BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari genus Lyssavirus, famili Rhabdoviridae (Jallet et al., 1999). Virus rabies
|
|
- Dewi Tanudjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Rabies Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan yang dapat menular ke manusia (bersifat zoonosis) (WHO, 2010). Rabies disebabkan oleh virus rabies dari genus Lyssavirus, famili Rhabdoviridae (Jallet et al., 1999). Virus rabies dikeluarkan bersama air liur hewan terinfeksi dan ditularkan melalui luka gigitan atau jilatan. Rabies sangat penting artinya bagi kesehatan masyarakat, karena apabila penyakit tersebut menyerang manusia dan tidak sempat mendapat perawatan medis akan mengakibatkan kematian dengan gejala klinis yang mengharukan dan bersifat fatal (Adjid et al., 2005; Bingham, 2005; Dietzschold et al., 2005; Miah, 2005; Rupprecht et al., 2001) Masa Inkubasi dan Gejala Klinis Rabies Masa inkubasi dan gejala klinis rabies bervariasi pada spesies satu dengan lainnya. Menurut Hiswani (2003), masa inkubasi rabies pada anjing dan kucing berkisar antara 10 hari sampai 8 minggu. Pada sapi, kambing, kuda, dan babi berkisar antara satu sampai tiga bulan. Peneliti lain mengemukan bahwa masa survival anjing penderita rabies kurang dari 10 hari (Tepsumethanon et al., 2004; 2008). Masa inkubasi rabies pada manusia juga bervariasi. Masa inkubasi rabies pada manusia kurang dari 30 hari ditemukan sebanyak 25%, 30 hari sampai 90 hari sebanyak 50%, 90 hari sampai satu tahun sebanyak 20%, dan lebih dari satu
2 8 tahun sebanyak 5% (Transfuzion, 2009). Peneliti lain mengemukakan bahwa masa inkubasi rabies pada manusia berkisar antara 30 hari sampai 90 hari, dan cenderung lebih singkat pada gigitan di muka dari pada di tungkai (WHO., 2010). Gejala klinis rabies pada anjing dan kucing hampir sama. Triakoso (2007), mengemukakan bahwa gejala klinis rabies dikenal dalam dua bentuk yaitu bentuk ganas dan bentuk diam. Pada rabies bentuk ganas (furious rabies) masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati dalam dua sampai lima hari setelah tanda-tanda rabies terlihat. Sedangkan pada rabies bentuk diam atau dungu (dumb rabies) terjadi kelumpuhan (paralisa) sangat cepat menjalar keseluruh anggota tubuh dan masa eksitasi pendek. Perjalanan penyakit rabies pada anjing dan kucing dibagi dalam tiga tahap/fase (Triakoso, 2007) yaitu fase prodormal, dilanjutkan ke fase eksitasi, dan fase paralisa. Pada fase prodormal hewan mencari tempat dingin dan menyendiri, tetapi dapat menjadi lebih agresif dan nervous, pupil mata melebar, dan sikap tubuh kaku (tegang). Fase ini berlangsung selama satu sampai tiga hari. Pada fase eksitasi hewan menjadi ganas dan menyerang siapa saja yang ada di sekitarnya dan memakan barang yang aneh-aneh. Selanjutnya mata menjadi keruh dan selalu terbuka serta tubuh gemetaran, kemudian masuk ke fase paralisa. Pada fase paralisa hewan mengalami kelumpuhan pada semua bagian tubuh dan berakhir dengan kematian. Gejala klinis rabies pada hewan pemamah biak adalah gelisah, liar, adanya rasa gatal pada seluruh tubuh, kelumpuhan pada kaki belakang, dan akhirnya hewan mati. Pada hari pertama atau kedua gejala klinis biasanya temperatur
3 9 normal, anoreksia, ekspresi wajah berubah dari biasanya, dan sering menguak (Hiswani, 2003) Karakteristik Virus Rabies Virus rabies merupakan virus RNA, termasuk dalam ordo Mononegavirales, famili Rhabdoviridae (CDC, 2007). Genus virus yang termasuk dalam famili Rhabdoviridae antara lain genus Lyssavirus, genus Ephemerovirus, genus Vesiculovirus, genus Cytorhabdovirus, genus Dichorhabdovirus, genus Novirhabdovirus, dan genus Nucleorhabdovirus. Virus yang termasuk dalam Genus Lyssavirus adalah virus rabies, lagos bat virus, mokola virus, Duvenhage virus, European bat virus 1 & 2 dan Australian bat virus (Gould et al., 1998; Guyat et al., 2003; Sissoe et al., 2005; CDC., 2007; Metlin et al.,2007; Zee et al., 2004; Triakoso, 2007, Tagueha dan Susetya, 2012). Virus rabies memiliki bentuk seperti batang peluru (silindris) dengan salah satu ujungnya berbentuk kerucut. Virus rabies berukuran diameter 75 nm dan panjang 180 nm, memiliki panjang genom sekitar 12 kilo base (Suwarno, 2005; Bourhy et al., 2008). Peneliti lain mengemukakan ukuran virus rabies mempunyai diameter 45 nm sampai 100 nm, panjang 100 nm sampai 430 nm, dan panjang genom 11,9 kb (Tranfuzion, 2009). Virus rabies memiliki lima jenis protein yang berbeda, yaitu dua protein berada pada amplop yakni glikoprotein (G) dan matrik protein (M), tiga pada nukleokapsid yakni nukleoprotein (N), phospoprotein (P), dan RNA-dependent RNA polymerase (RdRp, L) (Metlin et al.,2007). Berat molekul masing-masing
4 10 protein adalah glikoprotein 64 kd sampai 68 kd, matrik protein 24 kd sampai 25 kd, nukleoprotein 60 kd, phospoprotein 40 kd sampai 45 kd dan RNA-dependent RNA polymerase 190 kd. Panjang nukleotida (nt) masing-masing protein adalah glikoprotein 1575 nt, matrik protein 805 nt, nukleoprotein 1424 nt, phospoprotein 991 nt dan RNA-dependent RNA polymerase 6475 nt (Coll, 1995; Nagaraja, et al., 2006; Nagaraja et al., 2008; Suwarno, 2005; Tomar et al.,2010; Warrell, 2009). 2.2 Diagnosa Rabies Prosedur diagnosis rabies dilakukan pada umumnya jika terdapat laporan kasus gigitan terhadap manusia atau secara potensial terdapat kasus yang menyebabkan rabies. Proses diagnosis pemeriksaan post mortem adalah pemeriksaan paling umum dilakukan dalam proses diagnosis rabies. Proses pemeriksaan post mortem memberikan kontribusi yang paling besar dalam proses diagnostik selain berbagai metode lain untuk menunjang proses diagnosis dan gejala klinis dari hasil pengamatan serta riwayat penyakit adalah penunjang lain dalam proses diagnosis (Trimarchi dan Smith, 2002). Temuan badan negri telah menjadi hal yang paling sering menjadi acuan dalam proses diagnosa selama lebih dari 100 tahun semenjak ditemukan pertama kali oleh Adelchi Negri pada tahun Dengan perkembangan teknologi saat ini berbagai prosedur diagnosis lain berkembang dengan tingkat spesifitas dan sensitivitas yang lebih tinggi dengan melakukan deteksi pada virion dari virus, protein spesifik pada virus, dan genome RNA pada virus. Hal ini dapat dilakukan
5 11 dengan cara pengamatan langsung partikel virus, deteksi protein virus dengan visualisasi adanya reaksi antara antibodi yang telah dilabel dan sebagainya. 2.3 Program Pengendalian dan Pemberantasan Rabies Strategi pengendalian dan pemberantasan rabies pada hewan umumnya dilakukan melalui program vaksinasi massal. Rabies dapat diberantas dengan cakupan vaksinasi yang memadai pada anjing berpemilik dan pengendalian populasi anjing jalanan (stray dog). Jepang berhasil bebas dari rabies sejak tahun 1957 dengan melakukan kontrol legislasi yang kuat, termasuk sistem karantina dan vaksinasi pada anjing setiap tahun (Inoue, 2003). Kunci utama dalam menangani rabies adalah mencegah pada sumbernya yaitu hewan penular rabies (HPR). Sesuai dengan pedoman pengendalian rabies terpadu, metoda pemberantasan rabies dilakukan dengan a) vaksinasi dan eliminasi dilakukan pada anjing, kucing, dan kera dengan fokus utama pada anjing, b) vaksinasi dilakukan terhadap anjing dan kera berpemilik, dan c) eliminasi dilakukan terhadap anjing tidak berpemilik dan anjing berpemilik yang tidak divaksinasi/diliarkan (Direktorat Kesehatan Hewan, 2006). Upaya untuk mengendalikan rabies dengan vaksinasi dan eliminasi anjing yang tidak optimal tidak banyak memberikan hasil, bahkan didaerah-daerah tertentu kasus rabies semakin meningkat (Adjid et al., 2005). Demikian juga halnya yang terjadi di Bali, terbukti dengan semakin luasnya wilayah yang terkena rabies. Dari pengujian laboratorium seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali sudah tertular rabies sejak bulan Juni Hal ini mungkin disebabkan karena cakupan
6 12 vaksinasi yang rendah (kurang dari 70%) atau vaksin yang digunakan hanya mampu memberikan kekebalan dalam waktu yang relatif singkat. Cakupan vaksinasi minimal 70% telah dibuktikan di banyak negara berhasil mencegah terjadinya wabah. Namun demikian pemberantasan rabies tidak hanya tergantung pada masalah anjing, tetapi juga menyangkut masalah manusia. Pada dasarnya keberhasilan pengendalian dan pemberantasan rabies bergantung kepada tingkat kesadaran masyarakat. Perlu ada perubahan perilaku yang membuat masyarakat dapat menerima dan mematuhi berbagai kewajiban sesuai aturan yang berlaku. Kewajiban yang dimaksud antara lain mengandangkan atau mengikat anjing yang dimiliki, merawat dan menjaga kesehatannya, serta memvaksinnya secara rutin. Hal ini akan membantu petugas pengendali rabies menjadi lebih mudah mengatasi keadaan. 2.4 Pemetaan Kasus Rabies Pemetaan kasus penyakit hewan seperti rabies dengan menggunakan Geographic Information System (GIS) tidak sepopuler penyakit pada manusia, misalnya tuberkulosis. Dengan GIS data yang diperoleh akan lebih nyata dan adekuat sehingga keputusan untuk menanggulangi penyakit dapat dibuat seempiris mungkin (Ruswanto, 2010). Namun baru sedikit penelitian yang benarbenar bertujuan memetakan kasus rabies untuk menganalisis faktor risiko. Hal-hal yang menjadi hambatan dalam penggunaan GIS untuk kepentingan surveilans kesehatan hewan antara lain adalah keterbatasan personel yang mampu
7 13 mengoperasikan dan menginterpretasi data, keterbatasan software untuk pengolahan data, kesalahan dalam memasukkan data seperti adanya data yang berulang, hilang dan lain-lain. Selain itu, ketidakteraturan sistem pendataan alamat juga mempengaruhi keakuratan data (Durr dan Gatrell, 2004). Pemetaan penyakit dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan pengambilan data sekunder dilanjutkan dengan pemetaan lapangan langsung secara manual atau dengan menggunakan alat Global Positioning System (GPS) yang kemudian dianalisis dengan GIS seperti pada penelitian ini (Prahasta, 2014). 2.5 Geographic Information System (GIS) dan Analisis Spasial Penggunaan Geographic Information System (GIS) meningkat tajam sejak tahun 1980-an. Peningkatan pemakaian sistem ini terjadi di kalangan pemerintah, militer, akademisi atau bisnis terutama peranannya dalam perkembangan penggunaan GIS dalam berbagai bidang, hal ini dikarenakan teknologi GIS banyak mendasarkan pada teknologi digital sebagai alat analisis (Prahasta, 2014). GIS merupakan sebuah sistem yang saling berangkaian satu dengan yang lainnya, sebagai kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personel yang didesain untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi lingkungan dan geografi. Dengan demikian, basis analisis dari GIS adalah data spasial dalam bentuk digital yang diperoleh melalui data satelit
8 14 atau data lain terdigitasi. Analisis GIS memerlukan interpreter, perangkat keras komputer dan software pendukung (Nuarsa, 2004; Prahasta, 2014). Mengingat sumber data sebagian besar berasal dari data penginderaan jauh baik satelit maupun terrestrial (uji lapangan) terdigitasi, maka teknologi GIS erat kaitannya dengan teknologi penginderaan jauh, namun demikian penginderaan jauh bukanlah satu-satunya ilmu pendukung bagi sistem ini. Data spasial dari penginderaan jauh dan survei terrestrial tersimpan dalam basis data yang memanfaatkan teknologi komputer digital untuk pengelolaan dan pengambilan keputusan (Indarto dan Arif, 2013). Secara teknis GIS mengorganisasikan dan memanfaatkan data dari peta digital yang tersimpan dalam basis data. Dalam GIS, dunia nyata dijabarkan dalam data peta digital yang menggambarkan posisi dari ruang dan klasifikasi, atribut data dan hubungan antar item data. Kerincian data dalam GIS ditentukan oleh besarnya satuan pemetaan terkecil yang dihimpun dalam basis data. Dalam bahasa pemetaan kerincian itu tergantung dari skala peta dan dasar acuan geografis yang disebut sebagai peta dasar. Dari dunia nyata diambil tiga hal penting seperti diuraikan di atas yaitu; posisi dan klasifikasi, atribut serta hubungan antar variabel tersebut. Ketiga hal tersebut diolah sebagai dasar analisis sistem spasial dalam GIS (Nuarsa, 2004; Prahasta, 2014). Analisis spasial itu sendiri adalah teknik/proses yang melibatkan sejumlah hitungan dan evaluasi logika matematis dalam rangka menemukan hubungan atau pola yang terdapat di antara unsur-unsur spasial. Fungsi analisis spasial dapat memberikan informasi spesifik mengenai peristiwa yang terjadi pada suatu area
9 15 beserta kecenderungan kejadian di dalamnya pada periode tertentu (Prahasta, 2014). 2.6 Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Rabies di Bali Kajian epidemiologi pada dasarnya menggunakan pendekatan holistik untuk mencari, mengumpulkan dan menganalisis data kejadian penyakit serta faktorfaktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor lingkungan, hospes dan agen disidik untuk melihat kemungkinan yang bertindak sebagai penyebab penyakit (Martin et al., 1987). Kajian epidemiologi dapat memberikan informasi secara komprehensif yang diperlukan untuk mencegah terjadinya penyakit pada populasi melalui pengendalian faktor-faktor yang berpengaruh (Sumiarto, 1997). Asosiasi antara faktor penyebab dan kejadian penyakit diukur dengan perhitungan chi-square dan dilanjutkan odds ratio (OR) untuk mengetahui kekuatan asosiasi. Menurut Budiharta (2002), faktor yang memberikan OR lebih besar dari 1, berefek positif terhadap kejadian kasus. Nilai OR sama dengan 1 dinyatakan tidak mempunyai efek terhadap kejadian kasus, sedangkan OR kurang dari 1 dinyatakan sebagai efek sparing. Thrusfield, (2005) menyatakan, faktor dengan OR tertinggi merupakan faktor penyebab yang paling mungkin.
BAB I PENDAHULUAN. Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut, merupakan suatu penyakit infeksi akut susunan syaraf pusat yang dapat menyerang mamalia termasuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Penyakit Rabies Rabies merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dari family Rhabdoviridae dan genus Lyssavirus memiliki bentuk seperti peluru, terdiri
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu
PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kejadian rabies sangat ditakuti di kalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan gejala
Lebih terperinciWALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG
WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit hewan yang bersifat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit hewan yang bersifat zoonosis (menular ke manusia). Lebih dari 55.000 kasus rabies pada manusia dilaporkan setiap tahun
Lebih terperinciBuletin Veteriner Udayana Vol. 4 No.1: ISSN : Pebruari Pengetahuan Masyarakat Tentang Rabies Dalam Upaya Bali Bebas Rabies
Pengetahuan Masyarakat Tentang Rabies Dalam Upaya Bali Bebas Rabies (PUBLIC KNOWLEDGE ABOUT RABIES IN AN EFFORT TO BALI RABIES FREE ) I Nyoman Suartha* 1, Made Suma Anthara 2, IGN Narendra Putra 3, Ni
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Penyakit Rabies Rabies merupakan penyakit virus menular yang disebabkan oleh virus dari Family Rhabdoviridae dan Genus Lyssavirus. Virus rabies mempunyai bentuk menyerupai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kasus rabies sangat ditakuti dikalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Rabies di Indonesia
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Rabies di Indonesia Rabies adalah penyakit yang disebabkan oleh virus. Secara etimologi, rabies berasal dari bahasa Sansekerta kuno rhabas yang artinya melakukan kekerasan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Rabies Rabies atau penyakit anjing gila merupakan salah satu penyakit yang berbahaya karena dapat menyebabkan kematian. Rabies bersifat akut dan dapat menular melalui
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis Rabies, kini menjadi tantangan bagi pencapaian target Indonesia bebas Rabies pada 2015. Guna penanggulangan
Lebih terperinci1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rabies 2.1.1 Pengertian Rabies Rabies atau dikenal juga dengan istilah penyakit anjing gila adalah penyakit infeksi akut yang bersifat zoonosis pada susunan
Lebih terperinciHubungan Pengetahuan Masyarakat Pemelihara Anjing Tentang Bahaya Rabies Terhadap Partisipasi Pencegahan
Hubungan Pengetahuan Masyarakat Pemelihara Anjing Tentang Bahaya Rabies Terhadap Partisipasi Pencegahan Relations Knowledge of Dog Owner Communities About dangers of Rabies with Participation of Prevention.
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMA KASIH... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN
Lebih terperinciLAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92. Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK
LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92 Darmawan, Dyah Estikoma dan Rosmalina Sari Dewi D Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK Untuk mendapatkan gambaran antibodi hasil vaksinasi Rabivet Supra
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita
PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies adalah penyakit viral yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita yang dapat bertahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan amanat Undang-Undang
Lebih terperinciSISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TEMPAT PENGOLAHAN BARANG BEKAS DI SURAKARTA
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TEMPAT PENGOLAHAN BARANG BEKAS DI SURAKARTA Disusun Oleh : Widya Lestafuri K3513074 Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lebih terperinciPENYAKIT RABIES DI KALIMANTAN TIMUR
PENYAKIT RABIES DI KALIMANTAN TIMUR WAFIATININGSIH 1, N. R. BARIROH 1, I. SULISTIYONO 1, dan R. A. SAPTATI 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan
Lebih terperinciBambang Sumiarto1, Heru Susetya1
STATUS VAKSINASI RABIES PADA ANJING DI KOTA MAKASSAR RABIES VACCINATION STATUS OF DOGS IN MAKASSAR Sri UtamP, Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1 IBaIai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Makassar lbagian Kesmavet
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau fenomena untuk menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung dengan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT Menimbang : a. bahwa Rabies adalah merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan syaraf pusat hewan berdarah panas disebabkan oleh virus dan dapat menular pada manusia. Penyakit
Lebih terperinciCakupan Vaksinasi Anti Rabies pada Anjing dan Profil Pemilik Anjing Di Daerah Kecamatan Baturiti, Tabanan
Cakupan Vaksinasi Anti Rabies pada Anjing dan Profil Pemilik Anjing Di Daerah Kecamatan Baturiti, Tabanan IVAN M TARIGAN 1 I MADE SUKADA 1, I KETUT PUJA 2 Laboratorium Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan,
Lebih terperinciPROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA VAKSIN RABIES ORAL HARAPAN BARU UNTUK PENGENDALIAN RABIES DI INDONESIA BIDANG KEGIATAN: PKM-GT
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA VAKSIN RABIES ORAL HARAPAN BARU UNTUK PENGENDALIAN RABIES DI INDONESIA BIDANG KEGIATAN: PKM-GT Diusulkan oleh: Rico Juni Artanto B04063247 / 2006 Indra Bagus Priastomo B04062716
Lebih terperinciPengertian Sistem Informasi Geografis
Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR. vii. DAFTAR ISI. ix. DAFTAR TABEL.
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP...... i ii iv ABSTRAK... v KATA PENGANTAR. vii DAFTAR ISI. ix DAFTAR TABEL. xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN. xiii BAB I PENDAHULUAN...
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Leptospirosis disebabkan oleh Spirochaeta termasuk genus Leptospira. Pada
PENGANTAR Latar Belakang Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia dan hewan (zoonosis). Penyakit ini sangat penting dan ditemukan hampir di seluruh dunia, terutama di belahan
Lebih terperinciLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran
Menimbang PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, : a. bahwa rabies merupakan
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG
BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang
Lebih terperinciAKABANE A. PENDAHULUAN
AKABANE Sinonim : Arthrogryposis Hydranencephaly A. PENDAHULUAN Akabane adalah penyakit menular non contagious yang disebabkan oleh virus dan ditandai dengan adanya Arthrogryposis (AG) disertai atau tanpa
Lebih terperinciISSN situasi. diindonesia
ISSN 2442-7659 situasi diindonesia PENDAHULUAN Rabies merupakan penyakit zoonosis yang dapat menyerang semua hewan berdarah panas dan manusia. Virus rabies ditransmisikan melalui air liur hewan terinfeksi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa rabies merupakan penyakit menular yang dapat menyerang
Lebih terperinciSITUASI RABIES DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA TIMUR BERDASARKAN HASIL DIAGNOSA BALAI BESAR VETERINER MAROS
SITUASI RABIES DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA TIMUR BERDASARKAN HASIL DIAGNOSA BALAI BESAR VETERINER MAROS FAISAL ZAKARIA, DINI W. YUDIANINGTYAS dan GDE KERTAYADNYA Balai Besar Veteriner Maros ABSTRAK Diagnosa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...
Lebih terperinci1. ASPEK BIOLOGI MORFOLOGI VIRUS EBOLA:
Virus Ebola menyebabkan demam hemorrhagic. Semenjak dikenal tahun 1976, Virus Ebola menyebabkan penyakit yang fatal pada manusia maupun binatang primata (monyet, gorila dan simpanse). Dinamakan Virus Ebola
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang mudah menular dan mematikan.
Lebih terperinciDISTRIBUSI KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DAN KASUS RABIES DI KABUPATEN NGADA, PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
DISTRIBUSI KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DAN KASUS RABIES DI KABUPATEN NGADA, PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR The Distribution of Cases of Rabies-Transmitting Animal s (RTA) Bites and Cases of
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah
PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah penyakit menular ganas pada babi yang disebabkan oleh virus dengan gejala utama gangguan reproduksi
Lebih terperinciPROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT RABIES. Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar
PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT RABIES Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar RABIES Salah satu penyakit infeksi tertua, diketahui sejak lebih dari 4000 tahun Viral encephalomyelitis: akut dan progresif Dapat menyerang
Lebih terperinciBAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS
BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang: bahwa untuk melindungi masyarakat terhadap rabies
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hog cholera 2.1.1 Epizootiologi Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan di Bali. Hampir setiap keluarga di daerah pedesaan memelihara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. informasi tersebut. Berkembangnya teknologi informasi dan komputer
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekembangan teknologi informasi dan komputer yang sangat pesat dewasa ini semakin luas. Komputer merupakan alat bantu yang memberikan kemudahan bagi manusia untuk
Lebih terperinciKEBIJAKAN NASIONAL DAN STRATEGI PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT RABIES
KEBIJAKAN NASIONAL DAN STRATEGI PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT RABIES Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Workshop Pengendalian dan Penanggulangan Bahaya Penyakit Rabies Banda Aceh,
Lebih terperinciNEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease. tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin ( )
Pendahuluan : NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin (078114032) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Newcastle Disease (ND) juga di kenal
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK,
LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 24 SERI E. 24 ================================================================ PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN, PEMBERANTASAN DAN
Lebih terperinciBUPATI SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES
BUPATI SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIJUNJUNG, Menimbang
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang ditularkan kepada manusia dan menyerang susunan saraf pusat. Penyakit ini mendapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit ini menular dan menyebar melalui udara, apabila tidak diobati
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit ini menular dan menyebar melalui udara, apabila tidak diobati menyebabkan setiap orang yang
Lebih terperinciGUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PEMASUKAN HEWAN-HEWAN TERTENTU KE WILAYAH PROVINSI PAPUA UNTUK KEPENTINGAN KHUSUS
GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PEMASUKAN HEWAN-HEWAN TERTENTU KE WILAYAH PROVINSI PAPUA UNTUK KEPENTINGAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG LARANGAN PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES KE WILAYAH PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA,
PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG LARANGAN PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES KE WILAYAH PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang : a.bahwa penyakit rabies merupakan penyakit
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Rabies Rabies telah dikenal sejak zaman dahulu dan dinilai sangat penting sehingga dicatat pada salah satu prasasti yang dibuat pada zaman kekuasaan raja Hammurabi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Rabies telah dikenal sejak zaman dahulu dan dinilai sangat penting sehingga
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Rabies Rabies telah dikenal sejak zaman dahulu dan dinilai sangat penting sehingga dicatat pada salah satu prasasti yang dibuat pada zaman kekuasaan raja Hammurabi
Lebih terperinciGUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU
GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU Menimbang : a. bahwa rabies merupakan
Lebih terperinciModul Komunikasi Informasi dan Edukasi Zoonosis (Rabies) Kata Pengantar
Kata Pengantar Di bidang veteriner (kedokteran hewan) terdapat dua aspek yang terkait erat dengan pengendalian zoonosis yaitu aspek pengendalian penyakit hewan (Kesehatan Hewan) dan aspek Kesehatan Masyarakat
Lebih terperinciWALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES
1 WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini, berbagai penyakit infeksi mengalami peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai belahan dunia
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI. 3.1 Analisis Kebutuhan dan Masalah Analisis Masalah
BAB 3 METODOLOGI 3.1 Analisis Kebutuhan dan Masalah 3.1.1 Analisis Masalah Berdasarkan kajian jurnal, banyak pemilik anjing yang kurang memperhatikan kesehatan anjingnya karena masalah biaya, keberadaan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit
Lebih terperinciSehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO)
1 Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO) Sakit : pola respon yang diberikan oleh organisme hidup thd
Lebih terperinciAnjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis
Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Leptospirosis adalah penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh bakteri Leptospira interrogans sensu lato. Penyakit ini dapat menyerang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 3238/Kpts/PD.630/9/2009 tentang Penggolongan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan subtropik di seluruh
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu spesies ikan yang cukup luas dibudidayakan dan dipelihara di Indonesia adalah ikan mas dan koi (Cyprinus carpio) karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular menahun yang menimbulkan masalah yang sangat komplek. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas
Lebih terperinciEkologi dan Demografi Anjing di Kecamatan Denpasar Timur
Ekologi dan Demografi Anjing di Kecamatan Denpasar Timur TJOKORDA ISTRI AGUNG CINTYA DALEM 1, I KETUT PUJA 1, I MADE KARDENA 2 1 Lab. Histologi, 2 Lab. Patologi Umum, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas
Lebih terperinciProses Penularan Penyakit
Bab II Filariasis Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah (Elephantiasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Filariasis disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial terjadi di seluruh dunia dan dampaknya mempengaruhi terutama pada negara berkembang dan negara
14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial terjadi di seluruh dunia dan dampaknya mempengaruhi terutama pada negara berkembang dan negara yang miskin sumber daya. Infeksi yang diperoleh
Lebih terperinciSebaran Umur Korban Gigitan Anjing Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia di Bali. (The Distribution of Ages on Victims of Rabies in Bali)
Sebaran Umur Korban Gigitan Anjing Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia di Bali (The Distribution of Ages on Victims of Rabies in Bali) Calvin Iffandi 1, Sri Kayati Widyastuti 3, I Wayan Batan 1* 1 Laboratorium
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan sebuah informasi yang akurat. Sistem informasi pengolahan data
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan teknologi di era globalisasi semakin pesat seiring dengan perkembangan zaman dan lajunya kebutuhan. Kondisi ini menuntut sebuah perkembangan teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang
BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) diketahui sebagai penyakit arboviral (ditularkan melalui nyamuk) paling banyak ditemukan di negara-negara tropis dan subtropis. World Health
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, semakin bertambah pula kemampuan komputer dalam membantu menyelesaikan permasalahanpermasalahan di berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit cacar ular telah terjadi dari waktu ke waktu selama ribuan tahun, penyakit cacar muncul disebabkan oleh virus cacar yang muncul dalam populasi manusia
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi
PENDAHULUAN Latar Belakang Keanekaragaman sumber daya hayati merupakan modal dasar dan faktor dominan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional. Seiring dengan perkembangan ekonomi, perdagangan dan teknologi
Lebih terperinciKarena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?
PENGUKURAN KEKOTAAN Geographic Information System (1) Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering Permohonan GIS!!! Karena tidak pernah
Lebih terperinciLAPORAN TAHUNAN PENELITIAN TERAPAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI
LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN TERAPAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI The Development and Upgrading of Seven Universities in Improving the Quality and Relevance of Higher Education in Indonesia APLIKASI PENDEKATAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN DEMAM BERDARAH DENGUE
BAB II TINJAUAN DEMAM BERDARAH DENGUE 2.1 Sejarah Demam Berdarah Dengue Penyakit demam berdarah dengue pertama kali di temukan di Filiphina pada tahun 1953 dan menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia
Lebih terperinci2.1. Morphologi, etiologi dan epidemiologi bovine Tuberculosis
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Morphologi, etiologi dan epidemiologi bovine Tuberculosis Kasus tuberkulosis pertama kali dikenal dan ditemukan pada tulang mummi Mesir kuno, kira-kira lebih dari 2000 tahun
Lebih terperinciPENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015
PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR 2015 Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 BAB VI PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR
Lebih terperinciSerosurveilens Pascavaksinasi Rabies Tahun 2014 Di Wilayah Kerja UPT Veteriner Nusa Tenggara Timur
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 2 No. 2 : 119-126 ISSN : 2356-4113 Serosurveilens Pascavaksinasi Rabies Tahun 2014 Di Wilayah Kerja UPT Veteriner Nusa Tenggara Timur Feny A.L. Bili Unit Pelaksana Teknis Daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Maternal antibodi atau yang bisa disebut maternally derived antibodies atau
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maternal Antibodi pada Anak Babi (Piglet) Maternal antibodi atau yang bisa disebut maternally derived antibodies atau kekebalan turunan dari induk pada anak babi yang induknya
Lebih terperinciLAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS
LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS Oleh : 1. Drh. Muhlis Natsir NIP 080 130 558 2. Drh. Sri Utami NIP 080 130 559 BALAI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. protozoa parasit Toxoplasma gondii (T.gondii), parasit tersebut dapat menginfeksi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toxoplasmosis adalah penyakit zoonotik yang disebabkan oleh protozoa parasit Toxoplasma gondii (T.gondii), parasit tersebut dapat menginfeksi semua mamalia dan spesies
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN I. UMUM Pengaturan pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan menjadi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan satu penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5543 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 130) PENJELASAN ATAS
Lebih terperinciTI JAUA PUSTAKA. Please purchase 'e-pdf Converter and Creator' on to remove this message.
23 TI JAUA PUSTAKA Rabies atau penyakit anjing gila, dikenal juga dengan nama Lyssa (Inggris), Rage (Perancis), dan Tolwut (Jerman), adalah infeksi viral akut pada susunan syaraf yang ditandai dengan kelumpuhan
Lebih terperinci2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20,
No.595, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Dampak Bahaya. Agensia Biologi. Aspek Kesehatan. Penanggulangan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B (HBV). HBV ditemukan pada tahun 1966 oleh Dr. Baruch Blumberg berdasarkan identifikasi Australia antigen yang sekarang
Lebih terperinciIDENTIFII(A.SI VIRUS RABIES PADAANJING LIAR DI KOTA MAKASSAR IDENTIFICATION OF RABIES VIRUS IN STRAYDOGS IN MAKASSAR. Sri Utami" Bambang Sumiarto2
IDENTIFII(A.SI VIRUS RABIES PADAANJING LIAR DI KOTA MAKASSAR IDENTIFICATION OF RABIES VIRUS IN STRAYDOGS IN MAKASSAR Sri Utami" Bambang Sumiarto2 'Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Makassar 2Bagian
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. menular pada orang. Karena itu, rabies di kategorikan sebagai penyakit zoonotik. Agen
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Rabies Rabies merupakan penyakit hewan menular yang disebabkan oleh virus dan dapat menular pada orang. Karena itu, rabies di kategorikan sebagai penyakit zoonotik. Agen penyebab
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
12 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Responden Profil masyarakat pemelihara anjing pemburu maupun masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu yang digambarkan dalam penelitian ini meliputi agama, umur,dan pendidikan
Lebih terperinci