PERENCANAAN AWAL JARINGAN MULTI PEMANCAR TV DIGITAL BERBASIS PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DARI PEMANCAR TUNGGAL

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI KELAYAKAN MIGRASI TV DIGITAL BERBASIS CAKUPAN AREA SIARAN DI BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh mata rantai broadcasting saat ini mulai dari proses produksi

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

BAB III PERANCANGAN SFN

Estimasi Signal to Interference Ratio dan Daerah Cakupan Untuk Single Frequency Network Pada Siaran TV Digital (DVB-T)

Simulasi Channel Coding Pada Sistem DVB-C (Digital Video Broadcasting-Cable) dengan Kode Reed Solomon

ANALISIS DAN PERBANDINGAN HASIL PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DVB-T DAN DVB-H DI WILAYAH JAKARTA PUSAT

ANALISIS MODE PENERIMAAN FIXED

e-proceeding of Engineering : Vol.1, No.1 Desember 2014 Page 89

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ANALISIS INTERFERENSI PADA PROSES TRANSISI DARI SISTEM TV ANALOG KE SISTEM TV DIGITAL DVB T DENGAN KONFIGURASI SFN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

PERHITUNGAN BIT ERROR RATE PADA SISTEM MC-CDMA MENGGUNAKAN GABUNGAN METODE MONTE CARLO DAN MOMENT GENERATING FUNCTION.

Optimasi Single Frequency Network pada Layanan TV Digital DVB-T dengan Menggunakan Metode Simulated Annealing L/O/G/O

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGUJIAN TEKNIK FAST CHANNEL SHORTENING PADA MULTICARRIER MODULATION DENGAN METODA POLYNOMIAL WEIGHTING FUNCTIONS ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim

PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT PERANGKAT

1 BAB I PENDAHULUAN. yang relatif dekat dengan stasiun pemancar akan menerima daya terima yang lebih

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG

Jurnal JARTEL (ISSN (print): ISSN (online): ) Vol: 3, Nomor: 2, November 2016

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) A-401

Gambar 1.1 Pertumbuhan global pelanggan mobile dan wireline [1].

Desain Dan Simulasi Penerapan Teknik Maximal Ratio Combining Pada Penerima TV DVB T2 Mobil

DAFTAR ISI. JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN.. ii HALAMAN PERNYATAAN. RIWAYAT HIDUP.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Presentasi Tugas Akhir

DVB-T2. dengan A-329. layar TV. TV digital. pemancar. yang sama. Frequency. bahwa siaran TV. Dalam. digunakan. coverage merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TROPOSCATTER

KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Multi Input Single Output Orthogonal Frequency Division Multiplexing (MISO OFDM) Menggunakan WARP

BAB II LANDASAN TEORI

PERENCANAAN LOKASI PEMANCAR SFN STANDAR DVB-T BERDASARKAN RRC-06 UNTUK TVRI DI WILAYAH DKI JAKARTA

SIMULASI ESTIMASI FREKUENSI UNTUK QUADRATURE AMPLITUDE MODULATION MENGGUNAKAN DUA SAMPEL TERDEKAT

Bab 7. Penutup Kesimpulan

ANALISIS KINERJA TEKNIK DIFFERENTIAL SPACE-TIME BLOCK CODED PADA SISTEM KOMUNIKASI KOOPERATIF

Analisa Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Berbasis Perangkat Lunak

Optimasi Coverage SFN pada Pemancar TV Digital DVB-T2 dengan Metode Simulated annealing

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

PEMANCAR TV DIGITAL DVB-T BERBASIS SOFTWARE

BAB I KETENTUAN UMUM Definisi

ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2]

BAB IV DATA DAN ANALISA Parameter Dan Pengukuran Pemancar PT. MAC

Optimalisasi Network Gain Jaringan Digital melalui Pemanfaatan Kombinasi SFN dan MFN di Pulau Jawa dengan Metode Monte Carlo

ANALISIS RICIAN FADING PADA TRANSMISI SINYAL DVB-T TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

BAB III PERANCANGAN SIMULASI INTERFERENSI DVB-T/H TERHADAP SISTEM ANALOG PAL G

OPTIMASI LINTAS LAPISAN PADA SISTEM KOMUNIKASI KOOPERATIF DI DALAM GEDUNG

Perancangan dan Pengujian Desain Sinkronisasi Waktu dan Frekuensi

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Tujuan

PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TELEKOMUNIKASI WIRELESS LOCAL AREA NETWORK

Estimasi Doppler Spread pada Sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) dengan Metode Phase Difference

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

KOREKSI KESALAHAN PADA SISTEM DVB-T MENGGUNAKAN KODE REED-SOLOMON

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT

Analisa Kinerja Alamouti-STBC pada MC CDMA dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

SIMULASI LOW DENSITY PARITY CHECK (LDPC) DENGAN STANDAR DVB-T2. Yusuf Kurniawan 1 Idham Hafizh 2. Abstrak

ANALISIS KINERJA MODULASI ASK PADA KANAL ADDITIVE WHITE GAUSSIAN NOISE (AWGN)

TUGAS AKHIR PEMODELAN DAN SIMULASI ORTHOGONAL FREQUENCY AND CODE DIVISION MULTIPLEXING (OFCDM) PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS OLEH

STUDI PERANCANGAN SISTEM RoF-OFDM POLARISASI TIDAK SEIMBANG MENGGUNAKAN MODULASI QPSK DAN QAM

I. PENDAHULUAN. kebutuhan informasi suara, data (multimedia), dan video. Pada layanan

Proses Penyiaran TV Digital Dengan Teknologi DVB-T (Digital Video Broadcasting-Terestrial) di LPP TVRI Jakarta.

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING

BAB II LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI MULTIPATH FADING RAYLEIGH MENGGUNAKAN TMS320C6713

BAB IV PEMODELAN SIMULASI

KINERJA ADAPTIVE CODED MODULATION PADA SISTEM OFDM MENGGUNAKAN HYBRID SELECTION/EQUAL GAIN COMBINING DIVERSITY DI BAWAH PENGARUH REDAMAN HUJAN TROPIS

ANALISA PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM RUANG PADA KOMUNIKASI RADIO BERGERAK

STUDI BIT ERROR RATE UNTUK SISTEM MC-CDMA PADA KANAL FADING NAKAGAMI-m MENGGUNAKAN EGC

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP

TUGAS AKHIR ANALISIS BER OFDM DENGAN MENGGUNAKAN LOW-DENSITY PARITY-CHECK (LDPC) PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Perancangan MMSE Equalizer dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

ANALISA KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC- CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Penggunaan Spektrum Frekuensi [1]

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi dari penelitian ini diskemakan dalam bentuk flowchart seperti tampak

Dasar Sistem Transmisi

TINJAUAN PUSTAKA. dengan mencari spectrum holes. Spectrum holes dapat dicari dengan

Perubahan lingkungan eksternal. 1. Pasar TV analog yang sudah jenuh. 2. Kompetisi dengan sistem penyiaran satelit dan kabel. Perkembangan teknologi

Transkripsi:

PERENCANAAN AWAL JARINGAN MULTI PEMANCAR TV DIGITAL BERBASIS PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DARI PEMANCAR TUNGGAL Yanik Mardiana 2207 100 609 Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email : anieq_sweety09@rocketmail.com Abstrak Semakin berkembang teknologi maka kebutuhan akan frekuensi semakin meningkat pelanggan menuntut kualitas ragam dan jumlah program siaran televisi untuk meningkatkan kualitas hidup. Pemerintah telah mengadakan studi untuk melakukan migrasi dari siaran televisi analog ke digital. Peran perencanaan awal jaringan multi pemancar TV Digital dapat mengaplikasikan migrasi tersebut di Indonesia. Sasaran Tugas Akhir ini adalah akan dilakukan perencanaan awal jaringan multi pemancar TV Digital berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan dibeberapa titik penting di Jakarta. Kemudian data dianalisa setelah dianalisa dapat diketahui coverage area pada satu pemancar. Selanjutnya menurut standart DVB-T dengan menggunakan teknologi SFN (Single Frekuensi Network) maksimum jarak antar pemancar akan sangat bergantung dari penggunaan panjang guard interval dan signal delay pada saat dilakukan transmisi untuk menentukan jarak pemancar sangat dibutuhkan informasi tentang topologi wilayah. I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia telah mengadakan studi untuk melakukan migrasi siaran analog ke digital menurut standart DVB-T dengan menggunakan teknologi SFN (Single Frekuency of Network) dimana stasiun TV yang sama dapat memasang sejumlah pemancar dengan frekuensi yang sama dan tersebar pada wilayah yang luas sehingga dapat meningkatkan cakupan pelanggan tanpa memerlukan lebih dari satu kanal frekuensi. Dengan teknologi SFN (Single Frekuensi Network) maksimum jarak antar pemancar sangat bergantung dari penggunaan panjang guard interval dan signal delay pada saat dilakukan transmisi. Untuk menentukan jarak pemancar sangat dibutuhkan informasi tentang topologi wilayah. II. METODE PENELITIAN A. Model Sistem Model yang diterapkan pada tugas akhir ini adalah penerapan sistem teknologi SFN (Single Frekuensi of Network) dengan menggunakan Digital Video Broadcasting - Terrestrial (DVB-T) dimana stasiun TV yang sama dapat memasang sejumlah pemancar dengan frekuensi yang sama dan tersebar pada wilayah layanan yang luas sehingga dapat meningkatkan cakupan pelanggannya tanpa harus memerlukan lebih dari satu kanal frekuensi untuk dapat diaplikasikan [2]. Pada Gambar 1 menunjukkan diagram sistem SFN menggunakan DVB-T dengan aplikasi lebih dari satu pemancar. SFN (Single Frequency of Network) merupakan suatu single-transmitter sistem yang dimana maksimum jarak antar pemancarnya akan tergantung dari pengunaan panjang guard interval dan signal delay pada saat dilakukan transmisi untuk dapat menentukan jarak antar pemancar sangat dibutuhkan informasi tentang topologi wilayah. Tabel 1 menunjukkan jarak pemancar dengan panjang Guard Interval dan panjang bandwidth frekuensi yang digunakan sebesar 8 Mhz [1]. Gambar 1 Diagram Sistem SFN dengan Aplikasi lebih dari satu pemancar [2] 1

Gambar 2 Desain perencanaan awal jaringan multi pemancar Tabel 1 Nilai jarak pemancar dengan panjang guard interval yang digunakan [1] Mode Symbol Length ( µ s ) Guard Interval Guard Interval ( s µ ) 2K 224 1 4 56 16.8 2K 224 1 8 28 8.4 2K 224 1 16 14 4.2 2K 224 1 32 7 2.1 8K 896 1 4 224 67.1 8K 896 1 8 112 33.6 8K 896 1 16 56 16.8 8K 896 1 38 8.4 Transmitter distance (km) Setelah didapat informasi tentang topologi wilayah maka pada setiap pesawat TV akan menerima sinyal dari semua pemancar disekitarnya dengan waktu kedatangan yang berbeda-beda. Jika digunakan standar DVB-T dengan mode 2K dan guard interval 1/8 maka panjang guard interval adalah 28 mikrodetik. Dengan durasi ini sama dengan waktu kedatangan duplikat sinyal pada penerima untuk dapat dimanfaatkan oleh OFDM. Dengan kecepatan rambat gelombang radio pada atmosfir mendekati kecepatan cahaya maka beda waktu rambat sebesar 28 mikrodetik tersebut setara dengan beda jarak tempuh sebesar 84 kilometer. Maka spasi inilah yang digunakan antara pemancar-pemancar jaringan frekuensi tunggal yang berdekatan untuk rasio guard interval 1/8. Rasio guard interval sebesar 1/4 akan memberikan spasi antar pemancar dua kali lebih besar sebaliknya guard interval 1/16 maka akan menghasilkan spasi separuhnya yaitu 16.8 Km [2]. Berdasarkan data pengukuran didapat nilai optimum antar pemancar digunakan pada tabel 1 dengan guard interval sebesar 56 µ s didapat nilai (r) sebagai fungsi jarak sebesar 16.8 km. untuk pemancar jamak. Gambar 2 menunjukkan desain perencanaan awal jaringan multi pemancar dengan 4 pemancar dimana koordinat masing-masing pemancar A (00) B ( r r 3) C ( r r 3) dan Pemancar D (-r0) dengan pengguna atau user sebanyak 56. Keterangan pada gambar 2 diatas : = Letak koordinat Pemancar A ( 00 ) = Letak koordinat Pemancar B ( r r 3) = Letak koordinat Pemancar C (- r r 3) = Letak koordinat Pemancar D (-r0) = Letak 56 user = Letak sumbu x = Letak sumbu y Pada gambar 2 merupakan perencanaan awal jaringan multi pemancar dengan menggunakan 4 pemancar dengan jumlah pelanggan sebanyak 56 user. Dengan letak user pertama dibaca secara horizontal terletak paling 2

kanan dengan koordinat ( 4 r r 3 ) sampai letak 10 10 titik user pada urutan ke 14 dengan koordinat ( 9 r r 10 10 3 ) begitu seterusnya dalam pembacaan koordinat pada user untuk user yang selanjutnya selalu dimulai dari kanan dibaca secara horizontal sampai pada titik yang paling akhir yaitu user ke 56. Garis horizontal pada gambar yang berwarna merah menunjukkan letak sumbu x sedangkan garis vertikal pada gambar yang berwarna hijau menunjukkan letak sumbu y. B. DVB-T Digital Video Broadcasting Terrestrial ( DVB-T ) merupakan bagian dari konsorsium standar DVB yang diluncurkan di Eropa pada September 1998. DVB-T merupakan salah satu standar transmisi penyiaran televisi terestrial digital. Pada sebuah saluran DVB-T dapat memiliki bandwidth 8 7 atau 6 MHz. Layanan DVB-T di frekuensi band IV/V (470-862 MHz) pada kanal 34[1]. Sistem modulasi pada DVB-T menggunakan Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) yang memungkinkan penggunaan 1705 carriers (2k) atau 6817 carriers (8k). Keuntungan dari penggunaan sistem modulasi tersebut yaitu tahan terhadap pengaruh dari multipath propagasi radio. Data carrier dimodulasikan menggunakan Coded Orthogonal Frequency Division Multiplexing (COFDM) yang dapat dipilih QPSK atau QAM (16QAM 64QAM). C. Distance Power Law Teknik Distance Power law merupakan suatu teori dan pengukuran yang berdasarkan model propagasi menunjukkan bahwa rata-rata daya sinyal yang diterima berkurang secara logaritmis terhadap jarak di luar atau di dalam kanal radio. Seperti model yang telah digunakan dengan sangat luas di dalam literatur. Rata-rata rugi lintasan skala besar untuk suatu pemisahan T-R yang berubah-ubah dinyatakan sebagai fungsi jarak dengan penggunaan suatu eksponen rugi lintasan n. P (1) L ( d ) d d 0 Dimana nilai n adalah eksponen rugi lintasan yang mengindikasikan adanya tingkatan rugi lintasan meningkat terhadap jarak. d 0 adalah jarak referensi terdekat yang mana ditentukan dari pengukuran terdekat pada pemancar dan d adalah Jarak pemisah T-R. n Pr( dbm (2) ) = 10 log k 10 n log d Pr( dbw) = Pr pemod elan ( Ptpengukuran Pt) (3) Dari persamaan (2) Pr adalah daya yang diterima (dalam dbm) dengan konstanta k dan pangkat n didapatkan dari jarak (d). Sedangkan pada persamaan (3) Pr adalah nilai hasil pemodelan yang didapat dari hasil analisa Prpemodelan adalah analisa yang didapat pada persamaan (2) Ptpengukuran adalah Daya pancar yang digunakan pada saat pengukuran dengan nilai sebesar 44.47 (dbw) dan untuk Pt adalah nilai daya pancar yang digunakan untuk proses estimasi pada proses perencanaan awal jaringan multi pemancar dengan jumlah daya pancar yang bervariasi berbeda-beda. D. Analisa Data Pengukuran DVB-T Analisa data pengukuran DVB-T yang diperoleh dengan menggunakan pemodelan Distance Power law dapat digunakan untuk menggambarkan pengaruh jarak (d (m)) terhadap daya terima (Pr (dbw)). Dengan menggunakan persamaan (6) serta melakukan analisa dengan software Matlab 7.5 dapat diketahui nilai daya terima pada masing-masing daerah topologi wilayah tersebut. Dari pemodelan Distance Power law maka secara otomatis dapat diketahui nilai konstanta k serta eksponen rugi lintasan dari jarak tersebut n. Dengan hasil pemodelan Distance Power Law didapat persamaan 2 segmen persamaannya sebagai berikut : y1 = 26.3 24.2 log( d ) (4) y2 = 25.1 28.4 log( d ) (5) Dari kedua persamaan diatas y1 dan y2 merupakan (Pr) daya yang diterima (dalam dbm) dengan menggunakan regresi linier distance power law sedangkan nilai (d) dinyatakan dalam fungsi jarak (dalam m). Sedangkan persamaan pemodelan yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah persamaan pemodelan pada no (5) karena pada persamaan tersebut nilai redaman masih berada pada batas standar. E. Nilai Minimum Daya terima Pada Threshold Nilai minimum daya terima pada threshold dapat mempengaruhi tingkatan cakupan coverage area pada pemancar selama nilai representative C/N dapat dihitung atau berkisar pada range 2 db - 26 db. Pada range band I V penerima dapat diset dengan nilai representative sebesar 7 db pada semua bidang frekuensi dengan begitu penerimaan minimum pada receiver tidak akan terikat pada frekuensi pemancar. 3

Namun dalam prakteknya penerimaan minimum daya peningkatannya selalu berhubungan dengan jumlah yang sama. Untuk dapat meningkatkan penerima diperlukan batasan nilai daya minimum pada area tersebut.. Tabel 2 menunjukkan nilai daya minimum pada (C/N) pada frekuensi band IV dan band V seperti pada table 2 dibawah ini : Tabel 2 Minimum equivalent input single level to receiver Frequency Band IV dan V Equivalent noise B (Hz) 6 7.6x 10 band width 7.6x 10 Receiver noise F (db) 7 7 figure Receiver noise Pn -128.2-128.2 input power (dbw) RF signal/noise C/N 20 26 ratio (db) Minimum Us Ps -108.2-108.2 receiver signal min input power (dbw) Minimum equivalent receiver input voltage 75 Ω Tabel 3 Modulation Us Ps min (dbw) Threshold (C/N) utk BER 2 [6] Code Rate QPSK 2 Gaussian Channel (AWGN) 31 37 x 10 Guard Interval Ricean Chann el (F1) 4 Rayleigh Channel (P1) 1 3.5 4.1 5.9 2 3 6.3 6.1 9.6 3 4 5.3 7.2 12.4 5 6 7.3 8.5 15.6 7 8 7.9 9.2 17.5 16-QAM 1 2 9.3 9.8 11.8 2 3 11.4 12.1 15.3 3 4 12.6 13.4 18.1 5 6 13.8 14.8 21.3 7 8 14.4 15.7 23.6 64-QAM 1 2 13.8 14.3 16.4 2 3 16.7 17.3 20.3 3 4 18.2 18.9 23.0 5 6 19.4 20.4 26.2 7 8 20.1.3 28.6 6 Dengan menggunakan asumsi nilai pada tabel 3 yang menunjukkan nilai threshold pada pemodelan rayleigh channel (P1) pada modulasi 64-QAM dengan kode rate 2/3 nilai BER yang didapat sebesar 20.3 (db). Maka nilai tersebut dijadikan sebagai acuan untuk menentukan pendekatan nilai minimum threshold pada tabel 2. Dapat dilihat pada tabel 2 nilai BER yang mendekati nilai threshold pada frekuensi band IV yaitu sebesar 20 (db) dengan batas minimum daya terima sebesar -108.2 (dbw). Dengan begitu jika penerimaan daya antar coverage area bila didapatkan nilai dibawah nilai threshold maka area tersebut tidak dapat tercakup dengan baik oleh pemancar namun jika penerimaan daya antar coverage area diatas nilai threshold maka area tersebut dapat tercakup atau terlingkupi dengan baik oleh pemancar. Seperti pada gambar 3 dibawah ini dengan aplikasi pemancar tunggal pada pemancar A dengan daya pancar sebesar 1 kw. Gambar 3 Grafik pemancar tunggal A dengan threshold Dapat dilihat berdasarkan berbedaan warna pada gambar 3 yang menunjukkan bahwa warna merah agak gelap merupakan gambaran daerah area yang tercakup sedangkan warna biru merupakan gambaran daerah area yang tidak dapat tercakup oleh pemancar. F. Nilai Effisiensi Daya Terima Pada Pemancar Tunggal dan Multi Pemancar ( SFN ) Efisiensi daya merupakan suatu prosentase yang menunjukkan daya pada cakupan area pemancar dari prosentase tersebut nantinya dapat dilihat bahwa peningkatan daya apabila menggunakan pemancar tunggal maupun dengan menggunakan multi pemancar (SFN) setelah nilai daya terima dibandingkan dengan daya minimum pada threshold. Tujuan dari adanya efisiensi daya adalah untuk mengetahui tingkatan daya pada semua coverage area dengan menggunakan multi pemancar dibandingkan dengan menggunakan pemancar tunggal. 4

Pada sistem Multi Pemancar (SFN) efisiensi daya dapat dinyatakan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : % Dayayangte rcakup Effisiensi = x100% user III. ANALISA HASIL SIMULASI (6) A. Analisa Grafik Pemancar Tunggal dengan daya 1 kw 4 kw 10 kw dan 40 kw 94(dBw) sampai dengan -112(dBw) sedangkan pada daya pancar 40 kw didapat nilai -00 (dbw) sampai dengan -106(dBw) terlihat dengan pemancar yang sama akan tetapi variasi daya pancar yang gunakan berbeda-beda akan mengalami peningkatan daya terima yang lebih besar dengan menggunakan daya pancar yang lebih besar. B. Analisa Grafik Pemancar Tunggal dengan menggunakan Threshold Gambar 4 Grafik Pemancar Tunggal A pada daya pancar 10 kw dan 40 kw pada DVB-T sedangkan warna menunjukkan level daya terima pada masing-masing user Gambar 5 Grafik pemancar tunggal dengan menggunakan threshold dengan daya pancar 10 kw Pada gambar 3 diatas menunjukkan grafik pemancar tunggal A dengan daya pancar sebesar 1 kw dengan menggunakan threshold dapat dilihat bahwa area yang dapat tercakup setengahnya yaitu 53.6% dibandingkan dengan daerah yang tidak tercakup dapat dilihat dari perbedaan warna yang ditunjukkan. Sedangkan pada gambar 5 dengan daya pancar yang lebih besar maka daerah cakupan dapat bertambah menjadi lebih luas daerah tersebut dapat tercakup semua pada daya 40 kw. C. Analisa grafik Multi Pemancar dengan menggunakan Threshold Pada gambar 4 diatas menunjukkan bahwa penerimaan daya terima pada pemancar tunggal dengan berbagai variasi daya pancar dari 1kw 4kw 10kw dan 40 kw dengan jarak pemancar sebesar 16.8 km. Dapat dilihat pada grafik tersebut penerimaan daya terima pada daya pancar 1kw didapat nilai daya terima dari range -104 (dbw) sampai dengan - 122 (dbw) penerimaan daya pancar 4 kw didapat dari range -90(dBw) sampai dengan -166 (dbw) penerimaan daya pancar 10 kw didapat nilai - 5

Gambar 6 Grafik Multi Pemancar pada daya pancar 1 kw dan 4 kw menggunakan threshold 2. Topologi suatu wilayah mempengaruhi penerimaan daya terima pada masing-masing pemancar. Pada Gambar 6 diatas menunjukkan grafik multi pemancar pada daya 1 kw dan 4 kwdapat dilihat dari grafik tersebut pada daya pancar 4 kw dengan menggunakan sistem SFN penerimaan daya terima meningkat hingga kesemua area terlihat disini peningkatannya cukup signifikan dibandingkan dengan menggunakan pemancar tunggal saja. D. Nilai Effesiensi Daya Terima Pada Pemancar Tunggal dan Multi Pemancar (SFN) Efisiensi daya merupakan suatu prosentase yang menunjukkan daya pada cakupan area pemancar dari tunggal pemancar maupun yang multi pemancar. Dari hasil grafik diatas dapat dilihat bahwa penggunaan daya pancar yang lebih besar dapat berpengaruh pada daya terima pada masing-masing pemancar jika menggunakan pemancar tunggal saja. Sedangkan jika menggunakan Multi pemancar (SFN) dapat dilihat pada grafik peningkatan effisiensinya jauh lebih effisien dapat dikatakan penerimaan daya terima dapat meningkat sampai 3x dibandingkan dengan menggunakan pemancar tunggal saja. IV. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil analisa dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada system pemancar tunggal area dapat tercakup semua dengan menggunakan daya pancar sebesar 40 kw sedangkan pada multi pemancar dengan area yang sama dapat tercakup semua hanya dengan daya sebesar 4 kw. 2. Dengan menggunakan teknologi SFN dengan jarak optimum antar pemancar sebesar 16.8 km penerimaan daya terima dapat meningkat hingga 3 kali lipat berdasarkan batas nilai threshold sebesar -108.2 (dbw) dengan daya pancar 4 kw 10 kw dan 40 kw dapat mencakup area sekitar pemancar sebesar 100%. 3. Dengan berdasarkan hasil perhitungan dan analisa menggunakan teknologi SFN sebagai aplikasi untuk 4 pemancar memang lebih effsien. B. Saran Saran yang dapat disampaikan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik untuk penelitian selanjutnya adalah : 1. Untuk meningkatkan daya terima lebih baik maka jarak optimum bisa menggunakan jarak optimum < dari 16.8 km. V. DAFTAR PUSTAKA [1] H.BudiartoB.H.Tjahjono A.Rufiyanto A.A.N.A.Kusuma G. Hendrantoro S. Dharmanto Sistem TV Digital dan Prospeknya di Indonesia Multikom Indo Persada 2007. [2] G. Hendrantoro Sistem TV Digital ( Bagian 1 dan 2 ) dapat di akses http:// blog..its.ac.id/gamantyo. [3] M. Andrers Single Frequency Network in DVT Member IEEE. [4] L.Agnes Z.Jens Minimal Cost Coverage Planning For Single Frequency Networks Member IEEE [5] Recommendation ITU-R P.1546-4 Method for point-to-area predictions for terrestrial services in the frequency range 30 MHz to 3000 MHz (2001-2003-2005) [6] ETSI TR 101 190 V1.3.1 Digital Video Broadcasting (DVB) Implementation guidelines for DVB terrestrial service Transmission aspects (2008-2010) [7] Edisi kedua Rappaport Wireless Communications Principles and Practice [8] ETSI TR 101 290 V1.2.1 Digital Video Broadcasting (DVB) Measurement guidelines for DVB systems (2001-05) DAFTAR RIWAYAT HIDUP Yanik Mardiana dilahirkan di Surabaya 10 April 1985. Lulus dari SDMI YAPITA Surabaya. Penulis kemudian melanjutkan ke SLTA GIKI-3 Surabaya. Pada tahun 2003 melanjutkan ke SMU GIKI-3 Surabaya. Setelah menamatkan SMU penulis melanjutkan studinya di Diploma Teknik Elektro Computer Kontrol Jurusan Teknik Elektro Intitut Teknologi Sepuluh November Surabaya pada tahun 2003. Dan pada tahun 2007 penulis kembali melanjutkan studinya di Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. 6

1