4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Banyuwangi Keadaan geografis, topografis, iklim, dan penduduk

dokumen-dokumen yang mirip
4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4 KEADAAN UMUM. 25 o -29 o C, curah hujan antara November samapai dengan Mei. Setiap tahun

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

34 laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah jiwa. Peningkatan penduduk ini

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 07 TAHUN 2009

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

PEMERINTAH KABUPATEN BONE PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 07 TAHUN 2009 ( DICABUT ) T E N T A N G

3 DESKRIPSI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

7 KAPASITAS FASILITAS

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Selatan

BAB III DESKRIPSI AREA

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis

5 PPI MEULABOH DAN KONDISI OPERASIONALNYA

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN

LAPORAN TAHUNAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI)

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BANYUWANGI

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4. KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kota Banda Aceh Letak topografis dan geografis Banda Aceh

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

3 METODOLOGI PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

BERITA NEGARA. No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Geografi

6 AKTIVITAS PENDARATAN DAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN DI PANGKALAN-PANGKALAN PENDARATAN IKAN KABUPATEN CIAMIS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. perikanan skala kecil. Menurut Hermawan (2005) cit. Rahmi,dkk (2013), hanya

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN

KAJIAN PRODUKSI HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI MUNCAR KABUPATEN BANYUWANGI SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

BUPATI JENEPONTO Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311

Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Transkripsi:

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Keadaan geografis, topografis, iklim, dan penduduk 1) Geografis dan topografis Secara geografis, Kabupaten Banyuwangi terletak pada koordinat 7 43-8 46 Lintang Selatan dan 113 53-114 38 Bujur Timur serta merupakan bagian yang paling Timur dari wilayah Propinsi Jawa Timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut (BPS Kab. Banyuwangi, 2008): (1) sebelah utara : Kabupaten Situbondo dan Bondowoso (2) sebelah timur : Selat Bali (3) sebelah selatan : Samudera Hindia (4) sebelah barat : Kabupaten Jember dan Bondowoso Wilayahnya yang berbatasan langsung dengan dua perairan yang berpotensi tinggi, yaitu perairan Selat Bali dan Samudera Hindia, menjadikan Kabupaten Banyuwangi daerah yang potensial di bidang perikanan dan merupakan salah satu daerah perikanan utama di Jawa Timur. Kabupaten Banyuwangi memiliki panjang garis pantai sekitar 175,8 km yang membujur sepanjang batas Selatan dan Timur Kabupaten Banyuwangi serta dengan jumlah pulau sebanyak 10 buah. Luas wilayah Kabupaten Banyuwangi adalah 5.782,5 km 2 yang dibagi dalam 24 wilayah kecamatan, 28 kelurahan, 189 desa, 2.827 Rukun Warga (RW), dan 10.532 Rukun Tetangga (RT) (BPS Kab. Banyuwangi, 2008). Kabupaten Banyuwangi terletak pada ketinggian 0-1000 meter di atas permukaan laut yang merupakan dataran rendah dan mempunyai lereng dengan kemiringan lebih dari 40% meliputi lebih kurang 29,25% dari luas daerah yang mempunyai tinggi tempat lebih dari 500 meter di atas permukaan laut. Dataran tinggi terletak di bagian Barat dan Utara dimana terdapat gunung-gunung yang berbatasan dengan Kabupaten Situbondo, Bondowoso, dan Jember, sedangkan bagian Timur dan Selatan sekitar 75% merupakan dataran rendah persawahan (Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008).

24 2) Keadaan iklim Daerah Kabupaten Banyuwangi memiliki iklim tropis dengan suhu rata-rata 25 C-30 C. Curah hujan terjadi pada bulan November sampai April. Musim kemarau terjadi pada bulan Mei sampai Oktober. Setiap tahun dijumpai periode bulan basah dan bulan kering dimana bulan basah dengan curah hujan di atas 180 mm, yaitu bulan Desember, Januari, dan Februari dengan rata-rata hari hujan 18 dan 25 hari. Bulan kering terjadi pada bulan Agustus, September, dan Oktober dimana hari hujan pada bulan kering antara 0-5 hari per bulan. Suhu maksimum tertinggi terjadi pada bulan November, yaitu 29,9 C dan suhu minimum terendah terjadi pada bulan Agustus, yaitu 25,3 C (Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008). 3) Keadaan penduduk Jumlah penduduk di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2007 adalah sebesar 1.669.437 jiwa. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai pembudidaya ikan dan nelayan adalah sebanyak 27.172 jiwa atau 1,58% (Tabel 1). Tabel 1 Sebaran penduduk menurut mata pencaharian sektor perikanan Kabupaten Banyuwangi tahun 2007 No Mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1 Nelayan perairan umum 1.923 0,11 2 Pembudidaya ikan 5.284 0,32 3 Nelayan penangkap ikan di laut 19.965 1,20 4 Lain-lain 1.642.265 98,37 Jumlah 1.669.437 100,00 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008 Kondisi penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan berada di sepuluh kecamatan berpantai, yakni Muncar, Pesanggaran, Purwoharjo, Wongsorejo, Kalipuro, Banyuwangi, Kabat, Siliragung, Rogojampi, dan Tegaldelimo. Pembudidaya tambak (payau) dan pembenihan (hatchery) berada di delapan kecamatan, namun yang masih beroperasi hanya berada di dua kecamatan, yaitu Wongsorejo dan Kalipuro. Pembudidayaan ikan air tawar terdapat di hampir semua kecamatan wilayah Kabupaten Banyuwangi (Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008).

25 4.1.2 Keadaan umum perikanan Kabupaten Banyuwangi Kabupaten Banyuwangi memiliki wilayah potensi perikanan dan kelautan yang meliputi wilayah laut di Selat Bali seluas 1500 mil 2 dengan potensi lestari 66.000 ton per tahun dan didominasi ikan permukaan (pelagis), serta Samudera Hindia seluas 2000 mil 2 dengan potensi lestari 212.500 ton per tahun dan didominasi ikan dasar (demersal) di samping ikan pelagis. Wilayah pesisir dan pantai sepanjang 175 km juga dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi, yang merupakan lahan potensial bagi budidaya air payau atau tambak dan pembenihan udang windu. Selain itu terdapat 81 sungai dengan panjang keseluruhan mencapai 735 km yang berfungsi antara lain untuk pertanian, perikanan, dan air minum. Beberapa sungai tersebut bermuara di Selat Bali, yaitu Sungai Lo, Sungai Setail, Sungai Kalibaru, Sungai Sepanjang, dan Sungai Kempit. Selain sungai juga terdapat tujuh waduk dengan luas mencapai 4 ha serta dua rawa yang luasnya mencapai 1,5 ha (Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008). Selanjutnya dikatakan bahwa sesuai dengan potensi sumberdaya perikanan yang tersedia, maka peningkatan kontribusi sub sektor Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Banyuwangi dilaksanakan melalui peningkatan usaha-usaha yang meliputi usaha penangkapan di laut, budidaya air tawar, budidaya air payau, dan penangkapan di perairan umum, serta rehabilitasi hutan mangrove dan terumbu karang. Pengembangan produksi tersebut dilakukan untuk memenuhi konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri, sedangkan komoditas-komoditas yang mempunyai pasaran baik di luar negeri diarahkan untuk ekspor. Pengembangan usaha penangkapan di perairan pantai yang masih potensial dilaksanakan melalui motorisasi dan modernisasi unit penangkapan. Jenis alat tangkap yang dikembangkan adalah trammel net, gillnet, pancing rawai, dan mini purse seine dengan menggunakan perahu motor tempel dan kapal motor. Disamping itu akan ditempuh pula usaha diversifikasi melalui perbaikan teknis penangkapan dan penggunaan beberapa jenis alat tangkap pada setiap unit penangkapan untuk meningkatkan efisiensi usaha (Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008).

26 Tabel 2 Perkembangan armada perikanan Kabupaten Banyuwangi tahun 2006-2007 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kecamatan Muncar Pesanggaran Purwoharjo Wongsorejo Kalipuro Banyuwangi Kabat Rogojampi Tegaldlimo 2006 2007 PTM PMT PTM PMT 121 1.074 96 1.401 54 596 54 596 45 408 45 408 36 411 36 411 48 516 48 516 40 445 40 445 17 345 17 345 50 265 50 265 30 355 30 355 Jumlah 441 4.415 416 4.742 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008 Armada perikanan Kabupaten Banyuwangi mengalami perkembangan sebesar 6,2% pada tahun 2007, yaitu bertambah 302 unit dari tahun 2006. Jumlah armada perikanan terbanyak terdapat pada Kecamatan Muncar. Jumlah perahu tanpa motor (PTM) di Muncar berkurang 25 unit, sedangkan perahu motor tempel (PMT) bertambah 327 unit. Jumlah armada untuk kecamatan lainnya di Kabupaten Banyuwangi cenderung tetap. Tabel 3 Jumlah alat tangkap di Kabupaten Banyuwangi tahun 2007 N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jenis alat tangkap Kecamatan Purse Payang insang wai cing tancap lain Jaring Ra- Pan- Bagan Lain- Jumlah Sero seine Muncar 185 44 255 181 395 129 142 617 1.948 Pesanggaran 4 30 162 48 337 - - - 581 Purwoharjo 11 22 157 35 63 - - - 288 Wongsorejo - 16 116-125 - - 154 411 Kalipuro - 30 80-315 - - 91 516 Banyuwangi - 24 82-275 - - 64 445 Kabat - 16 38-256 - - 35 345 Rogojampi - - 62-175 - - 30 267 Tegaldlimo - - 85-75 - 45 148 353 Jumlah 200 182 1.037 264 2.016 129 187 1.139 5.154 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008 Alat tangkap yang paling dominan di Kabupaten Banyuwangi adalah alat tangkap pancing dengan jumlah 2.016 unit atau 39,1% dari jumlah keseluruhan alat tangkap. Berdasarkan hasil wawancara, pancing merupakan alat tangkap yang paling digemari oleh nelayan Kabupaten Banyuwangi karena

27 penggunaannya yang mudah dan harganya yang relatif murah dibandingkan alat tangkap lainnya. Tabel 4 Jumlah nelayan di Kabupaten Banyuwangi tahun 2006-2007 No Kecamatan 2006 2007 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Muncar Pesanggaran Purwoharjo Wongsorejo Kalipuro Banyuwangi Kabat Rogojampi Tegaldlimo 11.685 1.026 2.691 1.148 357 771 132 1.602 405 12.762 1.026 1.464 918 357 192 132 1.602 285 Jumlah 19.817 18.738 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008 Jumlah nelayan di Kabupaten Banyuwangi secara keseluruhan mengalami perkembangan -5,4% pada tahun 2007, yaitu berkurang sebesar 1.079 jiwa dari tahun 2006. Berkurangnya jumlah nelayan tersebut dijelaskan oleh petugas setempat dikarenakan berkurangnya nelayan pendatang, yaitu nelayan yang bersifat musiman dan berasal dari daerah luar Banyuwangi seperti dari Madura. Tabel 5 Perkembangan volume produksi hasil tangkapan Kabupaten Banyuwangi tahun 2006-2007 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kecamatan Volume produksi (kg) 58.730.442 2.572.122 408.788 159.794 130.982 19.313 31.962 133.053 17.825 2006 2007 Nilai Volume produksi produksi (Rp x 1000) (kg) Nilai produksi (Rp x 1000) Muncar Pesanggaran Purwoharjo Wongsorejo Kalipuro Banyuwangi Kabat Rogojampi Tegaldlimo 86.017.378,5 4.520.367,6 325.598,0 963.758,1 311.277,4 58.608,5 190.377,8 667.571,4 105.105,0 59.884.951 1.171.200 260.432 151.229 137.300 8.904 25.739 150.347 11.275 82.402.023,7 1.705.059,3 338.910,4 994.011,0 418.800,0 35.032,5 165.111,0 853.800,0 79.085,0 Jumlah 62.204.281 93.179.042,3 61.801.431 86.988.832,9 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008

28 Nilai produksi penangkapan ikan di laut Kabupaten Banyuwangi mengalami penurunan sebesar 6,6% atau Rp6.190.209.350. Hal tersebut seiring dengan penurunan volume produksinya yang sebesar 0,6% atau 402.850kg. Menurut petugas Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, penurunan tersebut merupakan dampak dari kenaikan harga BBM yang menyebabkan biaya operasional melaut semakin tinggi. 4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Muncar 4.2.1 Letak PPP Muncar Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar terletak di Desa Kedungrejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi Jawa Timur. Kecamatan Muncar terletak di tepi pantai (Selat Bali) pada posisi 8 24-8 30 Lintang Selatan dan 114 15 38"-114 21 5" ssbujur Timur yang memiliki teluk bernama Teluk Pangpang, serta mempunyai panjang pantai yang mencapai 13 km dengan pendaratan ikan sepanjang 4,5 km (UPT PPP Muncar, 2009). Jarak PPP Muncar dengan pusat Kecamatan Muncar adalah 2 km atau sekitar 10 menit, dengan kota kabupaten Banyuwangi sejauh 37 km dengan lama perjalanan sekitar 1,5-2 jam, serta dengan ibukota propinsi adalah 332 km yang dapat ditempuh antara 8-9 jam. Kecamatan Muncar mempunyai penduduk sebanyak 132.052 jiwa dan masyarakatnya terutama dari segi struktur budaya nelayan terdiri dari suku Jawa, Madura, Osing, dan Bugis (UPT PPP Muncar, 2009). Dari total penduduk di Muncar, hanya sedikit yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan, yaitu 11.341 jiwa (8,59%). Selebihnya penduduk Kecamatan Muncar bekerja di sektor industri, perdagangan, pertanian, dan lain sebagainya. Terdapat empat tempat pendaratan ikan (TPI) di PPP Muncar untuk membantu mendaratkan ikan dan pemasarannya, yaitu TPI Kalimoro, TPI Sampangan, TPI Tratas, dan TPI Pelabuhan (Gambar 2). Namun TPI yang masih beroperasi hingga saat ini hanya TPI Pelabuhan dan TPI Kalimoro. Tempat pelelangan ikan yang dijadikan sebagai lokasi penelitian adalah TPI Pelabuhan.

29 114 15'38" BT 114 20' BT 8 24' LS Kec. Srono Desa Blambangan Desa Sumbersewu Desa Tembokrejo S E L A T B A L I Desa Tapanrejo Desa Tambakrejo Desa Kedungkrejo Desa Kedungringin PPI Kalimoro PPI Sampangan PPP Muncar PPI Tratas Desa Sumberberas Kec. Tegaldelimo Desa Ringin Putih SKALA 1:52.000 114 15'38" BT 114 20' BT 8 30' LS Sumber: UPT PPP Muncar, 2009 Gambar 2 Peta wilayah Kecamatan Muncar tahun 2008.

30 4.2.2 Potensi perairan laut Selat Bali memiliki potensi lestari untuk ikan pelagis yang dominan, yaitu lemuru (Sardinella lemuru) sebesar 46.400 ton per tahun. Tingkat pengusahaan sumberdaya perikanan dan kelautan di Selat Bali sudah dilakukan secara intensif sehingga dinyatakan padat tangkap. Dalam pengembangan produksi penangkapan ikan di laut, bagi daerah-daerah perairan pantai yang telah padat tangkap atau krisis sumberdaya diupayakan untuk tidak ada penambahan usaha baru (Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008). 4.2.3 Unit penangkapan ikan 1) Kapal/perahu penangkapan ikan Kapal/perahu penangkapan ikan yang beroperasi di PPP Muncar dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu jenis kapal motor (KM), perahu motor tempel (PMT), dan perahu tanpa motor (PTM). Kapal motor sendiri terdiri dari kapal motor kurang dari 5 GT, 5-10 GT, dan 10-30 GT. Jumlah armada penangkapan ikan yang berada di PPP Muncar selama periode tahun 1999-2008 dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 3. Tabel 6 Perkembangan jumlah kapal/perahu penangkapan ikan di PPP Muncar tahun 1999-2008 Tahun PTM PMT KM Jumlah Perkembangan < 5 5-10 10-30 Jumlah (unit) (%) GT GT GT 1999 76 1.306 0 0 0 0 1.382-2000 48 1.284 267 334 786 1.387 2.719 96,7 2001 48 1.151 547 258 746 1.551 2.750 1,1 2002 29 1.112 533 258 198 989 2.130-22,6 2003 48 1.208 566 253 198 1.017 2.273 6,7 2004 215 1.070 566 319 193 1.078 2.363 4,0 2005 121 1.070 566 319 185 1.070 2.261-4,3 2006 121 1.074 566 319 189 1.074 2.269 0,4 2007 96 1.401 566 319 189 1.074 2.571 13,3 2008 96 1.401 566 319 189 1.074 2.571 0,0 Sumber: TPI PPP Muncar, 2009 (*diolah kembali) Jumlah kapal atau perahu perikanan yang beroperasi di PPP Muncar pada kurun waktu 1999-2008 mengalami fluktuasi dengan pertumbuhan total rata-rata

31 sebesar 10,6% per tahun. Jumlah kapal atau perahu penangkapan tersebut didominasi oleh jenis perahu motor tempel. Perahu motor tempel lebih diminati oleh nelayan Muncar karena dapat menempuh fishing ground yang lebih jauh daripada perahu tanpa motor dan juga harganya yang lebih murah dibandingkan dengan kapal motor. Selain itu keuntungan yang diperoleh juga lebih besar dibandingkan jenis armada lainnya. Jumlah perahu yang paling sedikit jumlahnya adalah perahu tanpa motor. Nelayan yang menggunakan perahu jenis ini biasanya merupakan nelayan kecil atau berasal dari golongan bawah. Jumlah armada (unit) 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun PTM PMT KM Gambar 3 Perkembangan jumlah kapal/perahu penangkapan ikan di PPP Muncar tahun 1999-2008. Keberadaan armada kapal motor di tahun 2000 disebabkan adanya program motorisasi dari pemerintah. Selain itu, bersamaan dengan jumlah perahu tanpa motor dan perahu motor tempel yang menurun menunjukkan bahwa nelayannelayan yang mengoperasikan alat tangkap dengan menggunakan perahu tanpa motor dan perahu motor tempel beralih ke kapal motor. Perkembangan perahu motor tempel pada periode tahun 1999-2008 berfluktuasi cukup besar terutama periode tahun 2000-2001, 2003-2004, dan 2006-2007. Pertumbuhan positif tertinggi terjadi pada periode tahun 2006-2007, yaitu 30,45% atau sebesar 327 unit, sedangkan pertumbuhan negatif terbesar terjadi pada periode tahun 2003-2004, yaitu turun sebanyak 11,42% atau sebesar 138 unit. Penurunan jumlah perahu motor tempel pada tahun 2001 dan 2004

32 diimbangi dengan berkurangnya jumlah nelayan, sedangkan pertambahan jumlah perahu motor tempel pada tahun 2007 diimbangi dengan bertambahnya jumlah nelayan sekitar 9% dari 11.685 menjadi 12.762. Pada tahun 2007 jumlah perahu motor tempel meningkat 30,93% menjadi 1.401 unit. Pada tahun yang sama jumlah perahu tanpa motor berkurang 20,66% menjadi 96 unit, sedangkan jenis perahu lainnya tidak mengalami perubahan dari tahun sebelumnya. Berdasarkan perubahan jumlah kedua perahu tersebut dapat disimpulkan bahwa nelayan Muncar mulai beralih pada perahu motor tempel. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan pendapatan para nelayan yang mampu memiliki perahu motor tempel. 1500 Jumlah armada (unit). 1250 1000 750 500 250 0 PTM PMT KM < 5 GT KM 5-10 GT KM 10-30 GT Jenis kapal/perahu Gambar 4 Jumlah kapal/perahu perikanan berdasarkan jenisnya tahun 2008. Pada tahun 2008, jenis armada dengan jumlah terendah adalah jenis perahu tanpa motor, yaitu sebesar 96 unit (3,7%). Hal ini dikarenakan setelah adanya program motorisasi dari pemerintah, jumlah perahu tanpa motor menurun atau lebih sedikit dibandingkan perahu jenis lainnya. Jenis armada dengan jumlah tertinggi adalah perahu motor tempel, yaitu 1.401 unit (54,5%), seperti telah dijelaskan sebelumya, karena perahu motor tempel lebih diminati oleh nelayan. Armada jenis lainnya, yakni kapal motor <5 GT memiliki jumlah sebesar 566 unit (22,0%), kapal motor 5-10 GT berjumlah 319 unit (12,4%) dan kapal motor 10-30 GT sebanyak 189 unit (7,4%).

33 2) Alat tangkap Jenis alat tangkap ikan yang dioperasikan di wilayah PPP Muncar yaitu purse seine, payang, gillnet, rawai hanyut, pancing ulur, bagan tancap, dan sero. Perkembangan jumlah alat tangkap per jenis selama 10 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 5. Tabel 7 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Muncar tahun 1999-2008 Alat penangkapan ikan Perkembangan Tahun Purse Payannet hanyut ulur tancap lain (%)* Gill- Rawai Pancing Bagan Lain- Jumlah Sero seine 1999 190 93 356 356 528 146 132 147 1.948-2000 190 93 102 102 528 146 132 387 1.680-13,76 2001 190 94 102 102 305 142 138 454 1.527-9,11 2002 190 94 102 102 304 174 149 455 1.570 2,82 2003 190 93 102 102 305 174 149 455 1.570 0,00 2004 190 93 276 102 305 174 149 455 1.744 11,08 2005 142 112 276 181 342 174 142 894 2.263 44,14 2006 166 112 276 181 442 174 142 1.017 2.510 10,91 2007 185 44 255 181 395 129 142 617 1.948-22,39 2008 185 44 255 181 395 129 142 793 2.124 9,03 Sumber: UPT PPP Muncar, 2009 (*diolah kembali) Jumlah alat tangkap yang beroperasi mengalami fluktuasi setiap tahunnya dan mengalami rata-rata perkembangan sebesar 2,41% per tahun. Jumlah alat tangkap tertinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu sebanyak 2.510 unit, sedangkan jumlah alat tangkap terendah terjadi pada tahun 2001, yaitu 1.527 unit. Penurunan terbanyak jumlah alat tangkap terjadi pada tahun 2007, yaitu turun 22,39% menjadi 1.948 unit. Secara keseluruhan, jenis alat tangkap yang mengalami penurunan jumlah antara lain payang, gillnet, pancing ulur, dan bagan tancap. Pada tahun yang sama jumlah alat tangkap yang mengalami pertambahan jumlah adalah purse seine. Hal ini menunjukkan bahwa banyak nelayan di Muncar yang beralih ke jenis alat tangkap purse seine karena lebih menguntungkan daripada jenis alat tangkap lainnya.

34 600 500 Jumlah (unit) 400 300 200 100 0 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun Pancing ulur Gill net Purse seine Gambar 5 Perkembangan alat tangkap dominan di PPP Muncar tahun 1999-... 2008. Jumlah seluruh alat tangkap yang dioperasikan di PPP Muncar pada tahun 2008 berjumlah 2.124 unit dengan didominasi oleh alat tangkap pancing ulur sebanyak 395 unit (18,60%) disusul oleh gillnet sebanyak 255 unit (12,01%), dan purse seine sebanyak 185 unit (8,71%). Pancing ulur memiliki jumlah terbanyak karena harganya yang murah dibandingkan jenis alat tangkap lain. Diantara alatalat tangkap tersebut, purse seine, payang, dan gillnet adalah alat tangkap yang paling produktif terutama untuk menangkap jenis ikan dominan di Muncar seperti lemuru, layang, dan tongkol. Hal ini dapat dilihat dari jumlah hasil tangkapan ketiga alat tangkap tersebut di PPP Muncar pada tahun 2008, yaitu jumlah hasil tangkapan purse seine sebesar 24.795.556 kg (69,35%), payang sebesar 1.347.581 kg (3,77%) dan gillnet sebesar 539.032 kg (1,51%). Jumlah (unit) 800 700 600 500 400 300 200 100 0 Purse seine Payang Gillnet Rawai hanyut Pancing ulur Bagan tancap Sero Lain-lain Jenis alat tangkap Gambar 6 Jumlah alat tangkap per jenis di PPP Muncar tahun 2008.

35 Jenis armada purse seine termasuk ke dalam perahu motor tempel. Dalam melakukan operasi penangkapan, nelayan purse seine menggunakan dua buah perahu kayu yang berukuran 15-30 GT. Jenis armada gillnet menggunakan kapal kayu dengan mesin tempel. Kapal tersebut memiliki ukuran sebesar 3-5 GT. Fishing ground ketiga alat tangkap tersebut antara lain perairan Bomo, Karangente, Pengambengan, Senggrong, Tanjung Pasir, Teluk Pangpang, dan Wringin. Selain itu armada purse seine dapat beroperasi ke daerah yang lebih jauh, yaitu di sebelah Utara seperti perairan Celukan Bawang, Jangkar, Pandean, dan Pondokimbo. Perkembangan ketiga jenis alat tangkap dominan tersebut dapat dilihat pada Gambar 6. 3) Nelayan Nelayan di PPP Muncar terdiri atas nelayan asli dan nelayan andon. Nelayan asli adalah nelayan yang bertempat tinggal di sekitar Muncar dan seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Nelayan andon adalah nelayan pendatang yang berasal dari luar Muncar dan biasanya bersifat sementara yang jumlahnya bertambah pada saat musim ikan. Biasanya nelayan andon tersebut berasal dari Jawa Timur, terutama Madura, dan Bali. Tabel 8 Jenis dan jumlah nelayan di PPP Muncar tahun 2008 Jenis nelayan Jumlah nelayan (jiwa) Perkembangan* Tahun 2007 Tahun 2008 (%) Nelayan asli 12.229 11.874-2,90 Nelayan andon 533 383-28,14 Jumlah 12.762 12.257-3,96 Sumber: UPT PPP Muncar, 2009 (*diolah kembali) Tabel 8 di atas menunjukkan jumlah nelayan di PPP Muncar pada tahun 2008, yaitu sebesar 12.257 jiwa. Jumlah terbanyak adalah nelayan asli, yaitu sebesar 11.341 jiwa (92,53%), yang merupakan penduduk asli Muncar ataupun pendatang yang telah menetap di Muncar. Nelayan sambilan berjumlah 533 jiwa (4,35%) dan yang terakhir adalah nelayan andon yang berjumlah 383 jiwa (3,12%). Jumlah nelayan asli di Muncar merupakan jumlah terbanyak di wilayah

36 Kabupaten Banyuwangi, yaitu sekitar 60% dari jumlah seluruh nelayan di Kabupaten Banyuwangi. Tabel 9 Perkembangan jumlah nelayan di PPP Muncar tahun 1999-2008 Tahun Nelayan (jiwa) Jumlah Perkembangan* (%) 1999 10.516-2000 11.973 13,86 2001 11.818-1,29 2002 12.251 3,66 2003 12.233-0,15 2004 11.958-2,25 2005 11.300 5,50 2006 11.685 3,41 2007 12.762 9,22 2008 12.257-3,96 Sumber: UPT PPP Muncar 2009 (*diolah kembali) Perkembangan jumlah nelayan di PPP Muncar pada tahun 1999 sampai tahun 2008 sangat berfluktuatif (Tabel 9). Jumlah nelayan di PPP Muncar selama kurun waktu 1999-2008 cenderung meningkat dengan rata-rata perkembangan total sebesar 1,89%. Penurunan yang terjadi pada tahun 2001 diiringi dengan menurunnya jumlah alat tangkap. 4.2.4 Produktivitas unit penangkapan ikan Produktivitas unit penangkapan ikan merupakan kemampuan suatu alat tangkap untuk menangkap atau menghasilkan ikan. Menurut Depdiknas (2002), produkstivitas adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu atau daya produksi. Selain alat tangkap purse seine, payang, dan gillnet, alat tangkap bagan juga merupakan alat tangkap produktif yang menangkap ketiga jenis ikan dominan, yaitu lemuru, layang, dan tongkol. Jumlah trip alat tangkap bagan pada tahun 2008 adalah 20 trip per bulan, sama dengan jumlah trip alat tangkap payang dan gillnet, sedangkan jumlah trip alat tangkap purse seine adalah 19 kali trip per bulan. Alat tangkap purse seine mampu menghasilkan hasil tangkapan rata-rata

37 12,1 ton per unit per bulan, payang 4,5 ton per unit per bulan, gillnet 0,4 ton per unit per bulan, dan bagan 0,2 ton per unit per bulan. 4.2.5 Aktivitas di PPP Muncar Aktivitas-aktivitas yang terjadi di PPP Muncar antara lain kelompok aktivitas yang berhubungan dengan hasil tangkapan, pengolahan ikan, unit penangkapan ikan, penyediaan kebutuhan melaut, dan pengelolaan pelabuhan perikanan. 1) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan hasil tangkapan (1) Pendaratan hasil tangkapan Proses pertama yang dilakukan dalam pendaratan hasil tangkapan adalah pembongkaran hasil tangkapan oleh anak buah kapal (ABK) masing-masing armada penangkapan. Di saat inilah dilakukan penyortiran hasil tangkapan berdasarkan jenis dan mutu ikan. Proses pembongkaran hasil tangkapan di PPP Muncar dilakukan di dermaga pelabuhan. Namun ada juga yang melakukan proses tersebut di luar dermaga pelabuhan seperti di sisi luar dermaga pelabuhan, di tepi pantai sekitar pelabuhan, atau di perairan jauh dari dermaga pelabuhan, karena kolam pelabuhan mengalami pendangkalan akibat sedimentasi sehingga diperlukan biaya tambahan menyewa ojek perahu untuk mengangkut hasil tangkapan ke dermaga pelabuhan. Hasil tangkapan didaratkan antara malam sampai pagi hari dan dilakukan sesuai dengan keadaan terangnya bulan di perairan Muncar. Bila bulan purnama muncul pada malam hari, maka nelayan menghentikan operasi penangkapan dan mendaratkan hasil tangkapannya pada malam hari. Semakin pagi bulan muncul semakin pagi pula hasil tangkapan didaratkan. Pendaratan hasil tangkapan dilakukan oleh buruh angkut atau yang lebih dikenal dengan sebutan manol serta para bakul atau yang lebih dikenal dengan sebutan belantik. Para belantik tersebut membeli ikan dengan cara langsung mendatangi palkah kapal atau menunggu di dermaga. Lamanya pendaratan tergantung dari banyaknya hasil tangkapan, jumlah ABK yang membongkar hasil tangkapan, dan jumlah buruh angkut, biasanya berkisar antara satu sampai dua

38 jam. Semakin banyak hasil tangkapan semakin lama pula proses pembongkaran yang dilakukan dan semakin banyak tenaga kerja semakin cepat proses pembongkaran dilakukan. Keranjang-keranjang bambu yang berisi hasil tangkapan tersebut diangkut oleh para buruh ke dermaga dan langsung dinaikkan ke truk untuk selanjutnya dibawa ke pabrik industri. Alat bantu yang digunakan untuk membongkar dan mendaratkan hasil tangkapan antara lain sekop, keranjang bambu yang biasa disebut kudung, keranjang plastik, tali tambang kecil, bambu sepanjang 1,5-2 m, jembatan kayu yang berfungsi menghubungkan kapal dengan dermaga, serta ember. Kapasitas keranjang bambu adalah 125 kg dengan tingkat kebersihan rendah, sedangkan kapasitas keranjang plastik adalah 60 kg dengan kondisi kebersihan sedang, dan ember/timba berkapasitas 20 kg dengan tingkat kebersihan sedang. Kondisi kebersihan rendah adalah kondisi dimana peralatan bantu yang digunakan tersebut kotor, sedangkan kondisi kebersihan sedang adalah kondisi dimana peralatan bantu yang digunakan tidak kotor namun tidak higienis karena masih tersisa sedikit kotoran pada alat tersebut. Dalam proses pendaratan ini biasanya terdapat alang-alang atau pengujur yang sudah menunggu di darmaga untuk meminta hasil tangkapan atau memungut hasil tangkapan yang terjatuh. (i) (ii) Gambar 7 (i) Pendaratan hasil tangkapan (ii) Pengangkutan hasil tangkapan... kapal purse seine tahun 2009. dari kapal tahun 2009. (2) Pemasaran/pelelangan hasil tangkapan Pelelangan di PPP Muncar tidak berjalan, sehingga pemasaran hasil tangkapan dilakukan sendiri oleh pihak yang menjual hasil tangkapan, yaitu

39 nelayan kepada pedagang pengumpul, supplier, atau pihak industri langsung. Biasanya nelayan juragan atau pemilik alat tangkap yang mendapat hasil tangkapan banyak seperti pada alat tangkap purse seine, menjual hasil tangkapannya dengan melalui pihak perantara atau pengambeg. Nelayan juragan tersebut hanya menerima hasil penjualan ikannya dan memberi upah kepada pihak perantara. Pelelangan tidak berjalan karena pihak nelayan dan pihak industri yang menolak diadakannya pelelangan disebabkan hasil tangkapan yang diperoleh sangat banyak, terutama untuk jenis lemuru. Dengan adanya lelang menyebabkan hasil tangkapan yang diterima pembeli mengalami penurunan mutu karena harus antre sekian banyak untuk dilelang. (i) (ii) Gambar 8 (i) Penjualan ikan di TPI (ii) Penimbangan lemuru berkualitas rendah tahun 2009. dalam keranjang di TPI tahun 2009. Hasil tangkapan yang berjumlah banyak dapat dijual kepada pihak industri di sekitar Muncar secara langsung ataupun melalui pihak perantara, sedangkan hasil tangkapan yang berjumlah sedikit biasanya dijual kepada para bakul/belantik yang sudah menunggu di dermaga dan TPI saat hasil tangkapan didaratkan. Pedagang kecil/belantik yang menunggu di dermaga menjual hasil tangkapan langsung ke pabrik tanpa perantara atau menjual hasil tangkapan ke pedagang besar/pengumpul. Pada umumnya nelayan memiliki hubungan khusus dengan belantik atau pengusaha industri, yaitu belantik/pedagang ikan atau pengusaha industri olahan ikan memberi uang yang dikenal dengan cegatan atau ambaan kepada nelayan sebelum melaut. Besarnya cegatan yang dibayarkan berbeda-

40 beda, tergantung kemampuan belantik dan pemilik industri serta ukuran kapal atau keahlian nelayan dalam mendapatkan ikan. Cegatan atau ambaan ini dilakukan agar hasil tangkapan nelayan dijual kepada pihak yang membayar cegatan dan tidak dijual kepada pedagang lain. Hasil wawancara dengan pedagang besar adalah cegatan sebesar Rp50-75 juta untuk perahu besar dengan peralatan baik dan Rp5 juta untuk perahu kecil. Sedangkan pedagang kecil memperoleh hasil tangkapan dari kapal-kapal besar dengan membayar cegatan atau ambaan kepada nelayan sebesar Rp500.000,00. Berdasarkan hasil wawancara dengan para pedagang ikan atau belantik di PPP Muncar, cukup banyak kendala yang ada dalam pemasaran, antara lain pembayaran dari pihak pabrik yang seringkali terlambat, ikan tidak habis terjual pada saat musim ikan karena kebutuhan pabrik sudah dipenuhi oleh pedagang ikan lainnya, ikan yang tidak habis terjual pada hari ikan didaratkan dibiarkan begitu saja sehingga mengalami penurunan mutu dan harga bila dijual keesokan harinya. Namun sebagian pedagang lebih memilih menjual ikan di hari yang sama pada saat ikan didaratkan dan ikan yang mutunya turun dijual ke industri penepungan dengan harga rendah, yaitu dari Rp3.000,00 per kilogram menjadi Rp1.500,00 per kilogram atau berkurang hingga 50%. Selain itu ikan yang dijual ke pabrik ditimbang kembali dan dipotong 5-7% sebagai pengganti berat air. Ada pula harga ikan yang dipotong oleh pihak industri Rp100,00 per kilogram untuk berat es. Bagi pedagang yang memperoleh ikan dari nelayan dan langsung menjual ikan dagangannya kepada konsumen, kendala dalam pemasaran adalah letak pasar yang cukup jauh sehingga memerlukan biaya transportasi, yaitu bahan bakar untuk sepeda motor pribadi, serta diperlukan es lebih banyak. (3) Pendistribusian hasil tangkapan Proses distribusi dimulai dari hasil tangkapan yang telah disortir didaratkan ke dermaga dan dibawa ke tempat pembeli yang telah menunggu di sekitar dermaga atau di TPI. Hasil tangkapan yang diperjualbelikan di dermaga tidak ditimbang terlebih dahulu, tetapi beratnya diketahui dari ukuran wadah yang sudah biasa dipakai, yaitu timba/ember cat yang berkapasitas 20 kg dan keranjang bambu/kudung yang berkapasitas 100-125 kg. Sebaliknya pedagang yang berada di TPI melakukan penimbangan hasil tangkapan yang telah dibeli dari beberapa

41 nelayan dan pedagang kecil dengan timbangan milik mereka sendiri. Kemudian dilakukan transaksi penjualan dengan harga yang sesuai dengan mutu ikan. Ikan yang telah selesai diperdagangkan dibawa ke tempat industri. Sebelum keluar dari pelabuhan, ikan yang diangkut tersebut dicatat oleh petugas TPI di dua pos yang tersebar di pintu keluar bagi kendaraan pengangkut tersebut bila akan keluar pelabuhan. Jumlah retribusi untuk ikan yang berjumlah minimal sekitar 10 kwintal dan diangkut dengan menggunakan truk atau beberapa becak motor, ditentukan dengan cara melihat jenis ikan dan menghitung jumlah keranjang atau kudung yang diangkut tersebut. Selanjutnya dilakukan pencatatan data pemilik alat tangkap, jenis ikan, dan jumlah ikan. Pemilik dari alat tangkap atau nelayan juragan tersebut dapat diketahui dengan cara melihat tanda atau ciriciri yang terdapat di bagian luar keranjang, biasanya berupa gambar, tulisan, atau warna cat. Maka petugas TPI harus hapal dengan tanda kepemilikan tersebut agar penagihan uang retribusi tidak tertukar dengan nelayan juragan lainnya. Kesepakatan yang terjalin diantara nelayan dan petugas TPI dalam penarikan retribusi bahwa satu keranjang yang kapasitasnya penuh atau 100-125 kg dianggap berisi 80 kg. Dengan demikian didapat jumlah hasil tangkapan yang dikenakan retribusi sebesar jumlah keranjang penuh dikalikan dengan 80 kg. Keranjang yang berisi ¾ ikan dihitung 60 kg, ½ keranjang dihitung sebanyak 40 kg, dan ¼ keranjang dihitung sebanyak 20 kg. Selanjutnya petugas TPI menagih uang retribusi sebesar 2% dengan cara mendatangi kediaman para nelayan juragan satu per satu. Hasil tangkapan yang berjumlah sedikit dan diangkut dengan menggunakan becak, becak motor, atau sepeda motor, besarnya retribusi ditentukan dengan cara mengambil hasil tangkapan sebanyak satu sampai dua buah piring per keranjang. Ikan-ikan tersebut kemudian dikumpulkan dan dijual dengan harga yang layak. Hasil penjualan tersebutlah yang akan menjadi nilai retribusi. Cara pengambilan retribusi dengan menggunakan piring tersebut dapat merusak hasil tangkapan karena benturan yang terjadi antara piring dengan ikan. Untuk mengurangi kerusakan fisik pada ikan seharusnya ikan yang diambil untuk retribusi sudah dipisahkan oleh nelayan, atau petugas TPI hanya mengambil ikan retribusi dari satu wadah saja dan tidak mengambil ikan pada setiap wadah.

42 (i) (ii) Gambar 9 (i) Alat timbangan milik pedagang (ii) Becak angkut di TPI tahun 2009. tahun 2009. (4) Penanganan ikan Penanganan ikan dilakukan sejak ikan ditangkap dengan cara disimpan di dalam palkah kapal dan diberi es. Sebelum terisi oleh hasil tangkapan, palkah dijadikan tempat untuk menyimpan es sejak dilakukan persiapan perbekalan. Pada kapal purse seine terdapat 6 palkah untuk menyimpan es atau hasil tangkapan. Palkah-palkah tersebut diberi nomor secara berurut. Pengisian palkah dilakukan secara berurut dari nomor satu dan seterusnya. Fungsi dari tindakan ini adalah agar mutu hasil tangkapan tidak tercampur pada setiap tahap penangkapan. Semakin akhir hasil tangkapan yang diperoleh dari penangkapan, tentu mutunya lebih bagus dibandingkan mutu hasil tangkapan pada operasi penangkapan pertama kali apabila tidak diberi penanganan yang baik. Saat hasil tangkapan didaratkan, penanganan ikan dilakukan hanya dengan menambah es bila dianggap perlu atau bila es sudah mencair. Hal tersebut hanya dilakukan oleh pedagang. Supplier atau perantara tidak melakukan penanganan khusus pada hasil tangkapan tersebut, tetapi hanya dengan segera mengantarkan hasil tangkapan ke industri begitu pendaratan selesai dilakukan. Hasil tangkapan cenderung diperlakukan dengan tidak hati-hati sehingga menyebabkan ikan rusak. Selain itu terdapat kesalahan dalam hal penanganan ikan yang dilakukan oleh pedagang, seperti menambahkan air kolam pelabuhan ke dalam wadah hasil tangkapan, membolak-balik atau mengaduk-aduk hasil tangkapan di dalam wadah, memindahkan hasil tangkapan dari wadah yang satu

43 ke wadah yang lainnya dengan tidak hati-hati atau sedikit dibanting, menyeret hasil tangkapan yang berukuran besar, dan lain sebagainya. Pada beberapa nelayan bagan, penanganan hasil tangkapan dilakukan dengan cara membiarkan hasil tangkapan untuk tetap hidup di dalam jaring yang masih mengapung di perairan pada saat hauling terakhir. Hasil tangkapan tersebut baru diangkat saat akan kembali menuju fishing base, sedangkan yang dilakukan nelayan gillnet dalam mempertahankan mutu hasil tangkapannya adalah dengan cara menambahkan air laut ke dalam box hasil tangkapan. 2) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengolahan ikan Aktivitas yang termasuk kelompok ini adalah pembekuan ikan dan pengolahan ikan. Kedua aktivitas tersebut tidak dilakukan oleh pihak pelabuhan, tetapi dilakukan oleh pihak industri. Aktivitas pembekuan ikan dilakukan oleh industri yang berlokasi di luar pelabuhan, sedangkan aktivitas pengolahan ikan dilakukan oleh industri baik yang berlokasi di dalam pelabuhan, yaitu industri ubur-ubur dan pengasinan, maupun industri yang berlokasi di luar pelabuhan, seperti industri pengalengan, pemindangan, pengasinan, penepungan, dan terasi, yang berjarak paling dekat 20 meter dari gerbang pelabuhan. 3) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan unit penangkapan ikan (1) Tambat Tambat di PPP Muncar dilakukan di dermaga pelabuhan, di dermaga sisi luar pelabuhan, di tepi pantai sekitar pelabuhan, dan di luar kolam pelabuhan. Kapal yang ditambatkan di luar dermaga pelabuhan dikarenakan kolam pelabuhan yang dangkal sehingga untuk kapal motor tempel yang berukuran besar tidak dapat bertambat labuh di dalam kolam pelabuhan. Nelayan menambatkan kapalnya antara lain pada bollard, tiang listrik di dermaga, batu besar pada breakwater, dan pasak di tepi pantai. (2) Perbaikan kapal dan mesin Perbaikan kapal biasanya dilakukan di area kolam pelabuhan. Namun ada juga perahu-perahu kecil yang diperbaiki di tepi pantai. Perbaikan mesin dapat dilakukan di bengkel pelabuhan.

44 (3) Pembuatan kapal Proses pembuatan kapal dilakukan di lahan dock yang terletak di sebelah pom bensin pelabuhan. Dock tersebut hanya berfungsi sebagai tempat pembuatan kapal, bukan tempat untuk memperbaiki kapal. Lahan dock tersebut dapat menampung tiga buah kapal berukuran 30 GT. Lahan sekitar dock yang tidak terpakai digunakan sebagai tempat parkir truk. (4) Perbaikan alat tangkap Perbaikan alat tangkap dapat dilakukan di sebelah kantor UPT pelabuhan dan di TPI. Biasanya alat tangkap yang diperbaiki di TPI ini adalah jenis alat tangkap purse seine. Sebelum diperbaiki, nelayan memeriksa keadaan alat tangkap apakah ada kerusakan atau tidak pada saat pendaratan hasil tangkapan. Alat tangkap tersebut dipindahkan dari perahu sedikit demi sedikit ke atas truk dan dari atas truk sudah menunggu beberapa orang nelayan yang memeriksa keadaan jaring sambil menyusun jaring tersebut. Perahu disandarkan dengan sisi lambung perahu menyentuh dermaga dan truk diparkir sejajar dengan perahu di tepi dermaga untuk mempermudah proses perpindahan alat tangkap. Gambar 10 Pemindahan alat tangkap purse seine tahun 2009. 4) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan kebutuhan melaut (1) Penyediaan air Air bersih di PPP Muncar diperoleh dengan menggunakan enam unit alat pompa yang pengadaannya dilakukan secara berangsur sejak tahun 1997. Sebelumnya, yaitu pada tahun 1994 sudah ada pengadaan alat pompa air laut yang

45 berjumlah dua unit dan menara air, namun alat tersebut sudah rusak. air bersih yang digunakan di TPI bersumber dari PDAM, sedangkan air bersih yang digunakan nelayan untuk perbekalan melaut dibeli di mushola pelabuhan atau di pabrik sekitar pelabuhan dengan menggunakan dirigen seharga Rp1.000,00 per becak. Biaya tersebut masuk ke kas mushola atau pabrik untuk membayar listrik. (2) Penyediaan es Penyediaan es untuk kebutuhan melaut dilakukan oleh pihak KUD, swasta, dan pemerintah. KUD memiliki pabrik es yang terletak di luar pelabuhan yang berjarak sekitar 300 meter dari pelabuhan, sedangkan lima pabrik es milik swasta terletak di Kecamatan Muncar, serta pabrik es milik pemerintah yang terletak di luar Kecamatan Muncar. Terdapat sebuah bangunan kecil di dalam area pelabuhan yang merupakan milik pengecer dan digunakan sebagai tempat penjualan dan penyimpanan atau persediaan es untuk sementara waktu sebelum es dijual kepada nelayan. Ada pula es yang diangkut dengan menggunakan truk dan selanjutnya langsung dibawa ke perahu. Harga es per balok adalah Rp5.500,00 untuk pelanggan tetap, sedangkan harga bagi pembeli yang tidak berlangganan adalah Rp6.000,00 per balok. Besarnya kebutuhan es pada saat musim ikan dapat mencapai 7.000 balok per hari, namun bila sedang tidak musim ikan bisa saja tidak ada satu pun balok yang diperlukan karena tidak ada nelayan yang melaut. Gambar 11 Pengangkutan es dengan truk tahun 2009. (3) Penyediaan BBM Di dalam PPP Muncar terdapat pom bensin milik Pertamina yang terletak di bagian utara pelabuhan. Harga solar adalah Rp4.500,00 per liter untuk pembelian

46 secara tunai, sedangkan harga untuk pembelian dengan hutang adalah Rp5.000,00 per liter. Satu unit tangki BBM berkapasitas 50.000 liter dapat digunakan oleh pengguna pelabuhan, sedangkan persedian solar yang diberikan kepada nelayan berkisar antara 600-700 ton per hari. Jumlah ini tentu saja tidak mencukupi kebutuhan seluruh nelayan Muncar untuk melaut, oleh karena itu nelayan membeli solar ke dua pom bensin yang terletak di Kecamatan Muncar. (4) Penyediaan kebutuhan konsumsi Jenis trip yang biasa dilakukan oleh nelayan di PPP Muncar adalah one day fishing, sehingga tidak memerlukan konsumsi khusus untuk perbekalan melaut dan nelayan menyiapkan persediaan makanan masing-masing. Namun di area pelabuhan juga banyak terdapat warung makanan dan perbekalan yang dapat digunakan nelayan dan pengunjung. 5) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan pelabuhan perikanan (1) Pengelola fasilitas non komersial (UPT) Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1990 yang menetapkan Pangkalan Pendaratan Ikan sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas Perikanan Daerah, maka dibentuk suatu organisasi pengelola yang diberi nama Badan Pengelola Pangkalan Pendaratan Ikan (BPPPI). Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/MK/2004, Muncar ditingkatkan statusnya dari Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) (UPT PPP Muncar, 2009). Tugas pokok UPT Pelabuhan Perikanan Pantai adalah sebagai berikut: Melaksanakan teknis pengelolaan PPP, memberikan bimbingan dan pembinaan kepada nelayan atau bakul, pengolah hasil perikanan, serta menyusun statistik dengan petunjuk dan kebijaksanaan yang diberikan oleh Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Melaksanakan kegiatan PPP sesuai dengan uraian tugas dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

47 Melaksanakan pengamanan, pengawasan, dan pengendalian teknis atas pelaksanaan tugas dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur. Jumlah pegawai yang bekerja di UPT pada tahun 2008 adalah sebanyak 15 orang. Sebagian besar pegawai yang bekerja tersebut menempuh pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau sederajat, yaitu berjumlah 9 orang. Dari keseluruhan karyawan, 3 orang memiliki latar belakang pendidikan Strata 1 (S1), 2 orang diantaranya berasal dari jurusan perikanan, sedangkan 1 orang lainnya berasal dari jurusan pertanian. Selanjutnya 1 orang berlatar belakang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan 2 orang berpendidikan Sekolah Dasar (SD). Struktur organisasi PPP terdiri dari tiga unsur, antara lain unsur pemimpin, yaitu seseorang yang diserahi tugas sebagai Kepala Pelabuhan Perikanan Pantai; unsur pembantu pemimpin, yaitu seseorang yang diserahi tugas sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha yang bertanggungjawab kepada Kepala PPP; dan unsur pelaksana, yaitu beberapa orang yang diserahi tugas sebagai Kepala Seksi, diantaranya Kepala Seksi Kenelayanan, Seksi Pengusahaan Jasa, dan Kepala Seksi Sarana, bertanggung jawab kepada Kepala PPP. Struktur organisasi UPT PPP Muncar dapat dilihat pada Gambar 12. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kepala Pelabuhan Sub Bagian Tata Usaha Seksi Kenelayanan Seksi Pengusahaan Jasa Seksi Sarana Sumber: UPT PPP Muncar, 2009 Gambar 12 Struktur organisasi UPT PPP Muncar tahun 2008.

48 Kegiatan operasional yang dilakukan oleh UPT, yaitu: 1) Kegiatan penarikan pas masuk dan parkir Kegiatan penarikan pas masuk dilakukan di pos jaga gerbang pelabuhan. Penarikan pas masuk tersebut meliputi pas masuk untuk orang, sepeda, becak, kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat atau lebih. Sesuai dengan kondisi PPP Muncar yang terletak di antara dua dusun, yaitu Dusun Sampangan dan Dusun Kalimati, maka penarikan pas masuk dapat dilakukan apabila yang bersangkutan membawa ikan baik terhadap masyarakat luar atau pun masyarakat yang bersangkutan. Kendaraan roda empat dengan tujuan rekreasi, sales dan study tour dapat dipungut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kegiatan penarikan parkir meliputi parkir untuk kendaraan roda empat atau lebih (truk ikan) dan sepeda nelayan yang dititipkan ketika sedang melaut. Biaya untuk truk satu kali masuk adalah Rp1.500,00, untuk bus dan kendaraan roda 4 adalah Rp1.000, sedangkan untuk sepeda, becak, dan motor dikenakan biaya Rp500,00. 2) Kegiatan penarikan tambat labuh Kegiatan penarikan tambat labuh diberlakukan dua kelas tertentu, yaitu kapal berukuran 10-20 GT dan >20 GT. Kegiatan ini dilakukan setiap bulan dengan melakukan penarikan biaya secara door to door saat nelayan sedang tidak melaut, biasanya pada saat terang bulan. Besarnya biaya adalah sebesar Rp20.000,00 untuk kapal 10-20 GT dan Rp50.000 untuk kapal >20 GT. 3) Kegiatan penarikan sewa lahan dan gedung Kegiatan penarikan sewa lahan dilakukan terhadap lahan industri di dalam pelabuhan dan lahan docking. Kegiatan sewa gedung dilakukan terhadap pemakai gedung pemerintah di PPP kecuali yang dipergunakan oleh instansi terkait, Sat POL AIR, KUD Mino Blambangan, Petugas Syahbandar, Balai Pengobatan, dan Mushola. Biaya sewa lahan yang diberlakukan adalah sebesar Rp3.000 per m 2 per bulan, sedangkan untuk sewa gedung adalah Rp10.000 per m 2 dan Rp2.500 per m 2 untuk penyewaan gedung tanpa pemakaian listrik dan air. Bila gedung digunakan untuk acara sosial maka biaya sewa ditiadakan dan hanya perlu membayar biaya kebersihan sebesar Rp50.000.

49 4) Kegiatan penarikan jasa terhadap penggunaan alat Kegiatan penarikan jasa ini dilakukan bila terdapat peralatan PPP yang disewakan, misalnya box untuk menyimpan hasil tangkapan dan alat-alat perbaikan mesin, serta mesin pompa. Harga sewa box adalah Rp750 per buah per hari, sedangkan alat perbaikan mesin kapal dan mesin pompa adalah Rp5.000 per bulan. 5) Kegiatan penarikan lain-lain Kegiatan lain-lain yang dikenakan fee adalah penjualan es batu yang masuk ke pelabuhan. Biaya yang diberlakukan adalah Rp50 per balok es yang dibayar oleh pihak pabrik es. (2) Pengelola TPI Penyelenggaraan pelelangan ikan diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 32 Tahun 2003. Maksud dari penyelenggaraan pelelangan ikan, yaitu mendapatkan kepastian hukum, dan stabilitas harga yang layak bagi nelayan atau petani ikan maupun konsumen. Selain itu maksud dari penyelenggaraan pelelangan ikan adalah sebagai sarana pengumpulan data statistik perikanan dan sebagai pusat pembinaan nelayan atau petani ikan. Tujuan dari penyelenggaraan pelelangan ikan antara lain peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan atau petani ikan, peningkatan pengetahuan dan kemampuan nelayan atau petani ikan, pemberdayaan masyarakat nelayan atau petani ikan, serta peningkatan PAD. Ketentuan pidana untuk pelanggaran terhadap pasal 2, 4, 5, 7, dan 10 Perda 32 Tahun 2003, yaitu dikenakan pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda paling banyak lima juta rupiah (Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008). Rincian pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut: Pasal 2: Maksud dan tujuan Pasal 4: (1) Semua ikan hasil tangkapan nelayan harus dijual secara lelang di TPI. (2) Penjualan secara dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dapat diberlakukan juga terhadap hasil budidaya petani ikan. (3) Pengecualian terhadap ketentuan dimaksud pada ayat (1) pasal ini, hanya dilakukan atas izin Bupati atau pejabat yang ditunjuk.

50 Pasal 5: Penyelenggara pelelangan ikan harus menolak untuk menjual ikan yang ternyata beracun dan berbahaya. Pasal 7: (1) Untuk menyelenggarakan pelelangan ikan, penyelenggaraan lelang harus mendapat izin dari Bupati atau pejabat yang ditunjuk. (2) Izin dimaksud pada ayat (1) pasal ini diberikan atas permohonan penyelenggara pelelangan ikan. Pasal 10: (1) Penyelenggara pelelangan ikan wajib melaporkan kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk mengenai pelaksanaan tugasnya, baik teknis maupun administratif. (2) Tata cara dan bentuk laporan dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 33 Tahun 2003 tentang retribusi pelelangan ikan di Kabupaten Banyuwangi, retribusi TPI adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa pelayanan dan atau penyediaan Tempat Pelelangan Ikan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Wajib retribusi TPI adalah orang pribadi atau badan yang mendapat jasa pelayanan dan atau jasa tempat pelelangan ikan. Obyek retribusi adalah pelayanan penyediaan pelelangan ikan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Subjek retribusi adalah orang atau badan yang menggunakan fasilitas berupa tempat pelelangan ikan. Prinsip dan sasaran penetapan struktur serta besarnya tarif retribusi didasarkan atas tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak dan pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien berorientasi pada harga pasar. Berdasarkan Perda No.33 Tahun 2003 dan SK. Bupati No.28 Tahun 2004, besarnya tarif retribusi ditetapkan 4% dari harga transaksi penjualan hasil lelang pada saat itu, dengan rincian 2% dipungut dari nelayan atau petani ikan atau penjual dan 2% dipungut dari pedagang atau bakul atau pembeli. Rincian penggunaan hasil retribusi adalah 50% untuk Pemerintah Kabupaten (disetor ke kas daerah) dan 50% untuk penyelenggaraan, pemeliharaan, dan pembinaan pelelangan ikan. Rincian penggunaan hasil retribusi dari TPI milik propinsi diatur menurut kesepakatan kedua belah pihak (Pemkab dan Pemprop).

51 Selanjutnya dikatakan bahwa biaya penyelenggaraan, pemeliharaan, dan pembinaan pelelangan ikan sebesar 50% dimaksud setelah dijadikan 100% penggunaannya diatur sebagai berikut: 1) 50% untuk biaya penggajian karyawan penyelenggara lelang 2) 10% untuk biaya ongkos kantor, dengan rincian: (1) 5% untuk biaya pengadaan alat tulis kantor, pembayaran langganan listrik, telepon, dan air, serta biaya pengadaan perlengkapan kerja dan biaya perjalanan; (2) 5% untuk biaya perawatan gedung, kebersihan, keindahan, dan keamanan TPI, serta biaya biaya timbal balik jasa pemanfaatan fasilitas TPI; 3) 20% untuk biaya kesejahteraan nelayan/petani ikan dan keluarganya, meliputi biaya kematian, bantuan biaya kecelakaan, bantuan saat paceklik, biaya pendidikan anak nelayan/petani ikan, dan biaya kesehatan; 4) 5% untuk keuntungan bagi penyelenggara pelelangan ikan; 5) 10% untuk biaya pembinaan dan bimbingan nelayan; serta 6) 5% untuk biaya pembinaan dan bimbingan penyelenggaraan pelelangan ikan. 4.2.6 Fasilitas PPP Muncar Fasilitas yang terdapat di PPP Muncar terdiri dari fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang. 1) Fasilitas pokok (1) Lahan pelabuhan Lahan PPP Muncar seluas 55000 m 2 merupakan lahan yang terdiri dari 13800 m 2 PPI lama dan 41200 m 2 tambahan lahan dari hasil reklamasi masingmasing tahun 1965 dan 1994. Penggunaan lahan oleh para pemilik industri di dalam area pelabuhan dilakukan dengan cara menyewa lahan kepada pihak pengelola pelabuhan. Di wilayah yang terpisah dari pelabuhan, terdapat sebuah TPI yang bernama TPI Kalimoro yang merupakan hasil reklamasi dengan luas 1525 m 2. Lahan yang digunakan oleh para pemilik industri di dalam pelabuhan,

52 yaitu pengasin dan pengolah ubur-ubur, dikenakan biaya sewa yang dibayarkan kepada pengelola pelabuhan. (i) (ii) Gambar 13 (i) dan (ii) Lahan penjemuran ikan tahun 2009. (2) Dermaga Dermaga di PPP Muncar memiliki luas sebesar 6193 m 2. Selain itu terdapat jetty atau pier, yaitu tipe dermaga yang letaknya lebih menonjol ke laut dan biasanya dibangun untuk mendapatkan kedalaman yang diinginkan serta kedua sisinya yang dapat digunakan kapal untuk bertambat (Lubis et al., 2010). Luas jetty/pier tersebut adalah 800 m 2. Selain di dermaga, nelayan biasa menambatkan perahu yang berukuran kecil di sepanjang pantai sebelah utara pelabuhan. Fasilitas di dermaga yang digunakan untuk tambat adalah bollard yang terbuat dari kayu dan beton, serta tiang listrik. Cara kapal merapat di dermaga PPP Muncar adalah memanjang dimana sisi kapal sejajar dengan dermaga, cara tegak dimana haluan kapal menempel pada dermaga, dan cara miring dimana sisi depan kapal yang menempel pada dermaga. Keadaan dermaga di malam hari cukup gelap karena fasilitas lampunya sudah rusak, hanya beberapa saja yang masih bisa digunakan. Proses pembongkaran dan pendaratan hasil tangkapan yang dilakukan di malam hari tidak diterangi oleh lampu dermaga, melainkan dari lampu perahu yang melakukan pembongkaran, sedangkan untuk distribusi ikan dari dermaga sampai ke luar pelabuhan diterangi oleh lampu kendaraan.

53 (i) (ii) Gambar 14 Dermaga (i) di sebelah Barat, (ii) jetty/pier di sebelah Timur, tahun 2009. (3) Kolam pelabuhan Kolam pelabuhan di PPP Muncar memiliki luas sebesar 19751 m 2. Saat penelitian dilakukan, kolam tersebut tidak berfungsi secara optiimal karena terjadi pendangkalan di sebagian wilayah kolam, sehingga hanya kapal-kapal atau perahu-perahu berukuran kecil yang dapat bertambat labuh di dalam kolam pelabuhan. Kapal-kapal berukuran besar (KM 10-30 GT) biasanya bertambat labuh di bagian tepi alur pelayaran atau ditambatkan di luar kolam pelabuhan dengan menggunakan jangkar. (i) (ii) Gambar 15 (i) Pendangkalan kolam (ii) Kapal bertambat di luar kolam pelabuhan tahun 2009. tahun 2009. (4) Breakwater Breakwater atau penahan gelombang di PPP Muncar memiliki panjang total sebesar 170 meter yang terdiri dari breakwater di sisi kanan sepanjang 100 meter dan sisi kiri sepanjang 70 meter. Ditinjau dari bentuk bangunannya, breakwater