BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB II PUSTAKA PENDUKUNG. Ketersediaan energi fosil yang semakin langka menyebabkan prioritas

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. produksi biodiesel karena minyak ini masih mengandung trigliserida. Data

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Perkembangan komposit berlangsung dengan sangat pesat seiring dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

Biodiesel Dari Minyak Nabati

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum mengenal bahan bakar fosil, manusia sudah menggunakan biomassa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

4 Pembahasan Degumming

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

A. Sifat Fisik Kimia Produk

I. PENDAHULUAN. Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi terbesar di

A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

4. Hasil dan Pembahasan

PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

Chapter 20 ASAM KARBOKSILAT

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kebutuhan masyarakat untuk mengkonsumsi bahan bakar sangat

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat

III. METODOLOGI PENELITIAN

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT

4 Hasil dan Pembahasan

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Pengertian Minyak dan Lemak 1.1 TUJUAN PERCOBAAN. Untuk menentukan kadar asam lemak bebas dari suatu minyak / lemak

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali.

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. leokimia Industri oleokimia seperti industri minyak kelapa sawit merupakan industri yang berkembang pesat di Indonesia dengan bahan baku lemak dan minyak yang diproses menjadi senyawa baru seperti metil ester asam lemak dan alkohol asam lemak. Lemak dan minyak termasuk golongan lipid yang terdiri dari trigliserida campuran yang merupakan ester dari asam lemak rantai panjang. Minyak nabati pada umumnya bersumber dari, buah-buahan, kacang-kacangan atau biji-bijian, sedangakan lemak terdapat pada jaringan hewan. Lemak dan minyak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida seperti sterol, fosfatida dan asam lemak bebas yang dapat mempengaruhi karakteristik dari lemak / minyak. Trigliserida dapat berwujud padat atau cair, pada umumnya minyak berwujud cair karena mengandung sejumlah besar asam lemak tak jenuh seperti oleat, linoleat, linolenat. Sedangkan lemak umumnya padat karena mengandung sejumlah besar asam lemak tak jenuh seperti stearat, palmitat, laurat. Reaktivitas kimia dari trigliserida dicerminkan oleh reaktivitas ikatan ester dan derajat ketidakjenuhan dari rantai tersebut. Ada beberapa reaksi penting pada minyak dan lemak yaitu hidrolisa, oksidasi, hidrogenasi, dan esterifikasi / transesterifikasi (Ketaren, S. 1986). 2.2. Reaksi Asam Basa Reaksi asam- basa anorganik pada umumnya mencakup prinsip asam keras basa keras (HSAB). Pearson mengusulkan istilah hard dan soft (keras dan lunak) untuk menggolongkan asam dan basa. Prinsipnya sangat sederhana asam keras lebih

suka bereaksi basa keras dan asam lunak lebih menyukai basa lunak., dan akan membentuk ikatan yang lebih stabil. Pada umumnya asam dan basa keras adalah semua yang mungkin membentuk ikatan ionik seperti Li +, Na +, H + dan H. Dalam reaksi transesterifikasi dengan katalis asam terjadi interaksi antara H + dari katalis yang berperan sebagai asam keras dengan basa keras pada trigliserida yaitu gugus karboksilat. Kestabilan dari interaksi keraskeras dan lunak-lunak harus dibedakan dengan kekuatan sifat asam atau basa. Jika dilihat dari mekanisme reaksi maka dapat dilihat adanya gugus elektrofilik dan ada gugus nukleofilik. Gugus elektrofilik adalah gugus yang kekurangan elektron sehingga afinitas elektronnya menjadi berkurang contohnya proton, kation, dan karbon radikal. Sedangkan gugus nukleofilik mempunyai pasangan elektron bebas yang memiliki kecenderungan bereaksi dengan substrat yang kekurangan elektron. Reaksi elektrofilik dan nukleofilik pada pembentukan ester dengan katalis asam dapat digambarkan dengan skema reaksi pada Gambar 2.1 dibawah ini : :-H R-C=:: H + R-C= + H R 2 -H (alkohol) R 1 ester katalis H -R 1 R-C--R 1 H- + - R 2 -H R-C--R1 H- + - R 2 -HR1 R-C= + -R 2 H H + R-C= -R 2 alkil ester Gambar 2.1. Skema Reaksi Elektrofilik dan Nukleofilik Dari reaksi diatas dapat dilihat nukleofilk adalah gugus yang kelebihan elektron akan menyerang gugus yang kekurangan elektron (elektrofilik) (Riswiyanto, S. 2009).

2.3. Reaksi Transesterifikasi Lemak/minyak dapat diubah menjadi metil ester melalui reaksi transesterifikasi. Pada reaksi transesterifikasi diperlukan adanya katalis. Reaksi ini dapat digambarkan seperti Gambar 2.2 dibawah ini : H 2 C C HC C H 2 C C R 1 R 2 R 3 H 2 C H katalis 3 R'H 3 H 3 C C R 1,R 2,R 3 + HC H H 2 C H minyak/lemak alkohol metil ester gliserol Gambar 2.2. Skema Reaksi Transesterifikasi Reaksi transesterifikasi diatas merupakan reaksi antara trigliserida dengan alkohol membentuk metil ester asam lemak (MEAL) dan gliserol sebagai hasil samping reaksi. Pembentukan metil ester asam lemak merupakan salah satu reaksi penting dalam pemberian nilai tambah pada lemak dan minyak yang bertujuan untuk menurunkan nilai viskositas atau kekentalan dari minyak dan lemak tersebut. Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor penting antara lain : 1. Lama Reaksi Semakin lama waktu reaksi semakin banyak produk yang dihasilkan karena keadaan ini akan memberikan kesempatan lebih banyak terhadap molekul-molekul reaktan untuk bertumbukan satu sama lain. Yao, J (2010) juga telah meneliti pengaruh lama reaksi terhadap reaksi transesterifikasi minyak biji kapas dengan menvariasikan lama reaksi 1-5 jam, diperoleh hasil metil ester drastis meningkat pada lama reaksi 1 dan 2 jam, sedangkan dengan lama reaksi 3-5 jam perubahan hasil metil ester tidak drastis meningkat. Jannu, H (2010) melihat pengaruh lama reaksi terhadap peningkatan kadar metil ester dari turunan minyak kemiri. 2. Perbandingan alkohol dengan minyak Rasio molar antara alkohol dengan minyak nabati sangat mempengaruhi dengan metil ester yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan maka konversi ester yang dihasilkan akan bertambah banyak. Perbandingan molar

antara alkohol dan minyak nabati,untuk mendapatkan produksi metil ester yang lebih besar dari 98% berat adalah 6 : 1 (Freedman, B. 1984). Sama halnya dengan yang dilkakukan Yao, J yang juga menvariasikan perbandingan mol methanol : minyak pada transesterifikasi minyak biji kapas dengan perbandingan mol 3 : 1 ; 9 : 1 ; 12 : 1 (mol/mol) dan diperoleh hasil metil ester yang maksimal dengan perbandingan mol 12 : 1 (mol/mol) (Yao, J. 2010). 3. Konsentrasi katalis Katalis berfungsi untuk memepercepat reaksi dan menurunkan energi aktivasi sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar sedangkan tanpa katalis reaksi dapat berlangsung pada suhu 250 C. Jumlah katalis dalam suatu reaksi mempengaruhi jumlah metil ester yang dihasilkan, dimana diharapkan dengan bertambahnya jumlah katalis dalam jumlah minyak yang sama akan menghasilkan jumlah metil ester yang lebih banyak (Darnoko, D. 2000). 4. Suhu Reaksi Reaksi pembentukan metil ester dapat dilkaukan dalam berbagai suhu reaksi, tergantung pada jenis trigliserida yang digunakan. Jika suhu reaksi semakin tinggi, laju reaksi juga akan semakin cepat. Seperti yang dilakukan Guan, G yaitu reaksi transesterifikasi dengan menvariasikan beberapa faktor dan salah satunya membandingakan suhu reaksi dari 40 o C, 60 o C, dan 80 o C dan dihasilkan yield reaksi paling besar pada suhu 80 o C (Guan, G. 2009).Sama halnya dengan Yao, J (2010) juga menvariasikan suhu reaksi. Pada percobaannya dia melalukan reaksi pada suhu 170 o - 200 o C dan diperoleh hasil yang lebih banyak pada penggunaan suhu reaksi yang lebih tinggi. Jain, S (2010) juga telah meneliti pengaruh waktu pada reaksi transesterifikasi minyak jarak pagar dengan variasi 20, 30, 40, 50, 60, 70 dan 80 o C) dan diperoleh hasil yang maksimal pada suhu 80 o C. 2.3.1. Reaksi Transesterifikasi dengan Katalis Basa Katalis basa merupakan katalis yang paling sering digunakan untuk reaksi transesterifikasi.beberapa peneliti sebelumnya telah banyak meneliti transesterifikasi dengan katalis basa homogen dan heterogen. Berdasarkan peneliti sebelumnya seperti Sibarani, H (2001) telah berhasil melakukan transesterifikasi dengan katalis KH dengan yield reaksi 76,75 %. Zhu telah melakukan transesterifikasi minyak jarak

pagar dengan katalis Ca, diperoleh yield reaksi besar disamping itu katalis padat ini juga lebih mudah dipisahkan (Liu, H. 2007). Tobing, M (2009) berhasil melakukan transesterifikasi terhadap minyak jarak merah (Rincinus Communis) dengan katalis Ca dan Mg menghasilkan metil ester asam lemak. Bangun, N juga telah berhasil mengubah minyak kelapa sawit menjadi metil ester menggunakan katalis NaH dan KH. Selain memiliki tingkat korosif yang tinggi, katalis ini juga tidak dapat digunakan kembali sehingga katalis dibuang dalam bentuk larutan (Bangun, N. 2009). Siboro, J (2010) berhasil melakukan transesterifikasi minyak kacang tanah dengan katalis Ca dengan yield 73,42 %. Penggunaan katalis basa dalam reaksi transesterifikasi akan mempercepat reaksi 4000 x dibanding katalis asam, sehingga transesterifikasi dengan katalis basa seperti yang telah dimanfaatkan sebelumnya dilakukan dengan waktu reaksi yang lebih singkat. Namun dengan katalis basa akan lebih banyak sabun yang terbentuk pada saat reaksi berlangsung (Srivastava,R. 1999). 2.3.2. Reaksi Transesterifikasi dengan Katalis Asam Penggunaan katalis asam dalam reaksi transesterifikasi sudah berhasil dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, pada umumnya katalis yang digunakan yaitu katalis asam homogen. Seperti yang dilakukan oleh Rachmaniah, (1999) telah meneliti studi kinetika transesterifikasi minyak mentah dedak dengan katalis HCl menghasilkan biodiesel dengan yield reaksi 25 50 %. Sedangkan Guan telah meneliti transesterifikasi minyak jarak dengan katalis H 2 S 4, asam benzen sulfonat, dan asan p- toluene sulfonat. Pada akhir reaksi diperoleh kesimpulan yield reaksi dengan asam p- toluene sulfonat > asam benzensulfonat > H 2 S 4 (Guan,G. 2009) Namun peneliti selanjutnya lebih tertarik untuk menggunakan katalis heterogen-homogen seperti yang dilakukan Yuliskan, F. (2006) berhasil melakukan transesterifikasi dengan menggunakan katalis campuran Fe 2 (S 4 ) 3. x H 2 / H 2 S 4 dengan perbandingan 1:1 mengubah minyak goreng bekas menjadi biodiesel. Dengan sifat keasaman katalis yang lebih kecil.

Penggunaan katalis asam homogen seperti asam sulfat dan asam sulfonat pada reaksi transesterifikasi umumnya memerlukan waktu reaksi yang lebih lama karena dilakukan pada suhu rendah. Katalis ini juga cenderung lebih sulit dipisahakan (diperoleh kembali) karena katalis ini dapat mengkontaminasi gliserol yang merupakan hasil samping reaksi, sehingga tingkat kemurnian metil ester yang diperoleh akan lebih rendah. Untuk meningkatkan kualitas katalis yang bersifat asam maka telah dilakukan berbagai sintesa seperti pada bahan polimer, diharapkan dengan rantai karbon yang lebih panjang akan dapat meningkatkan aktivitas katalis. Adanya katalis heterogen yang bersifat asam seperti diatas, membuat reaksi transesterifikasi dengan katalis asam lebih menguntungkan, dimana bahan baku minyak / lemak yang sifat keasamannya tinggi (diatas 1%) dapat didaya-gunakan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat. 2.3.3. Reaksi Transesterifikasi Tanpa Katalis Reaksi transesterifikasi pada umumnya memakai metode katalisis dengan katalis asam/basa. Metode penggunaan katalis memiliki beberapa kerugian antara lain: biaya produksi yang cukup tinggi, sistem pencucian basah (menggunakan air) sehingga dapat merusak komponen metil ester. Sehingga ada peneliti yang berpikir untuk melakukan transesterifikasi dengan metode non- katalis. Susila, W telah berhasil melakukan transesterifikasi dari minyak biji karet menjadi biodiesel metode non katalis superheated methanol. Dengan metode ini digunakan suhu reaksi yang tinggi 270 290 o C, rasio metanol dengan minyak (140 : 1, 150 : 1, 160 : 1) dan pada tekanan yang tinggi. Dalam arti metode non katalis harus dilakukan pada kondisi yang optimum dan lebih berbahaya dari metode katalis, disamping itu yield reaksi yang diperoleh hanya dalam jumlah kecil (Susila, W. 2009).

2.4. Polistirena Polistirena pertama kali dibuat oleh Eduard Simon tahun 1938. Polistirena adalah sebuah polimer dengan monomer stirena, hidrokarbon cair yang dibuat secara komersial dari minyak bumi. Pada suhu ruangan, polistirena biasanya bersifat termoplastik padat, tidak mudah patah dan tidak beracun serta dapat mencair pada suhu yang lebih tinggi. Pada awalnya polistirena dimanfaatkan sebagai reagent dan substrat, namun setelah dimodifikasi dapat dipakai sebagai katalis, ataupun bahan penyerap. Polistirena banyak digunakan untuk tombol knop, gelas minuman, botol, dan lainlain. Polistirena dapat digunakan pada suhu 100 o C, bersifat tahan asam, basa, dan zat pengkarat (korosif) tetapi mudah larut dalam hidrokarbon aromatik dan klorin seperti benzena, karbon tetra klorida, piridin, keton, toluene dan sebagainya (dian, G. 1988). Siat-sifat fisik dari polistirena dapat dilihat seperti pada Tabel 2.1 dibawah ini : Tabel 2.1 Sifat-Sifat Fisik Polistirena Sifat Fisis Ukuran Densitas 1050 kg/m³ Densitas EPS 25-200 kg/m³ Spesifik Gravitasi 1,05 Konduktivitas Listrik (s) 10-16 S/m Konduktivitas Panas (k) 0.08 W/(m K) Kekuatan Tarik (s t ) 46 60 Mpa Perpanjangan 3 4% Temperatur Transisi gelas (Tg) 95 C (Steven, M. 2001) Polistirena adalah molekul yang memiliki berat molekul besar, terbentuk dari monomer stirena. Polistirena merupakan polimer hidrokarbon parafin yang terbentuk dengan cara reaksi polimerisasi, dimana reaksi pembentukan polistirena adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3 Struktur Stirena dan Polistirena 2.5. Reaksi Sulfonasi Sulfonasi adalah suatu reaksi untuk memodifikasi bahan polimer yang memiliki cincin aromatik sebagai rantai utamanya. Sulfonasi termasuk ke dalaam reaksi elektrofilik. Sulfonasi dari polimer aromatis bisa menjadi sangat kompleks karena reversibilitasnya. Senyawa seperti H 2 S 4 dan S 3 adalah bahan pensulfonasi yang paling umum digunakan untuk berbagai polimer aromatik termasuk polistirena. Sulfonasi polimer adalah salah satu metode untuk membuat fungsionalisasi membran dengan sifat hidrofilik yang diinginkan untuk berbagai aplikasi seperti penukar ion, nanofiltrasi, mikrofiltrasi dan membran osmosis (Pinto, B.P. 2006) Sulfonasi terhadap senyawa aromatis seperti benzen bersifat mudah balik dan menunjukkan efek isotop kinetik yang sedang dimana ion benzenonium sebagai zat antara dalam sulfonasi dapat kembali ke benzena atau langsung menjadi asam benzenasulfonat dengan hampir sama mudahnya. Gugus asam sulfonat mudah digantikan oleh aneka ragam gugus lain. Dalam sulfonasi tersebut, asam aril sulfonat merupakan zat antara yang bermanfaat dalam sintesis untuk menghasilkan senyawa tertentu. ( Fessenden, R. J dan J.S Fessenden. 1986). 2.6. Sintesis Polistirena Sulfonat Sulfonasi polistirena merupakan suatu metode memodifikasi polistirena untuk dimanfaatkan sebagai katalis atau adsorben. Telah banyak dipelajari oleh beberapa peneliti meskipun hanya sedikit literatur yang membahas tentang reaksi sulfonasi dan

sifat termal dari produk yang dihasilkan. Bahan pensulfonasi yang umum digunakan adalah H 2 S 4, trietil fosfat dan asetil sulfat dalam larutan dikloroetana (Martin, C.R. 2003). Adapun reaksi sulfonasi polistirena dengan menggunakan agen pensulfonasi asetil sulfat digambarkan pada Gambar 2. 4 dibawah ini: CH 3 C CH 3 C asetat anhidrid CH 3 CH 3 - C + C H- S3H - CH 3 C - CH 3 C + + CH 3 -CH + S 3 H CH 3 -C-S 3 H asetil sulfat CH CH 3 -C-S 3 H + CH 2 CH CH * * 2 CH 2 CH + CH 3CH asetil sulfat n x y polistirena S 3 H Gambar 2.4 Reaksi Sulfonasi Polistirena Dengan Asetil Sulfat Polistirena sulfonat P(S-SS) n merupakan salah satu bentuk sintesa bahan polimer yang diproduksi dengan sulfonasi post-polimerisasi dari polistirena yang menangkap gugus asam sulfonik pada posisi para dari cincin fenil dan dapat menghasilkan distribusi yang acak, n mewakili derajat sulfonasi atau jumlah polistiren yang tersulfonasi. Sifat unik dari polistirena sulfonat adalah kekuatannya, sifat hidrofiliknya dan konduktivitas proton mulai dari penggabungan dari asam sulfonik pada level yang bervariasi. Keistimewaannya ini digunakan secara meluas untuk berbagai aplikasi seperti penyerap, transfer ion dalam sistem pemurnian elektromigrasi ( Zhou, N.C.,2006). Adanya sintetis senyawa ini dalam ukuran kecil memberikan keuntungan karena dapat meningkatkan area permukaan spesifik. Polistirena Sulfonat adalah katalis asam dalam bentuk polimer. Keunggulan katalis ini adalah dapat mempercepat pencampuran minyak dengan metanol sehingga lebih efektif digunakan sebagai katalis transesterifikasi. Pemisahan katalis Polistirena Sulfonat lebih mudah dari H 2 S 4 karena bobot molekulnya yang lebih besar dan sifat

liophilitas nya lebih tinggi sehingga dapat diperoleh kembali dan dipakai kembali sehingga tidak mencemari lingkungan. Pemakain Polistirena sulfonat sebagai katalis reaksi transesterifikasi diharapkan memiliki kualitas yang lebih baik ditandai dengan pembentukan ester yang lebih cepat dan yield reaksi lebih besar. Sehingga penggunaan katalis ini akan lebih menguntungkan bagi industri metil ester dan industri minyak jarak dengan kadar asam lemak bebas tinggi. 2.7. Metil Ester Metil ester merupakan salah satu senyawa turunan lemak/minyak nabati yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi. Penggunaan secara langsung minyak nabati kurang baik pada mesin, karena minyak nabati memiliki berat molekul yang besar, jauh lebih besar dari metil ester, sehingga dapat menghasilkan kerusakan pada mesin. Sehingga dilakukan cara yang dapat mengubah karakteristik minyak nabati dan lemak menyerupai solar yaitu menghasilkan metil ester asam lemak yang pemanfaatannya jauh lebih besar (Soerawidjaja.,T. 2006). Metil Ester merupakan bahan baku yang dibutuhkan dalam industri oleokimia, dengan sifat- sifat sebagai berikut : Tabel 2.2 Sifat- Sifat Fisis Metil Ester Asam Lemak Sifat Nilai Berat molekul 283,77 g/gmol Wujud Cair Warna Jernih kekuningan Densitas 810 kg/m 3 Titik beku -11 o C Titik didih 182 338 o C

Densitas metil ester adalah satu hal yang perlu diperhatikan, biasanya faktor yang mempengaruhi densitas metil ester adalah kandungan gliserol. Semakin besar kadar densitas menunjukkan bahwa proses pencucian dan pemurniana kurang sempurna dilakukan, dimana semakin banyak kandungan gliserol dalam metil ester sehingga penggunaannya akan kurang baik. 2.7.1. Metil Ester Jenuh Metil ester jenuh antara lain metil stearat, metil palmitat, metil laurat merupakan hasil transesterifikasi minyak atau lemak dengan kandungan asam lemak jenuh. Pemanfaatan metil ester jenuh memang lebih baik, karena bahan yang tidak memiliki ikatan rangkap ini masih dianalisis penggunaannnya sebagai bahan bakar mesin. Penggunaannya metil ester jenuh telah banyak dimodifikasi dalam industri oleokimia demi peningkatan nilai pemakaiannya yaitu digunakan sebagai bahan surfaktan seperti metil lauril sulfonat, dan sebagai zat pengemulsi seperti sodium stearoyl-2-lactylate, glycerol-latic-palmitate (Muchtadi, T. 1990). 2.7.2. Metil Ester Tak Jenuh Metil ester tak jenuh antara lain metil oleat, metil linoleat, metil linolenat merupakan hasil transesterifikasi minyak/lemak dengan kendungan asam lemak tak jenuh yang memiliki ikatan rangkap. Pemanfaatan metil ester tak jenuh ini pada dasarnya digunakan sebagai biodiesel, namun setelah diteliti lebih lagi pemakain bahan bakar ini kurang baik karena tingkat ketidak jenuhannya yang tinggi sehingga terjadi ketidakstabilan dan mengakibatkan gangguan pada sistem pembakaran. Untuk meningkatkan mutu pemakaian metil ester tak jenuh, dilakuakan pengubahan metil eser tak jenuh tersebut menjadi dimetil ester rantai bercabang, yang memiliki nilai pembakaran yang lebih efektif daripada biodiesel. Seperti yang dilakukan Bangun, N (2011) telah berhasil mengubah alkil ester tak jenuh seperti metil oleat menjadi senyawa 3-oktil undekana-anhidrid melalui reaksi karbonilasi dan selanjutnya diesterifikasi kembali menghasilkan dimetil ester bercabang. Bahan

dimetil ester bercabang ini digunakan sebagai bahan untuk menurunkan emisi gas N, serta meningkatkan kinerja mesin diesel dibanding dengan bahan baku biodiesel yang umum. 2.8. Minyak Jarak Pagar Minyak jarak adalah minyak nabati yang diperoleh dari ekstraksi biji tanaman jarak pagar (Jatropha Curcas) yang banyak tumbuh di daerah tropis maupun sub tropis, dan pada umumnya tanaman jarak tidak memerlukan perawatan ekstra. Minyak jarak pagar memiliki banyak kegunaan dan karakter yang khas secara fisik.. Pada suhu ruang minyak jarak berfase cair dan tetap stabil pada suhu rendah maupun suhu tinggi. Dalam minyak jarak pagar terdapat kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi sehingga berpeluang untuk menjadikan bahan ester-ester bercabang. Minyak jarak pagar (Jatropha Curcas) mengandung beberapa jenis asam lemak yaitu asam, asam oleat (50%), asam Linoleat ( 29,6%), asam miristat (0,26%), asam palmitat (14,5%), asam stearat (5,5%) (Soerawidjaja, T. 2006). Sebelum dipergunakan untuk berbagai macam keperluan, minyak jarak perlu diolah terlebih dahulu. Pengolahan ini meliputi dehidrasi, oksidasi, Hidrogenasi, sulfitasi, penyabunan dan lain sebagainya untuk meningkatkan pemanfaatan dari minyak jarak pagar (Ketaren.S, 1986). Minyak jarak pagar pada umumnya memiliki kadar asam lemak bebas yang cukup tinggi sehingga nilai pemakaian minyak jarak pagar menjadi rendah. Dengan adanya pendayagunaan minyak jarak menjadi metil ester melaui reaksi transesterifikasi maka pemanfaatannya akan semakin baik. Untuk transesterifikasi minyak jarak pagar dengan kadar asam lemak bebas tinggi sangat cocok digunakan katalis asam, maka digunakan katalis asam heterogen seperti polistirena sulfonat. Diharapkan reaksi transesterifikasi minyak jarak pagar dengan katalis ini dapat berhasil dengan baik.