Citra Chairannisa 1, Albiner Siagian 2, Ernawati Nasution 2 ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

UJI DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZI NASI DENGAN PENAMBAHAN LABU KUNING DAN JAGUNG MANIS

UJI DAYA TERIMA ROTI TAWAR DENGAN MODIFIKASI TEPUNG JAGUNG DAN KENTANG DAN KONTRIBUSINYA DALAM PEMENUHAN KECUKUPAN ENERGI PADA ANAK SD

UJI DAYA TERIMA ROTI TAWAR DENGAN MODIFIKASI TEPUNG JAGUNG DAN KENTANG DAN KONTRIBUSINYA DALAM PEMENUHAN KECUKUPAN ENERGI PADA ANAK SD SKRIPSI OLEH :

SUBTITUSI TEPUNG PISANG AWAK (Musa paradisiaca var Awak) DAN IKAN LELE DUMBO (Clariasis garipinus) DALAM PEMBUATAN BISKUIT SERTA UJI DAYA TERIMANYA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pisang ( Musa paradisiaca L) adalah salah satu buah yang digemari oleh

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr) TERHADAP CITA RASA MI BASAH SKRIPSI. Oleh : NURFATIMAH DALIMUNTHE NIM.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

UJI DAYA TERIMA DAN NILAI GIZI DONAT YANG DIMODIFIKASI DENGAN JAGUNG DAN BAYAM SKRIPSI OLEH : ATINA TRAVIANITA NIM

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

KOMPARASI UJI KARBOHIDRAT PADA PRODUK OLAHAN MAKANAN DARI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA (Artocarpus heterophyllus)

Effect of Substitution Soy Flour and Flour Anchovy towards Protein and Calcium Crackers

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

PEMANFAATAN WORTEL (Daucus carota) DALAM PEMBUATAN MIE BASAH SERTA ANALISA MUTU FISIK DAN MUTU GIZINYA

² Staf Pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

SUBSTITUSI TEPUNG PISANG AWAK MASAK (Musa paradisiaca var. awak) DAN KECAMBAH KEDELAI (Glycine max) PADA PEMBUATAN BISKUIT SERTA DAYA TERIMA SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG DAN HASIL PARUTAN BIT MERAH DALAM PEMBUATAN BISKUIT TERHADAP KANDUNGAN GIZI

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan

ANALISIS ZAT GIZI DAN UJI DAYA TERIMA FLAKES DARI TEPUNG PISANG BARANGAN MENTAH DAN TEPUNG TALAS

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

PEMANFAATAN TEPUNG BIJI CEMPEDAK (Artocarpus chempeden) DAN TEPUNG BIJI DURIAN ( Durio zibethinus murr ) DALAM PEMBUATAN BAKSO IKAN

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

SUBSTITUSI TEPUNG PISANG AWAK MASAK(Musa paradisiaca var. awak) DAN KECAMBAH KEDELAI (Glycine max ) PADA PEMBUATAN BISKUIT SERTA DAYA TERIMA.

PEMANFAATAN TEPUNG BUAH ALPUKAT (Persea americana Mill.) DALAM PEMBUATAN BOLU TERHADAP DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZINYA

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat banyak mengonsumsi mi sebagai makanan alternatif

SIFAT ORGANOLEPTIK ES KRIM DENGAN PENAMBAHAN JUS WORTEL (Daucus carotal.)

FAKULTAS KESEHATAN MASYRAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseolus radiathus L) DALAM PEMBUATAN BISKUIT KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium (L) schott)

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan

DAYA TERIMA BROWNIES TEPUNG BIJI KECIPIR DAN KANDUNGAN GIZINYA. Alumni Program Sarjana IKM FKM USU, Medan. Staf Pengajar IKM FKM USU, Medan ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis.

GIZI SEIMBANG BAGI ANAK REMAJA. CICA YULIA, S.Pd, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi zat gizi makro. Meskipun

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

Disusun Oleh : J

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL TERHADAP DAYA TERIMA DAN KADAR VITAMIN A PADA BISKUIT SKRIPSI OLEH :

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. lodeh, sayur asam, sup, dodol, dan juga manisan. Selain itu juga memiliki tekstur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KUALITAS DAN DAYA TERIMA NAGASARI PADAT GIZI SEBAGAI MAKANAN ANAK BALITA

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan vitamin dan mineral yang diperoleh dari buah-buahan

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

SKRIPSI ANALISIS ENERGI DAN PROTEIN SERTA UJI DAYA TERIMA BISKUIT TEPUNG LABU KUNING DAN IKAN LELE. Oleh : IKA ROHIMAH NIM.

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB I PENDAHULUAN. dan jagung, dan ubi kayu. Namun, perkembangan produksinya dari tahun ke tahun

HASIL DAN PEMBAHASAN

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

Kurnianingtyas et al., Pengaruh Penambahan Tepung Kacang Merah...

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB I PENDAHULUAN. menjadi terhambat dan menyebabkan rickets, sedangkan kekurangan. kalsium pada kelompok dewasa akan menyebabkan Osteoporosis yaitu

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

KOMPARASI UJI KARBOHIDRAT PADA PRODUK OLAHAN MAKANAN DARI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr)

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN SENSORI COOKIES DARI TEPUNG KOMPOSIT (BERAS MERAH, KACANG MERAH DAN MOCAF)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

BAB I PENDAHULUAN. pada 2002, konsumsi kalsium di kalangan masyarakat baru mencapai rata-rata

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

SUBSTITUSI TEPUNG BIJI NANGKA PADA PEMBUATAN KUE BOLU KUKUS DITINJAU DARI KADAR KALSIUM, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kurang optimal. Oleh karena itu, pemenuhan zat gizi harus benar benar

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu. permasalahan gizi di Indonesia (Herman, 2007). Balita yang menderita KEP

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

Transkripsi:

DAYA TERIMA BISKUIT DENGAN MODIFIKASI TEPUNG BIJI NANGKA, TEPUNG KACANG MERAH DAN TEPUNG PISANG SERTA KONTRIBUSINYA TERHADAP KECUKUPAN ENERGI, PROTEIN DAN ZAT BESI REMAJA Citra Chairannisa 1, Albiner Siagian 2, Ernawati Nasution 2 1 Alumni Program Sarjana IKM FKM - USU, Medan 2 Staf Pengajar IKM FKM - USU, Medan ABSTRACT Jackfruit seeds,red beans and banana flour can be processed into various food product which can give contribute nutrient, like energy, protein and iron. One of the product is biscuits. This study was aimed to determine the acceptability which comprised the color, flavor, taste and texture which were tested by hedonic test and the contribution to adequacy of the energy, protein, and iron. This was an experimental study on making biscuits by adding Jackfruit seeds, red beans and banana flour in different proportion of Jackfruit seeds, red beans and banana flour (7:4:4, 4:7:4 and 4:4:7). Organoleptic test of modified biscuits was given to thirty panelist of students in The Faculty of Public Health,University of Sumatera Utara. Analyzed was done descriptively. The results of this research showed that by organoleptic test of color, flavor and texture, biscuits with the addition of Jackfruit seeds, red beans and banana flour which made with 4:4:7proportion was the favored by the panelists. Based on the analysis of variance, the modification of Jackfruit seeds, red beans and banana flour in different proportion influenced different variety of taste, flavor and texture. The addition of Jackfruit seeds, red beans and banana flour on biscuit making increased the content of iron and protein. Consumption of five pieces A 2 biscuits with addition Jackfruit seeds, red beans and banana flour contributes 15,7%, 14,7% and 18,7% adequacy of energy, protein and iron in 16-18 years adolescent boy and 19,8%, 16,5%, 10,8% adequacy of energy, protein and iron in 16-18 years adolescent girl. It is suggested for consumer to make biscuits with addition Jackfruit seeds, red beans and banana flour as an alternative health food to adequacy of the energy, protein and iron for adolescent. In addition it is necessary to do other foods diversification by added Jackfruit seeds, red beans and banana flour as a food which is rich in nutrient content. Keywords : Biscuit, Red Beans, Jackfruits, Banana, Iron, Energy, Protein. Pendahuluan Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan fisik serta perkembangan emosional antara anakanak dan sebelum dewasa. Menurut WHO (2009) jumlah remaja di dunia saat ini mencapai 1,2 milyar dan satu dari lima orang di dunia ini adalah kelompok usia remaja 10-19 tahun, sedangkan di Asia Tenggara, jumlah remaja mencapai ± 18% - 25% dari seluruh populasi di daerah tersebut. Ketidakseimbangan antara asupan zat gizi dan kebutuhannya akan menimbulkan masalah gizi, baik berupa masalah gizi kurang maupun gizi lebih (Briawan, 2014). Pada kebanyakan perilaku remaja, kualitas pangan yang buruk

merupakan penyebab utama masalah gizi. Aktivitas fisik yang berlebihan dan infeksi penyakit, kemungkinan juga menjadi penyebab rendahnya status gizi remaja (ACC/SCN, 2000). Kekurangan zat gizi saat remaja, seperti terlalu kurus atau pendek akibat kurang energi kronis, sering tidak diketahui oleh mereka maupun keluarganya (World Bank, 2003). Kelompok usia remaja sangat rentan mengalami kekurangan zat gizi makro, seperti energi, dan protein. Angka prevalensi gizi kurang (ukuran tubuh pendek atau stunting) yang sangat tinggi di Asia adalah akibat kekurangan zat gizi makro yang kronis (World Bank, 2003 ; UN-SCN, 2004). Di Indonesia, prevalensi gizi kurang (tubuh kurus) pada remaja sebesar 17,4% (Permaesih dan Herman, 2005). Selain zat gizi makro, remaja juga mengalami masalah zat gizi mikro seperti defisiensi zat besi, defisiensi vitamin A, seng dan kalsium. Peningkatan kebutuhan akan mineral zat besi pada masa ini sangatlah tinggi. Hal ini dikarenakan zat besi merupakan komponen penting dalam pembentukan hemoglobin, membantu berbagai proses metabolisme tubuh, pembentuk utama tulang dan otot serta pertumbuhan skeletal (Arisman, 2010). Masalah gizi remaja dapat diperbaiki dengan konsumsi pangan yang beragam. Setiap jenis makanan mempunyai cita rasa, tekstur, aroma, dan daya cerna tersendiri yang memberikan sumbangan gizi berbeda-beda. Asupan gizi yang cukup akan mempengaruhi kesehatan remaja, dan secara langsung akan turut membantu pertumbuhan dan perkembangan remaja yang lebih optimal dan juga mencegah timbulnya penyakit kronis setelah dewasa (Briawan, 2014). Selain dengan cara merubah kebiasaan makan menjadi lebih baik dan mengonsumsi suplemen, remaja juga dianjurkan untuk mengonsumsi makanan tambahan diluar waktu makan seperti mengonsumsi jajanan yang sehat dan kaya akan energi, salah satunya adalah biskuit. Biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanggangan. Menurut Moehji (2000), biskuit sering dikonsumsi oleh anak balita, anak usia sekolah, remaja, hingga orang tua yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan atau makanan bekal. Untuk membantu mengurangi ketergantungan terhadap tepung terigu dan menurunkan harga jualnya, penggunaan terigu dapat dikurangi dengan penggunaan bahan-bahan lain. Substitusi terigu diharapkan dapat menjamin kesinambungan produksi dan sekaligus memberdayakan potensi sumber daya lokal seperti penggunaan biji nangka, kacang merah, dan juga pisang. Biji nangka ternyata tidak harus selalu dianggap limbah dan dibuang begitu saja. Selama ini biji nangka dimanfaatkan hanya dengan merebus atau memakannya langsung. Kandungan kimia biji nangka sebagian besar terdiri dari kalori 165 kal, protein 12,19 g, lemak 1,12 g, karbohidrat 36,7 g, besi 1 mg, fosfor 200 mg, dan Vitamin C sebesar 10 mg (Depkes RI, 2009). Kacang merah (Phaseolus vulgaris L) adalah makanan sehat bergizi. Kacang merah mempunyai banyak keunggulan antara lain kandungan protein dan zat besi sangat tinggi, selain itu juga mengandung karbohidrat, mineral dan vitamin B dan mengandung karoten yang merupakan prekursor vitamin A. Penggunaan tepung pisang bertujuan untuk memacu penyerapan zat besi di dalam tubuh jika dimakan pada waktu yang bersamaan karena pisang mengandung vitamin c, dan memiliki aroma dan rasa yang khas. Selain itu, pisang kepok

diketahui memiliki zat pati tinggi, sehingga bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi dan tepung pisang dapat digunakan untuk gangguan pencernaan yang disertai perut kembung serta kelebihan asam. Penelitian ini menggunakan perbandingan penggunaan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang sebesar 7:4:4 pada kelompok I, sebesar 4:7:4 pada kelompok II dan 4:4:7 pada kelompok III. Penetepan perbandingan ini dilakukan setelah peneliti melakukan penelitian pendahuluan dan berdasarkan analisa karakteristik masing-masing tepung yang digunakan agar nantinya menghasilkan biskuit yang renyah dan tidak langu. Berdasarkan latar berlakang diatas maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana daya terima biskuit dengan modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang serta bagaimana kontribusinya terhadap kebutuhan energi, protein dan zat besi bagi remaja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dalam pembuatan biskuit terhadap daya terima serta kontribusinya terhadap kecukupan energi, protein dan zat besi remaja. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan menggunakan rancangan acak lengkap, yang terdiri dari 3 perlakuan faktor yaitu tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dengan penetepan perbandingan 7:4:4 pada A 1, 4:7:4 pada A 2, dan 4:4:7 pada A 3. Pembuatan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang, dan uji daya terima serta pembuatan biskuit modifikasi dilakukan di Laboratorium Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU. Data uji daya terima dan sumbangan gizi dari biskuit, diolah secara menual dan dianalisis dengan menggunakan analisa deskriptif persentase. Kandungan gizi dari biskuit dengan modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit yang Dihasilkan Berdasarkan hasil penelitian biskuit dengan modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang memiliki bentuk bulat pipih dengan diameter 5-6 cm dan ketebalan ± 3 mm serta berat sekitar 10 gram. Karakteristik biskuit berdasarkan aroma rasa memiliki ciri khas masingmasing, seperti biskuit pada perlakuan I memiliki aroma khas biji nangka, dan rasa manis dari buah nangka, sedangkan aroma dan rasa biskuit pada perlakuan II lebih menonjolkan aroma susu dari kacang merah dan manis, serta biskuit pada perlakuan III memiliki aroma dan rasa khas pisang. Karakteristik dari segi warna pada ketiga biskuit perlakuan memiliki perbedaan, tapi dari segi tekstur memiliki kesamaan, yaitu memiliki tekstur yang renyah dan rapuh. Analisa Organoleptik Aroma Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang Berdasarkan uji daya terima kepada panelis terhadap aroma biskuit menunjukkan bahwa biskuit pada perlakuan A 2 memiliki skor tertinggi yaitu 79 (87,7%), sedangkan pada perlakuan A 1 memiliki skor terendah yaitu 62 (68,8%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai aroma biskuit pada perlakuan A 2. Berdasarkan nilai persentasi hasil uji

menunjukkan perlakuan A 1 tergolong kurang disukai. Sedangkan perlakuan A 2 dan A 3 tergolong disukai panelis. Hasil organoleptik aroma biskuit dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Hasil Analisa Organoleptik Aroma Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang Kriteria A 1 A 2 A 3 Aroma Panelis Skor % Panelis Skor % Panelis Skor % 40, 63, 12 36 19 57 15 45 50,0 0 3 Kurang 26, 24, 16 24 11 22 13 26 28,8 6 4 Tidak 2 2 0 0 0 2 2 2,2 2,2 Total 30 62 68, 8 30 79 87, 7 30 73 81 Biskuit dengan perlakuan A 2 paling disukai panelis karena memiliki aroma yang paling harum dengan aroma khas tepung kacang merah dibandingkan biskuit dengan perlakuan A 1 dan A 3. Munculnya aroma pada biskuit tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang disebabkan karena bahan-bahan yang digunakan yaitu tepung kacang merah yang paling dominan muncul memiliki aroma yang khas. Aroma adalah bau yang sukar diukur sehingga biasanya menimbulkan pendapat yang berlainan dalam menilai kualitas aromanya. Perbedaan pendapat dapat disebabkan setiap orang memiliki perbedaan penciuman, meskipun mereka dapat membedakan aroma namun setiap orang mempunyai kesukaan yang berlainan. Analisa Organoleptik Rasa Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang Berdasarkan uji daya terima kepada panelis terhadap rasa biskuit menunjukkan bahwa biskuit pada perlakuan A 3 memiliki total skor tertinggi 80 (91,11%) dengan kriteria kesukaan adalah suka, biskuit pada biskuit A 2 memperoleh skor 81 (36,67%) dengan kriteria kesukaan adalah tidak suka, sedangkan yang memiliki skor terendah adalah biskuit pada biskuit A 1 yaitu 64 (53,33%) dengan kriteria kesukaan adalah tidak suka. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai biskuit dengan perbandingan tepung biji nangka, kacang merah, dan pisang 4:4:7. Tabel 2. Hasil Analisa Organoleptik Rasa Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang Kriteri A 1 A 2 A 3 a Panelis Skor % Panelis Skor % Panelis Skor % Aroma 9 27 30,0 24 72 80,0 22 66 73,3 Kurang 16 32 35,6 3 6 6,7 8 16 17,8 Tidak 5 5 5,5 3 3 3,3 0 0 0 Total 30 64 71,1 30 81 89,9 30 80 91,1 Rasa biskuit yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang pada penelitian ini dipengaruhi terutama oleh tepung kacang merah, dan tepung biji nangka yang kuat dan juga dengan peningkatan persentase penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang. Penambahan berbagai tepung diatas dalam pembuatan biskuit akan mengubah rasa biskuit yang dihasilkan. Penambahan tepung biji nangka yang sedikit, dan penambahan tepung kacang merah dan tepung pisang yang banyak dalam pembuatan biskuit semakin meningkatkan tingkat kesukaan panelis, sementara penambahan tepung biji nangka lebih banyak semakin menurunkan tingkat kesukaan panelis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2012), pembuatan biskuit dengan penambahan tepung pisang kepok sebanyak 45% memiliki penilaian tertinggi yaitu dengan skor 86 dan jumlah persentase 95,5%. Menurut Ginting (2009) yang dikutip oleh Utami (2012), peningkatan jumlah persentasi hedonik terhadap rasa diikuti pula dengan peningkatan skor hedonik terhadap aroma.

Semakin banyak konsentrasi substitusi tepung pisang kepok makan semakin rendah skor penilaian panelis terhadap rasa biskuit pisang kepok. Hal ini berbeda dengan hasil uji organoleptik yang sudah dilakukan pada penelitian ini. Justru semakin banyak penggunaan tepung pisang yang digunakan pada perlakuan A 3 dibandingkan dengan kedua perlakuan lainnya, peningkatan skor penilaian semakin tinggi, dan dalam kategori termasuk disukai oleh panelis. Analisa Organoleptik Warna Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang Berdasarkan hasil analisa organoleptik dari segi warna ketiga biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan juga tepung pisang. Skor untuk biskuit pada biskuit A 3 memiliki total skor tertinggi 82 (91,10%) dengan kriteria kesukaan adalah suka, biskuit pada biskuit A 2 memperoleh skor 80 (87,78%) dengan kriteria kesukaan adalah suka, sedangkan yang memiliki skor terendah adalah biskuit pada biskuit A 1 yaitu 73 (81,10%) dengan kriteria kesukaan adalah suka. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai semua variasi biskuit. Hasil organoleptik aroma biskuit dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3. Hasil Analisa Organoleptik Warna Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang Kriteri A 1 A 2 A 3 a Panelis Skor % Panelis Skor % Panelis Skor % Aroma 16 48 53,3 19 57 63,3 22 66 73,3 Kurang 11 22 24,4 11 22 24,5 8 16 17,7 Tidak 3 3 3,3 0 0 0 0 0 0 Total 30 73 81,1 30 80 87,8 30 82 91,1 Biskuit dengan modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang memiliki warna coklat yang berbeda. Warna dihasilkan berdasarkan karakteristik masing-masing tepung. Menurut Winarno (2004), warna memiliki fungsi yang sangat penting pada makanan karena dapat meningkatkan selera. Warna makanan yang menarik dapat mempengaruhi penerimaan konsumen. Betapapun lezatnya makanan apabila penampilannya tidak menarik saat dihidangkan, makan tidak aan membangkitkan selera orang yang akan memakan.nnya (Moehji, 2000). Analisa Organoleptik Tekstur Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang Berdasarkan hasil analisa organoleptik dari segi tekstur ketiga biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan juga tepung pisang. Skor untuk biskuit pada biskuit A 2 memiliki total skor tertinggi 80 (88,9%) dengan kriteria kesukaan adalah suka, biskuit pada biskuit A 3 memperoleh skor 67 (74,4%) dengan kriteria kesukaan adalah kurang suka, sedangkan yang memiliki skor terendah adalah biskuit pada biskuit A 1 yaitu 66 (73,3%) dengan kriteria kesukaan adalah kurang suka. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai biskuit dengan perbandingan tepung biji nangka, kacang merah, dan pisang 4:7:4. Hasil organoleptik aroma biskuit dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4. Hasil Analisa Organoleptik Tekstur Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang Kriteria A 1 A 2 A 3 Aroma Panelis Skor % Panelis Skor % Panelis Skor % 12 36 40,0 20 60 66,7 11 33 36,7 Kurang 12 24 26,7 10 20 22,2 15 30 33,3 Tidak 6 6 6,7 0 0 0 4 4 4,4 Total 30 66 73,3 30 80 88,9 30 67 74,4

Tanggapan panelis terhadap tektur biskuit memperlihatkan bahwa biskuit dengan perlakuan A 1 adalah biskuit tepung yang paling disukai dari segi teksturnya. Hal ini disebabkan oleh komposisi tepung biji nangka yang digunakan dalam pembuatan biskuit lebih banyak, hingga teksturnya lebih rapuh dibandingkan dengan kedua perlakuan lainnya. Hal ini didukung oleh penelitian Achmad Fadillah (2008), pembuatan roti unyil dengan penambahan tepung biji nangka 55% memiliki penilaian tertinggi karena tekstur roti yang tidak keras dan empuk. Penggunaan gula yang berlebih dapat membuat tekstur biskuit menjadi lebih lembek dan basah. Selain itu, rasanya menjadi terlalu manis. Analisa Kandungan Gizi Energi, Protein dan Zat Besi dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Pisang, dan Tepung Kacang Merah Dari setiap 3,5 kg biji nangka, dapat dihasilkan 1,5-2 kg tepung biji nangka, dan dari 1 kg kacang merah diperoleh 1,5 kg-2 kg tepung kacang merah, sedangkan dari 15 buah pisang kepok kuning ¾ matang diperoleh 500-750 gram tepung pisang. Nilai gizi yang dianalisa yaitu energi, protein dan juga zat besi yang dapat dilihat dalam tabel di bawah ini: Tabel 5. Hasil Perhitungan Energi, Protein dan Zat Besi dalam Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang per 100 gr No Zat Gizi Biskuit Biasa** Kandungan Gizi A 1 * A 2 * A 3 * Protein 1. 6,9 7,61 9,70 7,08 (g) Zat 2. Besi 2,2 2,3 2,8 2,15 (mg) Energi 3. 400 418,4 420,7 410,6 (kkal) Berdasarkan tabel 4.13 dapat dilihat bahwa ada perbedaan kandungan zat gizi yang dihasilkan dari biskuit biasa dengan ketiga perlakuan biskuit lainnya. Penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang menunjukkan adanya peningkatan kandungan energi, protein dan zat besi dibandingkan dengan biskuit biasa. Biskuit dengan perlakuan A 1, A 2, dan A 3 dalam setiap 100 gram (± 5 biskuit) memiliki kandungan protein masing- masing sebesar 7,61 gram, 9,7 gram dan 7,08 gram, sedangkan kandungan zat besi masingmasing sebesar 2,3 miligram, 2,8 miligram dan 2,15 miligram. Dalam hal ini, protein merupakan suatu zat gizi yang sangat penting bagi tubuh, karena zat gizi ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga sebagai zat pembangun, dan pengatur. Sedangkan besi merupakan zat gizi mikro yang juga sangat penting bagi tubuh, karena berfungsi dalam metabolisme tubuh, pembentukan darah, meningkatkan kemampuan belajar dan konsentrasi serta juga pertumbuhan tubuh bagi remaja. Berdasarkan perhitungan komposisi zat gizi biskuit yang mengacu pada Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2009), dapat dilihat kandungan zat gizi biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang pada perlakuan A 1, A 2 dan A 3 dalam setiap 100 gram (± 10 keping biskuit) memberikan sumbangan energi masing-masing sebesar

418,4 kkal, 420,7 kkal, dan 410,6 kkal. Sehingga diharapkan dapat menyumbangkan energi dari total kebutuhan energi per hari per orang pada remaja. Perhitungan Kontribusi Energi, Protein dan Zat Besi Biskuit yang Dimodifikasi terhadap Kecukupuan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja Hasil analisa sumbangan zat besi bagi remaja usia 16-18 tahun yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan per 100 gram biskuit dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 6. Hasil Analisa Sumbangan Zat Gizi Biskuit pada Remaja per 100 gr Biskuit Sumbangan Zat Gizi (%) Jenis Kelamin Remaja A 1 A 2 A 3 Energi Protein Besi Energi Protein Besi Energi Protein Besi Laki-laki 15,7 11,5 15,3 15,7 14,7 18,7 15,3 10,7 14,3 Wanita 19,7 12,9 8,9 19,8 16,5 10,8 19,3 12 9,7 Menurut Tabel Angka Kecukupan Gizi Indonesia (2012), angka kebutuhan gizi rata-rata yang dianjurkan bagi remaja putri 16-18 tahun yaitu protein sebesar 59 gram energi, protein dan zat besi total remaja putri usia 16-18 tahun. Biskuit dengan penambahan tepung kacang merah, tepung biji nangka dan sehari per orang per hari dan zat besi sebesar tepung pisang memiliki keunggulan 26 miligram, sedangkan bagi remaja putra 16-18 tahun yaitu protein sebesar 66 gram dan zat besi sebesar 15 miligram. Kebutuhan zat besi pada remaja putri lebih tinggi dikarenakan setiap bulannya remaja putri kandungan gizi pada energi, protein dan zat besi sehingga semakin banyak penambahan tiga jenis tepung diatas maka jumlah konsentrasi kandungan gizi juga semakin tinggi. Oleh karena itu biskuit dengan mengalami menstruasi, dan diperparah penambahan tepung kacang merah, tepung dengan pola konsumsi remaja putri yang biji nangka dan tepung pisang bagus untuk terkadang melakukan diet pengurusan badan dikonsumsi oleh para remaja untuk sehingga semakin sedikit asupan zat besi memenuhi kebutuhan zat gizi setiap harinya yang dapat memenuhi kebutuhan mereka bisa sebagai makanan ringan ataupun dan mencegah terjadinya anemia defisiensi pengganti karena dapat membantu besi (Arisman, 2010). Berdasarkan perhitungan sumbangan memenuhi kebutuhan energi, protein dan zat besi di dalam tubuh. energi, protein dan zat besi yang diperoleh dari modifikasi biskuit tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang, KESIMPULAN 1. Penambahan tepung biji nangka, tepung dapat diketahui bahwa biskuit yang kacang merah dan tepung pisang dalam memberikan kontribusi energi, protein dan zat besi yang terbesar terdapat pada biskuit pembuatan biskuit memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap penilaian dengan perlakuan A 2, yaitu dengan organoleptik baik dari segi aroma, rasa sumbangan energi, protein dan zat besi sebesar 15,7%, 14,7%, dan 18,67% dari kebutuhan energi, protein dan zat besi total remaja putra usia 16-18 tahun, dan sebesar 19,8%, 16,5% dan 10,8% dari kebutuhan dan tekstur, tapi tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata pada penilaian organoleptik dalam segi warna. Ini dikarenakan karakteristik tepung yang digunakan tidak memiliki perbedaan

warna yang signifikan, sedangkan karakteristik aroma, rasa dan tekstur dari masing-masing tepung yang digunakan memiliki perbedaan yang mencolok. 2. Berdasarkan indikator rasa, warna dan tekstur biskuit yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang yang disukai panelis adalah biskuit dengan perbandingan tepung sebesar 4:4:7. Sedangkan dari indikator aroma, biskuit yang disukai panelis adalah biskuit dengan perbandingan tepung sebesar 4:7:4. 3. Penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang memberikan sumbangan protein, zat besi dan energi. Biskuit yang memiliki kandungan zat besi, protein dan energi tertinggi adalah biskuit yang dimodifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah dan pisang dengan perbandingan 4:7:4 dengan zat besi sebesar 2,8 mg, protein sebesar 9,7 gram, dan energi sebesar 420,7 kkal yang memberikan sumbangan energi, protein dan zat besi sebesar 15,7%, 14,7%, dan 18,7% dari kebutuhan energi, protein dan zat besi total remaja putra usia 16-18 tahun, dan sebesar 19,8%, 16,5% dan 10,8% dari kebutuhan energi, protein dan zat besi total remaja putri usia 16-18 tahun. SARAN 1. Agar biskuit tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang ini dapat dimanfaatkan oleh keluarga sebagai makanan bergizi untuk memenuhi kebutuhan energi, zat besi, dan protein pada remaja putra dan putri hingga dewasa sekaligus sebagai makanan ringan di saat waktu luang, atau jeda sebelum mengonsumsi makanan berat, karena mengandung zat gizi yang diperlukan tubuh. 2. Perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pembuatan biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang, sehingga diharapkan dapat menjadi peluang usaha dalam variasi dan alternatif biskuit. 3. Perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut dalam pembuatan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang untuk melihat daya simpan masingmasing tepung. DAFTAR PUSTAKA ACC/SCN (Administrative Committee on Coordination/Sub-Committee on Nutrition)., 2000. 4 th report on the world nutrition situation: Nutrition Throughout The Life Cycle. Geneva: ACC/SCN. Achmad Fadillah, dkk., 2008. Pengembangan Produk Turunan Nangka Melalui Pemanfaatan Biji Nangka Sebagai Bahan Baku Varonyil (Variasi Roti Unyil) yang Sehat. Bogor : Departemen Agribisnis. Arisman., 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan : Buku Ajar Ilmu Gizi Edisi Kedua. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Briawan. Dodik., 2014. Anemia : Masalah Gizi pada Remaja Wanita. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Departemen Kesehatan RI., 2009. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta : Bhratara Karya Aksara. Moehji, Sjahmien., 2000. Ilmu Gizi dan Diet. Jakarta : Bharata Karya Aksara. Permaesih, D., & Herman, S., 2005. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Anemia pada Remaja. Buletin Panel Kesehatan, 33(4) : 162-171. Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta : Kompas Gramedia.

UN-SCN (United Nation-Standing Committee on Nutrition)., 2004. 5 th Report on The World Nutrition situation. Geneva : UN-SCN. Utami, Suriyani., 2012. Pengaruh Penambahan Tepung Pisang Kepok Terhadap Daya Terima Biskuit Sebagai Alternatif Makanan Tambahan Anak Sekolah. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan. WHO., (2008). Worldwide Prevalence of Anemia 1993-2005 WHO Global Database on Anemia. Ed. Benoist et al. http://www.who.int/worldwideprevalence-of-anemia-9305.pdf diakses 3 Maret 2015 Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) X., 2012. Angka Kecukupan Gizi dan Acuan Label Gizi Indonesia. Jakarta: WNPG. Winarno, F. G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.