrik merk AND kepekaan 0,001 g, panci dan ember.

5 C. Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan Telur Penelitian ini menggunakan telur itik umur 1 hari sebanyak 160 butir. Telur dibersihkan terlebih dahulu dengan kain. Telur yang sudah dibersihkan, kemudian diletakkan pada wadah yang sudah disiapkan sebanyak 16 wadah (ember kecil), masing-masing wadah diisi 10 telur. 2. Metode Perendaman Menyiapkan air sebanyak 24 liter dan teh hitam sebanyak 15 g dari konsentrasi tanin sebesar 3% yang terdapat pada 45 g teh hitam. Larutan teh hitam yang sudah jadi dibagi ke dalam 16 wadah, masing-masing wadah diisi sebanyak 1,5 liter larutan teh hitam, kemudian telur dimasukkan kedalam wadah yang sudah diisi larutan teh hitam, kemudian direndam selama 5 hari dalam larutan teh hitam yang telah dibuat (Bayu, 2010). Proses perendaman dilakukan di wadah kemudian ditutup. 3. Metode Penyimpanan Telur yang sudah direndam dalam larutan teh hitam kemudian diletakkan dalam suatu wadah setelah itu disimpan dalam ruangan dengan suhu 20 0-25 0 C. Penyimpanan dilakukan sesuai perlakuan, yaitu sebagai berikut : 0 hari, 5 hari, 10 hari dan 15 hari. D. Tata Laksana Penelitian 1. Metode Penelitian Penelitian mengenai pengaruh lama penyimpanan setelah perendaman dalam larutan teh hitam (Camellia sinensis) terhadap kualitas fisik dan organoleptik telur itik, merupakan penelitian secara eksperimental. 2. Rancangan Percobaan

6 Rancangan percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan 5 sampel dalam setiap level perlakuan untuk kualitas fisik dan 20 kali ulangan untuk kualitas organoleptik secara hedonik. Perlakuan berupa lama penyimpanan setelah perendaman dalam larutan teh hitam (Camellia sinensis) selama 5 hari terdiri atas empat level perlakuan yaitu P0: Lama perendaman 5 hari + tanpa penyimpanan, P1: Lama perendaman 5 hari + disimpan selama 5 hari, P2: Lama perendaman 5 hari + disimpan selama 10 hari dan P3: Lama perendaman 5 hari + disimpan selama 15 hari. 3. Peubah Penelitian a. Uji Kualitas Fisik 1. Indeks yolk Perbandingan antara tinggi yolk dengan rata-rata diameter yolk. Cara menghitungnya sebagai berikut : (Stadelman dan Cotterill, 1995). 2. Indeks albumen Perbandingan antara tinggi albumen dengan rata-rata panjang albumen. Cara menghitungnya sebagai berikut : (Stadelman dan Cotterill, 1995).

7 3. Nilai HU (Haugh unit) Menghitung nilai HU dilakukan dengan menggunakan persamaan logaritma yaitu sebagai berikut : HU = 100 Log (H + 7,57 1,7 W 0,37 ) Keterangan: H W = Tinggi putih telur kental (mm). = Berat telur (g). 0,37 = Konstanta berat (Ketetapan). Tinggi putih telur diukur dengan menggunakan depth micrometer dan diukur pada bagian tertinggi putih telur yaitu pada permukaan putih telur kental (Stadelman dan Cotterill, 1995). 4. Penurunan Berat Telur Penurunan berat telur diukur dengan menghitung dengan selisih antara telur sebelum diberi perlakuan dan setelah perlakuan (Stadelman dan Cotterill, 1995). 5. Nilai ph. Uji ph albumen dan yolk. Cara pengujian ph albumen maupun yolk yaitu telur dipecah lalu yolk dan albumen dipisahkan. Kemudian albumen dan yolk diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan kedalam botol. ph albumen dan yolk diukur dengan larutan buffer 7 (Stadelman dan Cotterill, 1995).

8 b. Uji Organoleptik. Uji organoleptik dilakukan untuk menguji kesukaan atau daya terima konsumen, sehingga yang dilakukan adalah uji kesukaan. Uji kesukaan yang dinilai meliputi bau, rasa dan tekstur telur itik setelah telur itik direbus. Penelitian ini menggunakan panelis sebanyak 20 panelis. Panelis adalah mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta sebanyak 20 orang yang terdiri dari panelis tidak terlatih. Tingkat kesukaan konsumen dapat diukur menggunakan uji organoleptik melalui alat indra. Kegunaan uji ini diantaranya untuk pengembangan produk baru (Soekarto, 1985). Tabel 2.Skor hedonik untuk tingkat kesukaan terhadap rasa, bau dan tekstur pada uji organoleptik Skor Hedonik Sangat suka Suka Cukup suka Kurang suka Tidak suka Skor 5 4 3 2 1

9 E. Analisis Data Analisis data menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah adalah sebagai berikut: Yij = m + ti + e ij Keterangan : Yij m ti eij = Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j = Nilai tengah perlakuan ke i = Pengaruh perlakuan ke-i = Kesalahan (galat) percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j (Gaspersz, 1991). Data sifat fisik dan organoleptik dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam atau Analysis of Variance (ANOVA). Bila analisis sidik ragam menunjukkan perbedaan yang nyata pada rata-rata perlakuan (p<0,05), maka dilanjutkan dengan uji beda antar mean yaitu Uji Duncan Multi Range Test (DMRT) (Steel and Torrie, 1995).

10 III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh lama penyimpanan setelah perendaman dalam larutan teh hitam (camellia sinensis) tehadap kualitas fisik telur itik. Tabel 2. Rerata Nilai Indeks Albumen, Indeks Yolk, Penurunan Berat Telur (g), Nilai HU, ph Albumen dan ph Yolk dengan Lama Penyimpanan 0, 5, 10 dan 15 Hari Setelah Perendaman Selama 5 hari Dalam Larutan Teh Hitam (Camellia sinensis). Peubah Perlakuan P0 P1 P2 P3 Indeks Albumen 0,09 A 0,08 B 0,07 C 0,06 D Indeks Yolk 0,48 A 0,45 A, C 0,43 B, C 0,42 C Penurunan BeratTelur 1,03 A 1,68 B 2,21 C 2,70 D Nilai HU 76,19 73,31 71,99 71,45 ph Albumen 7,67 A 7,78 B 7,88 C 7.97 D ph Yolk 5,31 A 5,51 B 5,83 C 6,07 D Keterangan: 1. Indeks Albumen Superskrip A, B, C, D pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Rerata nilai indeks albumen pada telur itik dengan lama penyimpanan 0, 5, 10 dan 15 hari setelah perendaman selama 5 hari dalam larutan teh hitam adalah 0,09, 0,08, 0,07 dan 0,06. Hasil analisis variansi menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) dengan adanya lama penyimpanan pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan P1, P2 dan P3 berpengaruh terhadap nilai indeks albumen. Penyimpanan dengan lama 0, 5, 10 dan 15 hari menunjukkan adanya penurunan nilai indeks albumen yaitu 0,09, 0,08, 0,07 dan 0,06. Lama penyimpanan menyebabkan nilai penurunan indeks albumen. Hal ini disebabkan karena ovomucin yang telah pecah dengan adanya ph yang meningkat selama penyimpanan. Sesuai dengan pernyataan Buckle et al., (1987), indeks albumen menurun karena penyimpanan, disebabkan pemecahan ovomucin yang dipercepat dengan ph yang tinggi. Selain itu juga

11 hilangnya CO 2 dan air selama penyimpanan mengakibatkan kemampuan mengikat protein berkurang, maka albumen menjadi encer sehingga indeks albumen pun menjadi menurun. Sesuai pernyataan Romanoff dan Romanoff (1963), selama penyimpanan air dan gas-gas dalam albumen dapat keluar melalui pori-pori kerabang. Selama penyimpanan terjadi penurunan 0,01, 0,02 dan 0,03 antara P1, P2 dan P3 terhadap P0. Penurunan nilai indeks albumen relatif lebih rendah dan masih dalam batas bawah kisaran normal. Berdasarkan pendapat Buckle et al., (1987), menyebutkan bahwa indeks albumen pada telur segar bervariasi antara 0,05 sampai 0,17. Hal ini disebabkan karena telur yang direndam dalam larutan teh hitam memiliki pertahanan selama penyimpanan diruang terbuka. Senyawa catechin (tanin) berikatan dengan protein dalam albumen mampu mengendapkan komponen-komponen dalam albumen, sehingga protein dalam albumen tidak mengalami biodetorasi protein. Hal ini mampu menyebabkan albumen masih kental dan tidak encer. Sesuai pernyataan Makfoeld (1992), tanin (catechin) adalah substansi yang memiliki sifat fisik dan kimia yang mampu mengendapkan protein dalam telur. Dengan demikian hal ini mampu meminimalkan kerusakan yang terjadi pada kualitas fisik telur itik tersebut. Pada perlakuan P0 tehadap P1, P2 dan P3 menunjukkan nilai indeks albumen 0,06, 0,07, 0,08 dan 0,09. Nilai indeks albumen pada hasil penelitian ini berkisar 0,06 sampai 0,09. Hal ini sesuai dengan Soeparno (2001), menyebutkan bahwa indeks albumen pada telur segar bervariasi antara 0,05 sampai 0,17. 2. Indeks Yolk Rerata nilai indeks yolk pada telur itik dengan lama penyimpanan 0, 5, 10 dan 15 hari setelah perendaman selama 5 hari dalam larutan teh hitam adalah 0,48, 0,45, 0,43 dan 0,42. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan

12 perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) baik pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3. Perlakuan P1, P2 dan P3 menunjukan bahwa semakin lama telur disimpan, maka semakin menurun indeks yolk telur. Pada hasil uji indeks yolk terdapat hasil yang tidak berbeda nyata antara perlakuan P0 ke P1, P1 ke P3 dan P2 ke P3 sedangkan pada perlakuan P0 ke P3 menunjukkan perbedaan yang sangat nyata. Lama penyimpanan memberikan kontribusi terhadap penurunan nilai indeks yolk pada telur itik. Telur yang disimpan pada ruang terbuka mengalami penguapan air dan CO 2 dari dalam telur, selain itu adanya air yang masuk dari albumen. Sesuai pernyataan Buckle et al., (1987), keluarnya CO 2 karena penguapan dan perpindahan air dari albumen menuju yolk. Pada P0 dan P1 indeks yolk masih tinggi yaitu 0,48 dan 0,45, dikarenakan batas waktu penyimpanan masih pendek, maka penguapan air dan CO 2 tidak banyak. Hal ini sesuai dengan penelitian Sukmiyati (2008), bahwa nilai indeks yolk yang masih tinggi ditunjukan pada waktu penyimpanan yang pendek. Indeks yolk yang masih tinggi dimungkinkan karena vitelline membrane masih mampu menahan yolk dengan baik, sehingga mampu menahan air dari albumen yang encer masuk ke dalam struktur yolk. Dengan demikian indeks yolk masih belum berbeda. Pada P1, P2 dan P3 juga mempunyai nilai indeks yolk yang tidak berbeda. Semakin lama penyimpanan dapat menyebabkan penurunan indeks yolk, tetapi kerusakannya masih rendah akibat adanya ikatan cathecinnya tersebut, sehingga indeks yolk tidak berbeda karena belum mengalami kerusakan yang signifikan. Sukmiyati (2008) menyatakan, bahwa telur yang direndam dengan menggunakan ekstra kulit akasia yang mengandung tanin sebagai penyamak kulit telur mampu mempertahankan indeks yolk, karena kuning telurnya tidak rusak. Pada P0 dengan P3 indeks yolk yaitu 0,48 dan 0,42 masih berada pada batas normal dari nilai indeks yolk telur segar. Sesuai pernyataan Buckle et al., (1987), nilai indeks yolk yang baik berkisar antara 0,33 sampai 0,50. Hal ini

13 dikarenakan penguapan air dan CO 2 sudah banyak, sehingga mengakibatkan vitelline membrane sudah tidak mampu lagi menahan yolk dengan baik karena albumen yang semakin encer kemudian memudahkan masuk kedalam struktur yolk. Beradasarkan pendapat Hunton (1995), vitelline membrane memiliki sifat permeabilitas ditunjukan oleh mudahnya air yang masuk dari albumen. Setelah kekuatan vitelline membrane semakin menurun akibat dari albumen yang encer kemudian dapat masuk kedalam yolk, sehingga ketinggian yolk menurun, diameter yolk semakin melebar dan yolk lebih lembek. Hal ini sangat berpengaruh terhadap nilai indeks yolk. Penurunan indeks yolk pada penelitian ini masih dalam kondisi yang normal. Hal ini diakibatkan adanya proses difusi zat penyamak masuk ke dalam struktur kolagen kulit telur melalui pori-pori kerabang pada saat perendaman dalam larutan teh hitam, sehingga kulit telur tersamak. Sesuai pernyataan Liana (1986), tanin digunakan dalam industri penyamakan untuk mencegah kulit dari proses pembusukan. Senyawa catechin (tanin) dapat berikatan dengan komponen organik dalam yolk, maka lemak dalam yolk tidak mengalami kerusakan dan biodetorasi lemak, sehingga menyebabkan yolk masih kental dan tidak lembek. Sesuai dengan pendapat Hartoyo (2003), sifat pokok dari tanin yaitu memiliki kemampuan mengkombinasikan atau berikatan dengan protein dan polimer lainnya. Dengan demikian hal ini dapat dikatakan mampu meminimalkan kerusakan yang terjadi pada kualitas fisik telur itik. Pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3 menunjukkan nilai indeks yolk adalah 0,48, 0,45, 0,43 dan 0,42. Soeparno (2001), menyatakan bahwa indeks yolk berkisar antara 0,40 sampai 0,42. Hasil penelitian nilai indeks yolk lebih tinggi dibanding pernyataan Soeparno (2001). Hal ini diduga adanya cathecin (tanin) yang melewati albumen masuk kedalam yolk mampu mengendapkan yolk sehingga yolk menjadi lebih kental, yang menyebabkan tingginya indeks

14 yolk. Soeparno (2001) menyatakan, bahwa semakin encer dan semakin lebar kuning telurnya maka semakin turun indeks yolk. 3. Penurunan Berat Telur Rerata nilai penurunan berat telur pada telur itik dengan lama penyimpanan 0, 5, 10 dan 15 hari setelah perendaman selama 5 hari dalam larutan teh hitam adalah 1,03, 1,68, 2,21 dan 2,70 g. Hasil analisis variansi menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) dengan adanya lama penyimpanan pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan P1, P2 dan P3 berpengaruh terhadap nilai penurunan berat telur. Penyimpanan dengan lama 0, 5, 10 dan 15 hari menunjukkan adanya penurunan berat telur yaitu 1,03, 1,68, 2,21 dan 2,70 g. Penurunan berat telur disebabkan karena adanya lama penyimpanan, semakin lama telur disimpan maka penurunan berat telur semakin meningkat. Sesuai pendapat Suprapti (2002), telur yang lama disimpan ditempat terbuka akan mengalami perubahan-perubahan yang mengakibatkan turunnya mutu telur, seperti kehilangan bobot telur. Hunton (1995) menyatakan bahwa berkurangnya berat telur terutama karena kehilangan air dan juga kehilangan CO 2. Penguapan air, pelepasan gas CO 2 dan NH3 adalah sebagai hasil degradasi bahan-bahan organik. Sesuai dengan pendapat Buckle et al (1987), berat telur berkurang selama penyimpanan disebabkan karena kehilangan CO 2 dan NH3. Penurunan yang terjadi pada berat telur masih dalam tahap yang normal, karena berat telur masih dalam kondisi baik. Selama penyimpanan terjadi penurunan 0,65 g, 0,53 g dan 0,49 g antara P1, P2 dan P3 terhadap P0. Hasil penurunan nilai berat telur relatif lebih rendah dibanding dengan penelitian Sukmiyati (2008), yaitu penurunan berat telur selama penyimpanan dengan menggunakan ekstrak kulit akasia sebagai bahan penyamak, menunjukan pada minggu ke 2 penurunan berat telur mencapai 6 g. Hal ini menunjukan ikatan senyawa cathecin (tanin) sebagai penyamak untuk

15 pengawetan telur dari teh hitam lebih baik dibanding dengan ekstrak kulit akasia. Selain itu Ferdiaz (1992) menyatakan bahwa larutan tanin (catechin) dari bahan nabati dapat menyamak kulit telur sehingga dapat mengurangi penguapan air dan CO 2 pada telur. Penurunan berat telur disebabkan terutama pada penurunan berat albumen telur akibat hilangnya air pada albumen. Sesuai pendapat Buckle et al., (1985), berkurangnya berat telur disebabkan karena hilangnya air pada albumen. Dengan demikian hal ini dapat dikatakan mampu meminimalkan kerusakan pada telur itik tersebut. Pada perlakuan P0 tehadap P1, P2 dan P3 menunjukkan penurunan berat telur yaitu 0,65 g, 0,53 g dan 0,49 g. Nilai penurunan berat telur pada hasil penelitian ini berkisar 1,03 g sampai 2,70 g. Pada hasil penelitian ini, berat telur menunjukan masih dalam kondisi normal yaitu 74, 04 g. 74, 58 g, 71,19 g dan 70,58 g. Berat telur menunjukan bahwa dalam kisaran normal dan termasuk ukuran jumbo, Menurut Suprapti (2002), telur itik atau bebek memiliki kriteria sebagai berat telur berukuran jumbo yaitu berat telur lebih dari 70 g mencapai 80 g. 4. Nilai HU (Haugh Unit) Rerata nilai HU (haugh unit) pada telur itik dengan lama penyimpanan 0, 5, 10 dan 15 hari setelah perendaman selama 5 hari dalam larutan teh hitam adalah 76,19, 73,31, 71,99 dan 71,45. Hasil analisis variansi menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) dengan adanya lama penyimpanan pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan P1, P2 dan P3 tidak mempengaruhi terhadap nilai HU (haugh unit). Pada hasil penelitian lama penyimpanan tidak berpengaruh terhadap nilai HU (haugh unit), hal ini diakibatkan karena pada nilai indeks albumen (Tabel 3), meskipun mengalami penurunan tetapi masih pada kisaran normal, hal ini menunjukan bahwa kondisi albumen masih dalam kondisi baik. Begitu juga dengan berat telur yang masih dalam kondisi baik (Tabel 5) dalam penelitian ini. Kondisi albumen dan berat telur tersebut dapat mengakibatkan

16 nilai HU masih tetap baik selama penyimpanan. Maka nilai HU yang baik diakibatkan adanya tinggi albumen dan berat telur yang baik selama penyimpanan. Hal ini memungkinkan tidak adanya perbedaan yang nyata. Sesuai pernyataan Soeparno et al. (2001), nilai haugh unit (HU) sangat berhubungan antara berat telur dan tinggi albumen. Selama penyimpanan terjadi penurunan 2,88, 1,32 dan 0,54 antara P1, P2 dan P3 terhadap P0 tetapi perbedaan tidak tampak nyata secara statistik. Hasil penurunan nilai HU relatif lebih rendah dibanding dengan penelitian Sukmiyati (2008), yaitu pengawetan telur dengan perendaman ekstrak kulit akasia, menunjukan nilai HU hingga minggu ke 2 mencapai 60,4. Hal ini dikarenakan pada saat telur yang direndam dalam larutan teh hitam selama 5 hari, mengakibatkan masuknya kandungan cathecin (tanin) kedalam telur selama perendaman. Adanya senyawa cathecin (tanin) yang ikut masuk kedalam telur tersebut memungkinkan dapat bereaksi dengan protein dalam telur sehingga membentuk suatu ikatan penyamakan. Sesuai pernyataan Makfoeld (1992), cathecin (tanin) memiliki sifat fisik dan kimia pada komponennya dapat larut dalam air dan juga dapat memiliki kemampuan mengendapkan protein dalam telur. Ikatan antara senyawa cathecin (tanin) dengan protein dalam telur terutama pada albumen terlihat pada albumen bagian dalam yang semakin tinggi. Ikatan ini mengakibatkan albumen telur mengendap, sehingga tinggi putih telur semakin tinggi. Ikatan ini juga bisa meminimalkan penguapan CO 2, NH3 dan air, maka berat telur juga masih baik, sehingga kualitas HU telur masih dalam kondisi baik. Sesuai pendapat Sudaryani (2003), Haugh Unit diukur dengan tinggi albumen kental bagian dalam dibandingkan dengan berat telur. CO 2, NH3 dan air terjadi karena biodetorasi lemak, protein dan kabohidrat selama penyimpanan. Dalam hal ini CO 2 dan air terjadi karena adanya mikroorganisme yang mendetorasi lemak dan karbohidrat. NH3, CO 2 dan air juga bisa tebentuk karena hasil detorasi

17 mikroorganisme. Sesuai pendapat Haryoto (1996), masuknya mikroba ke dalam telur melalui pori-pori kulit telur akan merusak kandungan isi pada telur, sehingga terjadi biodetorasi pada komponen organik telur tersebut. Pada perlakuan P0 terhadap P1, P2 dan P3 menunjukan kestabilan nilai haugh unit (HU). Nilai haugh unit (HU) pada hasil penelitian yaitu 76,19, 73,31, 71,99, 71,45. Hal ini berarti nilai haugh unit (HU) masih baik dan dapat dipertahankan sampai 15 hari. Pada telur yang tanpa penyimpanan dan telur yang disimpan selama 5 hari memiliki rerata 76,19 dan 73,31 dikategorikan grade AA dan telur yang disimpan selama 10 hari dan 15 hari memiliki rerata 71,99 dan 71,45 dikategorikan grade A. Sesuai pernyataan Soeparno (2001), besarnya HU dalam klasifikasi kualitas telur yaitu grade AA dengan nilai HU lebih dari 72, grade A dengan nilai HU antara 60 sampai 72. 5. Nilai ph Albumen Rerata nilai ph albumen pada telur itik dengan lama penyimpanan 0, 5, 10 dan 15 hari setelah perendaman selama 5 hari dalam larutan teh hitam adalah 7,67, 7,78, 7,88 dan 7,97. Hasil analisis variansi menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) dengan adanya lama penyimpanan setelah perendaman selama 5 hari dalam larutan teh hitam baik pada perlakuan P1, P2 dan P3. Perlakuan P1, P2 dan P3 menunjukan bahwa semakin lama telur disimpan, maka semakin meningkat ph albumen telur. Penyimpanan dengan lama 0, 5, 10 dan 15 hari menunjukkan adanya penurunan nilai ph albumen yaitu 7,67, 7,78, 7,88 dan 7,97. Peningkatan ph albumen disebabkan karena adanya lama penyimpanan, semakin lama telur disimpan maka peningkatan ph albumen semakin meningkat. Kenaikan disebabkan oleh semakin banyaknya air dan CO 2 yang keluar dari dalam telur selama masa penyimpanan, sehingga menyebabkan kondisi dalam telur menjadi lebih basa. Sesuai dengan pernyataan Sarwono (1985), ph albumen akan meningkat dalam satu minggu

18 menjadi 9,0 sampai 9,7, perubahan ph albumen ini disebabkan oleh hilangnya CO 2 dari dalam telur. Setelah CO 2 banyak keluar, sehingga menyebabkan oksigen bergantian masuk ke dalam telur. Adanya oksigen banyak yang masuk kedalam telur mengakibatkan terjadinya katabolisme protein menjadi asam amino, kemudian teruraikan menjadi NH3, sehingga ph meningkat dikarenakan adanya pelepasan NH3. Sesuai dengan pernyataan Buckle et al., (1987), bertambahnya ph telur disebabkan karena albumen kehilangan CO 2, NH3, N2 dan H2S. Terlepasnya senyawa-senyawa putrid tersebut dapat menyebabkan telur menuju ke basa, karena senyawa tersebut adalah bersifat cenderung asam. Sesuai pendapat Anonim c (2008), senyawa seperti CO 2, NH3, N2 dan H2S adalah senyawa yang tidak mengandung oksigen, jadi senyawa yang tidak mengandung oksigen adalah unsur dari setiap asam. Peningkatan yang terjadi pada ph albumen masih dalam tahap yang normal. Selama penyimpanan terjadi peningkatan 0,11, 0,1 dan 0,09 antara P1, P2 dan P3 terhadap P0. Hasil peningkatan ph albumen relatif lebih rendah dibanding dengan penelitian Wulandari (2004), yaitu pengawetan telur dengan menggunakan larutan garam mengalami peningkatan ph albumen pada penyimpanan minggu ke 2 mencapai 8,23-8,5. Hal ini berarti tanin (catechin) pada teh hitam mempunyai kandungan untuk pengawetan telur yang lebih baik dibanding pengawetan dengan menggunakan larutan garam. Hal ini disebabkan karena tingkat penyamakannya lebih baik untuk menutup pori-pori kerabang telur, sehingga meminimalkan keluarnya CO 2. Sesuai dengan pernyataan Hadiwiyoto (1983), semakin berkurangnya penguapan CO 2 yang terdapat didalam telur mampu menjaga terjadinya peningkatan ph. Dengan demikian hal ini dapat dikatakan mampu menstabilkan ph albumen telur itik tersebut. Pada perlakuan P0 tehadap P1, P2 dan P3 menunjukkan peningkatan yaitu 0,11, 0,1 dan 0,09. Nilai peningkatan ph albumen pada hasil penelitian ini berkisar 7,67 sampai 7,97. Pada hasil penelitian nilai ph albumen masih

19 dalam kisaran normal dan dapat dipertahankan sampai penyimpanan hari ke 15. Sesuai dengan pernyataan Sarwono (1985), ph albumen pada telur segar berkisar antara 7,7 sampai 7,99. 6. Nilai ph Yolk Rerata nilai ph yolk pada telur itik dengan lama penyimpanan 0, 5, 10 dan 15 hari setelah perendaman selama 5 hari dalam larutan teh hitam adalah 5,31, 5,51, 5,83 dan 6,07. Hasil analisis variansi menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) dengan adanya lama penyimpanan pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan P1, P2 dan P3 berpengaruh terhadap ph yolk. Penyimpanan dengan lama 0, 5, 10 dan 15 hari menunjukkan adanya peningkatan ph yolk yaitu 5,31, 5,51, 5,83 dan 6,07. Peningkatan ph yolk disebabkan karena adanya lama penyimpanan, semakin lama telur disimpan maka peningkatan ph yolk semakin meningkat. Kenaikan ph yolk disebabkan C0 2 dan air yang keluar sudah semakin banyak menyebabkan albumen semakin encer yang mampu mempengaruhi struktur yolk menjadi lebih lembek, sehingga suasana basa dari albumen dapat lebih mudah masuk ke dalam yolk. Sesuai pernyataan Romanoff dan Romanoff (1963), hilangnya CO 2 dalam albumen akan mempercepat kenaikan ph sehingga mempengaruhi tekanan CO 2, perubahan tekanan CO 2 tersebut akan memberikan efek terhadap ph yolk. Selain itu lemak penyusun yolk juga dapat teroksidasi oleh oksigen, sehingga terjadi reaksi penyabunan yang menyebabkan kondisi menuju basa. Sesuai pendapat Anonim c (2008), lepasnya asam lemak disebabkan karena terhidrolisis oleh suasana basa, maka asam lemak dapat bereaksi menjadi sabun. Syarief (1989) menyatakan bahan pangan yang mengandung lemak sensitif terhadap oksigen. Peningkatan ph tersebut disebakan karena adanya oksigen yang masuk, sehingga lemak yolk teroksidasi. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya kenaikan ph.

20 Peningkatan yang terjadi pada ph yolk masih dalam tahap yang normal. Selama penyimpanan terjadi peningkatan 0,2, 0,32 dan 0,24 antara P1, P2 dan P3 terhadap P0. Hasil peningkatan ph yolk relatif lebih rendah dibanding dengan penelitian Yahya dan Anggraini (2011) yaitu pengawetan telur dengan menggunakan madu mengalami peningkatan ph yolk pada penyimpanan hari ke 8 mencapai 5,86. Hal ini berarti tanin (catechin) pada teh hitam mempunyai kandungan untuk pengawetan telur yang lebih baik dibanding pengawetan dengan menggunakan madu. Hal ini disebabkan karena tingkat penyamakannya lebih baik untuk menutup pori-pori kerabang telur, sehingga meminimalkan keluarnya CO 2. Sesuai pernyataan Ferdiaz (1992), larutan tanin (catechin) dari bahan nabati dapat menyamak kulit telur sehingga dapat mengurangi penguapan CO 2 pada telur. Proses penyamakan mampu menutup pori-pori telur, maka adanya zat tanin mampu mengendapkan albumen, sehingga albumen tidak mengalami pengenceran yang dapat masuk ke dalam struktur yolk. Hal ini dikarenakan kerabang telur bersifat semipermeabel terhadap gas. Sesuai pendapat Hunton (1995), kerabang telur mempunyai struktur yang berpori-pori dan permukaanya dilapisi oleh lapisan kutikula dan lapisan minyak, lapisan kutikula tersebut merupakan lapisan yang sangat tipis menutup seluruh permukaan telur yang bersifat semipermeabel terhadap gas. Pada perlakuan P0 tehadap P1, P2 dan P3 menunjukkan peningkatan ph yolk yaitu 0,2, 0,32 dan 0,24. Nilai peningkatan ph yolk pada hasil penelitian ini berkisar 5,31 sampai 6,07. Pada hasil peneltian ini nilai ph yolk masih dalam kisaran normal dan dapat dipertahankan sampai penyimpanan hari ke 15. Sesuai dengan pernyataan Romanoff dan Romanoff (1963), nilai ph yolk pada telur berkisar antara 5,0 sampai 6,09 dan nilai ph yolk akan mengalami kenaikan selama masa penyimpanan.

21 B. Pengaruh lama penyimpanan setelah perendaman dalam larutan teh hitam (camellia sinensis) tehadap Organoleptik Telur Itik secara Hedonik. Tabel 3. Rerata Nilai Kesukaan Bau, Rasa dan Tekstur Telur Itik dengan lama penyimpanan 0, 5, 10 dan 15 hari setelah perendaman selama 5 hari dalam larutan teh hitam. Peubah Perlakuan P0 P1 P2 P3 Bau 3,25 A 3,20 A 3,40 A 2,40 B Rasa 3,60 A 3,25 A, B 2,70 B, C 2,75 C Tekstur 3,55 3,00 3,20 3,10 Keterangan: Superskrip A, B, C pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Nilai 1: Tidak suka 4: Suka 2: Kurang suka 5: Sangat suka 3: Cukup suka 1. Bau Rerata nilai kesukaan bau telur itik dengan lama penyimpanan 0, 5, 10 dan 15 hari selama penelitian berturut-turut adalah 3,25 (cukup suka), 3,20 (cukup suka), 3,40 (cukup suka) dan 2,40 (kurang suka). Hasil analisis variansi menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) dengan adanya lama penyimpanan pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3. Hal ini berarti bahwa perlakuan P3 menurunkan kesukaan terhadap bau telur itik yang ditimbulkan akibat lama penyimpanan. Pada hasil uji kesukaan terhadap bau terdapat hasil yang tidak berbeda nyata antara perlakuan P0, P1 dan P2 dengan nilai yaitu 3,25, 3,20 dan 3,40 sedangkan pada perlakuan P3 menunjukkan perbedaan yang sangat nyata dengan nilai 2,40. Hasil uji kesukaan bau telur itik bertaraf pada kurang suka hingga cukup suka berarti bahwa lama penyimpanan telur itik mengurangi kesukaan bau telur itik oleh panelis. Pada perlakuan P3 menunjukkan adanya penurunan nilai kesukaan bau telur itik dari cukup suka menjadi kurang suka.

22 Hasil penelitian terhadap nilai kesukaan bau telur itik yang berada pada taraf cukup suka menjadi kurang suka, yaitu pada P0 sampai P2 masih berada pada taraf cukup suka, hal ini dikarenakan pada komponen protein telur terjadi degradasi yaitu molekul-molekul protein terhidrolisis menjadi peptida dan asam-asam amino, namun asam amino belum terdetorasi maka belum terjadi putrefaksi sehingga belum tercium bau yang menyengat, oleh karena itu panelis masih cukup suka untuk menilainya. Sesuai dengan pendapat Haines (1937), bau putrid terutama diproduksi melalui dekomposisi protein dan asam amino yang menghasilkan indol, metilamin dan H2S. Pada P3 berada pada taraf kurang suka, hal ini disebabkan terjadinya detorasi yaitu perubahan dari nutrien (protein) yang terkandung dalam telur berubah menjadi gas, kemudian asam amino telah terdetorasi, maka terjadi proses putrefaksi, sehingga kandungan nitridnya meningkat, mengakibatkan bau telur itik tercium kurang enak. Selain itu Lechowich (1971) juga menyatakan bahwa hasil degradasi asam amino seperti merkaptan dan amina dapat menimbulkan bau busuk. Sesuai dengan pernyataan Winarno (1995), aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan dan aroma atau bau makanan banyak sangkut pautnya dengan alat panca indera hidung dan tidak tergantung pada penglihatan. Nilai kesukaan bau telur itik pada perlakuan tanpa penyimpanan hingga lama penyimpanan 10 hari setelah perendaman dalam larutan teh hitam selama 5 hari yaitu sebesar 3,25, 3,20 dan 3,40 berada pada taraf cukup suka sedangkan pada lama penyimpanan 15 hari sebesar 2,40 berada pada taraf kurang suka. Ternyata kesukaan terhadap bau telur masih diminati samapi penyimpanan hari ke 10. 2. Rasa Rerata nilai kesukaan rasa telur itik dengan lama penyimpanan 0, 5, 10 dan 15 hari selama penelitian berturut-turut adalah 3,60 (suka), 3,25 (cukup

23 suka), 2,70 (cukup suka) dan 2,75 (cukup suka). Hasil analisis variansi menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) dengan adanya lama penyimpanan pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3. Hal ini berarti bahwa perlakuan P2 dan P3 menurunkan kesukaan terhadap rasa telur itik yang ditimbulkan akibat lama penyimpanan. Pada hasil uji kesukaan terhadap rasa terdapat hasil yang tidak berbeda nyata antara perlakuan P0 dengan P1 dan P1 dengan P2. Sedangkan P3 menunjukkan perbedaan yang sangat nyata dengan nilai 2,75. Hasil uji kesukaan rasa telur itik bertaraf pada cukup suka hingga suka berarti bahwa lama penyimpanan telur itik mengurangi kesukaan rasa telur itik oleh panelis. Pada perlakuan P2 dan P3 menunjukkan adanya penurunan nilai kesukaan rasa telur itik dari suka menjadi cukup suka. Pada komponen protein telur terjadi kerusakan dikarenakan terjadi proses putrefaksi. Selain itu juga mengakibatkan komponen lemak mengalami ketengikan akibat hidrolisa lemak menjadi asam lemak bebas. Hal ini disebabkan karena masih adanya oksigen yang masuk lewat pori-pori kerabang telur. Sesuai pendapat Zuhra (2006), oksigen adalah sesuatu yang memegang peranan penting sebagai dekstruktif bahan pangan, yang menyebabkan kerusakan pada senyawa-senyawa pada bahan pangan tersebut. Senyawa-senyawa hasil hidrolisis tersebut yang terdapat di dalam albumen dan yolk mampu menurunkan kesukaan. Didalam uji kesukaan indera perasa dan pengecap mampu menilai suatu produk olahan, dikarenakan disaat mengecap dan merasakan, zat-zat yang terkandung di dalam pangan tersebut pecah dan langsung bisa mengena pada alat indera lidah. Sesuai pendapat Soewarno (1985), instrumen yang paling berperan mengetahui rasa suatu bahan pangan adalah indera lidah, sehingga mampu langsung mengindentifikasinya. Pada P1 sampai P3 berada pada taraf cukup suka, karena telah terjadi proses putrefaksi dan kerusakan kompon-komponen organik telur tersebut,

24 sehingga terasa kurang enak. Pada P1 yaitu penyimpanan hari ke 5 sudah menurunkan kesukaan rasa, karena indera pengecap mampu merasakan langsung dari telur itik. Rasa senyawa putrit dalam koagulasi dapat dideteksi oleh indera pengecap sehingga pada masa penyimpanan hari ke 5 panelis sudah bisa menilainya. Hal ini disebabkan senyawa putrit yang berada di dalam telur (albumen dan yolk) masih dalam bentuk cair dan belum menjadi gas. Senyawa tersebut jika direbus akan mengalami koagulasi, sehingga dapat terdeteksi oleh lidah. Proses biodetorasi lemak dan protein dapat merubah lemak dan protein menjadi senyawa yang lebih sederhana (asam lemak bebas, merkaptan dan amina) dan akhirnya berubah menjadi senyawa dalam bentuk gas ( CO 2, NH3, N2, H2S, H2). Sesuai pendapat Anonim c (2009), selama proses pembusukan protein akan dirombak menjadi ammonia, sedangkan lemak akan dirombak menjadi asam lemak, keberadaan senyawa ini secara bersamaan akan menyebabkan kebusukan. Winarno (1995) menyatakan bahwa gas yang keluar dapat tercium oleh alat indera penciuman. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada penyimpanan hari ke 10 sudah tercium bau kurang enak dan pada hari ke 5 menunjukan sudah terasa kurang enak, yang keduanya dapat menurunkan tingkat kesukaan telur. Nilai kesukaan rasa telur itik pada perlakuan tanpa penyimpanan setelah perendaman dalam larutan teh hitam selama 5 hari yaitu sebesar 3,60 berada pada taraf suka sedangkan pada lama penyimpanan 5 hingga 15 hari sebesar 3,25, 270 dan 2,75 berada pada taraf cukup suka. Lama penyimpanan hingga 15 hari setelah perendaman dalam larutan teh hitam selama 5 hari mengurangi kesukaan rasa telur itik dari suka menjadi cukup suka. Berkurangnya kesukaan rasa telur itik dari suka menjadi cukup suka, dikarenakan adanya lama penyimpanan pada ruang terbuka. Sesuai pendapat Anonim c (2010), selama proses penyimpanan, telur dapat mengalami beberapa

25 perubahan yang dapat menurunkan mutu kesegarannya, seperti perubahan aroma dan rasa. 3. Tekstur Rerata nilai kesukaan tekstur telur itik dengan lama penyimpanan 0, 5, 10 dan 15 hari selama penelitian berturut-turut adalah 3,55 (suka), 3,00 (cukup suka), 3,20 (cukup suka) dan 3,10 (cukup suka). Hasil analisis variansi menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) dengan adanya lama penyimpanan baik pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3. Hal ini berarti bahwa perlakuan P1, P2 dan P3 tidak mempengaruhi kesukaan terhadap tekstur yang ditimbulkan akibat lama penyimpanan setelah perendaman dalam larutan teh hitam. Tekstur telur itik yang terlihat masih dalam kodisi baik, walaupun albumen dan yolk mengalami penurunan indeks. Hal ini disebabkan karena albumen dan yolk pada telur masih pada kisaran normal, maka albumen dan yolk belum mengalami kerusakan (masih kental dan belum mengurangi perubahan tekstur telur itik tersebut). Sesuai pendapat Anonim c (2010), putih telur yang kental pada saat koagulasi setelah pengolahan dapat terlihat pada tekstur telur menjadi baik. Kondisi tersebut yang mengakibatkan terdeteksi oleh panelis tidak berbeda nyata baik pada P0, P1, P2 dan P3. Tekstur telur itik pada penelitian ini nampak lunak, kompak dan halus, sehingga panelis masih menyukai tekstur telur tersebut. Sesuai pendapat Soewarno (1985), tekstur yang kompak pada telur akan membuat produk tersebut lebih baik. Tekstur pada telur yang baik adalah lunak, kompak, tidak rusak pada putih telur dan halus. Hasil penelitian terhadap nilai kesukaan tekstur telur itik yang menunjukkan pada taraf suka dan cukup suka disebabkan karena lama penyimpanan tidak mempengaruhi tekstur telur itik. Hal ini disebabkan karena adanya konsentrasi tanin pada teh hitam sebesar 3% pada perendaman telur

26 itik, sehingga tekstur pada telur masih dalam kondisi yang baik. Pada penelitian Zulaekah (2005), menyatakan bahwa hasil penelitian rekapitulasi uji organoleptik menunjukan bahwa telur asin yang paling disukai oleh panelis adalah telur asin yang pembuatannya menggunakan tanin pada ekstrak daun teh sebesar 3%. Hal ini menyebabkan tekstur pada penelitian ini tidak mengalami kerusakan.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah lama penyimpanan telur itik setelah perendaman dalam larutan teh hitam (Camellia sinensis) selama 5 hari dapat mempertahankan kualitas fisik (indeks albumen, indeks yolk, berat telur, nilai HU, ph albumen dan ph yolk) hingga umur simpan telur sampai 15 hari. Kualitas organoleptik dari tingkat kesukaan bau pada hari ke 10 sudah berkurang tingkat kesukaanya tetapi pada rasa hari ke 5. Pada tingkat kesukaan tekstur tidak mempengaruhi tingkat kesukaan sampai hari ke 15. B. Saran 1. Berdasarkan hasil penelitian lama penyimpanan setelah perendaman dalam larutan teh hitam (Camellia sinensis) selama 5 hari pada telur itik dapat diaplikasikan untuk mempertahankan kualitas fisik telur itik agar tidak mudah rusak. 2. Perlu diadakan penelitian yang lebih lanjut mengenai lama penyimpanan yang lebih panjang setelah perendaman dalam larutan teh hitam (Camellia sinensis) selama 5 hari. 26 19