BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Seiring dengan perkembangan waktu selalu disertai dengan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung dalam beberapa tahun terakhir ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah disepakati oleh para pakar mengenai wilayah perkotaan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI PEMANFAATAN RUANG DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Erwindy, Jossy. Tesis Magister dengan judul Analisis Kesesuaian Lahan Sebagai Masukan

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

BAB I. PENDAHULUAN. luas, yang mengkaji sifat-sifat dan organisasi di permukaan bumi dan di dalam

PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PARIGI MAUTONG TAHUN 2008 DAN 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural,

ADITYA PERDANA Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor,

LOGO Potens i Guna Lahan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

PENDAHULUAN Latar Belakang

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. fungsi yang sangat penting bagi kegiatan pembangunan, demi tercapainya

ANALISA DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENYEDIAAN PANGAN DI WILAYAH JAWA TIMUR BAGIAN TENGAH

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata. berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber :

BAB I PENDAHULUAN I.1.

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

ANALISIS KESESUAIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DENGAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) DI KECAMATAN MARGOREJO KABUPATEN PATI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Lahan adalah bagian dari sumber daya alam yang makin terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STATISTIK LOGISTIK BINER DALAM UPAYA PENGENDALIAN EKSPANSI LAHAN TERBANGUN KOTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. waktu. Kota tidak bersifat statis, akan tetapi selalu bergerak, berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Suatu kota akan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu yang menyangkut aspek fisik, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan teknologi. Perkembangan fisik yang dimaksud menyangkut perubahan areal pada penggunaan lahan kekotaan maupun penggunaan lahan kedesaan (Yunus, 2000). Lahan terbangun banyak ditemui di daerah perkotaan karena pengaruh adanya kepadatan penduduk tinggi serta maraknya aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Banyak lahan tidur yang diubah menjadi lahan terbangun guna memenuhi kebutuhan manusia tersebut. Pembangunan di daerah perkotaan akan terus terjadi seperti permukiman penduduk, bangunan toko, perkantoran, fasilitas pendidikan maupun kesehatan, serta fasilitas lain penunjang kebutuhan masyarakat. Seiring berjalannya waktu, pembangunan di daerah perkotaan akan mencapai titik jenuh. Menurut Giyarsih (2001), kota yang telah mencapai titik jenuh dan tidak mampu menampung aktivitas manusia akan berdampak pada urbanisasi di pinggiran kota. Urbanisasi di pinggiran kota berdampak pada tingginya minat masyarakat pendatang untuk bermukim di wilayah tersebut. Pinggiran kota merupakan wilayah yang memiliki sifat kekotaan dengan masih adanya unsur-unsur desa di dalamnya. Dalam arti lain, pinggiran kota merupakan wilayah peralihan antara desa dengan kota. Dalam perkembangannya, pembangunan ke arah pinggiran kota akan mengakibatkan adanya penambahan ruang yang bersifat kekotaan di daerah pinggiran kota yang disebut dengan perkembangan sentrifugal (Yunus, 2005). Urbanisasi di pinggiran kota akan berdampak pada peningkatan aktivitas sosial ekonomi penduduk yang secara tidak langsung akan meningkatkan kebutuhan akan lahan. Menurut Miljkovic, et al. (2012) urbanisasi dalam banyak kasus telah memberi efek dramatis di wilayah pinggiran kota dan akan menyebabkan degradasi lahan. Selain urbanisasi, ada pula ruralisasi yang terjadi karena banyak masyarakat desa yang berpindah ke kota untuk bekerja, sehingga banyak yang memilih bermukim di daerah pinggiran kota karena berbagai pertimbangan salah 1

satunya seperti terhindar dari kemacetan lalu lintas maupun lingkungan yang masih nyaman untuk ditinggali. Wilayah pinggiran kota dapat tumbuh dengan cukup pesat menjadi wilayah perkotaan dan didominasi oleh lahan terbangun yang diperluas secara horisontal (Amoateng, et al. 2013). Menurut Astuti, dkk. (2012), permasalahan akibat perkembangan kota merupakan kecenderungan pergeseran fungsi-fungsi perkotaan ke daerah pinggiran perkotaan (urban fringe) yang lazim disebut proses perembetan kenampakan fisik perkotaan ke arah luar (fenomena gejala urban sprawl). Yunus (2008) menyatakan kondisi wilayah peri-urban atau pinggiran kota memang sangat dinamis apabila dibandingkan dengan daerah perkotaan maupun perdesaan. Hal ini disebabkan karena wilayah pinggiran kota menjadi sasaran pendatang yang berasal dari dalam kota, kota-kota lain maupun dari wilayah perdesaan untuk bertempat tinggal. Secara garis besar arah pengembangan wilayah Kabupaten Sleman dibagi menjadi dua strategi, yakni kawasan konservasi yang harus dijaga serta wilayah pengembangan. Untuk wilayah konservasi, Sleman Utara sebagai sumber resapan air, Sleman Barat untuk sumber pangan, dan Sleman Timur sebagai kawasan peninggalan budaya yaitu Candi Prambanan. Kecamatan Godean merupakan bagian wilayah Kabupaten Sleman yang berada di sebelah barat Kota Yogyakarta dan termasuk ke dalam wilayah pinggiran. Menurut dokumen RTRW Kabupaten Sleman tahun 2011-2031, kawasan perkotaan yang termasuk ke dalam pusat kegiatan nasional (PKN) Kecamatan Godean seluas kurang lebih 163 Ha sedangkan luas pusat kegiatan lokal (PKL) seluas 251 Ha. Daerah ini cukup berkembang dengan pesat menjadi kawasan perkotaan dan pusat kegiatan baru. Kawasan perkotaan di Kecamatan Godean meliputi Desa Sidoarum dan juga Desa Sidomoyo karena lebih dekat dengan pusat kota dibandingkan dengan desa lainnya. Faktor kedekatan dengan pusat kota ini menjadikan kedua desa tersebut banyak dipadati oleh bangunan seperti permukiman maupun bangunan lain pendukung aktivitas sosial ekonomi penduduk. Di wilayah Kecamatan Godean ini terkenal dengan usaha industri kecil dan mikro seperti kripik belut, genting dari tanah liat, serta batako. Daya tarik 2

Pasar Godean serta sentra kripik belut menjadikan wilayah ini sangat dikenal oleh masyarakat. Selain itu, potensi sumberdaya alam tanah liat cukup dimanfaatkan dengan baik seperti kerajinan genting, sehingga tak heran bila banyak ditemui industri genting di kecamatan ini. Tak hanya itu, saat ini banyak pula bermunculan minimarket karena wilayah yang semakin ramai dengan banyaknya permukiman baru. Dengan adanya fasilitas publik yang mendukung aktivitas masyarakat tersebut, tentu saja menjadi suatu daya tarik tersendiri untuk bertempat tinggal di wilayah ini, dan menyebabkan perkembangan wilayah dengan ciri-ciri kekotaan. Penggunaan lahan di wilayah yang termasuk ke pinggiran kota seperti Kecamatan Godean akan mengalami perubahan yakni dari penggunaan lahan untuk pertanian menjadi penggunaan lahan non-pertanian. Adanya konversi lahan pertanian ke non-pertanian tersebut dapat memberikan dampak terhadap wilayah sekitarnya. Luas lahan tidak akan pernah bertambah akan tetapi permintaan terhadap tanah terus meningkat untuk sektor non-pertanian. Proses konversi lahan yang terjadi di wilayah pinggiran kota jumlahnya dapat terus meningkat. Menurut Rosnila (2004), perubahan penggunaan lahan tidak dapat dihindari dalam suatu proses pelaksanaan pembangunan wilayah. Tentunya perubahan tersebut terjadi karena adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin meningkat demi menuju status mutu kehidupan yang lebih baik. Contoh nyatanya seperti meningkatnya kebutuhan akan ruang seperti permukiman, transportasi, maupun tempat rekreasi akan mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan di suatu wilayah. Rencana detail tata ruang (RDTR) dibuat untuk dapat dijadikan pedoman pembangunan suatu daerah. Dengan adanya perubahan penggunaan lahan yang terjadi, nantinya dapat diketahui kesesuaian fakta di lapangan dengan apa yang sudah direncanakan oleh pemerintah setempat. Sebab itu, perlu diketahui tingkat kesesuaian antara penggunaan lahan saat ini dengan yang sudah direncanakan dalam RDTR. Kesesuaian tersebut dapat dilihat melalui bentuk perubahan penggunaan lahan yang terjadi apakah sudah sesuai dengan rencana tata ruang. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui tingkat kesesuaian RDTR yang 3

sudah diterapkan hingga saat ini dan selanjutnya dapat diberikan suatu arahan kebijakan baru untuk mendukung terciptanya pembangunan berkelanjutan. 1.2 RUMUSAN MASALAH Perpindahan penduduk yang marak terjadi ke wilayah pinggiran kota menyebabkan kepadatan penduduk di wilayah pinggiran semakin bertambah. Jumlah penduduk yang meningkat akan berdampak pada bertambahnya berbagai macam aktivitas sosial ekonomi penduduk yang secara tidak langsung juga meningkatkan kebutuhan lahan. Hal ini dapat memicu terjadinya alih fungsi lahan untuk mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang meningkat tersebut. Alih fungsi lahan di wilayah pinggiran kota sudah banyak terjadi dalam beberapa kurun waktu terakhir ini. Lahan termasuk ke dalam sumberdaya yang terbatas dan kini menjadi kebutuhan manusia yang jumlahnya semakin berkurang dari waktu ke waktu. Menurut Nilsson, et al. (2014) wilayah peri-urban adalah suatu zona perubahan sosial ekonomi, zona restrukturisasi, dan juga zona pengembangan intensif yang dapat mempengaruhi keberadaan lahan di wilayah tersebut. Kebutuhan lahan oleh penduduk seharusnya diimbangi dengan ketersediaan lahan yang ada. Segala macam aktivitas masyarakat harus mampu mendukung penggunaan lahan sesuai dengan peruntukannya. Namun, sayangnya alih fungsi lahan banyak terjadi di wilayah pinggiran kota. Banyak lahan yang dikonversi untuk pemanfaatan baru akibat peningkatan aktivitas penduduk di wilayah tersebut. Alih fungsi lahan yang marak terjadi adalah dari lahan lahan pertanian yang kemudian diubah pemanfaatannya menjadi lahan non-pertanian. Peningkatan aktivitas penduduk dapat menambah jumlah alih fungsi lahan yang terjadi. Seperti yang terjadi di Kecamatan Godean, pertumbuhan penduduk semakin meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data Kecamatan Godean dalam angka tahun 2010, jumlah penduduk di kecamatan ini berjumlah 92.820 sedangkan pada tahun 2000 masih berjumlah 76.212 jiwa. Artinya dalam kurun waktu sepuluh tahun, pertumbuhan penduduk sebesar hampir 17.000 jiwa penduduk. Hal ini tentu saja berdampak pada peningkatan aktivitas penduduk 4

yang mendorong permintaan lahan juga ikut meningkat. Akibatnya, alih fungsi lahan sudah banyak terjadi di kecamatan ini. Sebanyak 4 Ha lahan persawahan berkurang dalam kurun waktu dua tahun yakni dari tahun 2010-2012, di mana tahun 2010 total luas lahan pertanian seluas 1.396 Ha dan berkurang menjadi 1.392 Ha pada tahun 2012 (BPS, 2012). Namun, menurut dokumen RTRW Kabupaten Sleman tahun 2011-2031, kecamatan ini termasuk ke dalam kawasan pertanian tanaman pangan beririgrasi di Selatan Selokan Mataram yang perlu dipertahankan. Alih fungsi lahan yang terjadi perlu diketahui kesesuaiannya dengan RDTR berdasarkan pada penggunaan lahan saat ini. Dokumen rencana detail tata ruang yang ada dapat digunakan sebagai acuan pembangunan suatu wilayah. Namun, tak selamanya dokumen ini sesuai dengan apa yang tejadi di lapangan. Hal inilah yang menarik untuk dikaji pada kasus alih fungsi lahan di wilayah pinggiran kota kaitannya dengan konsistensi RDTR terhadap penggunaan lahan eksisting. Dari pernyataan tersebut, diharapkan mampu menjawab pertanyaan: 1. Bagaimana alih fungsi lahan yang terjadi di Kecamatan Godean dari tahun 2009-2014? 2. Bagaimana kesesuaian perubahan penggunaan lahan dengan RDTR? 3. Bagaimana kecenderungan ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap fungsi kawasan dan faktor-faktor geografis setempat? 4. Apa saja arahan kebijakan yang dapat dikemukakan untuk mengatasi permasalahan yang ada? 1.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tentang kajian perubahan penggunaan lahan dan kesesuaiannya dengan rencana detail tata ruang wilayah adalah sebagai berikut: 1. Mengkaji perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Godean tahun 2009-2014. 2. Menilai kesesuaian perubahan penggunaan lahan yang terjadi dengan RDTR Kecamatan Godean tahun 2009-2029. 5

3. Mengkaji kecenderungan ketidaksesuaian penggunaan lahan berdasarkan fungsi kawasan dan faktor-faktor geografis. 4. Menyusun rekomendasi arahan kebijakan untuk mengatasi ketidaksesuaian antara penggunaan lahan yang ada dengan RDTR. 1.4 MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi beberapa pihak yang terkait masalah kesesuaian alih fungsi lahan terhadap RDTR di Kecamatan Godean dari tahun 2009 hingga 2014. Beberapa manfaat penelitian ini antara lain sebagai berikut: Manfaat Teoritis Menambah pengetahuan, pengalaman, dan wawasan serta dapat dijadikan bahan dalam penerapan ilmu metode penelitian, khususnya mengenai gambaran tentang alih fungsi lahan. Manfaat Praktis Dapat dijadikan bahan untuk meningkatkan kualitas pembangunan wilayah melalui hasil yang diperoleh seperti tingkat konsistensi RDTR terhadap penggunaan lahan yang ada saat ini. Manfaat Akademis Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan masalah alih fungsi lahan maupun kaitannya dengan RDTR serta RTRW yang telah ditetapkan. 1.5 TINJAUAN PUSTAKA Kota merupakan sebuah daerah yang bersifat dinamis, baik ditinjau dari segi sosial budaya, ekonomi maupun secara spasial, dan ciri utamanya adalah pendominasian kegiatan non-pertanian di banyak bidang. Perkembangan kota ditandai dengan semakin berkurangnya lahan kosong. Hal ini disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk di daerah kota yang diiringi pula oleh semakin tingginya kebutuhan akan ruang, terutama untuk permukiman. Kemudian, kebutuhan akan ruang yang tidak dapat dibangun di dalam kota karena 6

kelangkaan ruang akan mulai teralihkan ke daerah pinggiran kota yang ketersediaan lahannya masih banyak (Huriati, 2008). 1.5.1 Perkembangan Wilayah Pinggiran Kota Penduduk sebagai penentu pola atau arah kecenderungan penggunaan lahan di suatu daerah ditentukan oleh perubahan, penyebaran, bidang pekerjaan, organisasi masyarakat dan tingkat kehidupannya. Bintarto (1968, dalam Kamalia, 2007) menyatakan bahwa perkembangan kota akan mengalami dua proses yaitu perluasan keluar (outward extention) dan pembangunan ke dalam (internal reorganization). Akibat adanya perluasan kota akan dapat terjadi beberapa zona baru yaitu zona sub urban dan sub urban fringe. Terjadinya perubahan penggunaan lahan terutama yang ada di daerah pinggiran juga dapat disebabkan adanya hubungan antara desa dengan kota yang ditimbulkan oleh adanya kebutuhan sosial, ekonomi, kultur yang timbal balik, kemajuan di bidang pendidikan, lalu lintas, dan komunikasi. Menurut Yunus (2001), terdapat enam faktor yang mempengaruhi proses perkembangan kota secara sentrifugal. Keenam faktor itu adalah aksesibilitas fisikal, fasilitas pelayanan umum, karakteristik lahan, karakter pemilik lahan, keberadaan peraturan tentang tata guna lahan (penggunaan lahan), dan faktor prakarsa pembangunan perumahan atau investor. Aksesibilitas dipengaruhi oleh aspek transportasi baik jaringan maupun moda transportasi. Fasilitas pelayanan umum merupakan faktor penarik agar penduduk datang ke wilayahnya. Karakteristik lahan berhubungan dengan topografi wilayah, polusi udara, ketersediaan air bersih, drainase, dan lain-lain. Pemilik lahan berkaitan dengan perubahan pemilikan lahan di mana masyarakat ekonomi lemah lebih cenderung untuk menjual lahannya. Keberadaan peraturan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi intensitas perkembangan keruangan di pinggiran kota. Serta faktor prakarsa yang dapat mengarahkan pengembangan spasial wilayah pinggiran kota. 7

1.5.2 Pengertian Lahan Lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang terdiri atas tanah, iklim, relief, hidrologi, vegetasi, dan benda-benda yang ada di atasnya. Selanjutnya seluruh faktor-faktor yang ada di atasnya tersebut mempengaruhi penggunaan lahan. Di dalamnya juga terdapat hasil kegiatan manusia, baik saat ini maupun masa lampau (FAO, 1975 dalam Eko dan Sri, 2012). Dalam pengertian yang lebih luas, lahan sangat terkait dengan aktivitas manusia maupun fauna di masa lalu maupun di masa sekarang. Hampir seluruh aktivitas yang dikerjakan manusia selalu berkaitan dengan lahan. Contohnya seperti kegiatan pertanian, industri, transportasi, permukiman, hingga untuk rekreasi. Untuk itu, lahan menjadi suatu sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan bagi kelangsungan hidup. Lahan selalu terkait dengan ruang ataupun lokasi tertentu di dalam pemanfaatannya. Oleh karena itu, lahan juga merupakan konsep geografis yang karakteristiknya akan sangat tergantung dari lokasinya. Dengan begitu, kemampuan lahan untuk penggunaan tertentu akan berbeda dari satu lokasi dengan lokasi lainnya (Vink, 1975 dalam Gandasasmita, 2001). 1.5.3 Pengertian Penggunaan Lahan Penggunaan lahan ialah segala bentuk campur tangan manusia, baik secara menetap maupun secara berkala untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Vink, 1975 dalam Gandasasmita, 2001). Campur tangan manusia tersebut terlihat dalam kegiatan memanipulasi berbagai proses ekologi yang berlangsung pada suatu tempat. Dalam hal tersebut, manusia bertindak sebagai pengatur ekosistem untuk menunjang penggunaan lahan. Menurut Lillesand dan Kiefer (1990) dalam Rosnila (2004), penggunaan lahan secara umum didefinisikan sebagai penggolongan penggunaan lahan yang dilakukan secara umum seperti pertanian tadah hujan, pertanian beririgasi, padang rumput, kehutanan, atau daerah rekreasi. Penggunaan lahan terdiri atas dua kelompok yakni penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Secara garis besar, penggunaan lahan pertanian dibedakan ke dalam penggunaan lahan berdasarkan penyediaan air 8

dan lahan yang diusahakan. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan lahan dapat dikenal seperti sawah, tegalan, kebun campuran, perkebunan, dan hutan. Sedangkan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan kota atau desa (permukiman), industri, rekreasi, dan sebagainya (Arsyad, 2010). 1.5.4 Perubahan Penggunaan Lahan Penggunaan lahan memiliki banyak definisi dan pengertian yang mengacu pada makna yang berkaitan dengan kegiatan manusia di muka bumi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kajian penggunaan lahan secara rinci mencakup enam aspek, yakni subjek, objek, bentuk, orientasi, metode, dan hasil penggunaan lahan (Ritohardoyo, 2009). Sementara itu, Yunus (2008) mengemukakan penggunaan lahan dapat ditinjau dari berbagai matra antara lain dari segi bentuk/tipe, hukum, ekonomi, sosial, objek, subjek, orientasi, rotasi, produksi, produktivitas, politik, dan budaya. Kebutuhan akan lahan untuk menampung kebutuhan akan permukiman dan non permukiman (fungsi lain) selalu meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan fungsi, sementara itu lahan terbuka di bagian dalam wilayah perkotaan nyaris habis atau mungkin sudah habis. Atas dasar inilah maka tidak ada pilihan lain kecuali membangun permukiman dan fungsi-fungsi yang baru di luar kawasan terbangun yang masih merupakan daerah persawahan/pertegalan/perkebunan atau bentuk penggunaan lahan pertanian lainnya. Alih fungsi lahan dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal (meliputi tingkat urbanisasi dan kondisi sosial ekonomi di suatu wilayah), serta faktor internal (meliputi lokasi lahan, guna lahan, ukuran lahan, pendapatan rumah tangga, aspek kebijaksanaan yang berlaku serta aktor-aktor yang terlibat dalam proses alih fungsi lahan pertanian) (Fadjarajani, 2001, dalam Rohmadiani, 2011). Perubahan penggunaan lahan juga dapat didefinisikan sebagai proses perubahan penggunaan lahan ke bentuk lainnya yang dapat bersifat permanen maupun hanya sementara. Perubahan yang sifatnya permanen seperti penggunaan lahan untuk sawah yang berubah menjadi permukiman ataupun industri. Tentunya perubahan ini bersifat tidak akan kembali (irreversible), lain halnya jika lahan 9

sawah tersebut berubah menjadi lahan perkebunan yang biasanya hanya bersifat sementara. Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non-pertanian merupakan suatu fenomena dinamis yang berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial budaya, dan politik masyarakat (Winoto et al., 1996 dalam Rosnila, 2004). 1.5.5 Rencana Tata Ruang Wilayah Rencana umum tata ruang merupakan hasil dari suatu perencanaan tata ruang yang selanjutnya akan menghasilkan rencana rinci tata ruang yang nantinya diharapkan dapat diimplementasikan serta dapat dijadikan pedoman untuk pelaksanaan pembangunan bagi semua pihak terkait. Rencana umum tata ruang ini meliputi rencana tata ruang nasional, rencana tata ruang provinsi, dan rencana tata ruang kabupaten/kota. UU No. 26 Tahun 2007 merupakan suatu undangundang penataan ruang terbaru yang dirancang agar setiap kota/kabupaten dapat melaksanakan pembangunan daerahnya melalui penataan ruang yang disesuaikan dengan materi maupun substansi dari undang-undang tersebut. Rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman dibuat dengan tujuan penataan ruang di daerah tersebut dapat terkendali. Menurut Perda Kabupaten Sleman Nomor 12 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Sleman tahun 2011-2031, RTRW kabupaten menjadi pedoman dalam penyusunan rencana rinci tata ruang kabupaten. Selanjutnya rencana rinci tata ruang kabupaten yang telah ada dapat dikembangkan lebih rinci lagi menjadi rencana detail tata ruang (RDTR) yang mengatur tata ruang di masing-masing kecamatan. RDTR Kecamatan Godean telah disusun pada tahun 2009 yang secara langsung berkaitan dengan RTRW Kabupaten Sleman. RDTR ini nantinya dapat dijadikan pedoman pembangunan dalam hal penataan ruang agar terwujud pembangunan yang berkelanjutan. 1.5.6 Kedudukan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota. Sesuai ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Penataan 10

Ruang, setiap RTRW kabupaten/kota harus menetapkan bagian dari wilayah kabupaten/kota yang perlu disusun RDTR-nya. Bagian dari wilayah yang akan disusun RDTR tersebut merupakan kawasan perkotaan atau kawasan strategis kabupaten/kota. Sesuai dengan Permen PU No 20 Tahun 2011 tentang pedoman penyusunan RDTR dan peraturan zonasi kabupaten/kota, RDTR disusun dengan dilengkapi peraturan zonasi. Peraturan zonasi tersebut merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Kegiatan zonasi atau pembagian kawasan ke dalam beberapa zona sesuai dengan fungsi dan karakteristik semula atau diarahkan bagi pengembangan fungsi-fungsi lain tersebut dilakukan sesuai dengan kriteria pengklasifikasian zona dan subzona yang telah disusun. 1.5.7 Faktor-faktor Geografis Geografi merupakan ilmu yang mempelajari seluk beluk permukaan bumi serta hubungan timbal balik antara manusi dan lingkungannya. Ilmu geografi ini menarik banyak perhatian karena posisinya yang menjadi jembatan di antara ilmuilmu alamiah dan ilmu sosial. Pentingnya ilmu geografi ini terletak pada isinya yang menelaah hubungan manusia dan lingkungan alam. Oleh sebab itu, geografi disebut juga ilmu tentang sebaran gejala-gejala alami dan manusia di permukaan bumi. Selain itu, geografi merupakan ilmu tentang integrasi wilayah yakni bagaimana wilayah tersebut tersusun oleh gejala-gejala fisik dan sosial. Tidak semua lingkungan alam merupakan lingkungan geografis dan tidak semua faktor alam itu merupakan faktor geografis. Menurut Daldjoeni (1997), terdapat delapan faktor geografis yang berupa: 1. Lokasi merupakan suatu tempat yang penting karena dipengaruhi oleh unsur relasi keruangan yang lain. Lokasi ini juga bekaitan dengan jarak dari tempat lain yang perlu diperhatikan dalam pengembangan wilayah. 2. Iklim menentukan hasil pertanian seperti Indonesia yang beriklim tropis yang sebagian besar hasil pertaniannya melimpah. 11

3. Bentuk relief mempengaruhi pelaksanaan pengangkutan perbedaan relief yang menonjol juga menentukan suhu tahunan. 4. Jenis tanah dapat menentkan kesuburan wilayah di mana tanah yang kadar kapur tinggi dapat melahirkan daerah yang penduduknya kurang sejahtera. Tanah yang subur mendasari kepadatan penduduk di suatu wilayah. 5. Keberadaaan flora dan fauna ini mempengaruhi kegiatan ekonomi manusia dan juga mutu pangannya. 6. Kondisi dan ketersediaan air ini menentukan dapat tidaknya suatu wilayah dihuni dengan baik. 7. Sumber-sumber mineral yang dapat mendorong perdagangan. 8. Kontak dengan lautan yang penting untuk perkembangan wilayahnya. 1.5.8 Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem informasi geografis dapat diartikan sebagai suatu sistem manajemen basis data yang terintegrasi menggunakan teknologi komputerisasi untuk melakukan proses yang berkelanjutan dan menyeluruh seperti pengumpulan data, penyimpanan data, pengaksesan data, analisis dan menampilkan data menggunakan posisi obyek di permukaan bumi untuk mendukung pengambilan keputusan. Sistem informasi geografis ini juga menawarkan sistem yang dapat mengintegrasikan data yang memiliki sifat keruangan (spasial) dengan data tekstual. Melalui sistem ini, data yang ada dapat dikelola serta dilakukan manipulasi untuk keperluan analisis secara komprehensif dan sekaligus menampilkan hasilnya yang biasanya dalam bentuk peta maupun tabel dan laporan. Terdapat banyak manfaat apabila melakukan perencanaan tata ruang menggunakan SIG antara lain seperti penanganan data geospasial yang lebih mudah, dapat dilakukan pemutakhiran data serta revisi, selain itu juga dapat menghemat waktu maupun biaya karena dibandingkan pemetaan manual. Tentu saja hal tersebut dapat meningkatkan persentase keakuratan guna pengambilan keputusan seperti perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian dalam penataan ruang (Muta ali, 2013). 12

1.5.9 Penelitian Sebelumnya Terdapat beberapa penelitian yang sebelumnya juga mengkaji perubahan penggunaan lahan di daerah pinggiran kota serta yang berkaitan dengan RDTR. Penelitian tersebut antara lain skripsi karya Noni Huriati (2008) yang berjudul Perkembangan Daerah Pinggiran Kota Yogyakarta Tahun 1992-2006. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan analisis deskriptif dengan overlay peta hasil foto udara dan analisis kuantitatif menggunakan korelasi sperman rho. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan penggunaan lahan di daerah pinggiran kota. Dalam penelitian ini juga disebutkan adanya faktor keruangan jawa kuno yang mempengaruhi dinamika wilayah. Terdapat pula penelitian dari Trigus Eko dan Sri Rahayu (2012) yang berjudul Perubahan Penggunaan Lahan dan Kesesuiannya terhadap RDTR di Wilayah Peri-urban Studi Kasus: Kecamatan Mlati. Penelitian ini menerapkan metode kuantitatif dengan teknik analisis deskripsi dari overlay peta, serta metode kualitatif untuk mendeskripsikan hasil observasi langsung dan wawancara. Hasil yang diperoleh berupa adanya perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian ke non pertanian yakni permukiman dengan laju paling tinggi berada sebesar 13,12% dan tingkat kesesuaiannya dengan RDTR sebesar 65,91%. Diketahui pula perubahan yang banyak terjadi di Kecamatan Mlati adalah lahan pertanian menjadi lahan permukiman dengan tumbuh suburnya perumahan baru di wilayah tersebut. Penelitian Septiana Anggita (2012) yang berjudul Evaluasi Penggunaan Lahan di Kota Kediri Tahun 2003-2013 menggunakan metode penelitian survei dengan analisis SIG (sistem informasi geografis) yang dilakukan dengan melakukan overlay peta. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya ketidaksesuaian penggunaan lahan eksisting dengan RDTRK sebesar 56,3 %. Selain itu, dapat diketahui pula faktor-faktor pengaruh yang menyebabkan ketidaksesuaian penggunaan lahan di Kota Kediri. Muhammad Taufik (2009) juga meneliti tentang evaluasi penggunaan lahan, penelitiannya yang berjudul Evaluasi Perencanaan Tata Guna Lahan Wilayah Perkotaan (Studi Kasus Kec. Lowokbaru, Kota Malang) mengkaji 13

kesesuaian penggunaan lahan kaitannya dengan perubahan penggunaan lahan. Hasil dari kesesuaian lahan tersebut kemudian dievaluasi dengan Rencana Detail Tata Ruang kota. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan menganalisa peta pola penggunaan lahan yang kemudian di-overlay dengan peta RDTRK dari hasil pengolahan Google Earth. Hasil yang diperoleh adalah adanya perubahan penggunaan lahan yang cukup signifikan dalam kurun waktu lima tahun, di mana permukiman mengalami peningkatan paling tinggi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu ialah terletak pada penggunaan analisis alih fungsi lahan dan laju perubahannya. Setelah itu, dikaitkan antara RDTR dengan perubahan penggunaan lahan dan akan diketahui klasifikasi kesesuaiannya yakni sesuai, belum sesuai, dan tidak sesuai. Selanjutnya mencari pengaruh faktor geografis serta fungsi kawasannya terhadap ketidaksesuaian yang ada. Kemudian akan diberikan rencana arahan kebijakan untuk menghindari ketidaksesuaian yang terus berlangsung agar tercipta pembangunan yang berkelanjutan. 14

Tabel 1.5.9 Daftar Penelitian Terdahulu No Nama Tahun Judul Metode Hasil 1 Noni Huriati 2008 Perkembangan Daerah Pinggiran Kota Yogyakarta Tahun 1992-2006 (skripsi) Analisis deskriptif dengan overlay peta hasil foto udara dan analisis kuantitatif menggunakan korelasi sperman rho Adanya perubahan penggunaan lahan di daerah pinggiran kota dan luas lahan permukiman semakin bertambah yang konsentris memanjang mengikuti jalan. Dalam penelitian ini juga disebutkan adanya faktor keruangan jawa kuno yang mempengaruhi dinamika wilayah. 2. Muhammad Taufik 2009 Evaluasi Perencanaan Tata Guna Lahan Wilayah Perkotaan (Studi Kasus Kec. Lowokbaru, Kota Malang) (laporan penelitian) Metode deskriptif dengan menganalisa peta pola penggunaan lahan eksisting yang kemudian di-overlay dengan peta RDTRK dari hasil pengolahan Google Earth Telah terjadi perubahan penggunaan lahan yang cukup signifikan dalam kurun waktu lima tahun, di mana permukiman mengalami peningkatan paling tinggi. Diketahui pula bahwa sebagian besar lahan yang ada di Kecamatan Lowokbaru tersebut sudah sesuai dengan RDTRK yakni seluas 85% dari luas wilayah secara keseluruhan. 3. Septiana Anggita 2012 Evaluasi Penggunaan Lahan di Kota Kediri Tahun 2003-2013 (laporan penelitian) Metode penelitian survei dengan analisis SIG (sistem informasi geografis) yang dilakukan dengan melakukan overlay peta Adanya ketidaksesuaian penggunaan lahan eksisting dengan RDTRK sebesar 56,3 %. Selain itu, dapat diketahui pula faktor-faktor pengaruh yang menyebabkan ketidaksesuaian penggunaan lahan di Kota Kediri. 15

4. Trigus Eko dan Sri Rahayu 2012 Perubahan Penggunaan Lahan dan Kesesuaiannya terhadap RDTR di Wilayah Peri-urban Studi kasus: Kecamatan Mlati (laporan penelitian) Metode deskriptif kuantitatif untuk mengolah data sekunder seperti overlay peta menggunakan SIG dan metode kualitatif untuk mengolah hasil wawancara. Persentase perubahan penggunaan lahan yang terjadi dari tahun 1996-2009 sebesar 10,32%. Kecenderungan perubahan yang cukup besar terjadi pada lahan pertanian menjadi permukiman yakni sebesar 13,21% dan tingkat kesesuaiannya sebesar 65,91%. 5. Anindyakusuma Hapsari 2015 Kesesuaian Alih Fungsi Lahan dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di Wilayah Peri-Urban Kasus: Kecamatan Godean Tahun 2009-2014 Metode deskriptif dan metode survei dengan menggunakan SIG untuk melihat perubahan penggunaan lahan yang terjadi sehingga dapat diketahui kesesuaiannya dengan RDTR Perubahan yang paling banyak terjadi ialah lahan persawahan menjadi lahan permukiman. Untuk kesesuaiannya terdapat tiga klasifikasi yakni sesuai dengan luas 129,80 Ha belum sesuai 11,18 Ha, dan tidak sesuai seluas 7,86 Ha dari luas perubahan secara keseluruhan. Ketidaksesuaian yang terjadi dipengaruhi oleh fungsi kawasan pengembangan dan kawasan konservasi serta dipengaruhi oleh faktor geografis berupa jenis tanah, ketersediaan air, lokasi, dan kemiringan lereng. 16

1.6 KERANGKA PEMIKIRAN Pertumbuhan penduduk yang tinggi di daerah pinggiran kota dapat disebabkan oleh adanya urbanisasi oleh masyarakat yang ingin menetap di daerah tersebut. Daerah pinggiran kota seperti Kecamatan Godean menjadi primadona untuk masyarakat pendatang karena ketersediaan lahan untuk bermukim yang masih cukup luas serta harga lahan yang tidak setinggi yang ada di daerah perkotaan. Tingginya pertumbuhan penduduk tersebut memicu adanya peningkatan aktivitas sosial ekonomi penduduk terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk menuju taraf mutu hidup yang lebih baik. Tentu saja, kebutuhan lahan juga akan meningkat karena setiap aktivitas sosial ekonomi penduduk tersebut membutuhkan lahan sebagai sarananya. Kebutuhan lahan yang meningkat di daerah pinggiran kota akan menimbulkan dinamika wilayah, karena banyak perubahan yang terjadi baik itu dari segi fisik dan sosial ekonominya. Dinamika daerah pinggiran yang telah terjadi selanjutnya akan mempengaruhi terjadinya alih fungsi lahan khususnya lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Alih fungsi lahan ini dapat diukur melalui perubahan bentuk, perubahan luas, maupun persebarannya. Alih fungsi lahan yang ada perlu diketahui kesesuaiannya dengan rencana detail tata ruang (RDTR) yang mengacu pada penggunaan lahan yang ada. Nantinya, akan diketahui tingkat kesesuaian antara RDTR yang ada dengan penggunaan lahan saat ini untuk selanjutnya dapat dibuat rencana arahan kebijakan yang dapat mendukung pembangunan suatu di daerah pinggiran kota agar lebih tertata. Dengan rentang waktu berlaku RDTR yakni 20 tahun, maka keseuaiannya dapat dibagi menjadi tiga yakni sesuai, tidak sesuai, dan belum sesuai karena RDTR Kecamatan Godean berlaku hingga tahun 2029. Untuk itu, perlu tindakan dan penanganan yang tepat agar nantinya RDTR dapat terealisasi dengan baik sesuai dengan yang telah dituliskan pada dokumen perencanaan. Selengkapnya, sistematika penjelasan tersebut dapat dilihat melalui bagan yang ada di bawah ini: 17

Pertumbuhan penduduk tinggi Peningkatan aktivitas sosial ekonomi penduduk Kebijakan Pemerintah tentang Penataan Ruang Kebutuhan lahan meningkat Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Dinamika daerah pinggiran Perubahan Penggunaan Lahan Perubahan bentuk penggunaan lahan Perubahan luas Kesesuaian Persebaran/distribusi Fungsi kawasan Sesuai Belum sesuai Tidak sesuai Faktor-faktor geografis Rencana arahan kebijakan Gambar 1.6 Diagram Kerangka Pemikiran 1.7 HIPOTESIS Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dibuat di atas, maka terdapat hipotesis yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti: 1. Bentuk penggunaan lahan sawah merupakan lahan yang terluas mengalami perubahan menjadi lahan permukiman. 18

2. Terdapat ketidaksesuaian antara jenis penggunaan lahan yang direncanakan dalam RDTR dengan penggunaan lahan yang ada saat ini. 3. Ketidaksesuaian antara penggunaan lahan aktual dengan RDTR dipengaruhi oleh fungsi kawasan maupun faktor geografis setempat. 19