PENGAWETAN KLOROFIL DAUN KATUK SEBAGAI ZAT PEWARNA UNTUK BAHAN DSSC (DYE SENSITIZED SOLAR CELL) DENGAN MENGGUNAKAN FREEZE DRYING ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

Gravitasi Vol. 15 No. 1 ISSN:

STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN EKSTRAKSI DAUN BAYAM SEBAGAI DYE SENSITIZER DENGAN VARIASI JARAK SUMBER CAHAYA PADA DSSC

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Ana Thoyyibatun Nasukhah Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Listrik merupakan kebutuhan esensial yang sangat dominan kegunaannya

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar sumber energi yang dieksploitasi di Indonesia berasal dari energi fosil berupa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hari Gambar 17. Kurva pertumbuhan Spirulina fusiformis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Laboratorium Riset

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang yang kaya akan radiasi matahari yang tinggi,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

FABRIKASI SEL SURYA PEWARNA TERSENSITISASI (SSPT) DENGAN MEMANFAATKAN EKSTRAK ANTOSIANIN UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L)

Potensi Daun Biduri (Calotropis gigantea) Sebagai Bahan Aktif Dye- Sensitized Solar Cell (DSSC)

SEL SURYA FOTOELEKTROKIMIA DENGAN MENGGUNAKAN NANOPARTIKEL PLATINUM SEBAGAI ELEKTRODA COUNTER GROWTH

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi saat ini yang melanda dunia masih dapat dirasakan terutama di

3 EKSTRAKSI, MODIFIKASI DAN KARAKTERISASI KLOROFIL

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Riau dan di Laboratorium Patologi, Entimologi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area

EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SEBAGAI DYE SENSITISER ALAMI PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT

BAB III METODE PENELITIAN. salam dan uji antioksidan sediaan SNEDDS daun salam. Dalam penelitian

VARIASI KECEPATAN PUTAR DAN WAKTU PEMUTARAN SPIN COATING

METODELOGI PENELITIAN

Karakterisasi Ekstrak Antosianin Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L) sebagai Fotosensitiser pada Sel Surya Pewarna Tersensitisasi

PEMBUATAN PROTOTIPE DYE SENSITIZED SOLAR CELL(DSSC) DENGAN MEMANFAATKAN EKSTRAK ANTOSIANIN STRAWBERRY

3 Percobaan. Garis Besar Pengerjaan

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

F- 1. PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.2, (2013) X 1

Pengaruh Konsentrasi Ruthenium (N719) sebagai Fotosensitizer dalam Dye-Sensitized Solar Cells (DSSC) Transparan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK

BAB III METODE PENELITIAN. Neraca analitik, tabung maserasi, rotary evaporator, water bath,

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

PENGARUH LAMA PERENDAMAN TERHADAP EFISIENSI SEL SURYA TERSENSITISASI DYE DARI TINTA SOTONG DAN EKSTRAK TEH HITAM

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

PEMANFAATAN EKSTRAK ANTOSIANIN KOL MERAH (Brassica oleracea var) SEBAGAI DYE SENSITIZED DALAM PEMBUATAN PROTOTIPE SOLAR CELL(DSSC)

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sel surya generasi pertama berbahan semikonduktor slikon (Si) yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan

LATIHAN SOAL ULANGAN HARIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan Juni 2010 di

Fotografi Cahaya Terhadap Pigmen Warna Tanaman

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI KLOROFIL TERHADAP DAYA KELUARAN DYE-SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC)

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika

KARAKTERISASI TiO 2 (CuO) YANG DIBUAT DENGAN METODA KEADAAN PADAT (SOLID STATE REACTION) SEBAGAI SENSOR CO 2

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

Mahasiswa Prodi Fisika, FMIPA Universitas Hasanuddin **)

Konstruksi Sel Surya Bio menggunakan Campuran Klorofil-Karotenoid sebagai Sensitizer

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG CAHAYA. Tujuan : Mempelajari peranan jenis cahaya dalam proses fotosintesis.

TiO 2 jatuh pada 650 nm sedangkan pada kompleks itu sendiri jatuh pada 600 nm, dengan konstanta laju injeksi elektron sekitar 5,5 x 10 8 s -1 sampai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

BAB I PENDAHULUAN I.1

SKRIPSI DELOVITA GINTING

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA PROSES PEMBUATAN KURVA STANDAR DARI LARUTAN - KAROTEN HAIRUNNISA E1F109041

BAB III METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi.

BAB III METODE PENELITIAN. menjadi 5-Hydroxymethylfurfural dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia

SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION

Transkripsi:

PENGAWETAN KLOROFIL DAUN KATUK SEBAGAI ZAT PEWARNA UNTUK BAHAN DSSC (DYE SENSITIZED SOLAR CELL) DENGAN MENGGUNAKAN FREEZE DRYING Darmawati Darwis, Sri Ayuni Basri, Iqbal Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tadulako Jln. Soekarno Hatta km.9 Bumi Kaktus, Tadulako, Palu email: sri_ayunibasri@yahoo.co.id ABSTRAK Pengawetan klorofil daun katuk sebagai zat pewarna untuk bahan DSSC dengan menggunakan freeze drying telah dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kualitas klorofil untuk dijadikan zat pewarna pada bahan DSSC. Larutan klorofil yang diujikan diencerkan menggunakan etanol (96%) dengan kosentrasi 20 %. Klorofil hasil pengenceran diuji serapan cahaya dan konduktivitas listriknya pada kondisi gelap dan terang. Hasil pengujian menunjukkan serapan cahaya larutan klorofil memiliki puncak spektrum serapan dengan nilai tertinggi sebesar 2,508 au sebelum diawetkan dan 2,710 au setelah diawetkan. Konduktivitas lisriknya sebelum diawetkan sebesar 42,5 µs/m pada kondisi terang dan 38,6 µs/m pada kondisi gelap, untuk konduktivitas listrik setelah diawetkan sebesar 42,5 µs/m pada kondisi terang dan 38,6 µs/m pada kondisi gelap. Hasil pengukuran sifat optik dan listrik menunjukkan bahwa pengawetan klorofil dapat mempertahankan kualitas klorofil dari daun katuk. Kata Kunci: Klorofil, DSSC, daya serap, konduktivitas. 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu Negara yang hampir di seluruh wilayahnya menerima sinar matahari yang optimal sepanjang tahunnya. Mengingat hal tersebut Indonesia sangat berpotensi menjadikan sel surya sebagai salah satu sumber energi masa depan. Sel surya merupakan alat yang dapat mengkonversi energy cahaya matahari menjadi energi listrik (Kumara M.S.W., G. Prajitno, 2012). Salah satu sel surya yang banyak dikembangkan pada saat ini yaitu Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) yang memanfaatkan radiasi cahaya yang diserap oleh zat pewarna kemudian diubah menjadi energi listrik. Zat pewarna dapat diperoleh dari bahan-bahan organik yang berasal dari tanaman dan hewan (Winarno, 1997). DSSC terdiri dari sepasang elektroda dan counter elektroda. Elektroda terbuat dari substrat kaca konduktif yang telah dilapisi Transparent Conductive Oxide (TCO), yang biasa digunakan SnO 2. Pada elektroda dilapisi oleh lapisan oksida nanopartikel yang dilapisi oleh molekul zat pewarna (dye) sensitasi. Dye berperan sebagai penyerap cahaya pada DSSC. Dye terdiri dari 2 jenis yaitu dye sintesis dan dye alami. Dye alami diperoleh dari tumbuhan dan hewan (Wongcharee K., dkk, 2007). Pada tumbuhan dye dapat berupa klorofil, antosianin dan xentofil (Song Wang, dkk, 2007). Klorofil adalah salah satu pigmen tumbuhan berwarna hijau yang banyak ditemukan pada daun. Molekul penyusun klorofil daun tumbuhan antara lain klorofil a berwarna biruhijau, klorofil b berwarna kuning-hijau dan karotenoid berwarna campuran kuning dan jingga. Klorofil a merupakan pigmen utama yang paling banyak jumlahnya dari sejumlah klorofil yang berperan dalam reaksi terang fotosintesis. Klorofil b dan karotenoid sebagai pigmen pelengkap. Klorofil b berperan menyerap foton cahaya matahari. Sedangakan karotenoid berfungsi sebagai fotoproteksi yang menyerap dan melepaskan energi cahaya yang berlebihan yang dapat merusak klorofil (Arrohmah, 2007). Klorofil mudah terdegradasi menjadi molekul turunannya akibat adanya pengaruh cahaya, suhu, dan oksigen. Hal inilah yang membuat klorofil bersifat labil. Hilangnya magnesium dari molekul pusat atau hilangnya rantai ekor fitol merupakan langkah awal terjadinya degradasi klorofil. Sejumlah molekul turunan seperti phaeophytins, chlorophyllides dan phaephorbides yang tergantung pada molekul induknya akan terbentuk jika molekul klorofil mengalami degradasi. Molekul hasil degradasi 1

dari atom Mg klorofil adalah feofilin sedangkan molekul hasil degradasi dari rantai ekot fitol klorofil adalah klorofilida dan molekul hasil degradasi dari atom Mg serta rantai ekor fitol klorofil adalah feoforbida (Carlson dkk, 1996). Adapun skema dari proses degradasi klorofil ditunjukkan pada Gambar 1. titik triple (Gambar 2). Titik triple merupakan titik dimana terjadi kesetimbangan antar uap, air dan es. Peristiwa sublimasi terjadi jika suhu bahan dinaikkan dan bahan dalam kondisi beku pada tekanan yang dipertahankan tetap dibawah tekanan triple (Pt = 4,58 torr). Sublimasi yaitu perubahan fase dari padat (es) ke uap (lihat garis biru pada Gambar 2). Jika kondisi ini dipertahankan, maka air (es) dalam bahan secara kontinyu akan berkurang melalui proses sublimasi (Purwiyatno, 2013). Gambar 1. Alur proses degradasi pada klorofil (Carlson dkk, 1996) Daun katuk (Sauropus Androgynus (L) Merr) digunakan sebagai pewarna alami yang dapat memberi warna hijau tanpa menimbulkan residu. Daun tanaman katuk merupakan daun tunggal, karena hanya merupakan helaian dan tangkai daun saja, mudah didapat dan sudah digunakan diberbagai bahan makanan antara lain pewarna hijau pada ketan dan lain-lain. Pemanfaatannya dengan diekstraksi atau ditumbuk dengan menambahkan air, kemudian filtratnya digunakan untuk pewarna hijau pangan (Hardjanti Sri, 2008). Spektroskopi adalah studi mengenai interaksi cahaya dengan atom dan molekul. Radiasi cahaya atau elektromagnet dapat dianggap menyerupai gelombang. Dasar spektroskopi UV-Vis adalah serapan cahaya. Bila cahaya jatuh pada senyawa, maka sebagian dari cahaya diserap oleh molekul-molekul sesuai dengan struktur dari molekul senyawa tersebut. Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum UV-Vis tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Spektroskopi UV-Vis dari senyawa-senyawa organik berkaitan erat dengan transisi-transisi diantara tingkatan-tingkatan tenaga elektronik (Sastrohamidjojo H, 1991). Pengeringan dengan cara pembekuan yaitu bahan langsung dibekukan dan air dikeluarkan dari bahan secara sublimasi. Proses pengeringan beku dapat dijelaskan dengan menggunakan diagram fase air pada Gambar 2. Dari Gambar tersebut bisa diketahui bahwa dengan mengendalikan kondisi tekanan (P) dan suhu (T), air dapat berbentuk gas (uap), cair (air) atau padatan (es). Pada kondisi tertentu yaitu pada kondisi tekanan 4,58 torr (610,5 Pa) dan suhu 0 C, air akan berada pada Gambar 2. Diagram fase air untuk menjelaskan kesetimbangan (Zemansky M.W dan Dittman R.H, 1986 dan Anonim B, 2013). 2. METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Unit Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, di laboratorium Penelitian Prodi Kimia Jurusan Kimia dan di laboratorium Fisika Material dan Energi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Tadulako pada bulan Januari 2015 sampai Maret 2015. 2.2 Materi Penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun katuk, etanol dan aquades. Peralatan yang digunakan adalah pisau, timbangan digital, gelas ukur, gelas erlemeyer, batang pengaduk, gelas beker, aluminium foil, kertas saring, corong kaca, spektrofotometer UV-VIS +T80, rotavorator, GLX explorer dan conductivity probe, freeze drying. 2

2.3 Prosedur Penelitian Penelitian dilaksanakan melalui 6 tahap, yaitu tahap persiapan, tahap ekstraksi bahan, tahap uji sifat optik, tahap uji kelistrikan, tahap pengawetan bahan klorofil dan tahap pengujian setelah pengawetan. Adapun 6 tahap tersebut, yaitu: 1. Tahap persiapan Tahap awal penelitian adalah studi pustaka, menyiapkan bahan dan peralatan yang dibutuhkan. 2. Tahap ekstraksi bahan Daun dipotong kecil-kecil sekitar 1 cm x 1 cm, kemudian ditimbang masing-masing daun sebanyak 50 gram menggunakan timbangan digital dan selanjutnya dihaluskan menggunakan blender dengan ditambahkan 5ml akuades. Kemudian dicampurkan dengan 100 ml etanol 96 %. Ekstrak tersebut dimasukan ke dalam gelas beker dan dibiarkan selama 24 jam yang ditutup dengan aluminium foil untuk mencegah penguapan. Selanjutnya ekstrak daun yang sudah direndam dengan etanol disaring menggunakan kertas saring untuk memisahkan ekstrak murni dengan sisa daun yang tidak terekstraksi. Larutan ini kemudian diencerkan dengan kosentrasi 20 %, larutan ini digunakan untuk pengukuran absorbansi dan konduktivitas listrik sebelum diawetkan (H1). 3. Tahap uji sifat optik Tahap uji sifat optik larutan dye alami ekstrak daun menggunakan spektrofotometer UV-Vis +T80. Karakterisasi optik dilakukan untuk mengetahui absorbansi dye alami yang telah dibuat dan untuk perhitungan energi gap. Hasil yang diperoleh berupa spektrum serapan larutan dengan nilai absorbansi pada tiap-tiap panjang gelombang. Selanjutnya perhitungan energi gap dilakukan dengan menggunakan rumus energi foton sebagai berikut: hc E g = λ Dimana adalah energi gap, adalah panjang gelombang pada puncak absorbansi ( adalah laju cahaya ( ). setara dengan ( ) sehingga (Krane Kenneth S, 1992). 4. Tahap uji kelistrikan Tahap uji kelistrikan atau pengukuran konduktivitas dilakukan dengan menggunakan GLX eksplore dan sensor conductivity probe pada 2 kondisi yaitu kondisi terang dan gelap. 5. Tahap pengawetan bahan klorofil Pada tahap ini, mula-mula klorofil dan etanol dipisahkan dengan menggunakan rotavator sekitar 3 jam (hingga tidak ada lagi etanol dalam klorofil). Kemudian klorofil dimasukkan dalam freezer (-20 o C) dan didiamkan selama semalam sebelum dikeringkan dengan pengering beku (freeze dryer) selama 11 jam. Setelah klorofil kering, masing-masing klorofil ditimbang untuk mengetahui massa klorofil yang akan diencerkan kembali sebelum pengujian. ini disimpan selama 12 hari (H2), 26 hari (H3) dan 40 hari (H4). 6. Tahap pengujian setelah pengawetan Sebelum melakukan tahap ini, sebelumnya bahan yang telah berbentuk jel diencerkan kembali dengan menambahkan etanol 96 % sebanyak 20 ml untuk bahan klorofil daun bayam sebanyak 1,5 g, klorofil daun kangkung sebanyak 3 g dan klorofil daun katuk sebanyak 4 g. Larutan ini kemudian diencerkan dengan kosentrasi 20 %. Adapula larutan yang tidak diawetkan dan disimpan selama 40 hari (H5). Larutan ini dapat digunakan untuk: a. Analisa spektrofotometer UV-VIS dan perhitungan energi gap. b. Pengukuran konduktivitas 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pengujian sifat Optik Pengujian sifat optik dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dari masing-masing sampel daun katuk. Data yang diambil berupa spektrum absorbansi dari klorofil dengan kosentrasi 20 % untuk masingmasing daun sebelum diawetkan (H1), setelah diawetkan 12 hari (H2), 26 hari (H3), 40 hari (H4) dan klorofil yang tidak diawetkan setelah 40 hari (H5) seperti ditunjukkan pada Gambar 3 berikut: 3

Absorbansi (au) Gravitasi Vol. 15 No. 1 ISSN: 1412-2375 Gambar 3. Spektrum absorbansi klorofil daun katuk pada H1, H2, H3, H4 dan H5 Pada Gambar 3, klorofil daun katuk menunjukkan nilai absorbansi pada rentang panjang gelombang 600-700 nm dengan masing-masing nilai absorbansi tertinggi ditunjukkan pada Tabel 1 berikut: Tabel 1 Nilai absorbansi tertinggi pada klorofil daun katuk. Panjang Absorbansi gelombang (nm) (au) H 1 663,98 2,508 H 2 662,52 2,561 H 3 664,82 2,641 H 4 663 2,710 H 5 663,64 2,012 Secara fisik klorofil yang diawetkan mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan, namun secara kimia klorofil ini tidak mengalami perubahan. Pengawetan dilakukan untuk menghindari terjadinya degradasi yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada pigmen klorofil. Secara kimia klorofil bersifat labil terhadap pengaruh cahaya, suhu dan udara. Ketiga faktor inilah yang menyebabkan terjadinya degradasi klorofil menjadi molekul-molekul turunannya. Degradasi ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan daya serap suatu bahan karena berkurangnya pigmen klorofil a dan klorofil b yang penting dalam proses penyerapan foton cahaya matahari. Karakteristik daya serap suatu bahan dalam mengabsorbsi menjadi hal penting dalam pemanfaatannya sebagai dye pada bahan DSSC. Pada DSSC dye berfungsi sebagai daya serap cahaya, dimana daya serap sendiri merupakan kuantitas yang menyatakan kemampuan bahan dalam menyerap cahaya. Senyawa organik mampu mengabsorbsi cahaya kerena senyawa organik mengandung elektron valensi yang dapat dieksitasi ke tingkat energi lebih tinggi (Sumaryanti, 2011). 3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 0,500 0,000 H 1 H 2 H 3 H 4 H 5 Gambar 4. Hubungan absorbansi dan sampel pada klorofil daun katuk. Berdasarkan data yang telah diperoleh dari klorofil daun bayam yang diperjelas pada Gambar 4. Dari gambar diketahui bahwa absorbansi klorofil semakin naik setelah pengawetan. Pengawetan klorofil yang telah dilakukan dapat mempertahankan karakteristik penyerapan bahan. Hal ini terlihat pada data H5 dari klorofil. Dimana daya serap H5 menurun jika dibandingkan dengan daya serap pada H1. Degradasi terjadi pada klorofil yang tidak diawetkan dan disimpan selama 40 hari. Hal ini dapat dilihat dari nilai absorbansi sampel mengalami penurunan yang disebabkan terjadinya kerusakan pada sebagian pigmen klorofil a dan klorofil b yang mengakibatkan terjadinya penurunan daya serap larutan tersebut. Berdasarkan data absorbansi dapat diketahui kandungan klorofil pada suatu bahan. Sesuai dengan rumus untuk menghitung kandungan klorofil dengan menggunakan nilai absorbansi pada panjang gelombang 645 nm dan 663 nm. Kandungan klorofil sangat menentukan kemampuan penyerapan suatu bahan. Semakin banyak kandungan klorofil maka semakin baik daya serap bahan tersebut (Harbone, 1973 dalam Arrohmah, 2007). Sehingga semakin besar nilai absorbansi suatu bahan maka semakin baik daya serapnya. 4

Energi gap (ev) Konduktivitas (µs/cm) Gravitasi Vol. 15 No. 1 ISSN: 1412-2375 3.2 Pengujian sifat listrik Tabel 2 Data hasil pengukuran sifat listrik larutan klorofil daun bayam, katuk dan kangkung Konduktivitas (µs/cm) Kondisi terang Kondisi gelap H1 42,5 38,6 H2 43,1 41,3 H3 43,5 41,6 H4 44,2 42,3 H5 45,3 43,2 46 44 42 40 38 36 34 H1 H2 H3 H4 H5 terang gelap Gambar 5 Konduktivitas listrik klorofil daun katuk pada H1, H2, H3, H4 dan H5. Klorofil merupakan material yang bersifat reseptor cahaya yang menyerap cahaya tampak. Jika cahaya diserap akan terjadi eksitasi elektron (Arrohmah, 2007). Semakin banyak elektron yang tereksitasi maka semakin besar arus yang mengalir, sehingga semakin besar pula nilai konduktivitas suatu bahan. Pengukuran konduktivitas suatu bahan penting untuk mengetahui kepekaannya terhadap cahaya. Klorofil terdiri dari klorofil a, klorofil b dan karotenoid. Dalam hal konduktivitas klorofil b sangat penting, dimana klorofil b berperan dalam penyerapan foton cahaya yang dapat menimbulkan terjadinya eksitasi pada elektron. Berdasarkan data yang telah diperoleh dari hasil pengujian konduktivitas dari larutan klorofil secara umum konduktivitas larutan klorofil pada kondisi terang lebih besar dari pada kondisi gelap. Konduktivitas pada kondisi terang lebih besar karena adanya elektron yang bertransisi ke orbital lain akibat mendapatkan energi dari cahaya. Selain itu konduktivitas dari klorofil semakin hari semakin naik. 3.3 Perhitungan energi gap Tabel 3 Data hasil pengukuran sifat listrik larutan klorofil daun bayam, katuk dan kangkung λ (nm) Abs Eg (ev) H1 663,98 2,508 1,868 H2 662,52 2,561 1,872 H3 664,82 2,641 1,865 H4 663 2,710 1,870 H5 663,64 2,012 1,868 Selain untuk mengetahui kandungan klorofil suatu bahan, dapat pula diketahui besar energi gap yang dihasilkan suatu bahan apabila bahan tersebut mendapat pancaran cahaya. Energi gap menunjukkan besarnya energi yang dihasilkan suatu bahan ketika menerima cahaya, Energi inilah yang memungkinkan elektron-elektron tereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi. Besar energi gap dapat dihitung dengan menggunakan rumus energi foton, dimana merupakan panjang gelombang yang memiliki nilai absorbansi tertinggi. 1,874 1,872 1,87 1,868 1,866 1,864 1,862 1,86 H 1 H 2 H 3 H 4 H 5 Gambar 6 Hubungan energi gap dan sampel pada klorofil daun katuk. Berdasarkan data uji sifat optik dan perhitungan energi foton yang tertera dapat dilihat pengaruh pengawetan pada Gambar 6. Dari gambar terlihat bahwa nilai energi gap semakin meningkat. Energi gap dari klorofil daun katuk sebelum diawetkan sebesar 1,868 ev dan setelah diawetkan 40 hari sebesar 1,870 ev. 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diperoleh kesimpulan bahwa pengawetan yang dilakukan pada klorofil daun bayam katuk dengan menggunakan alat freeze drying dapat mempertahankan karakteristik 5

klorofil daun katuk tersebut atau menghambat terjadinya degradasi pada klorofil, absorbansi klorofil sebelum pengawetan 2,508 dan setelah pengawetan 40 hari 2,710. Konduktivitas listrik sebelum pengawetan pada kondisi terang 42,5 µs/cm dan pada kondisi gelap 38,6 µs/cm dan setelah pengawetan pada kondisi terang 44,2 µs/cm dan pada kondisi gelap 42,3 µs/cm. DAFTAR PUSTAKA Arrohmah, 2007. Studi Kualitas Klorofil pada Daun sebagai Material Photodetector Organik, Skripsi. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Carlson. R.E., dkk, 1996. A coordinaor s Guide to Volunter Lake Monitoring Methods.96pp. http://dipin.kent.edu/cholophyll.htm. nk&client=firefox-a), Diakses pada tanggal 13 April 2015. Sastrohamidjojo H., 1991, Spektroskopi, Liberty: Yogyakarta. Sumaryanti, 2011, Karakterisasi optik dan listrik larutan klorofil Spirullina sp Sebagai Dye-Sensitezed Solar Cell (DSSC), Skripsi, Jurusan Fisika, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Winarno, 1997, Warna_Bahan_Makanan.pdf, Diakses 27-04-2015. Wongcharee K., dkk, 2007. Dye-sensitized solar cell using natural dyes extracted from rosella and blue pea flowers. Solar Energy Materials and Solar Cells 91.page, 566-57. Hardjanti Sri, 2008. Potensi Daun Katuk sebagai Sumber Zat Pewarna Alami dan Stabilitas Selama Pengeringan Bubuk dengan Menggunakan Binder Maltodekstrin. Jurnal Penelitian Saintek. Vol 13, No 1: 1-18. Kumara M.S.W., G. Prajitno, 2012 Studi Awal Fabrikasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) Dengan Menggunakan Ekstraksi Daun Bayam (Amaranthus hybridus l.) Sebagai Dye Sensitizer Dengan Variasi Jarak Sumber Cahaya Pada DSSC. Tugas Akhir S1. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Surabaya.Song Wang, dkk, 2007. TiO2 films prepared by microplasma oxidation method for dyesensitized solar cell, Eletrochimia Acta 53. Purwiyatno, 2013, (http://researchgate.net/ profile/ Purwiyatno_Hariyadi2/publication/2 59239462_Freeze_Drying_Technolo gy_for_better_quality flavor_of_dri ed_products/links/0deec52a921bfdd3 16000000.pdf+&cd=4&hl=id&ct=cl 6