PERENCANAAN LANSKAP SEMPADAN SUNGAI CILIWUNG

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 27. Ilustrasi Pengembangan Konsep Ruang Pada Tapak

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang

KONSEP EKOHIDRAULIK SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN EROSI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

REKOMENDASI Peredam Kebisingan

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU

PENENTUAN JENIS VEGETASI LOKAL UNTUK PERLINDUNGAN TEBING SUNGAI SIAK DENGAN DESAIN EKO - ENGINEERING TANPA TURAP

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.3

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

BAB III PENGENDALIAN LONGSOR Identifikasi dan Delineasi Daerah Rawan Longsor

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

BAB IV KONDISI UMUM KOTA BOGOR

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

ANALISIS DAN SINTESIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN. temuan dan analisis terhadap area rawa yang direklamasi menjadi kawasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelestarian fungsi danau. Mengingat ekosistem danau memiliki multi fungsi dan

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang disebutkan di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputi suatu kesatuan

Gambar 23. Ilustrasi Konsep (Image reference) Sumber : (1) ; (2) (3)

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. pakaian, mandi dan lain-lain. Sekitar tiga per empat tubuh manusia terdiri dari air

CILIWUNG DEDI RUSPENDI BOGOR 2011

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tabel 9. Penggunaan Lahan di Tapak Tahun Jenis Penggunaan Lahan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

Gambar 2. Lokasi Studi

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

JUDUL OBSERVASI ALIRAN DAS BRANTAS CABANG SEKUNDER BOENOET. Disusun oleh : Achmad kirmizius shobah ( )

Gambar 11 Lokasi Penelitian

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai merupakan tempat atau habitat suatu ekosistem keairan terbuka yang berupa alur jaringan pengaliran dan

I. PENDAHULUAN. Padang Golf Sukarame (PGS) merupakan Lapangan Golf pertama dan satu-satunya di

BAB V ARAHAN RELOKASI

BAB V KONSEP PERANCANGAN

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

===================================================== PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

19 Oktober Ema Umilia

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

VETIVER Rumput Perkasa Penahan Erosi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VI. PERENCANAAN HUTAN KOTA

Panduan konservasi tanah dan air untuk penanggulangan degradasi lahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Momentum, Vol. 11, No. 2, Okt 2015, Hal ISSN , e-issn KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN

VII. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

BAB I. PENDAHULUAN A.

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

PENDEKATAN BIOTIK DALAM PENGUATAN LERENG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangkit utama ekosistem flora dan fauna.

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha)

Transkripsi:

40 PERENCANAAN LANSKAP SEMPADAN SUNGAI CILIWUNG Konsep Dasar Konsep dasar perencanaan lanskap sempadan Sungai Ciliwung yaitu untuk meningkatkan kualitas lingkungan alami dengan memperbaiki dan mengembalikan fungsi kawasan Sungai Ciliwung sebagai kawasan ekologi yang dapat mendukung keberlangsungan kehidupan ekosistem Sungai Ciliwung dan sesuai dengan kondisi lingkungan Kota Bogor. Perencanaan yang dikembangkan pada kawasan ini juga diharapkan dapat mewadahi aktivitas rekreasi ruang luar masyarakat Kota Bogor pada segmen sungai tertentu. Rencana Ruang Fungsional Pada tahap sintesis data, kawasan Sungai Ciliwung dioverlay menghasilkan zona-zona fungsional pada kawasan tersebut. Dengan memperhatikan fungsifungsi ruang yang terbentuk dan alternatif pemanfaatannya dalam kawasan, kawasan Sungai Ciliwung dapat dibagi kedalam tiga zona. Zona-zona yang dihasilkan meliputi zona, semi dan non. Tabel 15 memperlihatkan pembagian zona, luas zona dan persentasenya. Tabel 15. Pembagian dan Luas Zona terhadap Kawasan Penelitian Ruang Fungsional Kelurahan Luas Zona (Ha) % dari Luas Kawasan Penelitian Zona Konservasi Zona Semi Konservasi Zona Non Konservasi Kedung Halang, Suka Resmi, Bantar Jati, Sempur, Tanah Sareal, Sukasari, Baranangsiang Paledang, Sukasari, Baranangsiang, Babakan Pasar, Katulampa, Tajur, Sindang Rasa Suka Resmi, Kedung Halang, Kedung Badak, Cibuluh, Bantar Jati, Tanah Sareal 15,64 35,83 17,27 39,55 10,75 24,63 Jumlah 43,66 100,00

41 Zona merupakan ruang yang terdiri dari vegetasi dengan kerapatan yang tinggi berfungsi dalam menjaga kelokan sungai, meminimumkan bahaya fisik pada sempadan sungai sehingga tercipta kondisi yang aman untuk berkembangbiak biota air. Zona ini akan direncanakan dalam bentuk RTH kota dengan jenis RTH sempadan sungai (riparian forest), yaitu kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai bauatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai dan mengamankan aliran sungai dan dikembangkan sebagai area penghijauan (Masterplan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bogor, Tahun Anggaran 2007). Zona semi merupakan ruang yang dikembangkan untuk dapat mewadahi berbagai aktivitas manusia yang bersifat rekreatif. Zona ini direncanakan untuk dijadikan sebagai taman kota. Taman kota adalah ruang di dalam kota yang strukturnya bersifat alami dengan sedikit bagian yang dan pada dasarnya terdiri dari elemen-elemen pohon rindang, semak atau perdu dan tanaman hias yang ditata rapi, bangku taman, jalan setapak, kolam, air mancur, serta tempat bermain anak (Masterplan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bogor, Tahun Anggaran 2007). Zona non merupakan ruang yang boleh dibangun. Fasilitas yang dikembangkan pada zona ini adalah jalan inspeksi. Jalan inspeksi dapat digunakan oleh masyarakat dalam melakukan aktivitas kesehariannya. Arah muka bangunan pada zona ini dirancang menghadap sungai. Rencana Perbaikan dan Perlindungan Sungai Teknik rekayasa untuk perbaikan struktur fisik kawasan sungai yang dapat dikembangkan pada kawasan Sungai Ciliwung adalah metode vegetatif dan metode teknik lingkungan (bio-engineering). Metode vegetatif merupakan metode perlindungan struktur fisik kawasan sungai dengan memanfaatkan komponen biotik dengan cara menanam berbagai jenis tanaman dengan kerapatan yang tinggi (Gambar 21). Metode ini diterapkan pada ruang atau segmen sungai yang yang berfungsi sebagai zona. Dengan vegetasi ini, bahaya fisik dapat diminimumkan dampaknya. Pemilihan jenis vegetasi perlu mempertimbangkan besarnya kecepatan air, golongan rumput-rumputan (Famili Gramineae) dan

42 kangkung-kangkungan (Famili Convolvulaceae) yang bersifat lentur bisa digunakan untuk perlindungan tebing pada sungai yang kecepatan arusnya tinggi. Budinetro dalam Maryono (2008) mengusulkan tiga jenis vegetasi yang dapat digunakan di Indonesia, yaitu Vetivera zizanioides (rumput vetiver atau rumput akar wangi), Ipomoea carnea (karangkungan), bambu dan tanaman berkayu (pohon). Rumput vetiver adalah tanaman yang mudah tumbuh di berbagai tingkat kesuburan tanah, tanah kekeringan dan tanah genangan air, serta penanamannya mudah, relatif tanpa pemeliharaan. Akar vetiver ini tumbuh lebat menancap ke bawah (dapat mencapai 3 meter), sehingga tidak terjadi perebutan unsur hara dengan tanaman lain. Daun vetiver relatif rimbun sebagai penangkal erosi akibat hujan. Akarnya yang kuat akan mengikat tanah disekitarnya serta menahan sedimen dan lumpur yang terbawa air, sehingga terbentuk bangku terasering yang stabil. Ipomoea carnea atau kangkung londo termasuk Familia Convolvulaceae, vegetasi ini dapat tumbuh disegala tempat serta tahan genangan dan arus air (Maryono, 2008). Bambu termasuk Familia Gramuneae (golongan rumput-rumputan), batangnya bersifat berbentuk pipa, dengan buku-buku sebagai pembatas pipa, mempunyai lapisan khusus di bagian dalam dan luar batangnya. Tebing sungai merupakan habitat yang sangat cocok untuk bambu, kaitannya dengan perbaikan sungai dan sempadannya, maka bambu ditanam di sepanjang bagian tebing sungai yang dianggap rawan bencana fisik. Tanaman berkayu yang dipilih tidak hanya dari satu famili tertentu saja, akan tetapi dari semua famili dapat diterapkan asalkan memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut : 1) memiliki tajuk yang berlapis-lapis sehingga dapat meredam energi butir air hujan yang jatuh di permukaan tanah, 2) memiliki struktur perakaran yang dapat memperbaiki konstruksi tanah. Beberapa jenis pohon yang direncanakan seperti mahoni (Swietenia macrophylla), matoa (Pometia pinnata), angsana (Pterocarpus indicus), beringin (Ficus elastica), bungur (Angerstroemia speciosa) dan sempur (Dillenia indica) (masterplan ruang terbuka hijau Kota Bogor tahun anggaran 2007).

43 Metode teknik (bio-engineering) merupakan rekayasa teknologi berkelanjutan dengan memanfaatkan komponen biotik dan abiotik (ekologi) untuk perbaikan struktur fisik kawasan sungai. Metode bio-engineering dilakukan dengan menumbuhkan vegetasi tertentu yang sesuai pada sempadan sungai yang memiliki peluang bahaya fisik yang tinggi dengan dipadukan dengan komponen abiotik (batu). Bio-engineering memiliki beberapa keuntungan, antara lain (Maryono, 2008) : 1) menjaga kelestarian ekologi, 2) meningkatkan daya tahan terhadap erosi, 3) berfungsi sebagai alat pengendali banjir atau meretensi banjir, dan 4) biaya pemeliharaan relatif lebih murah dibanding konstruksi permanen beton. Beberapa metode penahan tebing dalam perbaikan kawasan sungai dengan menggunakan bio-engineering berupa metode penutup tebing dan tanaman antara pasangan batu kosong. Metode penutup tebing adalah menutup tebing dari berbagai macam bahan, seperti dari alang-alang, mantang-mantangan, jerami kering, rumput gajah kering dan daun kelapa. Diantara penutup tebing tersebut dapat ditanami dengan tumbuhan (Gambar 22). Diterapkan pada zona semi. Sedangkan metode tanaman diantara pasangan batu kosong adalah menumbuhkan tanaman dicelah-celah pasangan batu kosong, tanaman ini dapat memperkokoh batu pada tebing sungai (Gambar 23). Ditepakan pada zona non. Metode perlindungan sungai merupakan upaya untuk melindungi kehidupan biota air dengan menyediakan tempat yang cocok bagi biota sungai tersebut. Konservasi sungai dalam menyediakan tempat hidup yang cocok untuk biota air dilakukan dengan menumbuhkan vegetasi pada sempadan sungai. Kriteria vegetasi (pohon) yang dipilih adalah vegetasi yang bertajuk lebar karena dapat mengontrol cahaya yang masuk ke sungai sehingga cocok untuk tempat berkembangbiak biota air karena suhu air yang tidak terlalu tinggi. Selain itu, penggunaan vegetasi penutup tanah juga dianjurkan dalam melindungi kehidupan biota air karena sedimen yang terbawa saat terjadi aliran permukaan dapat terendapkan dipinggir sungai sehingga air sungai tidak keruh dan biota air dapat berkembangbiak dengan baik.

44 Gambar 21. Metode Vegetatif Gambar 22. Penutup Tebing Gambar 23. Tanaman antara Pasangan Batu Kosong

45 Perlindungan sungai untuk mendukung dan meningkatkan kehidupan biota air juga dapat dilakukan dengan metode bendung rendah dari batu lepas (Maryono, 2008). Metode ini menggunakan batu yang tersebar pada badan Sungai Ciliwung dengan cara menyusun batu-batu lepas secara melintang sungai (Gambar 24). Air terbendung, namun masih dapat menerobos di antara celahcelah batu. Turbulensi yang ditimbulkan dapat meningkatkan kandungan oksigen dan mengurangi energi potensial aliran sehingga erosi dapat dikurangi. Gambar 24. Bendung Rendah dari Batu Lepas (Tampak Atas) Mempertahankan batu-batuan yang berada di sungai juga merupakan usaha untuk melindungi kehidupan biota sungai. Fungsi hidraulik batuan di sungai adalah sebagai elemen energy dissipation aliran air. Fungsi ekologi batu-batuan tersebut adalah sebagai tempat meletakan telur dan tempat berlindung fauna Batubatu tersebut berfungsi sebagai habitat sungai yang sangat vital. kecil sungai, misalnya ikan, udang, siput, kepiting, dan lain-lain. Turbulensi aliran yang diakibatkan oleh batuan tersebut akan meningkatkan kandungan oksigen terlarut. Pada batuan sungai biasanya hidup berbagai jenis lumut dan alga, menempel pada permukaan batuan dan menjadi bahan makanan bagi fauna air. Di sela-sela batuan tersebut terdapat sebaran kecepatan air yang sangat heterogen, hal ini meningkatkan pula diversifikasi fauna air yang ada (Maryono, 2008).

46 Gambar 25. Batuan di Badan Sungai dan Ilustrasi Jenis Lumutnya (Maryono, 2008) Rencana Lanskap Sempadan Sungai Ciliwung Rencana lanskap sempadan Sungai Ciliwung dapat dilihat pada Gambar 26. Rencana lanskap ini disertai dengan rencana ruang/sub kawasan alami (Gambar 27), semi alami (Gambar 28) dan non alami (Gambar 29) untuk lebih memperjelas perencanaan lanskapnya.

47 Tabel 16. Arahan Rencana Lanskap Sempadan Sungai Ciliwung Segmen Zona Fungsional 1 Zona Penutupan Lahan Eksisting Zona tidak Pengembangan Ruang Aktivitas Perbaikan dan Perlindungan Sungai Kawasan dikembangkan menjadi RTH kota dengan jenis RTH sempadan sungai (riparian forest) Jalan-jalan, sight viewing, foto hunting, bird watching dan memancing penanaman vegetasi penutup tanah pada lahan/tebing yang terbuka dan pembuatan bendung rendah dari batu lepas 2 Zona non Zona semi Kawasan boleh dibangun menjadi kawasan permukiman, arah muka bangunan menghadap sungai Bermukim penanaman vegetasi pada lahan/tebing yang terbuka dan penanaman vegetasi dipekarangan/halaman rumah 3 Zona non Zona semi Kawasan boleh dibangun menjadi kawasan permukiman, arah muka bangunan menghadap sungai Bermukim penanaman vegetasi pada lahan/tebing yang terbuka dan penanaman vegetasi dipekarangan/halaman rumah 4 Zona non Zona tidak Kawasan boleh dibangun menjadi kawasan permukiman, arah muka bangunan menghadap sungai Bermukim penanaman vegetasi pada lahan/tebing yang terbuka dan penanaman vegetasi dipekarangan/halaman rumah 47

48 5 Zona Zona tidak Kawasan dikembangkan menjadi RTH kota dengan jenis RTH sempadan sungai (riparian forest) Jalan-jalan, sight viewing, foto hunting, bird watching dan memancing penanaman vegetasi penutup tanah pada lahan yang terbuka dan pembuatan bendung rendah dari batu lepas 6 Zona Zona semi Kawasan dikembangkan menjadi RTH kota dengan jenis RTH sempadan sungai (riparian forest), bangunan pada sempadan sungai direlokasi Jalan-jalan, sight viewing, foto hunting, bird watching dan memancing penanaman vegetasi pada lahan yang terbuka yang sebelumnya bangunan yang telah direlokasi, penanaman vegetasi penutup tanah pada lahan/tebing yang terbuka dan pembuatan bendung rendah dari batu lepas 7 Zona semi Zona tidak (KRB) Kawasan dikembangkan menjadi RTH kota dengan jenis kebun raya Mempertahankan vegetasi eksisting pada kawasan guna melindungi keberlangsungan kehidupan biota sungai dan penanaman vegetasi penutup tanah pada tebing sungai yang terbuka serta pembuatan bendung rendah dari batu lepas 8 Zona semi Zona semi Kawasan dikembangkan menjadi RTH kota dengan jenis taman kota Jalan-jalan, dudukduduk, memancing dan berolahraga penanaman vegetasi pada lahan (sempadan dan pulau geulis) yang terbuka yang sebelumnya bangunan yang telah direlokasi, penanaman 48

49 9 Zona zona semi Kawasan dikembangkan menjadi RTH kota dengan jenis RTH sempadan sungai, bangunan pada sempadan sungai direlokasi Jalan-jalan, sight viewing, foto hunting, bird watching dan memancing vegetasi penutup tanah pada lahan/tebing yang terbuka dan pembuatan bendung rendah dari batu lepas penanaman vegetasi pada lahan yang terbuka yang sebelumnya bangunan yang telah direlokasi, penanaman vegetasi penutup tanah pada lahan/tebing yang terbuka dan pembuatan bendung rendah dari batu lepas 10 Zona semi Zona tidak Kawasan dikembangkan menjadi RTH kota Jalan-jalan, sight viewing, foto hunting, bird watching dan memancing penanaman vegetasi penutup tanah pada lahan/tebing yang terbuka dan pembuatan bendung rendah dari batu lepas 11 Zona semi Zona tidak Kawasan dikembangkan menjadi RTH kota Jalan-jalan, sight viewing, foto hunting, bird watching dan memancing penanaman vegetasi penutup tanah pada lahan/tebing yang terbuka dan pembuatan bendung rendah dari batu lepas 49

54 Gambar 30. Potongan A-A (Segmen 1 Ruang Konservasi Alami) Gambar 31. Potongan B-B (Segmen 8 Ruang Semi Konservasi) Gambar 32. Potongan C-C (Segmen 3 Ruang Non Konservasi)

55 Gambar 33. Ilustrasi Segmen 1 (Ruang Konservasi Alami) Gambar 34. Ilustrasi Segmen 8 (Ruang Semi Konservasi) Gambar 35. Ilustrasi Segmen 3 (Ruang Non Konservasi)