BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
DIAN PERDANA DARMAWAN PENGEMBANGAN AWAL SISTEM PEMBAWA OBAT POLIMERIK BERBASIS NANOPARTIKEL PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Mikroorganisme Uji Propionibacterium acnes (koleksi Laboratorium Mikrobiologi FKUI Jakarta)

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi

4 Hasil dan Pembahasan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA)

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface).

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik

BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK

sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat sehingga memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya (Siregar, 1992). Telah diketahui bahwa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

PEMBAHASAN. I. Definisi

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

4. Emulsifikasi dan homogenisasi

KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN IX PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT (REKRISTALISASI, SUBLIMASI, DAN TITIK LELEH)

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

F L U I D A S U P E R K R I T I K. Nosy Awanda Amrina Malahati Wilujeng Sulistyorini A

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom,

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan kristal merupakan persoalan. dalam sediaan suspensi parenteral terutama dalam melewati

P FORTIFIKASI KEJU COTTAGE

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pemberian pulveres kepada pasien ini dilakukan dengan cara

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Fakultas

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah temu kunci (Boesenbergia pandurata)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dihasilkan sebanyak 5 gram. Perbandingan ini dipilih karena peneliti ingin

3 Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V ANALISIS HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI

BAB III METODE PENELITIAN. Proses polimerisasi stirena dilakukan dengan sistem seeding. Bejana

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

a. Pengertian leaching

DRUG DELIVERY SYSTEM Dhadhang Wahyu Laboratorium Farmasetika Unsoed

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

KONSEP DASAR PENGE G RIN I GA G N

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS INDUSTRI TEACHING

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK FA2212

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar

Prinsip Dasar Pengolahan Pangan. Nyoman Semadi Antara, Ph.D. Pusat Kajian Keamanan Pangan (Center for Study on Food Safety) Universitas Udayana

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL

FORMULASI DAN EVALUASI MIKROEMULSI KETOKONAZOL DENGAN BASIS MINYAK ZAITUN SKRIPSI

HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak Rimpang Temulawak dan Hasil Pencirian Kurkuminoid

METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

A. LATAR BELAKANG MASALAH

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum

Transkripsi:

4 HSIL PERCON DN HSN Parameter dalam proses emulsifikasi penguapan pelarut yang mempengaruhi ukuran partikel, potensial zeta, sifat hidrofil dan pengisian obat meliputi: (i) Intensitas dan durasi homogenisasi; (ii) jenis dan jumlah emulgator, polimer dan zat aktif; dan (iii) profil pengerasan partikel (penguapan pelarut) (Gupta, 2006). Faktor kritis yang menentukan keberhasilan proses pembuatan nanocarrier (ukuran dan morfologinya) yang diteliti pada studi ini adalah kecepatan dan jenis alat untuk emulsifikasi, jenis polimer, jenis dan konsentrasi emulgator, fase organik, dan pengisian zat aktif. Pada penelitian ini, kecepatan yang digunakan adalah 13.500 rpm. Peningkatan kecepatan homogenisasi akan mengakibatkan nanocarrier mengendap dan menempel pada alat (Homogeniser Ultra-Turrax T23). Kecepatan pengadukan mempengaruhi ukuran globul polimer yang teremulsi. Semakin tinggi kecepatan homogenisasi maka ukuran globul akan semakin kecil. Proses homogenisasi dapat menghasilkan energi yang dapat digunakan untuk menurunkan tegangan permukaan dan membantu memperbesar luas permukaan globul sehingga didapatkan ukuran globul yang lebih kecil. kan tetapi masalah yang timbul akibat pengecilan ukuran globul yang luar biasa adalah terjadinya aglomerasi. Dua buah globul akan mengalami koalesensi jika jarak antara kedua globul tersebut kurang dari 1 nm (Gupta, 2006). Oleh karena itu, selain pengaturan kecepatan homogenisasi secara optimal, pengecilan globul juga harus distabilkan dari proses koalesensi. eberapa cara yang dapat dilakukan adalah menambahkan zat penstabil, dalam penelitian ini digunakan PV, atau dengan mempercepat proses pembentukan nanocarrier (kecepatan penguapan fase organik). Penambahan surfaktan pada sistem ini akan menurunkan tegangan permukaan. Dengan demikian dengan energi yang sama, yang berasal dari proses homogenisasi, diharapkan dapat diperoleh ukuran partikel yang lebih kecil. Sedangkan mempercepat proses pembentukan nanocarrier atau meningkatkan kecepatan penguapan fase organik memiliki mekanisme yang berbeda. ila penguapan fase organik 25

26 dapat dipercepat, maka diharapkan globul yang masih berukuran kecil dapat mengeras terlebih dahulu sebelum berkoalesensi dengan globul lainnya. Hal ini lebih menguntungkan karena suspensi dengan nanocarrier yang telah memadat secara fisik stabil walaupun tanpa menggunakan zat penstabil (Niwa et al., 1993). 4.1 Pengaruh Fase Organik terhadap Karakteristik Nanocarrier HPMCP HP-55 Fase organik yang digunakan pada pembuatan nanocarrier HPMCP HP-55 terdiri dari aseton, metanol dan diklorometan. Pengamatan pengaruh fase organik terhadap karakteristik nanocarrier ditunjukkan pada gambar 4.1, 4.2, dan 4.3. Gambar 4.1 Suspensi nanocarrier HPMCP HP-55 tanpa menggunakan diklorometan () dan dengan menggunakan diklorometan (). Gambar 4.2 Pengamatan mikroskopik suspensi nanocarrier menggunakan mikroskop cahaya (perbesaran 1000x) nanocarrier HPMCP HP-55 tanpa menggunakan diklorometan () dan dengan menggunakan diklorometan ().

27 Gambar 4.3 Pengamatan mikroskopik nanocarrier dengan scanning electron microscopy (SEM) nanocarrier HPMCP HP-55 tanpa menggunakan diklorometan () dan dengan menggunakan diklorometan (). HPMCP hanya mengembang dan tidak dapat larut didalam diklorometan (Rowe et al., 2006). Tetapi diklorometan perlu digunakan dalam fase organik untuk membentuk globul stabil sehingga nanocarrier yang diperoleh dapat berbentuk sferis. seton merupakan pelarut yang baik bagi HPMCP HP-55 karena HPMCP mudah larut baik didalamnya, begitu juga dalam pelarut campur aseton-metanol (1:1) (Rowe et al., 2006). Tetapi penggunaan fase organik hanya aseton-metanol meningkatkan polaritas fase organik menyebabkan fase organik bercampur dengan air sehingga tidak dihasilkan globul yang sferis dan nanocarrier yang dihasilkan pun berbentuk nonsferis. Peningkatan diklorometan sebagai fase organik menyebabkan peningkatan ukuran nanocarrier akibat dari terjadinya pengembangan HPMCP HP-55 dan bukan pelarutan yang diharapkan. Penambahan metanol akan meningkatkan polaritas fase organik sehingga tegangan permukaan antar fase berkurang dan ketercampuran dengan air semakin tinggi. Hal ini mengakibatkan diperolehnya globul yang lebih kecil. Tetapi metanol merupakan pelarut yang berbahaya dan titik didihnya yang relatif tinggi menyebabkan fase organik lebih sulit diuapkan. Sehingga penggunaan diklorometan dan metanol lebih sedikit dari aseton. 4.2 Pengaruh Emulgator terhadap Karakteristik Nanocarrier HPMCP HP-55 Pada penelitian ini dibandingkan dua emulgator yaitu Tween 80 dan polivinilalkohol (PV). Pengamatan pengaruh emulgator terhadap karakteristik nanocarrier ditunjukkan pada gambar 4.4, 4.5, dan 4.6.

28 C Gambar 4.4 Suspensi nanocarrier HPMCP HP-55 menggunakan Tween 80 1% (), PV 0,1% (), dan PV 0,5 % (C). C Gambar 4.5 Pengamatan mikroskopik suspensi nanocarrier menggunakan mikroskop cahaya (perbesaran 1000x) nanocarrier HPMCP HP-55 menggunakan Tween 80 1% (), PV 0,1% (), dan PV 0,5 % (C). Gambar 4.6 Pengamatan mikroskopik nanocarrier dengan scanning electron microscopy (SEM) nanocarrier HPMCP HP-55 menggunakan Tween 80 1% () dan PV 0,1% (). Pengembangan formulasi dengan Tween 80 tidak dilanjutkan karena bentuknya yang cair menyebabkan partikel sulit untuk dikeringkan sedangkan tujuan akhir perolehan nanocarrier pada penelitian ini adalah dalam keadaan kering. Selain itu untuk

29 mendapatkan suspensi dengan penampilan yang benar-benar baik diperlukan konsentrasi Tween 80 yang tinggi hingga 10% yang tidak efektif dari aspek formulasi. PV dapat memberikan hasil yang lebih baik dengan konsentrasi lebih rendah. Pada konsentrasi 0.5%, PV mengganggu dalam proses pengeringan sehingga konsentrasi PV diturunkan hingga 0,1% dan masih memberikan hasil yang sama dilihat dari kejernihan suspensi dan pengamatan mikroskop cahaya. Pemberian emulgator dalam fase air tidak mempengaruhi ukuran partikel secara langsung tetapi emulgator dapat menstabilkan globul-globul yang terbentuk pada saat emulsifikasi sehingga tidak bersatu kembali. Hal ini yang menyebabkan partikel yang terbentuk dapat terjaga tetap lebih kecil, selain itu persentase perolehan kembali (dengan cara sentrifugasi) akan meningkat pula (Niwa et al., 1993). Jenis emulgator yang digunakan juga dapat memberikan pengaruh pada persentase pengisian obat (Gupta, 2006). 4.3 Pengaruh Fase Organik terhadap Karakteristik Nanocarrier Eudragit RL PO Fase organik yang digunakan pada pembuatan nanocarrier HPMCP HP-55 terdiri dari diklorometan dan aseton. Pengamatan pengaruh fase organik terhadap karakteristik nanocarrier Eudragit RL PO ditunjukkan pada gambar 4.7 dan 4.8. Gambar 4.7 Suspensi nanocarrier Eudragit RL PO tanpa menggunakan aseton () dan dengan menggunakan aseton ().

30 Gambar 4.8 Pengamatan mikroskopik nanocarrier menggunakan mikroskop cahaya (perbesaran 1000x + 4x (zoom kamera)) nanocarrier Eudragit RL PO tanpa menggunakan aseton () dan dengan menggunakan aseton (). seton ditambahkan untuk mengurangi tegangan permukaan antara fase air dan fase organik karena sifatnya yang dapat bercampur dengan air. Hal ini menyebabkan tegangan permukaan antara fase air dan organik menjadi kecil sehingga ukuran globul dapat diperkecil. Pada penelitian sebelumnya, penambahan aseton kedalam fase organik yang berupa diklorometan dapat mengurangi ukuran partikel hingga 400-500 nm (Niwa et al., 1993). 4.4 Pengaruh Jenis Polimer terhadap Karakteristik Nanocarrier Polimer yang dibandingkan adalah HPMCP HP-55 dan Eudragit RL PO. Pengamatan pengaruh jenis polimer terhadap karakteristik nanocarrier ditunjukkan pada gambar 4.9, 4.10, dan 4.11. Gambar 4.9 Suspensi nanocarrier HPMCP HP-55 () dan suspensi nanocarrier Eudragit RL PO ().

31 Gambar 4.10 Pengamatan mikroskopik suspensi nanocarrier menggunakan mikroskop cahaya (perbesaran 1000x + 4x (zoom kamera)) nanocarrier HPMCP HP-55 () dan nanocarrier Eudragit RL PO (). Gambar 4.11 Pengamatan mikroskopik nanocarrier dengan scanning electron microscopy (SEM) nanocarrier HPMCP HP-55 () dan nanocarrier Eudragit RL PO (). Hasil pengamatan nanocarrier menunjukkan bahwa kedua polimer dapat menghasilkan nanocarrier dengan karakteristik fisik yang baik. Nanocarrier dari HPMCP HP-55 memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan Eudragit RL PO. Sifat Eudragit RL PO yang mudah membentuk film menyebabkan Eudragit RL PO bersifat lebih lengket ketika dalam keadaan larut. Hal ini menyebabkan kecenderungan penggabungan globul pada nanocarrier Eudragit RL PO mudah terjadi sehingga ukuran partikel relatif lebih besar. Jenis polimer yang digunakan, selain mempengaruhi karakteristik nanocarrier, juga perolehan kembali obat dan kandungan obat dalam nanocarrier. Hal ini ada hubungannya dengan kelarutan polimer dalam fase dimana polimer tersebut dilarutkan. Kelarutan polimer yang rendah pada fase organik juga mempengaruhi perolehan kembali nanocarrier (Niwa et al., 1993) 4.5 Pengaruh Zat ktif terhadap Karakteristik Nanocarrier Pengembangan formula yang terbaik dari kedua polimer dilanjutkan dengan penambahan zat aktif. Zat aktif hidrofilik yang digunakan sebagai model adalah INH dan papain.

32 4.5.1 Pengaruh Penambahan INH terhadap Karakteristik Nanocarrier INH digunakan sebagai model zat aktif hidrofilik yang larut pada fasa organik. Pengamatan pengaruh penambahan INH terhadap karakteristik nanocarrier ditunjukkan pada gambar 4.12, 4.13 dan 4.14. Gambar 4.12 Suspensi nanocarrier HPMCP HP-55 mengandung INH () dan nanocarrier Eudragit RL PO mengandung INH () Gambar 4.13 Pengamatan mikroskopik menggunakan mikroskop cahaya (perbesaran 1000x + 4x (zoom kamera)) nanocarrier HPMCP HP-55 mengandung INH () dan nanocarrier Eudragit RL PO mengandung INH () Gambar 4.14 Pengamatan mikroskopik nanocarrier dengan scanning electron microscopy (SEM) nanocarrier HPMCP HP-55 mengandung INH () dan nanocarrier Eudragit RL PO mengandung INH ().

33 Penamb ahan obat ke dalam nanocarrier menyebabkan peningkatan ukuran nanocarrier secara signifikan yang dapat diamati baik dari suspensi yang menjadi lebih keruh ataupun dari pengamatan secara mikroskopik. INH dapat larut baik didalam fase organik maupun fase air. Hal ini menyebabkan risiko tinggi adanya kebocoran zat aktif yang diisikan ke dalam nanocarrier. Ditambah lagi kelarutan INH dalam air yang cukup besar. Hal ini dapat dicegah dengan mengatur ph fase air sehingga kelarutan zat aktif dalam air berkurang. Selain mencegah kebocoran, pengaturan ph juga dapat meningkatkan kandungan obat dalam nanocarrier (Niwa et al., 1993). 4.5.2 Pengaruh Penambahan Papain terhadap Karakteristik Nanocarrier Papain digunakan sebagai model zat aktif hidrofilik yang tidak larut pada fasa organik. Pengamatan pengaruh penambahan papain terhadap karakteristik nanocarrier ditunjukkan pada gambar 4.15, 4.16, dan 4.17. Gambar 4.15 Suspensi nanocarrier HPMCP HP-55 mengandung papain () dan nanocarrier Eudragit RL PO mengandung papain (). Gambar 4.16 Pengamatan mikroskopik nanocarrier menggunakan mikroskop cahaya (perbesaran 1000x + 4x (zoom kamera)) nanocarrier HPMCP HP-55 mengandung papain () dan nanocarrier Eudragit RL PO mengandung papain ().

34 Gambar 4.17 Pengamatan mikroskopik nanocarrier dengan scanning electron microscopy (SEM) nanocarrier Eudragit RL PO mengandung papain. Papain digunakan sebagai model untuk protein terapeutik. Penambahan papain dalam nanocarrier dilakukan menggunakan cara emulsi ganda sehingga globul yang terbentuk sangat besar. Variasi proses dengan emulsi ganda (air/organik/air) digunakan untuk zat aktif yang hanya larut pada air dan tidak bisa larut dalam fase organik. Jumlah emulgator pada emulsi pertama (air/organik) harus jauh lebih besar dibandingkan dengan emulsi kedua (air/organik/air) karena ukuran globul dari emulsi pertama perlu agar jauh lebih kecil dari pada globul dari emulsi bagian luar kedua (Gupta, 2006). Pada penelitian ini, emulsi pertama tidak menggunakan emulgator sehingga didapatkan partikel yang relatif sangat besar. 4.6 Faktor Lain yang Mempengaruhi Pembentukan Nanocarrirer Selain faktor diatas, faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi pembentukan nanocarrier antara lain intensitas dan durasi homogenisasi, dan kecepatan penguapan pelarut organik. 4.6.1 Pengaruh Intensitas dan Durasi Homogenisasi terhadap Pembentukan Nanocarrier Intensitas dan durasi homogenisasi berpengaruh langsung terhadap ukuran globul yang dihasilkan. Proses homogenisasi akan mengurangi ukuran globul. Peningkatan intensitas homogenisasi akan menurunkan ukuran globul hingga pada ukuran tertentu ukuran globul akan mencapai nilai stabil walaupun intensitas homogenisasi dinaikkan (Gupta, 2006). Pada penelitian ini peningkatan kecepatan emulsifikasi dari 13.500 rpm hingga 20.500 rpm tidak memberikan pengaruh yang cukup signifikan. Penambahan kecepatan emulsifikasi justru menimbulkan aglomerasi yang mengakibatkan polimer mengendap dan menempel pada alat. Hal ini disebabkan pada awal emulsifikasi, proses homogenisasi dengan cara pengadukan dengan kecepatan tinggi akan mempercepat penguapan pelarut hingga

35 konsentrasi polimer dalam fase dalam meningkat yang menyebabkan meningkatnya viskositas globul. Dalam keadaan ini globul menjadi lengket (Gupta, 2006) sehingga mudah menempel pada globul lain atau pada permukaan wadah dan alat. Selain dengan pengadukan, homogenisasi juga dapat dilakukan dengan menggunakan tekanan. Homogeniser tekanan tinggi menggunakan tekanan tinggi untuk memaksa cairan melalui kanal berukuran mikro dengan konfigurasi tertentu dan proses emulsifikasi terjadi melalui kombinasi mekanisme pelubangan, penyobekan dan benturan yang memperlihatkan efesiensi yang sempurna dalam proses emulsifikasi. Dalam penggunaan homogeniser tekanan tinggi, proses homogenisasi dapat dilakukan dalam beberapa kali putaran (multyple cycle) hingga didapatkan ukuran globul emulsi yang diinginkan (Gupta, 2006). Pada penelitian ini, diduga penggunaan jenis homogeniser yang kurang tepat pada proses emulsifikasi menyebabkan nanocarrier yang dihasilkan masih berukuran mikro. Diperlukan alat homogeniser yang memiliki intensitas lebih besar agar didapatkan ukuran globul dalam rentang nanometer. 4.6.2 Pengaruh Kecepatan Penguapan Pelarut terhadap Pembentukan Nanocarrier Kecepatan penguapan pelarut mempengaruhi proses pemadatan globul. Pada awal proses, globul masih cair dan berkoalesensi bila globul-globul berdekatan hingga kurang dari 1nm. Ketika sebagian pelarut menguap, globul akan lengket hingga pada saat sebagian besar pelarut menguap dan globul akan memadat. Sifat lengket ini berasal dari interaksi antara pelarut, polimer dan zat aktif (Gupta, 2006). ila proses penguapan berlangsung lambat, terdapat kemungkinan globul-globul akan menempel satu sama lain kembali. Pertumbuhan partikel terus berlangsung sebagai akibat dari koalesensi selama pelarut belum seluruhnya menguap hingga partikel tidak lengket. Selain itu proses penguapan yang lama dapat memungkinkan zat aktif yang dapat larut dalam fase luar untuk berpindah dari fase dalam ke fase luar.untuk mempercepat penguapan pelarut organik dapat dilakukan beberapa cara antara lain mengurangi tekanan udara dengan cara dilakukan pemvakuman atau menggunakan pelarut organik yang sangat mudah menguap seperti CO 2 superkritik.

36 4.7 Pengeringan Nanocarrirer Teknik pengeringan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kering beku (freeze-drying) atau liofilisasi. Liofilisasi dilakukan pada formula yang menggunakan tween 80 dan PV. Liofilisasi formula menggunakan tween 80 menghasilkan padatan transparan yang menempel pada dinding labu bundar. Disebabkan karena wujud tween 80 berupa cairan sehingga tidak bisa dikeringkan. Liofilisasi formula manggunakan PV menghasilkan suatu padatan liat dan ringan yang menyerupai spon. Hal ini disebabkan oleh rekristalisasi PV. Ketika konsentrasi PV diturunkan dan suspensinya dikeringkan dengan metode kering beku, massa liat yang terbentuk berkurang hingga menyerupai batu yang berongga dan porus. Disimpulkan bahwa teknik pengeringan yang telah diterapkan pada percobaan belum berhasil. Untuk mengatasi masalah ini diusulkan menggunakan emulgator lain yang lebih sesuai atau menambahkan cryoprotectant yang tepat. Penambahan cryoprotectant dapat mencegah penggumpalan partikel selama proses pembekuan (bdelwahed, 2006).