PERENCANAAN LOKASI PEMANCAR SFN STANDAR DVB-T BERDASARKAN RRC-06 UNTUK TVRI DI WILAYAH DKI JAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERENCANAAN LOKASI PEMANCAR SFN STANDAR DVB-T BERDASARKAN RRC-06 UNTUK TVRI DI WILAYAH DKI JAKARTA"

Transkripsi

1 PERENCANAAN LOKASI PEMANCAR SFN STANDAR DVB-T BERDASARKAN RRC-06 UNTUK TVRI DI WILAYAH DKI JAKARTA Alkaf Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo, Surabaya Abstrak - Teknologi sistem penyiaran televisi sudah berkembang dalam kurun waktu yang lama seiring berkembangnya teknologi digital. Semakin banyaknya lembaga penyiaran baik ditingkat lokal maupun nasional menyebabkan semakin banyak permintaan penggunaan kanal frekuensi. Dengan kondisi seperti itulah akhirnya Indonesia mengimplementasikan sistem penyiaran TV Digital dengan standar Digital Video broadcasting Terrestrial (DVB-T). Tugas akhir ini merencanakan lokasi pemancar Single Frequency Networks (SFN) DVB-T TVRI, dimana satu pemancar sudah dibangun di wilayah Joglo, Jakarta Barat. Langkah yang dilakukan adalah dengan cara mensimulasikan lokasi pemancar berdasarkan Reference Networks (RNs) Regional Radiocommunication Conference 06 (RRC-06) untuk mendapatkan jangkauan wilayah siaran yang maksimum untuk wilayah DKI Jakarta. Parameter pemancar sudah ditentukan oleh TVRI dan parameter sistem DVB-T yang digunakan adalah C2. Simulasi ini menggunakan perangkat lunak ICS telecom ATDI yang dimiliki oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Hasil yang didapatkan adalah lokasi pemancar SFN DVB-T TVRI untuk wilayah DKI Jakarta. Tahapan perencanaan yang telah dilakukan dalam tugas akhir ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam perencanaan lokasi pemancar SFN untuk wilayah lainnya. Kata Kunci: DVB-T, SFN, RRC PENDAHULUAN Teknologi sistem penyiaran berkembang seiring berkembangnya teknologi digital. Dibeberapa negara maju sudah menerapkan teknologi digital untuk sistem penyiaran televisinya. Beberapa standar penyiaran TV digital yang telah berkembang saat ini, yaitu ISDB-T (Integrated Services Television Systems Commitee) dari Jepang, DMB-T (Digital Multimedia Broadcasting Terrestrial) dari China, ATSC (Advanced Television System Commitee) dari Amerika Serikat, DVB-T (Digital Video Broadcasting Terrestrial) dari Eropa. Masing masing standar dan beberap variannya telah diadopsi oleh sejumlah negara, begitu juga Indonesia. Sesuai dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 07/P/M.KOMINFO/3/2007 tentang Standar Penyiaran Digital Terestrial untuk televisi tidak bergerak di Indonesia, disebutkan bahwa Pemerintah menetapkan DVB-T (Digital Video Broadcasting Terrestrial) sebagai standar penyiarannya. Sistem DVB-T diluncurkan pada September 1998 dan ISDB-T pada 1 Desember 2003, keduanya berbasis teknik OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) yang dikombinasikan dengan interleaving dan memiliki kelebihan dalam menjangkau TV yang bergerak, bahkan yang berada dimobil yang berkecepatan tinggi[1]. Sesuai dengan RRC-06 variasi sistem DVB-T sangat beragam, untuk mengimplementasikan pada suatu wilayah atau negara dapat memilih variasi sistem DVB-T yang sesuai dengan kebutuhan wilayah tersebut. DVB-T dapat diimplemantasikan dengan Single Frequency Network (SFN) dimana stasiun TV yang sama dapat memasang sejumlah pemancar dengan frekuensi yang sama dan tersebar pada wilayah jangkauan siaran yang luas, sehingga dapat meningkatkan jangkauan wilayah siaran tanpa memerlukan kanal frekuensi lebih dari satu. Jarak maksimum antar pemancar tergantung dari panjang guard interval dan signal delay saat melakukan transmisi[1]. Terdapat beberapa kondisi yang harus di penuhi dalam menyediakan jaringan SFN, dimana setiap transmiter yang temasuk dalam satu SFN harus[2] : 1. Bekerja pada frekuensi yang sama 2. Pada waktu yang sama 3. Simbol OFDM yang sama Dalam sistem operasinya, SFN mempunyai fitur ekslusif yang mendukung, yaitu kemungkinan penerapan Gap- Filling, jarak frequency-reuse yang lebih kecil, efesiensi spektrum, efisiensi daya (penggunaan daya yang tepat untuk tempat yang tepat), jangkauan wilayah siaran yang lebih halus, kemungkinan untuk peningkatan luas jangkauan wilayah siaran[3]. Regional Radiocommunication Conference (RRC) salah satu tugasnya adalah membuat kesepakatan terkait dengan perencanaan penyiaran digital di Band III dan Band IV untuk negara di Eropa, Afrika dan Timur Tengah. Dan pada tahun 2006 telah ditetapkan sebuah Final Acts yang didalamnya membahas mengenai perencanaan layanan penyiaran digital terestrial untuk Band III dan Band IV, dan akhirnya lebih dikenal dengan RRC-06. RRC-06 ini sering digunakan sebagai acuan untuk merencanakan sistem penyiaran digital dengan standar DVB-T untuk televisi dan T-DAB untuk radio. Televisi Republik Indonesia (TVRI) merupakan Lembaga Penyiaran Publik milik negara yang diberi kesempatan sebagai pioner untuk mengimplemantasikan sistem DVB-T sudah dalam tahap melakukan siaran percobaan yang dilakukan secara simulcast antara siaran analog dan digital. Yang Makalah Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS 1

2 nanti kedepannya siaran TV analog akan dihentikan seluruhnya dan siaran TV digital akan menyeluruh seantero Nusantara. Makalah ini melaporkan perencanaan lokasi pemancar SFN standar DVB-T untuk TVRI diwilayah DKI Jakarta. Perencanaan ini lokasi pemancar ini menggunakan acuan Reference Network 3 (RN3) yang terdapat di RRC-06, RN3 diimplementasikan untuk daerah urban sesuai dengan wilayah DKI Jakarta. Tujuan dilakukannya perencanaan lokasi pemancar SFN ini adalah untuk mendapatkan prediksi jangkauan wilayah siaran yang baik dan maksimum, sehingga siaran TVRI dapat dinikmati oleh pemirsa yang berada diwilayah DKI Jakarta. 2. METODOLOGI PERENCANAAN Perencanaan ini menentukan lokasi pemancar jaringan SFN untuk sistem penyiaran DVB-T milik TVRI diwilayah DKI Jakarta. Dalam penyiaran televisi biasanya terdapat hal yang menyebabkan terbatasnya penyiaran televisi hingga sampai ke pemirsa, salah satunya adalah masalah topografi atau halangan yang berupa gedung gedung bertingkat. SFN memungkinkan untuk menggunakan gap filler untuk mengurangi dampak dari halangan tersebut, yang menyebabkan jangkauan wilayah siaran pemancar terhadap suatu wilayah tidak maksimal, hal ini akan dilakukan juga pada perencanaan lokasi pemancar kali ini. Pemancar pemancar utama yang yang terintegrasi dalam jaringan SFN, akan diketahui hasil simulasi prediksi jangkauan wilayah siaran dengan menggunakan perangkat lunak ics telecom ATDI, dari hasil yang didapatkan dapat dilakukan pengamatan visual wilayah mana yang mengalami lubang yang nantinya akan diletakan gap filler. Gap filler tersebut dapat berupa pemancar yang bekerja pada frekuensi yang sama dan sesuai dengan parameter pemancar pemancar yang termasuk dalam satu jaringan SFN tersebut. Metodologi perencanaan dalam tugas akhir ini ditunjukan pada gambar 1 Start 1 DVB-T dapat menggunakan variasi dalam pemilihan frekuensi kerja, teknik modulasi, code rate, hingga guard interval. Pemilihan variasi tersebut tentunya harus disesuaikan dengan kebutuhan perencanaan terhadap suatu wilayah jangkauan siaran. Sesuai dengan RRC-06 ada empat tipe penerimaan, tiap tipe penerimaan tersebut memiliki nilai batas minimum yang berbeda untuk bisa diterapkan dalam DVB-T. Variasi sistem DVB-T dan tipe penerimaan yang digunakan dalam perencanaan ini di tunjukan pada tabel 2. Data pemancar yang didapat dari TVRI ditunjukan pada tabel 1. Setelah penentuaan aspek desain sistem DVB-T selanjutnya adalah menentukan lokasi pemancar SFNnya, diawali dengan plotting pemancar DVB-T TVRI yang telah dibangun pada peta digital dengan menggunakan perangkat lunak ics telecom ATDI, lokasi pemancar ditunjukan oleh gambar 2. Selanjutnya adalah penetuan lokasi pemancar DVB- T TVRI, dimana salah satu pemancar yang telah dibangun akan dijadikan sebagai pemancar acuan awal pada penentuan lokasi pemancar berikutnya dalam satu jaringan SFN. Acuan yang digunakan dalam perencanaan jaringan SFN ini adalah Reference Network 3 (RN3) di RRC-06. RN3 digunakan untuk implementasi pada daerah urban atau perkotaan, hal ini sesuai dengan daerah DKI Jakarta, parameter RN3 ditunjukan pada tabel 3 dan Gambar 3 menunjukan geometrinya. Tabel 1 Parameter dan Lokasi Pemancar DVB-T Nama Pemancar DVB-T TVRI Lokasi Jalan Joglo Raya RT.006 RW.02,Jakarta Barat Daya Pemancar 10 kw Gain antena 14 db Ketinggian 300 m Frekuensi 650 MHz (kanal 43) Pola antena Omni (pola antena diasumsikan) Koordinat E, ,7 S (posisi koordinat diambil menggunakan GPS merk Garmin tipe etrex) Tidak Penentuan aspek desain sistem DVB-T Penentuan lokasi transmiter berdasarkan RRC-06 Prediksi cakupan wilayah penyiaran oleh ICS telecom Apakah wilayah jangkauan penyiaran sudah maksimal?? 1 Ya Tidak Tidak Apakah masih terdapat blank spot?? Ya Penentuan lokasi Gap Filler Prediksi cakupan wilayah penyiaran oleh ICS telecom Apakah wilayah jangkauan penyiaran sudah maksimal?? Ya End Tabel 2 Parameter perencanaan C2 Variasi Sistem DVB-T 8 MHz, 64- QAM, 2/3 Ketinggian antena penerima (m) Fixed reception (Fx) 10 Portable indoor reception (Pi) 1,5 Portable outdoor reception (Po) 1,5 Mobile reception (Mo) 1,5 C/N (db) Fixed reception (Fx) 19,5 Portable indoor reception (Pi) 21,8 Portable outdoor reception (Po) 21,8 Mobile reception (Mo) 24,8 Min Med Field Strenght (dbµv/m) Fixed reception (Fx) 54,2 Portable indoor reception (Pi) 93,2 Portable outdoor reception (Po) 81,2 Mobile reception (Mo) 84,2 Gambar 1 Diagram alir perencanaan Makalah Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS 2

3 Setelah melakukan penyesuain parameter yang digunakan antara RN3 dengan parameter pemancar DVB-T TVRI, maka dapat langsung disimulasikan. Berikut adalah tahapan pembuatan RN3 di perangkat lunak ICS telecom [4] : Menempatkan satu pemancar pada peta yang akan menjadi salah satu transmiter dari reference network Mengatur parameter stasiun atau transmiter menurut data yang disediakan RRC-06 Menggambarkan pemancar sebagai titik asal (fungsi jarak terluar pemancar pada peangkat lunak diaktifkan). Menambahkan pemancar kedua dengan jarak maksimum antar pemancar yang sesuai dengan RN dengan sudut 90 dari pemancar pertama Pada persimpangan tertinggi dari dua lingkaran, diletakan pemancar terakhir yang akan membentuk RN Kemudian adalah dengan membuat luasan untuk tiga transmiter sebelumnya dengan menambahkan stasiun sebagai titik tengah segitiga sama sisi, yang merupakan titik tengah wilayah jangkauan siaran dengan persamaan 1 titik tengah segitiga = 3 3 dimana : d:jarak antar pemancar (km) d (1) Setelah diketahui titik tengah segitiga yang yang jaraknya didapat dari perhitungan yang dijelaskan diatas, kemudian buat pemancar yang berlokasi di tengah segitiga tersebut. Dengan tahu posisi tengah dari segitiga samasisi, kemudian membuat wilayah penyiaran yang berupa hexagon, dengan cara menempatkan titik pengetesan didalam lingkaran setiap sudut 60, kemudian hapus stasiun yang berfungsi sebagai titik tengah segitiga Cara yang sama digunakan menentukan poligon atau wilayah pelayanan pada 3 transmiter untuk reference network yang lain. Setelah didapatkan lokasi pemancar SFNnya, melalui fungsi report yang terdapat pada perangkat lunak tersebut dapat diketahui titik koordinatnya. Untuk mengetahui lebih detail alamat dan lokasi pemancar tersebut dilakukan plotting menggunakan perangkat lunak google earth. Selanjutnya adalah melakukan running pada perangkat lunak ics telecom ATDI untuk mendapatkan hasil jangkauan wilayah siaran dari RN3 yang telah di bentuk. Dilakukan pula penentuan lokasi pemancar yang berbeda untuk mendapatkan jangkauan wilayah siaran yang lain. Yang nantinya membandingkan lokasi pemancar yang mana yang bisa mendapatkan jangkauan wilayah siaran yang maksimum atau lebih baik. Jika dalam penentuan lokasi tersebut masih belum mendapatkan hasil yang maksimala dalam jangkauan wilayah siarannya, maka bisa menambahakan gap-filler dilokasi yang sekirannya membutuhkan. Gambar 2 Lokasi pemancar DVB-T TVRI di Joglo Tabel 3 Parameter RN3 [5] Tipe Penerima Parameter Fixed antenna Portable Portable outdoor and indoor mobile Tipe jaringan Terbuka Terbuka Terbuka Geometri area pelayanan Hexagon Hexagon Hexagon Jumlah transmiter Geometri antar pemancar Segitiga Segitiga Segitiga Jarak antar pemancar d (km) Diameter area pelayanan D (km) Ketinggian efektif pemancar (m) Pola antena pemancar Band e.r.p * III (dbw) Band IV/V Nondirectional Nondirectional Nondirectional 24,1 32,5 40,1 31,8 44,9 52,2 e.r.p ditujukan untuk frekuensi 200 MHz pada band III dan frekuensi 650 MHz pada band IV/V. Gambar 3 Geometri RN3 3. ANALISA HASIL SIMULASI Makalah Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS 3

4 Pada tahap awal dilakukan simulasi untuk mengetahui jangkauan wilayah siaran pemancar DVB-T TVRI yang berada diwilayah Joglo, Jakarta Barat. Simulasi dilakukan pada semua tipe penerimaan. Dari hasil simulasi tersebut ditentukan tipe penerimaan portable indoor reception (pi) yang digunakan sebagai acuan untuk melakukan perencanaan lokasi pemancar berikutnya untuk jaringan SFNnya. Pi digunakan dengan asumsi bahwa dengan pi maka kemungkinan semua tipe perimaan bisa digunakan. Peta yang digunakan adalah peta hasil pencitraan satelit yang sudah disediakan dalam perangkat lunak tersebut, karena hasil pencitraan satelit maka pada hasil pencitraan tampak gambar awan putih di beberapa bagian, gambar tersebut tidak mempengaruhi hasil simulasi, hanya saja diharapkan saat melihat hasil simulasi dapat membedakan yang mana hasil simulasi prediksi jangkauan siaran yang mana hasil pencitraan satelitnya. Hasil simulasi jangkauan wilayah siaran pemancar DVB-T TVRI diwilayah joglo dengan tipe pi ditunjukan pada gambar 4. Pada gambar tersebut, warna biru yang tersebar merupakan tampilan yang menjelaskan jangkauan wilayah siaran yang dihasilkan pemancar, tampak pada gambar tersebut tidak semua wilayah DKI Jakarta dapat terjangkau. Sesuai dengan metodologi perencanaan berikutnya adalah penentuan lokasi pemancar SFN berdasarkan RN3, hasil penentuan lokasi di tunjukan pada tabel 4 dan gambar 5 lokasi pemancar pada simulasi pertama ini disebut dengan skenario 1. Dan gambar 6 adalah hasil simulasi prediksi jangkauan wilayah siaran untuk untuk kedua skenario yang hasilnya ditunjukan pada gambar 8 untuk skenario 1 dan gambar 9 untuk skenario 2. Dari analisa visual hasil prediksi jangkuan wilayah siaran pada kedua skenario, maka dapat didapatkan bahwa skenario 2 adalah lokasi pemancar SFN yang mempunyai jangkauan wilayah siaran yang maksimum untuk wilayah DKI Jakarta. Tabel 4 Lokasi Pemancar SFN DVB-T TVRI skenario 1 Tx joglo E, ,7 S Tx E, ,4 S Tx E, S Jalan Joglo Raya RT.006 RW. 02, Jakarta Barat Jalan Malaka Baru, kec Duren sawit, Jakarta Timur Jalan Kemang Swatama Depok Jawa barat Tabel 5Lokasi Pemancar SFN DVB-T TVRI Skenario 2 Tx joglo E, Jalan Joglo Raya ,7 S RT.006 RW. 02, Jakarta Barat Tx E, Jalan Raya Sena S Semper, Kec. Koja Tx E, Jl. Ramat Ganceng, S Pondok Ranggon, Cipayung Tabel 6 Lokasi Pemancar dan Gap Filler skenario 1 Tx joglo E, ,7 S Jalan Joglo Raya RT.006 RW. 02, Jakarta Barat Tx E, Jalan Malaka Baru, kec skenario 1. Di gambar 6 dapat diketahui bahwa ,4 S Duren sawit, Jakarta Timur walaupun dengan acuan RN3 pada RRC-06, tidak Tx E, Jalan Kemang Swatama menjamin jangkauan wilayah siaran yang baik. Di S Depok Jawa barat Gf E, Medan Merdeka Selatan gambar 6 pada wilayah DKI Jakarta tidak tercakup S (Komplek Monas) Merdeka warna biru, yang mengambarkan bahwa area tersebut Square tidak tercakup jangkauan wilayah siaran. Wilayah yang Tabel 7 Lokasi Pemancar dan Gap Filler skenario 2 terlihat paling buruk adalah daerah administrasi Jakarta Pusat. Berikutnya membuat skenario 2 untuk Tx joglo E, Jalan Joglo Raya RT.006 memandingkan hasil simulasi jangkauan wilayah siaran ,7 S RW. 02, Jakarta Barat apakah sudah maksimum atau belum. Hasil penentuan Tx E, Jalan Malaka Baru, kec lokasi wilayah siaran ditunjukan pada tabel 5 dan hasil ,4 S Duren sawit, Jakarta Timur Tx E, Jalan Kemang Swatama simulasi prediksi jangkuan wilayah siarannya ditunjukan S Depok Jawa barat pada gambar 7. Gf E, Jl. Raya Pecenongan, Setelah dilakukan perbandingan secara visual S diseberang Hotel mengenai hasil prediksi jangkauan wilayah siaran untuk Pecenongan kedua skenario, maka hasil yang paling baik adalah 4. KESIMPULAN skenario 1. Lokasi pemancar DVB-T TVRI yang terletak Tetapi pada skenario 1 masih terlihat wilayah wilayah didaerah Joglo, Jakarta Barat, setelah dilakukan prediksi yang tidak tercakupi. Tidak tercakupinya wilayah jangkauan wilayah siarannya ternyata tidak memenuhi tersebut karena adanya hambatan berupa gedung dedung seluruh wilayah jangkauan siaran DKI Jakarta. Untuk bertingkat. bisa memenuhi seluruh target wilayah jangkauan siaran Untuk mendapatkan hasil jangkuan wilayah DKI Jakarta maka bisa menggunakan SFN, dalam RRCsiaran yang maksimal maka dilakukan perencanaan 06 telah disediakan refensi mengenai bagaimana penentuan lokasi gap-fille. Penentuan lokasi pemancar pembentukan SFN dalan suatu wilayah jangkauan yang berfungsi sebagai gap-filler dapat dilakukan penyiaran, baik untuk wilayah yang besar mauapun yang dengan beberapa skenario penentuan lokasi. kecil. Pada perencanaan kali ini yang digunakan adalah Perencanaan ini dilakukan 2 skenario penentuan lokasi Reference Network 3 yang memang diperuntukan tipe gap-filler. Tabel 6 menunjukan lokasi gap-filler untuk daerah urban seperti DKI Jakarta. Dengan parameter skenario 1 dan tabel 7 menunjukan lokasi gap-filler RN3 yang disesuaikan dengan parameter pemancar yang untuk skenario 2. telah ada maka bisa diketahui letak pemancar melalui Dari penentuan lokasi gap-filler maka dapat metode yang telah disediakan oleh perangkat lunak ICS dilakukan simulasi prediksi jangkuan wilayah siaran telecom ATDI. Makalah Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS 4

5 Dari hasil perencanaan lokasi pemancar maka didapatkan hasil prediksi jangkauan wilayah siaran. Dari prediksi jangkuan wilayah siaran tersebut maka bisa diketahui tingkat optimasi lokasi pemancar tersebut untuk bisa mencakupi wilayah janguan siaran dengan maksimum. Dalam perencanaan ini ada beberapa skenario yang telah digunakan sebagai prediksi, yang mengartikan bahwa agar bisa memenuhi wilayah jangkauan siaran hingga maksimum, maka lokasi pemancar SFN dapat dirubah sesuai dengan keadaan dengan catatan perubahan lokasi tersebut sesuai dengan referensi RRC- 06 dan tidak melebihi nilai maksimum dalam menggunakan guard interval dalam satu jaringan SFN. Lokasi pemancar dengan skenario 1 menghasilkan jangkauan wilayah siaran yang lebih baik daripada skenario 2. Dari kedua skenario tersebut masih terdapat daerah lubang yang tidak tercakup jangkauan siaran pemancar SFNnya. Untuk penentuan lokasi gap filler yang telah dilakukan dalam 2, yaitu skenario1 dan 2, dari hasil prediksi jangkauan siarannya, terlihat skenario 2 lebih baik daripada skenario 1. Hasil dari perencanaan ini terdapat 3 pemancar utama dan 1 pemancar yang berfungsi sebagi gap filler. Pemancar antara lain berlokasi di : 1. Jl. Joglo Raya RT.006 RW.02 Jakarta Barat 2. Jl. Malaka Baru, kec Duren Sawit Jakarta Timur 3. Jl. Kemang Swatama, Depok, Jawa Barat Dan lokasi pemancar yang berfungsi sebagai gapfiller berada di Jl. Raya Pecenongan, seberang Hotel Pecenongan Berdasarkan RN3, jarak antar transmiter yang digunakan pada perencanaan ini adalah 25 km, dan mode 8K maka guard interval yang bisa digunakan adalah 1/8 (112 µs, panjang simbol : 896 µs )[1]. Gambar5 Perencanaan lokasi pemancar SFN DVB-T TVRI Gambar 6 Hasil jangkauan wilayah siaran skenario 1 Gambar 4 Hasil simulasi prediksi jangkauan wilayah siaran untuk tipe portable indoor reception Makalah Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS 5

6 Gambar 7 Hasil jangkauan wilayah siaran skenario 2 Gambar 9 Hasil prediksi jangkauan wilayah siaran untuk skenario 2 5. DAFTAR PUSTAKA [1] H. Budiarto, B. H. Tjahjono, A. Rufiyanto, A. A. N. A Kusuma, G. Hendratoro, S. Dharmanto Sistem TV Digital Dan Prospeknya di Indonesia, PT.Multikom Indo Persada, Jakarta, [2] White Paper Technical Overview of Single Frequency Networks, diunduh tanggal 25 januari 2010 [3] A. A. Jalbani, PhD scholar, Single Frequency Networks, Institute for Informatik, University of Goettingen [4] RRC Reference Networks, White Paper, ATDI [5] International Telecommunication Union, FINAL ACTS of the Regional Radiocommunication Conference for planning of the digital terrestrial broadcasting service in parts of Regions 1 and 3, in the frequency bands MHz and MHz (RRC-06), 2006 Gambar 8 Hasil prediksi jangkauan wilayah siaran untuk skenario 1 RIWAYAT PENULIS Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 18 Oktober 1985 dengan nama lengkap Alkaf, putra sulung dari pasangan Alm. Soffan Hadi dan Rony Ulfa. Penulis menjalani masa pendidikannya tingkat SMPN 26 dan SMUN 12 Surabaya. Setelah menamatkan SMU pada tahun 2003, penulis melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan tinggi di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya dengan mengambil program Diploma 3 Teknik Elektro Computer Control dan memperoleh gelar Ahli Madya pada tahun Makalah Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS 6

PERENCANAAN AWAL JARINGAN MULTI PEMANCAR TV DIGITAL BERBASIS PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DARI PEMANCAR TUNGGAL

PERENCANAAN AWAL JARINGAN MULTI PEMANCAR TV DIGITAL BERBASIS PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DARI PEMANCAR TUNGGAL PERENCANAAN AWAL JARINGAN MULTI PEMANCAR TV DIGITAL BERBASIS PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DARI PEMANCAR TUNGGAL Yanik Mardiana 2207 100 609 Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SFN

BAB III PERANCANGAN SFN BAB III PERANCANGAN SFN 3.1 KARAKTERISTIK DASAR SFN Kemampuan dari COFDM untuk mengatasi interferensi multipath, memungkinkan teknologi DVB-T untuk mendistribusikan program ke seluruh transmitter dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini dunia berada dalam era globalisasi informasi. Ramalan Marshall McLuhan pada tahun 1960-an bahwa kehidupan dunia akan merupakan suatu kehidupan desa yang mendunia

Lebih terperinci

ANALISIS INTERFERENSI PADA PROSES TRANSISI DARI SISTEM TV ANALOG KE SISTEM TV DIGITAL DVB T DENGAN KONFIGURASI SFN DI INDONESIA

ANALISIS INTERFERENSI PADA PROSES TRANSISI DARI SISTEM TV ANALOG KE SISTEM TV DIGITAL DVB T DENGAN KONFIGURASI SFN DI INDONESIA ANALISIS INTERFERENSI PADA PROSES TRANSISI DARI SISTEM TV ANALOG KE SISTEM TV DIGITAL DVB T DENGAN KONFIGURASI SFN DI INDONESIA Achmad Hafidz Effendi 227 633 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 1 Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis Nezya Nabillah Permata dan Endroyono Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Kehadiran siaran televisi digital di Indonesia sudah merupakan sesuatu yang tidak dapat ditolak lagi keberadaannya. Televisi digital merupakan etape akhir

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN MIGRASI TV DIGITAL BERBASIS CAKUPAN AREA SIARAN DI BEKASI

STUDI KELAYAKAN MIGRASI TV DIGITAL BERBASIS CAKUPAN AREA SIARAN DI BEKASI 10 STUDI KELAYAKAN MIGRASI TV DIGITAL BERBASIS CAKUPAN AREA SIARAN DI BEKASI Annisa Firasanti Program Studi Teknik Elektronika S1, Fakultas Teknik Universitas Islam 45 Bekasi Jl. Cut Meutia No.83, Bekasi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA SINGLE FREQUENCY NETWORK (SFN) PADA SIARAN TV DIGITAL

TUGAS AKHIR ANALISA SINGLE FREQUENCY NETWORK (SFN) PADA SIARAN TV DIGITAL i TUGAS AKHIR ANALISA SINGLE FREQUENCY NETWORK (SFN) PADA SIARAN TV DIGITAL Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun oleh : Nama : Wawan Safiudin NIM

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERBANDINGAN HASIL PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DVB-T DAN DVB-H DI WILAYAH JAKARTA PUSAT

ANALISIS DAN PERBANDINGAN HASIL PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DVB-T DAN DVB-H DI WILAYAH JAKARTA PUSAT AALISIS DA PERBADIGA HASIL PEGUKURA PROPAGASI RADIO DVB-T DA DVB-H DI WILAYAH JAKARTA PUSAT Ma rifatul Iman 227 646 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh opember

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. yang relatif dekat dengan stasiun pemancar akan menerima daya terima yang lebih

1 BAB I PENDAHULUAN. yang relatif dekat dengan stasiun pemancar akan menerima daya terima yang lebih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem penyiaran televisi analog memiliki beberapa kelemahan. Pertama, sistem penyiaran ini membutuhkan lebar kanal frekuensi yang semakin besar, berbanding lurus

Lebih terperinci

Perubahan lingkungan eksternal. 1. Pasar TV analog yang sudah jenuh. 2. Kompetisi dengan sistem penyiaran satelit dan kabel. Perkembangan teknologi

Perubahan lingkungan eksternal. 1. Pasar TV analog yang sudah jenuh. 2. Kompetisi dengan sistem penyiaran satelit dan kabel. Perkembangan teknologi Televisi digital atau penyiaran digital adalah jenis televisi yang menggunakan modulasi digital dan sistem kompresi untuk menyiarkan sinyal video, audio, dan data ke pesawat televisi. Alasan pengembangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN.. ii HALAMAN PERNYATAAN. RIWAYAT HIDUP.

DAFTAR ISI. JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN.. ii HALAMAN PERNYATAAN. RIWAYAT HIDUP. DAFTAR ISI JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN.. ii HALAMAN PERNYATAAN. RIWAYAT HIDUP. iii iv KATA PENGANTAR. v DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL xiv DAFTAR RUMUS... xv ABSTRAK... xvi ABSTRACT.

Lebih terperinci

Optimalisasi Network Gain Jaringan Digital melalui Pemanfaatan Kombinasi SFN dan MFN di Pulau Jawa dengan Metode Monte Carlo

Optimalisasi Network Gain Jaringan Digital melalui Pemanfaatan Kombinasi SFN dan MFN di Pulau Jawa dengan Metode Monte Carlo A-95 Optimalisasi Network Gain Jaringan Digital melalui Pemanfaatan Kombinasi SFN dan MFN di Pulau Jawa dengan Metode Monte Carlo Novita Purwaningsih, Endroyono1, dan Gatot Kusrahardjo2 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh mata rantai broadcasting saat ini mulai dari proses produksi

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh mata rantai broadcasting saat ini mulai dari proses produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seluruh mata rantai broadcasting saat ini mulai dari proses produksi hingga ke distribusi televisi telah dilakukan secara digital, namun mata rantai terakhir

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 23/PER/M.KOMINFO/11/2011 TENTANG RENCANA INDUK (MASTERPLAN) FREKUENSI RADIO UNTUK KEPERLUAN TELEVISI SIARAN DIGITAL TERESTRIAL PADA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Metode Penggunaan Spektrum Frekuensi Siaran TV Digital Keuntungan yang paling utama dalam implementasi siaran TV digital adalah efisiensi kanal spektrum frekuensi radio. Pada

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1351, 2014 KEMENKOMINFO. Frekuensi Radio. Telekomunikasi Khusus. Televisi. Ultra High Frequency. Rencana Induk. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Lebih terperinci

Optimasi Single Frequency Network pada Layanan TV Digital DVB-T dengan Menggunakan Metode Simulated Annealing L/O/G/O

Optimasi Single Frequency Network pada Layanan TV Digital DVB-T dengan Menggunakan Metode Simulated Annealing L/O/G/O Optimasi Single Frequency Network pada Layanan TV Digital DVB-T dengan Menggunakan Metode Simulated Annealing Destya Arisetyanti 2208 100 118 Dosen Pembimbing Prof. Ir. Gamantyo Hendrantoro, M.Eng, Ph.D

Lebih terperinci

Estimasi Signal to Interference Ratio dan Daerah Cakupan Untuk Single Frequency Network Pada Siaran TV Digital (DVB-T)

Estimasi Signal to Interference Ratio dan Daerah Cakupan Untuk Single Frequency Network Pada Siaran TV Digital (DVB-T) Estimasi Signal to Interference Ratio dan Daerah Cakupan Untuk Single Frequency Network Pada Siaran TV Digital (DVB-T) Arief Budi Santiko Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI & FREKUENSI PENYIARAN MUHAMMAD IRAWAN SAPUTRA, S.I.KOM., M.I.KOM

TEKNOLOGI & FREKUENSI PENYIARAN MUHAMMAD IRAWAN SAPUTRA, S.I.KOM., M.I.KOM TEKNOLOGI & FREKUENSI PENYIARAN MUHAMMAD IRAWAN SAPUTRA, S.I.KOM., M.I.KOM APA YANG TERJADI KETIKA FREKUENSI TIDAK DIATUR? Harmful interference audience Tayangan Lembaga Media ACUAN PENGATURAN FREKUENSI

Lebih terperinci

ANALISIS MODE PENERIMAAN FIXED

ANALISIS MODE PENERIMAAN FIXED ANALISIS MODE PENERIMAAN FIXED (ROOF-TOP) PADA PERFORMANSI PEMANCAR TELEVISI DIGITAL (DVB-T2) DALAM SINGLE FREQUENCY NETWORK (SFN) Hoyi Kharisma Anjani 1, Dr. Rina Pudji Astuti, Ir.,MT. 2, Yuyun Siti Rohmah,

Lebih terperinci

e-proceeding of Engineering : Vol.1, No.1 Desember 2014 Page 89

e-proceeding of Engineering : Vol.1, No.1 Desember 2014 Page 89 e-proceeding of Engineering : Vol.1, No.1 Desember 2014 Page 89 ANALISIS MODE PENERIMAAN FIXED (ROOF-TOP) PADA PERFORMANSI PEMANCAR TELEVISI DIGITAL (DVB-T2) DALAM SINGLE FREQUENCY NETWORK (SFN) Hoyi Kharisma

Lebih terperinci

Simulasi Channel Coding Pada Sistem DVB-C (Digital Video Broadcasting-Cable) dengan Kode Reed Solomon

Simulasi Channel Coding Pada Sistem DVB-C (Digital Video Broadcasting-Cable) dengan Kode Reed Solomon Simulasi Channel Coding Pada Sistem DVB-C (Digital Video Broadcasting-Cable) dengan Kode Reed Solomon Ruliyanto, Idris Kusuma Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik dan Sains, Universitas Nasional

Lebih terperinci

BAB II SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL 2.1 MODEL BISNIS SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL

BAB II SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL 2.1 MODEL BISNIS SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL BAB II SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL 2.1 MODEL BISNIS SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL Penyiaran televisi digital terestrial secara umum didefinisikan sebagai pengambilan atau penyimpanan gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim

BAB I PENDAHULUAN. Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim disebut dengan radio digital) sangat inovatif dan merupakan sistem penyiaran multimedia

Lebih terperinci

Dukungan yang diberikan

Dukungan yang diberikan PERKEMBANGAN KOMUNIKASI DATA NIRKABEL Pertengahan abad 20, teknologi nirkabel berkembang pesat, diimplementasikan dalam bentuk teknologi radio, televisi, telepon mobil, dll. Komunikasi lewat sistem satelit

Lebih terperinci

Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat

Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat Yogo Tri Saputro 17411549 Teknik Elektro Latar Belakang Pada dasarnya pemancar

Lebih terperinci

DIGITAL VIDEO BROADCASTING (DVB) ERA MODERN PENYIARAN TV

DIGITAL VIDEO BROADCASTING (DVB) ERA MODERN PENYIARAN TV MATA KULIAH MANAJEMEN BISNIS ICT TUGAS KELOMPOK 6 RANIDA PRADITA 55416110009 MARDIYAN DAMA 55416110021 SIGIT WIBAWA 55416110030 DIGITAL VIDEO BROADCASTING (DVB) ERA MODERN PENYIARAN TV DIGITAL VIDEO BROADCASTING

Lebih terperinci

BAB II TEKNOLOGI DVB-H

BAB II TEKNOLOGI DVB-H BAB II TEKNOLOGI DVB-H 2.1. Pendahuluan Mobile TV adalah pengiriman kanal TV ke terminal pelanggan baik terminal berupa handset, PDA atau sejenisnya. Mobile TV terminal didesign untuk digunakan sesuai

Lebih terperinci

Proses Penyiaran TV Digital Dengan Teknologi DVB-T (Digital Video Broadcasting-Terestrial) di LPP TVRI Jakarta.

Proses Penyiaran TV Digital Dengan Teknologi DVB-T (Digital Video Broadcasting-Terestrial) di LPP TVRI Jakarta. Proses Penyiaran TV Digital Dengan Teknologi DVB-T (Digital Video Broadcasting-Terestrial) di LPP TVRI Jakarta. Nama : Tisnandi NPM : 15409644 Jurusan : TEKNIK ELEKTRO Dosen Pembimbing : Dr. Hamzah Afandi.,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 169 /DIRJEN/2002 T E N T A N G

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 169 /DIRJEN/2002 T E N T A N G KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 169 /DIRJEN/2002 T E N T A N G PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TELEVISI SIARAN SISTEM ANALOG DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI Menimbang

Lebih terperinci

DVB-T2. dengan A-329. layar TV. TV digital. pemancar. yang sama. Frequency. bahwa siaran TV. Dalam. digunakan. coverage merupakan salah satu

DVB-T2. dengan A-329. layar TV. TV digital. pemancar. yang sama. Frequency. bahwa siaran TV. Dalam. digunakan. coverage merupakan salah satu A-329 Optimasi Coverage SFN padaa Pemancar TV Digital DVB-T2 dengan Metode Simulated annealing Adib Nur Ikhwan, Endroyono dan Gamantyo Hendrantoro Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA PERATURAN TENTANG MAHA ESA. non-teknis. Lembaran. Indonesia. Nomor 4252); Tambahan. Nomor 3981); Nomor 4485); Nomor 4566);

REPUBLIK INDONESIA PERATURAN TENTANG MAHA ESA. non-teknis. Lembaran. Indonesia. Nomor 4252); Tambahan. Nomor 3981); Nomor 4485); Nomor 4566); MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 27 /P/M.KOMINFO/8/2008 TENTANG UJI COBA LAPANGANN PENYELENGGARAAN SIARAN TELEVISI

Lebih terperinci

EVALUASI KUALITAS PENERIMAAN SIARAN ANTV DI WILAYAH KABUPATEN KUBU RAYA

EVALUASI KUALITAS PENERIMAAN SIARAN ANTV DI WILAYAH KABUPATEN KUBU RAYA EVALUASI KUALITAS PENERIMAAN SIARAN ANTV DI WILAYAH KABUPATEN KUBU RAYA Hadiansyah 1 ), Hidayat Srihendayana 2 ), Neilcy T. Mooniarsih 3 ), Program Studi Teknik Elektro Jurusan Elektro Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SIMULASI INTERFERENSI DVB-T/H TERHADAP SISTEM ANALOG PAL G

BAB III PERANCANGAN SIMULASI INTERFERENSI DVB-T/H TERHADAP SISTEM ANALOG PAL G BAB III PERANCANGAN SIMULASI INTERFERENSI DVB-T/H TERHADAP SISTEM ANALOG PAL G Berdasarkan tujuan dan batasan penelitian yang telah dijelaskan pada Bab Pendahuluan, penelitian yang akan dilaksanakan adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi komunikasi dalam sepuluh tahun terakhir meningkat dengan sangat cepat. Salah satunya adalah televisi digital. Televisi digital adalah

Lebih terperinci

Analisa Interferensi Akibat Transmisi di Sisi Bumi pada Link Orbcomm

Analisa Interferensi Akibat Transmisi di Sisi Bumi pada Link Orbcomm Analisa Interferensi Akibat Transmisi di Sisi Bumi pada Link Orbcomm Rr.ARIANTI RUDY PUTRANTI - NRP 2207100602 Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan akan komunikasi nirkabel sangat pesat. Gedung-gedung perkantoran, perumahan-perumahan, daerah-daerah pusat perbelanjaan menuntut akan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.747, 2011 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Televisi Digital Terestrial. Penyelenggaraan.

BERITA NEGARA. No.747, 2011 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Televisi Digital Terestrial. Penyelenggaraan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.747, 2011 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Televisi Digital Terestrial. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan manusia terhadap teknologi telekomunikasi saat ini sudah

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan manusia terhadap teknologi telekomunikasi saat ini sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia terhadap teknologi telekomunikasi saat ini sudah sangat tinggi, salah satunya di bidang penyiaran televisi. Dari tahun ke tahun, semakin banyak stasiun

Lebih terperinci

PEMANCAR TV DIGITAL DVB-T BERBASIS SOFTWARE

PEMANCAR TV DIGITAL DVB-T BERBASIS SOFTWARE PEMANCAR TV DIGITAL DVB-T BERBASIS SOFTWARE Oleh: Henri Ervanda (2207 100 644) Dosen Pembimbing: Prof. Ir. Gamantyo Hendrantoro, M.Eng., Ph.D. Ir. Endroyono, D.E.A LATAR BELAKANG Adanya kemajuan teknologi

Lebih terperinci

ANTENA MIKROSTRIP MONOPOLE PITA LEBAR SEGI EMPAT UNTUK APLIKASI DVB-T

ANTENA MIKROSTRIP MONOPOLE PITA LEBAR SEGI EMPAT UNTUK APLIKASI DVB-T ISSN 1412 3762 http://jurnal.upi.edu/electrans ELECTRANS, VOL.13, NO.2, SEPTEMBER 2014, 161-166 ANTENA MIKROSTRIP MONOPOLE PITA LEBAR SEGI EMPAT UNTUK Ratna Nurvitasari, Tommi Hariyadi, Budi Mulyanti Departemen

Lebih terperinci

PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT PERANGKAT

PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT PERANGKAT 2014, No.69 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TROPOSCATTER PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT PERANGKAT TROPOSCATTER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dari perkembangan siaran TV (Televisi) di Indonesia diperoleh bahwa TV merupakan suatu media informasi yang sangat strategis dan efektif bagi masyarakat untuk mendapatkan

Lebih terperinci

Optimasi Coverage SFN pada Pemancar TV Digital DVB-T2 dengan Metode Simulated annealing

Optimasi Coverage SFN pada Pemancar TV Digital DVB-T2 dengan Metode Simulated annealing JURAL TEKIK POMITS Vol. 1, o. 1, (2013) 1-6 1 Optimasi Coverage SF pada Pemancar TV Digital DVB-T2 dengan Metode Simulated annealing Adib ur Ikhwan, Endroyono dan Gamantyo Hendrantoro Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA Parameter Dan Pengukuran Pemancar PT. MAC

BAB IV DATA DAN ANALISA Parameter Dan Pengukuran Pemancar PT. MAC 41 BAB IV DATA DAN ANALISA 4.1. Parameter Dan Pengukuran Pemancar PT. MAC Pengumpulan data berikut dilakukan oleh penulis pada saat pengerjaan instalasi, test dan commissioning pemancar DVB-T milik PT.

Lebih terperinci

Teknologi & frekuensi Penyiaran. Muhammad Irawan Saputra, S.I.Kom., M.I.Kom

Teknologi & frekuensi Penyiaran. Muhammad Irawan Saputra, S.I.Kom., M.I.Kom Teknologi & frekuensi Penyiaran Muhammad Irawan Saputra, S.I.Kom., M.I.Kom Apa yang terjadi ketika frekuensi tidak diatur? Harmful interference audience Tayangan Lembaga Media Acuan Pengaturan Frekuensi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.773, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penggunaan Pita Spektrum. Frekuensi. Radio Ultra High Frequency. Transisi. Televisi. Digital Terestrial. PERATURAN

Lebih terperinci

TEKNOLOGI VSAT. Rizky Yugho Saputra. Abstrak. ::

TEKNOLOGI VSAT. Rizky Yugho Saputra. Abstrak. :: TEKNOLOGI VSAT Rizky Yugho Saputra rizkyugho@gmail.com :: http://rizkyugho.blogspot.co.id/ Abstrak Teknologi VSAT merupakan teknologi telekomunikasi yang memanfaatkan satelit. VSAT atau Very Small Aperture

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) A-401

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) A-401 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-401 Optimasi Jaringan SFN pada Sistem DVB-T2 Menggunakan Metode Partcicle Swarm Optimization Oxy Riza Primasetiya, Gamantyo

Lebih terperinci

SIMULASI LOW DENSITY PARITY CHECK (LDPC) DENGAN STANDAR DVB-T2. Yusuf Kurniawan 1 Idham Hafizh 2. Abstrak

SIMULASI LOW DENSITY PARITY CHECK (LDPC) DENGAN STANDAR DVB-T2. Yusuf Kurniawan 1 Idham Hafizh 2. Abstrak SIMULASI LOW DENSITY PARITY CHECK (LDPC) DENGAN STANDAR DVB-T2 Yusuf Kurniawan 1 Idham Hafizh 2 1,2 Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Intitut Teknologi Bandung 2 id.fizz@s.itb.ac.id Abstrak Artikel

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TROPOSCATTER

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TROPOSCATTER SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TROPOSCATTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.682, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Pita Spektrum. Frekuensi Radio. Transisi. Televisi. Digital Terestrial. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Lebih terperinci

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) 802.11b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE Dontri Gerlin Manurung, Naemah Mubarakah Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penjatahan kanal band VHF dan UHF di Indonesia [1] Kanal Masa transisi Dijital penuh Band III VHF: Ch Ch.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penjatahan kanal band VHF dan UHF di Indonesia [1] Kanal Masa transisi Dijital penuh Band III VHF: Ch Ch. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hadirnya teknologi dijital pada sistem transmisi penyiaran TV memberikan banyak keuntungan, seperti kualitas penerimaan yang lebih baik, kebutuhan daya pancar yang

Lebih terperinci

CONVERGENCE MEDIA. Toward Knowledge Based Society

CONVERGENCE MEDIA. Toward Knowledge Based Society CONVERGENCE MEDIA Toward Knowledge Based Society CDMA GSM/UMTS IEEE Cellular IEEE LAN 2G CDMA (IS-95A) GSM TDMA IS-136 IEEE 802.16 IEEE 802.11 2.5G CDMA (IS-95B) GPRS 802.11g 3G cdma 2000 E-GPRS EDGE WCDMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spektrum frekuensi merupakan salah satu sumber daya yang terbatas, sangat vital dan merupakan aset nasional yang memerlukan kehati-hatian dalam mengaturnya. Kemajuan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL) TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL) Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Layanan komunikasi dimasa mendatang akan semakin pesat dan membutuhkan data rate yang semakin tinggi. Setiap kenaikan laju data informasi, bandwith yang dibutuhkan

Lebih terperinci

MIGRASI KE TELEVISI DIGITAL (DTV) DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA

MIGRASI KE TELEVISI DIGITAL (DTV) DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA Migrasi ke Televisi Digital (DTV) Dan Prospek Pengembangannya [Tasri Ponta] MIGRASI KE TELEVISI DIGITAL (DTV) DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA Tasri Ponta Dosen Jurusan Teknik Elektronika Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH WARNA ANTENA PARABOLA TERHADAP PARAMETER C/N PADA APLIKASI DVB-S

ANALISIS PENGARUH WARNA ANTENA PARABOLA TERHADAP PARAMETER C/N PADA APLIKASI DVB-S ANALISIS PENGARUH WARNA ANTENA PARABOLA TERHADAP PARAMETER C/N PADA APLIKASI DVB-S Wahyu Pamungkas 1, Eka Wahyudi 2, Achmad Nasuha 3 1,2,3, Program Studi D3 Telekomunikasi, Akatel Sandhy Putra Purwokerto53147

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PROSEDUR KOORDINASI ANTARA PENYELENGGARA SISTEM PERSONAL COMMUNICATION SYSTEM 1900 DENGAN PENYELENGGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Perkembangan teknologi digital khususnya Siaran Televisi digital di Indonesia sudah tidak dapat dihindari lagi keberadaannya. Sistem penyiaran digital

Lebih terperinci

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tent

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tent No. 1175, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKOMINFO. Penyiaran Televisi. Digital. Multipleksing. Sistem Terestrial. Perubahan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI AMBIENT ELECTROMAGNETIC HARVESTING PADA FREKUENSI TV BROADCASTING UNTUK MENGHASILKAN ENERGI LISTRIK MELALUI TRANSFER DAYA TANPA KABEL

IMPLEMENTASI AMBIENT ELECTROMAGNETIC HARVESTING PADA FREKUENSI TV BROADCASTING UNTUK MENGHASILKAN ENERGI LISTRIK MELALUI TRANSFER DAYA TANPA KABEL IMPLEMENTASI AMBIENT ELECTROMAGNETIC HARVESTING PADA FREKUENSI TV BROADCASTING UNTUK MENGHASILKAN ENERGI LISTRIK MELALUI TRANSFER DAYA TANPA KABEL Oxy Riza P 1, A. Bhakti S 1,Desi Natalia 1, Achmad Ansori

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT PEMANCAR TELEVISI SIARAN DIGITAL BERBASIS STANDAR DIGITAL VIDEO

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR TAHUN 2013 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR TAHUN 2013 T E N T A N G DRAFT PERATURAN MENTERI PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR TAHUN 2013 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PENYIARAN TELEVISI SECARA DIGITAL DAN PENYIARAN MULTIPLEKSING MELALUI SISTEM TERESTRIAL

Lebih terperinci

Powered By TeUinSuska2009.Wordpress.com. Upload By - Vj Afive -

Powered By  TeUinSuska2009.Wordpress.com. Upload By - Vj Afive - Powered By http:/ TeUinSuska2009.Wordpress.com Upload By - Vj Afive - Jarlokar Adalah jaringan transmisi yang menghubungkan perangkat terminal pelanggan dengan sentral lokal dengan menggunakan media radio

Lebih terperinci

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem D-MIMO

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem D-MIMO Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem D-MIMO Siherly Ardianta 1, Tri Budi Santoso 2, Okkie Puspitorini 2 1 Politeknik Elektronika Negeri Surabaya,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Perkembangan antenna saat ini semakin berkembang terutama untuk system komunikasi. Antenna adalah salah satu dari beberapa komponen yang paling kritis. Perancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2] 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan komunikasi suara, data, dan multimedia melalui Internet dan perangkat-perangkat bergerak semakin bertambah pesat [1-2]. Penelitian dan pengembangan teknologi

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERHITUNGAN KUALITAS FIELD STRENGTH PADA PERENCANAAN PENYIARAN TV DIGITAL DVB-T2 DI WILAYAH PADANG DAN PARIAMAN

STUDI KASUS PERHITUNGAN KUALITAS FIELD STRENGTH PADA PERENCANAAN PENYIARAN TV DIGITAL DVB-T2 DI WILAYAH PADANG DAN PARIAMAN STUDI KASUS PERHITUNGAN KUALITAS FIELD STRENGTH PADA PERENCANAAN PENYIARAN TV DIGITAL DVB-T2 DI WILAYAH PADANG DAN PARIAMAN HENDRA SUDRAJAT DAN BEKTI YULIANTI Program Studi Teknik Elektro Universitas Suryadarma,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang [8] Pertumbuhan pengguna komunikasi mobile di dunia meningkat sangat tajam dari hanya 11 juta pada tahun 1990 menjadi 2 milyar pengguna pada tahun

Lebih terperinci

Sebelum melaksanakan riset rating ada beberapa faktor yang perlu

Sebelum melaksanakan riset rating ada beberapa faktor yang perlu Riset Penyiaran A. RISET RATING Peringkat Program atau rating menjadi hal yang sangat penting bagi pengelola stasiun penyiaran komersial. Perusahaan atau lembaga rating menyediakan jasa kepada stasiun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Penggunaan Spektrum Frekuensi [1]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Penggunaan Spektrum Frekuensi [1] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, sistem komunikasi nirkabel (wireless) sedang berkembang sangat pesat dalam dunia telekomunikasi. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah user (pengguna

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Path loss propagasi suatu daerah sangat penting dalam membuat perencanaan suatu jaringan wireless, termasuk diantaranya adalah jaringan broadcasting.

Lebih terperinci

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP DENGAN PERIPHERAL SLITS UNTUK APLIKASI TV DIGITAL

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP DENGAN PERIPHERAL SLITS UNTUK APLIKASI TV DIGITAL Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP DENGAN PERIPHERAL SLITS UNTUK APLIKASI TV DIGITAL THE DESIGN OF MICROSTRIP ANTENNA WITH PERIPHERAL SLITS FOR DIGITAL TV APPLICATION Syah Alam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1013, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2.3GHz. Layanan Wireless Broadband. Prosedur.

BERITA NEGARA. No.1013, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2.3GHz. Layanan Wireless Broadband. Prosedur. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1013, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2.3GHz. Layanan Wireless Broadband. Prosedur. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Lebih terperinci

Jurnal JARTEL (ISSN (print): ISSN (online): ) Vol: 3, Nomor: 2, November 2016

Jurnal JARTEL (ISSN (print): ISSN (online): ) Vol: 3, Nomor: 2, November 2016 ANALISIS MULTIUSERORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM) BASIS PERANGKAT LUNAK Widya Catur Kristanti Putri 1, Rachmad Saptono 2, Aad Hariyadi 3 123 Program Studi Jaringan Telekomunikasi Digital,

Lebih terperinci

13. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika

13. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN TELEVISI SECARA DIGITAL DAN PENYIARAN MULTIPLEKSING MELALUI SISTEM TERESTRIAL

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD Anjar Prasetya - 2207 100 0655 Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat, waktu, dan kondisi diam atau bergerak menyebabakan perkembangan telekomunikasi nirkabel (wireless)

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing: Dr. Ir Achmad Affandi, DEA

Dosen Pembimbing: Dr. Ir Achmad Affandi, DEA LUCKY FATHMA TRISNANTI 2206100062 TELEKOMUNIKASI MULTIMEDIA TEKNIK ELEKTRO INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Dosen Pembimbing: Dr. Ir Achmad Affandi, DEA Pemanfaatan kanal radio HF dengan range frekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat, waktu, dan kondisi (statis dan bergerak) menyebabkan telekomunikasi nirkabel (wireless) berkembang

Lebih terperinci

ANALISA PENGUKURAN FIELD STRENGTH PADA SERVICE AREA PEMANCAR PT. TELEVISI TRANSFORMASI INDONESIA (TRANS TV) PALEMBANG

ANALISA PENGUKURAN FIELD STRENGTH PADA SERVICE AREA PEMANCAR PT. TELEVISI TRANSFORMASI INDONESIA (TRANS TV) PALEMBANG Jurnal Desiminasi Teknologi, Volume 2, No. 2, Juli 2014 ANALISA PENGUKURAN FIELD STRENGTH PADA SERVICE AREA PEMANCAR PT. TELEVISI TRANSFORMASI INDONESIA (TRANS TV) PALEMBANG Remi Susilo 1) Yuslan Basir

Lebih terperinci

Perancangan Jaringan Digital Radio Mondiale di Pulau Jawa dan Sumatera

Perancangan Jaringan Digital Radio Mondiale di Pulau Jawa dan Sumatera Perancangan Jaringan Digital Radio Mondiale di Pulau Jawa dan Sumatera Redry Maynard, Dadang Gunawan 1. Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16426, Indonesia

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3 BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3 3.1 Jaringan 3G UMTS dan HSDPA Jaringan HSDPA diimplementasikan pada beberapa wilayah. Untuk

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL PROPAGASI PATH LOSS SEMI- DETERMINISTIK UNTUK APLIKASI TRIPLE BAND DI DAERAH URBAN METROPOLITAN CENTRE

ANALISIS MODEL PROPAGASI PATH LOSS SEMI- DETERMINISTIK UNTUK APLIKASI TRIPLE BAND DI DAERAH URBAN METROPOLITAN CENTRE ANALISIS MODEL PROPAGASI PATH LOSS SEMI- DETERMINISTIK UNTUK APLIKASI TRIPLE BAND DI DAERAH URBAN METROPOLITAN CENTRE Nining Triana, Maksum Pinem Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro

Lebih terperinci

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING T.B. Purwanto 1, N.M.A.E.D. Wirastuti 2, I.G.A.K.D.D. Hartawan 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG PERENCANAAN PENGGUNAAN PITA FREKUENSI RADIO MICROWAVE LINK TITIK KE TITIK (POINT-TO-POINT) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENGUKURAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK BEBAS PADA AREA URBAN DAN RURAL

PENGUKURAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK BEBAS PADA AREA URBAN DAN RURAL PENGUKURAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK BEBAS PADA AREA URBAN DAN RURAL MANA HILUL IRFAN 2207100051 Dosen Pembimbing : Eko Setijadi, ST., MT., Ph.D Dr. Ir. Wirawan, DEA Latar Belakang 2 Green Telecommunication

Lebih terperinci

Dasar- dasar Penyiaran

Dasar- dasar Penyiaran Modul ke: Dasar- dasar Penyiaran GELOMBANG ELEKTRO MAGNETIC SPEKTRUM FREKUENSI PENGATURAN FREKUENSI Fakultas FIKOM Drs.H.Syafei Sikumbang,M.IKom Program Studi BROAD CASTING Judul Sub Bahasan Template Modul

Lebih terperinci

Desain Dan Simulasi Penerapan Teknik Maximal Ratio Combining Pada Penerima TV DVB T2 Mobil

Desain Dan Simulasi Penerapan Teknik Maximal Ratio Combining Pada Penerima TV DVB T2 Mobil Desain Dan Simulasi Penerapan Teknik Maximal Ratio Combining Pada Penerima TV DVB T2 Mobil Slamet Widodo 1, Sri Anggraeni K 2 1,2, Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Semarang Email : 1 slawi92@yahoo.co.id.,

Lebih terperinci

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT Putri Kusuma Ningtyas 2206100144 1) 1) Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-6011

Lebih terperinci

KAJIAN KESIAPAN TRANSISI SISTEM TELEVISI ANALOG KE SISTEM TELEVISI DIGITAL (STUDI KASUS DI BANDA ACEH)

KAJIAN KESIAPAN TRANSISI SISTEM TELEVISI ANALOG KE SISTEM TELEVISI DIGITAL (STUDI KASUS DI BANDA ACEH) KAJIAN KESIAPAN TRANSISI SISTEM TELEVISI ANALOG KE SISTEM TELEVISI DIGITAL (STUDI KASUS DI BANDA ACEH) Rizal Munadi 1), Hubbul Walidainy 2), M. Irhamsyah 3), Ahmad Ryan Hafidh 4) 1,2,3) Wireless and Networking

Lebih terperinci

IEEE n. Mariza Azhar, Gotama Edo Priambodo, Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta

IEEE n. Mariza Azhar, Gotama Edo Priambodo, Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta IEEE 802.11n Mariza Azhar, 31522 Gotama Edo Priambodo, 31807 Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta 1. Pengertian IEEE 802.11n IEEE 802.11n-2009 adalah sebuah perubahan standar jaringan nirkabel 802,11-2.007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Layanan 3G komersial telah diluncurkan sejak tahun 2001 dengan menggunakan teknologi WCDMA. Kecepatan data maksimum yang dapat dicapai sebesar 2 Mbps. Walaupun demikian,

Lebih terperinci

DISTRIBUSI FREKUENSI KANAL PADA PITA ULTRA HIGH FREQUENCY (UHF) UNTUK DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL (DVB-T) DI INDONESIA SKRIPSI

DISTRIBUSI FREKUENSI KANAL PADA PITA ULTRA HIGH FREQUENCY (UHF) UNTUK DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL (DVB-T) DI INDONESIA SKRIPSI DISTRIBUSI FREKUENSI KANAL 25-42 PADA PITA ULTRA HIGH FREQUENCY (UHF) UNTUK DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL (DVB-T) DI INDONESIA SKRIPSI Oleh MUHAMMAD ZEKI 04 04 03 062 8 SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 264 / DIRJEN / 2005 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 264 / DIRJEN / 2005 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 264 / DIRJEN / 2005 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT CUSTOMER PREMISES EQUIPMENT (CPE) UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN BERLANGGANAN MELALUI SATELIT, KABEL, DAN TERESTRIAL DENGAN

Lebih terperinci