IDENTIFII(A.SI VIRUS RABIES PADAANJING LIAR DI KOTA MAKASSAR IDENTIFICATION OF RABIES VIRUS IN STRAYDOGS IN MAKASSAR. Sri Utami" Bambang Sumiarto2

dokumen-dokumen yang mirip
Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu

SITUASI RABIES DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA TIMUR BERDASARKAN HASIL DIAGNOSA BALAI BESAR VETERINER MAROS

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

ISSN situasi. diindonesia

KEBIJAKAN NASIONAL DAN STRATEGI PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT RABIES

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut,

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia (Dastkhosh et al,2014). WHO memperkirakan orang

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban

Gambar 4.2. Bakteri Staphylococcus aureus penyebab bisul (Sumber: Wilson et al., 1995)

BUPATI SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB 1 : PENDAHULUAN. Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG LARANGAN PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES KE WILAYAH PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA,

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PEMASUKAN HEWAN-HEWAN TERTENTU KE WILAYAH PROVINSI PAPUA UNTUK KEPENTINGAN KHUSUS

PENYAKIT RABIES DI KALIMANTAN TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari genus Lyssavirus, famili Rhabdoviridae (Jallet et al., 1999). Virus rabies

DISTRIBUSI RABIES DI BALI : SEBUAH ANALISA BERDASARKAN HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan

Sebaran Umur Korban Gigitan Anjing Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia di Bali. (The Distribution of Ages on Victims of Rabies in Bali)

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017

KEPADATAN POPULASI ANJING SEBAGAI PENULAR RABIES DI DKI JAKARTA, BEKASI, DAN KARAWANG, Salma Maroef *) '4B STRACT

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

Hubungan Pengetahuan Masyarakat Pemelihara Anjing Tentang Bahaya Rabies Terhadap Partisipasi Pencegahan

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR. vii. DAFTAR ISI. ix. DAFTAR TABEL.

LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92. Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. negara khususnya negara-negara berkembang. Berdasarkan laporan The World

OSIR, June 2013, Volume 6, Issue 2, p. 8-12

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SURVEILANS DAN MONITORING AGEN PENYAKIT RABIES PADA ANJING DI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARAN BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013

PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT RABIES. Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar

DISTRIBUSI KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DAN KASUS RABIES DI KABUPATEN NGADA, PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menular pada manusia. Oleh karena itu, rabies dikategorikan sebagai penyakit

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA VAKSIN RABIES ORAL HARAPAN BARU UNTUK PENGENDALIAN RABIES DI INDONESIA BIDANG KEGIATAN: PKM-GT

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

Tingkat dan Faktor Risiko Kekebalan Protektif terhadap Rabies pada Anjing di Kota Makassar

ROAD MAP NASIONAL PEMBERANTASAN RABIES DI INDONESIA

Ekologi dan Demografi Anjing di Kecamatan Denpasar Timur

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

Cakupan Vaksinasi Anti Rabies pada Anjing dan Profil Pemilik Anjing Di Daerah Kecamatan Baturiti, Tabanan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metodologi

DAFTAR PUSTAKA. Azwar, S.,2003. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Cetakan VII, Edisi 2,, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta.

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : lo96/kpts/tn.120/10/1999

Peran FAO sebagai Badan Internasional dalam Mendukung Program Pengendalian dan Pemberantasan Rabies di Indonesia (Bali dan Flores)

BAB V HASIL PENELITIAN

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pemangku kepentingan (stakeholders) sebagaimana telah didiskusikan dalam

PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. terkena virus rabies kepada manusia yang disebut dengan zoonosis. Penyakit rabies

PENGARUH PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENANGANAN ANJING PELIHARAANNYA TERaADAP TINGKAT KEBERaASILAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN RABIES

HASIL DAN PEMBAHASAN

BALAI BESAR KARANTINA PERTANIAN SOEKARNO HATTA

Prevalensi pre_treatment

Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS

PARTISIPASI PEMILIK HPR TERHADAP PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI DESA ABIANSEMAL DAN DESA BONGKASA PERTIWI KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEMILIK ANJING DENGAN UPAYA PENCEGAHAN RABIES DI PUSKESMAS TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 473/Kpts/TN.150/8/2002 TENTANG

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : X

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Rabies di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta

Persebaran dan Hubungan Kejadian Rabies pada Anjing dan Manusia di Denpasar Tahun

Transkripsi:

IDENTIFII(A.SI VIRUS RABIES PADAANJING LIAR DI KOTA MAKASSAR IDENTIFICATION OF RABIES VIRUS IN STRAYDOGS IN MAKASSAR Sri Utami" Bambang Sumiarto2 'Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Makassar 2Bagian Kesmavet, Fakultas Kedokteran Rewan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Email: pbb@ugm.ac.id ABSTRACT A Study on the identification of rabies virus in stray dogs was conducted in Makassar. The aims of this study were to identify rabies virus in stray dogs in Makassar. A total of 32 brain samples of stray dogs tested for rabies virus using Fluorescent antibody technique (FAT). The data of rabies virus identification from brain samples were analyzed descriptively. The results of the brain samples showed that 32 samples were rabies negative. Brain samples of stray dogs without clinical symptoms of rabies and the ones from slaughtered dog, are not good sample identification of rabies in a region. Keywords: stray dog, FAT, rabies virus ABSTRAK Telah dilakukan identifikasi virus rabies pada anjing liar di kota Makassar. Tujuan penelitian ini adalah mengidentitikasi virus rabies pada anjing liar di kota Makassar. Sebanyak 32 sampel otak anjing liar diuji untuk identifikasi virus rabies dengan metodefluorescent antibody technique (FAT).Data identifikasi virus rabies dari sampel otak dianalisis secara deskriptif. Hasil pengujian sampel otak anjing liar menunjukkan sebanyak 32 sampel negatifrabies. Sampel otak dari anjing liar yang ditangkap tanpa gejala klinis rabies dan sampel otak dari tempat pemotongan anjing bukan merupakan sampelyang baik untuk identifikasi rabies pada suatu wilayah. Kata kunci: anjing liar, FAT, virus rabies PENDARULUAN Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit zoonotik yang bersifat akut yang disebabkan oleh virus kelompok negatif sense single-stranded RNA, golongan Mononegavirales, Family Rhabdoviridae, genus Lyssavirus (Priangle,1991). Menurut World Health Organization (WHO), rabies menduduki peringkat 12 daftar penyakit yang mematikan (Mattos dan Rupprecht, 2001). Rabies menyerang susunan syaraf pusat, disebabkan oleh virus rabies yang dapat menyerang semua hewan berdarah panas dan manusia. Penyakit ini sangat ditakuti dan.q1engganggu ~etentramaq hidup manusia, karena apabila sekali gejala klinis penyakit rabies timbul maka biasanya diakhiri dengan kematian (Anonimous, 2008). Sampai saat ini rabies telah menyebar hampir di seluruh kepulauan di Indonesia, kecuali provinsi. NTB, provinsi NTT (kecuali pulau Flores dan pulau Lembata), Maluku dan Maluku Utara (kecuali Ternate dan Ambon), provinsi Irian Jaya Barat, 69

J. Sain Vet. Vol.28 No.2 Th. 20/0 Papua, provinsi DKI Jakarta, provinsi Jawa Timur, provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, provinsi Jawa Tengah, dan sebagian pulau-pulau di sekitar Sumatera. Sepanjang tahun 2008-20 10 telah terjadi kasus rabies di daerah bebas seperti pulau Bali, kabupaten Garut, kabupaten Tasikmalaya, kabupaten Cianjur, kab';1paten/kota Sukabumi, kabupaten Lebak di provinsi Banten, dan kota Gunungsitolai dipulau Nias (Anonimous, 2010). Tiga belas kabupaten/kota dari 23 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan pernah dilaporkan terjadi kasus rabies, dengan rata-rata kasus tertinggi per tahun berurutan adalah kabupaten Tana Toraja, kabupaten Maros, kota Makassar, dan kabupaten Pangkep (Anonimus, 2005). Kota Makassar memiliki wilayah strategis sebagai ibukota propinsi Sulawesi Selatan dan merupakan pintu gerbang pusat perdagangan, pariwisata, lalu lintas hewan dan produknya di kawasan Indonesia Timur. Kota Makassar berpotensi menyebarkan penyakit ke daerah lain jika penanggulangan rabies tidak dilakukan sebaik-baiknya (Maroef, 1989). Pemberantasan rabies di suatu daerah tergantung reservoir utama dan jenis hewan rentan (Beran dan Steele, 1994). Sebagian besar negara berkembang diasia,afrika, dan Amerika Latin 99 % reservoir utama kasus rabies pada hewan dan manusla adalah anjing (Anonimous, 1992). Identifikasi virus rabies pada anjing-anjing liar yang tidak jelas pemiliknya perlu dilakukan untuk mengetahui kemungkinan penyebaran virus rabies, terbukti di kota Makassar setiap tahulmyaterdapat laporan gigitan anjing dan positif rabies. Identifikasi virus rabies pada otak anjing liar dinyatakan positifjika ditemukan badan negri (negri bodies). Hewan yang mati karena rabies 75-90 % kemungkinan dapat ditemukan badan negri pada hipokampus. Badan negri pada stadium awal infeksi penyakit kemungkinan tidak ditemukan atau jumlahnya belum banyak sehingga tidak terdeteksi sewaktu pemeriksaan di bawah mikroskop.. Metode fluorescent antibody technique (FAT) umum digunakan dalam diagnosis virus rabies. Prinsip pengujian FAT adalah mengidentifikasi protein virus rabies pada jaringan hewan terinfeksi. Otak merupakan jaringan paling ideal untuk uji antigen rabies karena virus rabies dapat ditemukan pada jaringan syaraf. Antigen virus rabies akan bereaksi dengan antibodi yang telah dilabel dengan fluorescein isothiocyanate (FITC). Jika antibodi yang dilabel ini diinkubasi dengan jaringan otak hewan tersangka rabies, maka akan terjadi ikatan dengan antigen/virus. Ikatan ini akan terlihat pada mikroskop fluorescent warna hijau (jiuorescentapple-green ). MATERI DAN METODE Jumlah sampel otak anjing liar yang diambil menggunakan rumus sampling untuk mendeteksi penyakit (Martin dkk, 1987). Tingkat konfidensi 95 %, populasi anjing liar kota Makassar 4.331 ekor, dan prevalensi rabies kota Makassar 54,5 % (Anonimous, 2005)digurfakarr untuk sampling sehingga jumlah sampel yang diambil adalah 32 ekor. Untuk identifikasi virus rabies pada anjing liar di kota Makassar, sampel otak diambil dari anjing liar dengan cara euthanasi dengan preparat strichnine dan sebagian lagi sampel otak diambil dari tiga tempat pemotongan anjing, yakni rumah makan "Toraja", rumah makan "Buntu Torpedo", dan 70

Sri Utami, Identitas Virus Rabies pada Anjing Liar di Kota Makassar rumah makan "RW". Sebanyak 32 sampel otak anjing digunakan untuk identifikasi vims rabies. Sebanyak 16 sampel otak dari anjing liar dan 16 sampel dari tempat pemotongan anjing yang sebagian besar (11 sampel) anjingnya diperoleh dari tangkapan anjing liar. Pereaksi yang digunakan untuk uji FAT yakni PBS ph 7,4, acetone dingin, larutan evans blue I :2000, buffer gliserin 50 % (mounting media), konjugat rabies (Biorad), dan jaringan otak kontrol positif/negatif. Identifikasi virus rabies pada anjing liar dilakukan dengan uji FAT di Laboratorium Virologi dan Serologi, Balai Besar Veteriner (BBVet)Maros. Sampel otak yang diperoleh kemudian dibuat preparat tekan. Pertama, dibuat lingkaran pada obyek gelas. Bagian otak hipokampus kemudian dipotong dan diletakkan pada paper towel lalu ditekan pada lingkaran yang telah dibuat. Preparat kontrol positif dan negatif dibuat dengan cara yang sarna dan dikering anginkan. Preparat difiksasi dalam acetone dingin pada suhu -20 C selama 30 menit. Preparat diwarnai dengan meneteskan 0, I ml larutan konjugat rabies yang sudah dicampur dengan lamtan evans blue I %. Selanjutnya, preparat diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37 C. Preparat kemudian dicuci dan direndam dengan PBS selama 5 menit sebanyak dua kali. Preparat ditetesi dengan buffer gliserin 50%, ditutup dengan cover gelas, dan diperiksa di bawah mikroskop FAT. Sampel otak dinyatakan positif rabies jika lingkaran pada preparat yang ditetesi konjugat dan evans blue berwarna hijau kuning (fluorescent). Badan negri berfluorescent terlihat berbentuk bulat atau lonjong sampai irreguler dengan ukuran antara 0,24-27!lm. Hasil pengujian FAT sampel otak dianalisis secara deskriptif. Identifikasi virus rabies dari sampel otak yang dikirim ke laboratorium BBVet maros berdasarkan adanya laporan gigitan pada manusia oleh anjing liar dan tidak jelas status kepemilikannya digunakan sebagai pembanding dengan identifikasi vims rabies pada anjing liar yang ditangkangkap. HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi virus rabies pada anjing liar di kota Makassar dimaksudkan untuk mengetahui keberadaan virus rabies di lapangan. Selama periode penelitian tidak terjadi kasus gigitan yang dilaporkan kepada Dinas Peternakan kota Makassar maupun BBVetMaros. Hasil pengujian sampel otak anjing dengan pewarnaan Seller's dan FATmenuiijukkan sebanyak 32 sampel negatif rabies, tidak didapatkan badan negri di hipokampusnya. Hal ini kemungkinan karena pada saat anjing liar diambil sampel otaknya dalam keadaan tidak terinfeksi virus rabies. Menumt Tierkel (1975) hewan yang mati karena rabies terdapat 75-90 % kemungkinan dapat ditemukannya badan negri. Badan. negri mudah diamati pada neuron besar di hipokampus, walaupun di lokasi jaringan lainnya misalnya mesensefalon, otak kecil, dan ganglia juga dapat dite~ukan.badan negri. Anjing-anjing liar dan anjing dari tempat pemotongan sebagai sampel tidak menunjukkan gejala klinis rabies atau tanda-tanda pascagigitan atau cakaran anjing terinfeksi rabies. Menurut Beran (1981), anjing yang pernah digigit dan dicakar oleh anjing penderita rabies kemungkinan dapat tertular rabies. Derajat kerentanan terhadap rabies pada 71

J. Sain Vet. Vol.28 No.2 Th. 20/0 anjingjuga mempengamhi terjadinya infeksi. Umur anjingjuga mempengamhi kerentanan infeksi rabies di mana anjing muda lebih rentan daripada anjing tua (Kitala dkk., 2001). Hasil identifikasi vims rabies pada anjing liar adalah negatif (0 %, 0/32). HasH ini tidak menggambarkan kondisi.kota Makassar sebagai daerah endemis rabies. Data BBVet Maros digunakan sebagai pembanding untuk menggambarkan prevatensi rabies pada anjing liar berdasarkan sampel otak yang masuk di Makassar. Sampel otak yang dikirim ke laboratorium berdasarkan adanya laporan gigitan pada manusia oleh anjing liar dan tidak jelas status kepemilikannya. Proporsi positif rabies anjing di kota Makassar berdasarkan data sekunder sampel otak yang masuk dan diuji di BBVet Maras tahun 2005 sampai dengan 2008 dapat dilihatpada Tabel1. r. (\ ( " Tabell. Proporsi positif rabies anjing di kota Makassar berdasarkan sampel otak yang masuk di BBVet Maros tahun 2005-2008 No Kecamatan Sampel yang diperiksa dan proporsi positifrabies 2005 2006 2007 2008 1. Biringkanaya 55 % 100 % 100 % 67 % (2/3) 2. Manggala (6/11) (2/2) (5/5) 100 % (111) 3. Panakkukang 0%(011) 50% 0%(0/0) 100%(111) 4. Tamalate 100 % (1/2) 0 % (0/0) 0 % (0/0) 5. Rappocini (111) 0 % (0/0) 0 % (0/0) 0 % (0/0) 6. Tamalanrea 0%(0/1) 0 % (0/0) 100 % 0"% (0/0) 0%(0/0) 0 % (0/0) (1/1) o % (0/0) 0 % (0/1) 0 % (0/0) Rata-rata 50 % 60 % 100 % 80 % (4/5) (7/14) (3/5) (6/6) Sumber : BBVet Maros Enam dari 13 kecamatan (46 %) di kota Makassar dilaporkan terdapat kasus rabies. Prevalensi rabies dari kasus gigitan anjing tahun 2005, 2006, 2007, dan 2008 di enam kecamatan bertumt-tumt sebesar 50 %, 60 %, 100%, dan 80 %. Kecamatan dengan kasus tertinggi setiap tahunnya adalah kecamatan Biringkanaya (55 %, 100 %, 100 %, dan 67 %)yang lokasinya di pinggiran kota (rural area). Kecamatan Panakkukang tahun 2005 dan 2008 terdapat kasus positif rabies dengan prevalensi masing-masing 100 %, sedangkan kecamatan Rappocini juga pernah dilaporkan kasus positif rabies dengan prevalensi 100 % pada tahun 2007. Kecamatan Manggala dilaporkan terjadi kasus rabies pada tahun 2006 dengan prevalensi sebesar 50% dan 100 % pada tahun 2008. Laporan adanya kasus gigitan tetapi negatif rabies di kecamatan Tamalate tahun 2005 dan 2006. Melihat kejadian rabies tersebut menip~rlihatkan bahwa '.' kohl Makassar adalah daerah endemik rabies dengan prevalensi rabies cukup tinggi. Perhatian pemerintah, lembaga swasta, dan perseorangan dalam pemberantasan rabies di Makassar perlu ditingkatkan untuk memberikan ketentraman batin masyarakat. Prinsip dasar program pemberantasan dan penanggulangan rabies di daerah yaitu vaksinasi 72

Sri Utami. Identitas Virus Rabies pada Anjing Liar di Kota Makassar hewan pembawa rabies (HPR) di daerah endemis, surveilans, eliminasi HPR liar dan tidak jelas status vaksinasinya, karantina dan pengawasan lalu lintas HPR, serta penyuluhan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap bahaya rabies (Anonimous, 2001). Keterbatasan vaksin di daerah yang disediakan pemerintah perlu ditingkatkan dengan partisipasi masyarakat agar mau memvaksin hewan kesayangannya dengan cara swadana. Rendahnya cakupan vaksinasi rabies anjing bertuan di kota Makassar 21 % (Utami dkk, 2008), rendahnya tingkat kekebalan protektif (titer antibodi 0,5 IU/ml) anjing bertuan 12,2 % (Utami dkk, 2010 in press), dan adanya laporan kasus rabies tiap tahun mengindikasikan bahwa kota Makassar scbagai daerah endemis merupakan ancaman terjadinya wabah rabies pada hewan dan manusia ke wilayah sekitarnya. Hasil penelitian memperlihatkan terdapat perbedaan antara hasil negatif rabies di kota Makassar dari sampel anjing liar yang ditangkap dan hasil positif dari sampel kiriman kasus gigitan yang diperoleh dari pemeriksaan BBVet Maros. Temuan ini mengindikasikan bahwa sampel otak dari anjing liar yang ditangkap tanpa gejala rabies dan tempat pemotongan anjing bukan merupakan sampel yang baik untuk identifikasi rabies pada suatu wilayah. Anjing-anjing liar sebagai sampel pada penelitian ini tidak menunjukkan gejala klinis rabies atau tandatanda pasca-gigitan atau cakaran anjing terinfeksi rabies. Hal ini disebabkan karena kendala di lapangan dan kesulitan mendapatkan anjing-anjing yang menunjukkan gejala klinis rabies. Menurut Beran (1981), anjing yang pernah digigit, dicakar anjing terinfeksi rabies terdapat kemungkinan tertular rabies karena virus rabies di alam memiliki masa inkubasi lebih singkat hanya 10 hari. Hasil penelitian juga mengindikasikan bahwa perlu penelitian lebih lanjut tentang metode identifikasi keberadaan virus rabies pada anjing-anjing liar di kota Makassar. Metode pengujian perlu dilanjutkan hingga tahap identifikasi molekuler dan isolasi. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Badan Pengembangan SDM dan Badan Karantina Pertanian, Kementrian Pertanian atas pemberian beasiswa dan dana penelitian. DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 1992. Expert Committee on Rabies. VIII Report WHO Technical Report Series 824.. 200 I. Strategies for the control and elimination of rabies in Asia. Report of WHO interregional consultation Geneva Switzerland: 1-19... 2005. Laporan tahunan Kasus Penyakit Rabies di Wilayah Kerja Balai Besar VeterinerMaros.. 2008. Penyakit Anjing Gila. Dinas Peternakan dan Perikanan Provinsi DK! Jakarta.. 2010. Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No.360/kpts/HK. 060/L/05/20 I O..P,edorrulO Pelaksanaar Pemantauan Daerah Sebar PenyakifAnjing Gila (Rabies) di Wilayah Pemantauan Karantina Pertanian. Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian. Beran G.W. 1981. "Rabies". Dalam CRC Handbook series in zoonosis. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida, USA. Beran, G.W., Steele, J.H. 1994. Rabies and infections by rabies related virus. In: Beran, 73

J. Sain Vet. Vol.28 No.2 Tit. 20/0 G.W. Handbook of Zoonoses section B, 2 ed.. CRC Press Inc., Boca Raton, Ann Arbor, 307-357. Kitala, P., McDermott, J., Kyule, M., Gathuma J., Perry, B., Wandeler, A. 2001. Dog ecology and demography information to support the planning of rabies control in Machakos District, Kenya.Acta Tropica 78: 217-230. Maroef, S. 1989. Kepadatan PopulasiAnjing sebagai Sumber Penularan Rabies di DK! Jakarta, Bekasi, dan Kerawang. Buletin Penelitian Kesehatan. 17 (1): 44-48 Martin, S.w., Meek, A.H., Willeberg, P. 1987. Veterinary Epidemiology, Iowa state University Press,Ames, Iowa, USA: 36,;-37. Mattos, c.a., Rupprecl1t,A. 2001. Rhabdoviruses. In: Fields virology, 1245-1277. Priangle, c.r. 1991. The order Mononegavirales, Archives of virology 117: 137-140. Tierkel, E.S. 1975. Canine Rabies. In: Baer, G.M (ed.), The Natural History of Rabies. Vol. II. Academic Press New York: 123-136 Utami, S., Sumiarto, B., Susetya, H. 2008. Status VaksinasiRabies pada Anjing di kota Makassar. : Jurnal Sain Veteriner, Vol. 26 No.2: 66-72. Utami, S., Sumiarto, B. 2010. Tingkat dan Faktor Risiko Kekebalan Protektif terhadap Rabies padaanjing di kota Makassar(In press). " 74