BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

2. TANAMAN PANGAN 2.1. Luas Tanam (Ha) Komoditi Tanaman Pangan Kabupaten Luwu, tahun

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS PENGEMBANGAN SUB-SEKTOR TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN HALMAHERA BARAT, PROVINSI MALUKU UTARA

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia akan terlindas oleh era globalisasi dan perdagangan bebas.


I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris, di mana pertanian

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Programa Penyuluhan Kab.Bangka

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

PENDAHULUAN Latar Belakang

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sulawesi barat. Kabupaten Mamuju memiliki luas Ha Secara administrasi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka. nasional, serta koefisien gini mengecil.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris di mana pembangunan di bidang pertanian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. namun sektor industri adalah satu dari beberapa yang bertahan dari krisis

Perkembangan Ekonomi Makro

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI SASARAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA

A. Realisasi Keuangan

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KOMODITAS HORTIKULTURA UNGGULAN DI KABUPATEN SEMARANG (PENDEKATAN LQ DAN SURPLUS PRODUKSI)

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

I PENDAHULUAN Latar Belakang

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 50º20 -

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang selama ini masih

ANALISIS RUMAH TANGGA, LAHAN, DAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA : SENSUS PERTANIAN 2013

Magrobis Journal 41 EVALUASI PEMBANGUNAN BIDANG PERTANIAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2013 ABSTRAK BAB I. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah.

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

Tabel Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Sayuran Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

1. PERTANIAN, KEHUTANAN, KELAUTAN, PERIKANAN, PETERNAKAN & PERKEBUNAN. Tabel 1.1.1C

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Banjarnegara terletak antara 7⁰12 7⁰31 Lintang Selatan dan

ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DI KABUPATEN MEMPAWAH. Universitas Tanjungpura Pontianak.

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

INVENTARISASI KEGIATAN PERTANIAN DI KABUPATEN KUTAI BARAT


BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang.

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH. Mimi Hayatiˡ, Elfiana 2, Martina 3 ABSTRAK

Transkripsi:

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan kemanusiaan purba yang bersifat laten dan aktual sekaligus. Ia telah ada sejak peradaban manusia ada dan hingga kini masih menjadi masalah sentral di belahan bumi manapun (Suharto E, 2006). Kemisikinan juga merupakan faktor dominan yang mempengaruhi persoalan kemanusiaan lainnya, seperti keterbelakangan, kebodohan, ketelantaran, dan kematian dini. Problema buta huruf, putus sekolah, anak jalanan, pekerja anak, perdagangan manusia (human trafficking) tidak bisa dipisahkan dari masalah kemiskinan. Berbagai permasalahan serta kausalitas tentang kemiskinan tersebut dapat memacu setiap bangsa untuk tetap berupaya dalam mensikapi melalui berbagai kebijakan secara universal dan berkelanjutan agar bisa keluar dari lingkaran kemiskinan. Hingga saat ini bangsa Indonesia selalu saja mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur semenjak awal kemerdekaan sebagaimana termuat dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945. Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya penanggulangan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus-menerus menjadi masalah yang berkepanjangan. Data Biro Pusat Statistik (BPS 2008) menyebutkan jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 34.963,3 ribu jiwa atau 15,42 persen rakyat Indonesia tergolong miskin, data tersebut menunjukan besarnya tingkat kemiskinan yang tersebar di seluruh Indonesia. Kalaupun demikian maka sebagian besar kehidupan masyarakat Indonesia berada dibawah garis kemiskinan. Sementara itu penetapan garis kemiskinan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS, 2008) secara terpisah sebatas wilayah, yang diantaranya adalah sebesar Rp. 204.896,- untuk daerah perkotaan dan Rp.161.831,- untuk daerah pedesaan sehingga rata-rata secara keseluruhan antara desa dan kota sebesar Rp. 182.638,-. Penetapan garis kemiskinan ini berlaku secara nasional, hanya saja di berbagai daerah Propinsi maupun

Kabupaten/kota juga mempunyai standar penetapan yang sesuai dengan kondisi geografis wilayah masing-masing. Secara khusus Kabupaten Halmahera Barat sebagai daerah penelitian belum mempunyai ketetapan garis kemiskinan, namun secara struktural administrasi pemerintahan, maka Halmahera Barat berpedoman pada sebuah keputusan yang dikeluarkan oleh wilaya tertinggi yaitu Badan Pusat Statistik Propinsi Maluku Utara yang secara khusus menetapkan garis kemiskinan sebesar Rp. 226.732,- untuk wilayah perkotaan dan wilayah pedesaan sebesar Rp. 190.838,- maka ratarata secara keseluruhan antara desa dan kota sebesar Rp. 201.500,-. Kerja keras pemerintah dalam memerangi kemiskinan seolah dianggap sebelah mata dan tanpa memperoleh hasil yang berarti. Kemiskinan yang terlanjur meraksasa di Indonesia memang seolah-olah menjadi sebuah lingkaran benang kusut yang semakin sulit untuk diatasi, program-program dan berbagai kegiatan dalam penanggulangan kemiskinan menjadi mandul dan tidak menampakkan keberhasilan yang berarti. Meskipun upaya penanggulangan kemiskinan bukan suatu usaha yang mudah, tetapi lewat berbagai diskusi dan penggagasan aksi-tindak tidak boleh surut kebelakang. Untuk menuju pada tingkat kesejahteraan rakyat, maka harus menyatukan segala pemikiran berupa pemahaman mengenai konsep dan strategi penanggulangan kemisikinan yang harus terus dikembangkan. Berbagai literatur dan media memperlihatkan bahwa persentase jumlah penduduk miskin di pedesaan lebih tinggi dibandingkan dengan yang ada di perkotaan. Hal ini bisa dimungkinkan karena sebagian besar penduduk Indonesia berdomisili di pedesaan yang bermata pencaharian utama adalah sektor pertanian, namun mereka tetap bertahan dengan kehidupan yang selalu terbatas dengan berbagai kebutuhan yang seakan-akan mereka jauh dari berbagai sentuhan kebijakan dari para pengambil keputusan disetiap waktu. Seiring dengan terjadinya krisis ekonomi, beberapa sektor mengalami keterpurukan, namun sektor pertanian mampu bertahan pada kondisi krisis tersebut. Sektor pertanian telah membuktikan paling survivel pada krisis ekonomi yang terjadi pada era tahun 1997 sampai dengan sekarang, sektor ini yang paling tahan terkena badai krisis moneter yang terjadi di Indonesia. Sektor 2

pertanian, mampu memberikan nilai tambah pendapatan bagi para petani yang cukup signifikan. Akan tetapi peningkatan harga komoditas pertanian tersebut disertai dengan peningkatan biaya beberapa input produksi dan biaya hidup sehingga peningkatan pendapatan dari komoditas ekspor tidak dapat dijadikan penyangga terhadap krisis (Sunderlin, et. al, 2000). Hal ini telah membuka kesadaran dan cakrawala baru bahwa sektor pertanian harus terus diupayakan sebagai basis untuk mengatasi krisis dan tercapainya pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi, melalui pemberdayaan ekonomi rakyat dengan perangkat peraturan-peraturan yang memudahkan untuk mewujudkan pembangunan ekonomi melalui sektor pertanian yang sepenuhnya harus di dukung oleh pemerintah. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, mengisyaratkan pemerintah harus bertindak kreatif dalam mengelolah potensi daerah agar dapat menunjang dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta dituntut pemerintah memiliki rasa tanggung jawab terhadap kemakmuran rakyat melalui kegiatan pembangunan di semua sektor, termasuk di dalamnya adalah pengembangan sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura yang merupakan sebuah upaya dalam penanggulangan kemiskinan. Gambaran di atas merupakan masalah umum yang terjadi hampir seluruh daerah di Indonesia termasuk Propinsi Maluku Utara. Dimana jumlah keluarga miskin adalah tercatat sebanyak 86.345 KK (BPS Propinsi Maluku Utara, 2008) yang tersebar di delapan Kabupaten/kota, diantaranya berdomisili di Kabupaten Halmahera Barat sebanyak 10.887 rumahtangga/kk dari 26.642 KK atau sebesar 41% dari jumlah keseluruhan kepala keluarga di Kabupaten Halmahera Barat (BPS Kab. Halmahera Barat, 2008), yang sebagian besar bermukim di pedesaan dan menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Maluku Utara adalah daerah agraris yang secara umum pekerjaan utama penduduknya adalah sektor pertanian. Sejalan dengan itu, diperlukan kebijakan dalam upaya untuk mengembangkan sektor pertanian di berbagai Kabupaten se- Propinsi Maluku Utara, terutama komoditas yang berada pada sub-sektor 3

tanaman perkebunan, sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura, sub-sektor peternakan, sub-sektor kehutanan dan sub-sektor perikanan. Dari kelima subsektor ini, secara berurutan sub-sektor perkebunan merupakan sub-sektor yang paling menonjol, yang memberikan kontribusi PDRB yang paling besar di Propinsi Maluku Utara. Urutan berikutnya adalah sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura, kemudian diikuti oleh sub-sektor perikanan, sub-sektor kehutanan dan yang terakhir adalah sub-sektor peternakan (BPS Propinsi Maluku Utara, 2008). Keadaan seperti ini tampaknya sama dengan yang terjadi di Kabupaten Halmahera Barat. Berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Halmahera Barat tahun 2007, menunjukan pertumbuhan yang sangat berarti bagi perekonomian daerah yaitu sebesar 4,75%, dengan rata-rata pertumbuhan pertahun adalah 3,93% yang disumbangkan oleh berbagai sektor, diantaranya sektor Pertanian 38,19%, Pertambangan dan Penggalian 0,15%, Industri Pengolahan 22,20%, Listrik dan Air Bersih 0,60%, Bangunan 0,68%, Perdagangan, Hotel dan Restoran 25,83%, Pengangkutan dan komunikasi 5,63%, Keuangan dan Persewaan 3,07%, dan Jasa Jasa 3,80%, secara jelas dapat di lihat pada tabel berikut : Tabel 1 : Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Halmahera Barat Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005-2007 (Juta Rupiah) Sektor 2005 2006 2007 Pertanian a. Tanaman Bahan makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 79,610.47 11,175.38 47,706.67 9,952.87 2,843.81 7,931.74 Sumber Data : BPS Kabupaten Halmahera Barat, 2008 85,094.67 12,013.98 50,383.50 11,178.12 2,914.49 8,604.58 90,686.53 12,931.47 53,747.01 11,344.72 3,102.58 9,560.74 Pertambangan & Penggalian 249.46 316.50 360.78 Industri Pengolahan 45,608.65 48,476.58 52,968.56 Listrik dan Air Bersih 1,324.23 1,370.01 1,431.58 Bangunan 1,163.87 1,408.89 1,644.90 Perdagangan,Hotel dan Restoran 52,031.12 55,454.44 61,620.87 Angkutan dan Komunikasi 11,842.13 12,683.32 13,438.21 Keu.Persewaaan dan Js Perush 6,140.00 6,632.70 7,314.40 Jasa-jasa 7,984.30 8,183.94 9,061.86 PDRB 205,954.23 219,621.05 238,527.69 4

Berdasarkan tabel satu di atas, menunjukan bahwa sektor primer atau sektor pertanian memberikan kontribusi yang sangat dominan terhadap fundamental ekonomi Halmahera Barat. Sementara itu, letak geografis, struktur alam, serta daya dukung lahan yang memadai maka Kabupaten Halmahera Barat mempunyai peluang yang besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian dibutuhkan kreatifitas dari para pengambil kebijakan dalam pengembangan sektor pertanian yang merupakan basis ekonomi masyarakat, dengan memperhatikan serapan tenaga kerja yang sangat memadai disumbangkan oleh sektor ini, utamanya pada sub-sektor perkebunan, tanaman pangan dan hortikultura dan perikanan, sehingga kedepan perlu dikembangkan produk-produk unggulan yang mampu menguasai pasar lokal, regional dan nasional, bahkan jika dimungkinkan pada beberapa jenis produk dapat diorentasikan untuk ekspor. Secara terperinci bahwa kemampuan produksi pada sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat sudah tidak dapat diragukan lagi dalam pengembangannya dan memang secara riil selalu diakui oleh masyarakat pada umumnya di Propinsi Maluku Utara terutama yang berdomisili di Kota Ternate, karena memang secara historis Kabupaten Halmahera Barat adalah daerah penyangga dan mempunyai kapasitas dalam menyediakan bahan pangan dan hortikultura (tanaman bahan makanan) yang dikenal sejak dahulu. Hal ini dapat terihat pada kapasitas produksi tanaman pangan dan hortikultura berdasarkan data tahun 2005, bahwa jenis tanaman pangan dengan kapasitas produksi tertinggi adalah jenis tanaman ubi kayu yaitu 15.784 ton, dengan luas tanam 2.307 hektar, luas panen 1.835 hektar, yang hanya mencapai 3.386,4 ton, sehingga produktifitas 8,6 ton pertahun. Sedangkan untuk produksi padi sawah dengan produksi 775 ton, sedangkan padi ladang 1.560 ton pertahun, belum menunjukan produksi yang berarti, dengan produktivitas di bawah 10 ton pertahun, belum mampu mencukupi kebutuhan pangan Kabupaten Halmahera Barat. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut : 5

Tabel 2. Data Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Halmahera Barat Luas Tanam Luas Panen Produksi Produktivitas No Jenis Tanaman ( Ha ) ( Ha ) ( Ton ) (Ton/Ha) 1 2 3 4 5 6 1 Padi Sawah 196 123 775 6,3 2 Padi Ladang 845 325 1,560 4,8 3 Jagung 1,208 1,017 2,949 2,9 4 Kedelai 59 50 75 1,5 5 Kacang Tanah 769 599 1,737 2,9 6 Kacang Hijau 32 29 41 1,4 7 Ubi Kayu 2,307 1835 15,784 8,6 8 Ubi Jalar 918 745 4,545 6,1 9 Talas 404 345 1,829 5,3 Jumlah 4,431 5,068 29,295 39,8 1 2 3 4 5 6 1 Alpukat 8 6 8 1,3 2 Belimbing 3 2 2 1,0 3 Duku/Langsa 158 95 175 1,8 4 Durian 92 76 350 4,6 5 Jambu Biji 15 10 13 1,3 6 Jambu Air 81 35 17 0,5 7 Jeruk Siam/Keprok 75 25 420 16,8 8 Jeruk Besar 38 35 75 2,1 9 Mangga 66 40 150 3,8 10 Manggis 9 7 9 1,3 11 Nangka/Cempedak 30 17 63 3,7 12 Nenas 20 15 21 1,4 13 Pepaya 174 116 175 1,5 14 Pisang 13.734 12.964 25.000 1,9 15 Rambutan 100 75 278 3,7 16 Salak 75 61 25 0,4 17 Sukun 35 24 19 0,8 18 Semangka 23 21 79 3,8 Jumlah 14.736 13.624 26.879 51,7 6

Tabel 2. Lanjutan No Jenis Tanaman Luas Luas Tanam Panen Produksi Produktivitas ( Ha ) ( Ha ) ( Ton ) (Ton/Ha) 1 Bawang Merah 20 18 38 2,1 2 Kubis/Kol 5 5 3 0,6 3 Petsai/Sawi 27 19 23 1,2 4 Kacang Panjang 55 48 72 1,5 5 Cabe Besar 63 57 117 2,1 6 Cabe Rawit 60 58 63 1,1 7 Tomat 49 45 55 1,2 8 Terung 45 41 91 2,2 9 Buncis 22 18 39 2,2 10 Ketimun 38 35 68 1,9 11 Kangkung 79 77 80 1,0 12 Bayam 41 40 41 1,0 Jumlah 504 461 690 18,1 1 2 3 4 5 6 1 Jahe 65 43 46 1,1 2 Laos/Lengkuas 26 23 14 0,6 3 Kencur 15 9 3 0,3 4 Kunyit 57 32 61 1,9 Jumlah 163 107 124 3,9 Sumber : Dinas Pertanian Kab. Halbar Tahun 2005 Produksi padi sawah tahun 2005, sebanyak 775 ton, jika perbandingan luas lahan 196 hektar dan luas panen menunjukan produktivitas sebesar 6,3 ton perhektar, dengan kapasitas produksi serta produktivitas yang rendah pada jangka panjang perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan, melalui peningkatan produksi padi dengan perbaikan pola tanam dan memanfaatkan sumber makanan pokok pengganti padi seperti sagu, ubi, dan makanan pokok sumber karbohidrat lainnya yang dikenal masyarakat. Disamping itu perlu dilakukan pengolahan bahan makanan sehingga terdapat variasi makanan yang secara ekonomis memiliki nilai tambah (value added) dan memiliki komposisi gizi yang seimbang. Disisi lain Kabupaten Halmahera Barat, merupakan wilayah yang mampu memproduksi tanaman hortikultura terbesar di Provinsi Maluku Utara, jenis hortikultura dengan kapasitas produksi yang tinggi pertahun seperti 7

durian, duku/langsa, pisang, dan rambutan perlu terus ditingkatkan dengan menjaga sirkulasi produksi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi baik untuk konsumsi lokal maupun regional. Posisi wilayah Kabupaten Halmahera Barat yang strategis karena sangat berdekatan dengan Kota Ternate dan Sofifi sebagai ibu kota provinsi, perlu didorong pengembangan produksi tanaman pangan dan hortikultura, yang dapat mencegah aliran masuknya barang-barang konsumsi dari kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara. Secara administratif, Kabupaten ini memiliki 9 (sembilan) kecamatan yang mempunyai potensi utama adalah sektor pertanian, karena didukung oleh keadaan iklim dan tanah yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman pertanian. Mengingat luas areal pertanian masih dapat ditingkatkan pada tahun-tahun mendatang, maka kontribusi sektor pertanian khususnya tanaman pangan dan hortikultura juga diperkirakan akan terus meningkat. Oleh karena itu menjadi sangat penting bagi pemangku kepentingan (stake holder) terutama Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Barat untuk mengembangkan sektor pertanian agar dapat memberikan kontribusi yang lebih besar lagi terhadap pembangunan wilayah. Sub-sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat adalah merupakan mata pencaharian utama kedua setelah tanaman perkebunan bagi masyarakat, sehingga apabila tidak ada kebijakan dalam pengembangan sektor pertanian ini, maka dimungkinkan rumah tangga petani tanaman pangan dan hortikultura akan terpuruk pada kondisi kemiskinan. 1.2. Perumusan Masalah Ketika arus globalisasi semakin tidak terbendung, semangat regionalisasi dari berbagai daerah semakin menguat, terutama daerah-daerah yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Semangat ini muncul sebagai perlawanan terhadap sistem sentralisasi yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. Semangat regionalisasi tersebut akhirnya ditanggapi oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah yang berlaku efektif mulai 1 Januari tahun 2001 dan dipandang sebagai proses awal bangkitnya semangat desentralisasi pada sistem pemerintahan Indonesia. 8

Di era otonomi daerah sekarang ini masing-masing daerah dituntut untuk mengembangkan perekonomiaan daerahnya, sehingga diharapkan dapat mengurangi ketimpangan pendapatan dan kesejahteraan rakyat dapat ditingkatkan sehingga terwujud pembangunan yang berimbang. Pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi melalui pemacuan satu atau beberapa sektor ekonomi kunci tanpa memperhatikan keterkaitan antar sektor perekonomian yang lain seringkali akan membawa dampak kesenjangan antar sektor perekonomian maupun kesenjangan antar wilayah serta selalu diikuti pula dengan kesenjangan pendapatan antar golongan masyarakat. Dengan berkembangnya sektor pertanian akan mampu mendorong berkembangnya sektor perekonomian yang lain, karena sektor pertanian sebagai sektor primer, yang menjadi input bagi kegiatan sektor lain, sehingga memiliki daya dorong yang besar (forward lingkages) jika diikuti oleh pengembangan sektor sekunder yang berbasis pertanian, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah secara umum. Dari uraian di atas, sektor pertanian merupakan salah sektor unggulan bagi Kabupaten Halmahera Barat khususnya. Akan tetapi sejauh mana peran dari sektor ini terhadap pertumbuhan dan pemerataan pembangunan wilayah serta peningkatan kesejahteraan bagi rumah tangga petani harus mendapat kajian lebih lanjut. Hal ini penting terutama menunjang perencanaan pembangunan wilayah khususnya untuk pengembangan di sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Selain terbatasnya sarana-prasarana, mutu pelayanan publik dan sumber daya manusia, tantangan yang harus dihadapi oleh sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura adalah tingkat harga komoditas tanaman ini sangat ditentukan oleh tingkat harga di pasar. Pergerakan harga tersebut seharusnya dapat dipantau langsung oleh para petani, akan tetapi kebanyakan petani tidak mempunyai akses ke sumber informasi tersebut sehingga harga ditentukan oleh pedagang pengumpul atau pedagang perantara antar daerah. Berkembangnya sektor pertanian akan dapat mengurangi kesenjangan pendapatan masyarakat serta dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga khususnya petani tanaman pangan dan hortikultura, sehingga kemiskinan akan 9

dapat teratasi. Berdasarkan ulasan tersebut diatas, maka ada beberapa permasalahan yang perlu ditindaklanjuti dan membutuhkan sebuah tinjauan kritis yang perlu diteliti lebih lanjut, diantaranya : 1. Bagaimana peran sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Halmahera Barat? 2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi tingkat pendapatan dan kemiskinan bagi rumahtangga petani tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat? 3. Sejauhmana strategi dan kebijakan dalam pengembangan sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura sebagai upaya penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Halmahera Barat? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis peranan sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Halmahera Barat. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan dan kemiskinan bagi rumahtangga tani tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat. 3. Merumuskan rekomendasi kebijakan dalam mengembangkan sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura, sebagai upaya penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Halmahera Barat. 1.4. Manfaat Penelitian Pada prinsipnya penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam merumuskan suatu strategi kebijakan dalam pengembangan sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura yang lebih bermanfaat dalam upaya penanggulangan kemiskinan serta tercapainya kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Halmahera Barat, Propinsi Maluku Utara. Penelitian ini juga merupakan wahana informasi sekaligus dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi penerapan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang relevan sebagai dasar bagi pengembangan penelitian selanjutnya. 10