I. PENDAHULUAN. tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu, karena pada

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi meningkat (Atmanti, 2010). perekonomian. Secara lebih jelas, pengertian Produk Domestik Regional Bruto

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas,

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

SUPPLY-SIDE ECONOMICS DAN PERTUMBUHAN EKONOMI BABEL Sebuah Tinjauan Teoritis dan Proposal Tahun Investasi di Babel

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

Laporan Keuangan UAPPA-E1 Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Tahun 2014 (Unaudited) No Uraian Estimasi Pendapatan

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat menggambarkan bahwa adanya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

2

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam. yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

BAB VI PENUTUP. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh ketimpangan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Luas keseluruhan dari pulau-pulau di

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 5, NO 1, Edisi Februari 2013 (ISSN : ) ANALISIS APBD TAHUN 2012 Adenk Sudarwanto Dosen Tetap STIE Semarang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

d. Anggota Koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi serta tercatat dalam buku daftar anggota.

PDRB PROPINSI DAN MDG. Oleh Emil Salim Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Ketua Dewan Kehormatan PERWAKU

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan ekonomi akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu, karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktorfaktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat, Mankiw (2003). Permasalah pokok dalam pembangunan ekonomi adalah peningkatan Gross Domertic Product (GDP), penganguran penghapusan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Di beberapa negara tujuan tersebut kadang-kadang menjadi sebuah dilema di antara mementingkan pertumbuhan ekonomi atau mengurangi kemiskinan (Deininger dan Olinto : 2000). Menurut Samuelson dan Nordhaus (2001) ada empat faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yakni sumber daya manusia, sumber daya alam, pembentukan modal dan teknologi. Hal ini sejalan dengan teori

2 ekonomi neoklasik yang menitikberatkan pada modal dan tenaga kerja, serta perubahan teknologi sebagai sebuah unsur baru. Tabel 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Provinsi, 2006 2011 (Persen ) Provinsi 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Aceh 1.56 (2.36) (5.24) (5.51) 2.79 5.02 Sumatera Utara 6.20 6.90 6.39 5.07 6.35 6.58 Sumatera Barat 6.14 6.34 6.88 4.28 5.93 6.22 Riau 5.15 3.41 5.65 2.97 4.18 5.01 Jambi 5.89 6.82 7.16 6.39 7.35 8.54 Sumatera Selatan 5.20 5.84 5.07 4.11 5.63 6.50 Bengkulu 5.95 6.46 5.75 5.62 6.06 6.40 LAMPUNG 4.98 5.94 5.35 5.26 5.85 6.39 Kepulauan Bangka Belitung 3.98 4.54 4.60 3.74 5.93 6.40 Kepulauan Riau 6.78 7.01 6.63 3.52 7.19 6.67 Sumatera 5.26 4.96 4.98 3.50 5.55 6.16 DKI Jakarta 5.95 6.44 6.23 5.02 6.50 6.71 Jawa Barat 6.02 6.48 6.21 4.19 6.20 6.48 Jawa Tengah 5.33 5.59 5.61 5.14 5.84 6.01 DI. Yogyakarta 3.70 4.31 5.03 4.43 4.88 5.16 Jawa Timur 5.80 6.11 5.94 5.01 6.68 7.22 Banten 5.57 6.04 5.77 4.71 6.08 6.43 Jawa 5.78 6.19 6.02 4.81 6.33 6.64 Bali 5.28 5.92 5.97 5.33 5.83 6.49 Jawa & Bali 5.77 6.18 6.02 4.82 6.32 6.64

3 Kalimantan Barat 5.23 6.02 5.45 4.80 5.37 5.94 Kalimantan Tengah 5.84 6.06 6.17 5.57 6.49 6.74 Kalimantan Selatan 4.98 6.01 6.45 5.29 5.58 6.12 Kalimantan Timur 2.85 1.84 4.90 2.28 5.04 3.93 Kalimantan 3.80 3.50 5.35 3.47 5.32 4.88 Sulawesi Utara 5.72 6.47 10.86 7.85 7.16 7.39 Sulawesi Tengah 7.82 7.99 7.78 7.71 8.75 9.16 Sulawesi Selatan 6.72 6.34 7.78 6.23 8.19 7.65 Sulawesi Tenggara 7.68 7.96 7.27 7.57 8.19 8.68 Gorontalo 7.30 7.51 7.76 7.54 7.63 7.68 Sulawesi Barat 6.90 7.43 12.07 6.03 11.91 10.41 Sulawesi 6.85 6.88 8.43 6.92 8.24 8.09 Nusa Tenggara Barat 2.77 4.91 2.82 12.14 6.33 (3.18) Nusa Tenggara Timur 5.08 5.15 4.84 4.29 5.23 5.63 Maluku 5.55 5.62 4.23 5.44 6.47 6.02 Maluku Utara 5.48 6.01 5.99 6.07 7.95 6.41 Papua Barat 4.55 6.95 7.84 13.87 28.54 27.22 Papua (17.14) 4.34 (1.40) 22.22 (3.16) (5.67) Nusa Tenggara, Maluku & Papua (4.03) 5.06 2.55 13.32 5.36 2.51 Jumlah 33 Provinsi 5.19 5.67 5.74 4.77 6.13 6.32 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011 Menurut Tabel 1, Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung, pada tahun 2006 nilainya masih di bawah rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (33 Provinsi) yaitu sebesar 4,98% dengan nilai rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia sebesar 5,19%. Pada tahun 2007, Laju Pertumbuhan

4 Ekonomi Provinsi Lampung nilainya sudah di atas rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yaitu sebesar 5,94% dengan nilai rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia sebesar 5,67%. Tetapi pada tahun 2008, Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung nilainya kembali di bawah rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yaitu sebesar 5,35% dengan nilai rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia sebesar 5,74%. Kemudian pada tahun 2009, Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung nilainya kembali di atas rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yaitu sebesar 5,26% dengan nilai rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia sebesar 4,77%. Tetapi pada tahun 2010, Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung nilainya kembali di bawah rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yaitu sebesar 5,85% dengan nilai rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia sebesar 6,13%. Kemudian pada tahun 2011, Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung nilainya kembali di atas rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yaitu sebesar 6,39% dengan nilai ratarata Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia sebesar 6,32%. Meningkat atau menurunnya Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung dikarenakan masih belum efektif dan meratanya alokasi pembangunan atau pertumbuhan pada setiap daerah.

5 Tabel 2. Perbandingan Laju Pertumbuhan Ekonomi per Provinsi, 2006-2011 (Persen) Provinsi 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Aceh 1.56 (2.36) (5.24) (5.51) 2.79 5.02 Sumatera Utara 6.20 6.90 6.39 5.07 6.35 6.58 Sumatera Barat 6.14 6.34 6.88 4.28 5.93 6.22 Riau 5.15 3.41 5.65 2.97 4.18 5.01 Jambi 5.89 6.82 7.16 6.39 7.35 8.54 Sumatera Selatan 5.20 5.84 5.07 4.11 5.63 6.50 Bengkulu 5.95 6.46 5.75 5.62 6.06 6.40 LAMPUNG 4.98 5.94 5.35 5.26 5.85 6.39 Kepulauan Bangka Belitung 3.98 4.54 4.60 3.74 5.93 6.40 Kepulauan Riau 6.78 7.01 6.63 3.52 7.19 6.67 Sumatera 5.26 4.96 4.98 3.50 5.55 6.16 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011 Menurut Tabel 2, Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung pada tahun 2006 masuk ke dalam peringkat ke delapan dari sepuluh provinsi yang ada di Pulau Sumatera dengan angka Laju Pertumbuhan Ekonomi sebesar 4,98%. Pada tahun 2007, Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung naik 2 peringkat sehingga menduduki peringkat ke enam dari sepuluh provinsi yang ada di Pulau Sumatera dengan angka Laju Pertumbuhan Ekonomi sebesar 5,94%. Tetapi pada tahun 2008, Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung turun 1 peringkat sehingga menduduki peringkat ke tujuh dari sepuluh provinsi yang ada di Pulau Sumatera dengan angka Laju Pertumbuhan Ekonomi sebesar 5,35%. Kemudian pada tahun 2009, Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung naik 3 peringkat sehingga menduduki peringkat ke empat dari sepuluh provinsi yang ada di Pulau Sumatera dengan angka Laju Pertumbuhan Ekonomi sebesar 5,26%. Tetapi pada tahun 2010, Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung turun 3 peringkat lagi sehingga

6 menduduki peringkat ke tujuh lagi dari sepuluh provinsi yang ada di Pulau Sumatera dengan angka Laju Pertumbuhan Ekonomi sebesar 5,85%. Pada tahun 2011, Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung tetap menduduki peringkat ke tujuh lagi dari sepuluh provinsi yang ada di Pulau Sumatera dengan angka Laju Pertumbuhan Ekonomi sebesar 6,39%. Dilihat dari fakta tersebut, Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung tidak pernah menduduki peringkat tiga besar dari sepuluh provinsi yang ada di Pulau Sumatera. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provisi Lampung terunggul hanya mampu menduduki peringkat ke empat yang terjadi pada tahun 2009. Selebihnya Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung selalu menduduki peringkat di atas peringkat lima. Fakta ini menunjukan bahwa Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung belum mampu mengungguli Laju Pertumbuhan Ekonomi beberapa provinsi yang ada di Pulau Sumatera. Dengan demikian diperlukan usaha yang lebih baik lagi bagi Pemerintah Provinsi Lampung untuk dapat semakin meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dalam peringkat nasional. Provinsi Lampung dengan luas wilayah 35.288,35 km2 dan jumlah penduduknya mencapai 7.3 91.128 jiwa (Badan Pusat Statistik : 2010) merupakan bagian dari wilayah Indonesia yang terletak di ujung Selatan pulau Sumatera. Tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang dapat menunjukkan perubahan kinerja ekonomi wilayah. Dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tingggi diharapkan produktifitas dan pendapatan masyarakat akan meningkat melalui penciptaan lapangan kerja dan

7 kesempatan kerja. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung Periode 2002-2011 Tahun Laju pertumbuhan (%) 2002 5,62 2003 5,07 2004 4,02 2005 4,93 2006 4,98 2007 5,94 2008 5,35 2009 5,26 2010 5,85 2011 6,39 Rata-Rata 5,34 Sumber: Badan Pusat Statistik,2011 Menurut Tabel 3, Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung dari tahun 2002-2011 berfluktuasi pada kisaran 5,62% sampai dengan 6,39%. Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung terendah terjadi pada tahun 2004 sebesar 4,02% dn tertinggi terjadi pada tahun 6,39%. Walaupun laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung pada tahun 2011 nilainya sudah di atas rata-rata nilai laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung selama 10 tahun yaitu sebesar 6,39% dengan rata-rata nilai laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung selama 10 tahun sebesar 5,34%. Namun hal tersebut tidak cukup kuat untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan pada tahun 2003, 2004, 2005, 2006, dan 2009 laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung nilainya masih di bawah rata-

8 rata nilai laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung selama 10 tahun yaitu sebesar 5,07%, 4,02%, 4,93%, 4,98%, dan 5,26%. Tabel 4.PDRB Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Konstan 2002-2011 Tahun PDRB Propinsi Lampung Atas Dasar Harga Konstan Pertumbuhan Ekonomi (%) 2002 25.433.275.000.000 5,62 2003 26.898.052.000.000 5,07 2004 28.262.289.000.000 4,02 2005 29.397.248.000.000 4,93 2006 30.861.360.000.000 4,98 2007 32.694.890.000.000 5,94 2008 34.443.152.000.000 5,35 2009 36.256.295.000.000 5,26 2010 38.378.425.000.000 5,85 2011 40.829.411.000.000 6,39 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011 Menurut Tabel 4, PDRB Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Konstan mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya. PDRB Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Konstan terendah terjadi pada tahun 2002 sebesar Rp. 25.433.275.000.000 dan tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar Rp. 40.829.411.000.000. Walaupun PDRB Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Konstan memang memiliki kecendrungan meningkat. Namun peningkatan tersebut ternyata tidak cukup kuat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung yang dapat diukur dari PDRB. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung pada tahun 2006, 2008, dan 2010 nilainya masih di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dapat dilihat pada Tabel 1 dan pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung juga terunggul hanya mampu menduduki peringkat ke empat dari sepuluh provinsi

9 yang ada di Pulau Sumatera itupun hanya terjadi pada tahun 2009 yang dapat dilihat pada Tabel 2. Mencermati fakta ini, langkah strategis diambil pemerintah daerah Provinsi Lampung dalam mengoptimalkan pencapaian pertumbuhan ekonomi dengan memberi kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Melalui kebijakan ini diharapkan terwujud pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara efektif dan efesien. Peran strategis pemerintah daerah Provinsi Lampung melalui pengeluaran konsumsi dan pengeluaran investasi diharapkan dapat efektif dan efesien dalam mendorong tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Konsumsi pemerintah pada penelitian ini di proxy menggunakan belanja aparatur daerah yang pada tahun 2006 berubah namanya menjadi belanja tidak langsung yang komponen-komponenannya adalah belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan, belanja lain-lain, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, dan pengeluaran tidak terduga. Pengeluaran konsumsi Provinsi Lampung periode 2002-2011 dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini.

10 Tabel 5. Pengeluaran Konsumsi Provinsi Lampung Periode 2002-2011 Tahun Pengeluaran Konsumsi Pertumbuhan Ekonomi (%) 2002 147.975.681.000 5,62 2003 175.209.285.000 5,07 2004 206.501.927.000 4,02 2005 341.994.244.000 4,93 2006 744.321.160.000 4,98 2007 760.700.354.000 5,94 2008 1.062.018.773.000 5,35 2009 1.053.357.172.000 5,26 2010 968.441.248.000 5,85 2011 1.090.584.311.000 6,39 Sumber : Statistik Keuangan Daerah Propinsi Lampung, 2011 Menurut Tabel 5, pengeluaran konsumsi Provinsi Lampung terendah terjadi pada tahun 2002 sebesar Rp. 147.975.681.000 dan tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar Rp. 1.090.584.311.000. Pos-pos terbesar dalam administrasi pemerintahan meliputi pengeluaran untuk pembayaran gaji dan tunjangan untuk pegawai bagi kepala daerah beserta staf, anggota DPRD, dan rehabilitasi dan pembangunan gedunggedung pemerintah. Pemerintah daerah mengharapkan dengan meningkatkan pengeluaran di bidang administrasi daerah akan meningkatkan produktifitas tenaga kerja pemerintahan daerah yang akan mendorong pengurangan kemiskinan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan belanja pegawai diharapkan akan menyebabkan kenaikan produksi yang diukur dengan PDB dan PDRB serta kenaikan belanja barang dan jasa diharapkan memberikan dampak positif terhadap peningkatan produksi nasional dan provinsi. Peningkatan belanja barang dan jasa juga

11 akan mendorong penyerapan tenaga kerja di masing-masing sektor. Sektor industri pengolahan merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Dari segi wilayah, dampak dari kenaikan belanja barang dan jasa tersebut akan bervariasi pada setiap kabupaten dan kota di Provinsi Lampung, tergantung dari sektor manakah kabupaten atau kota tersebut yang lebih ditingkatkan. Menurut Simon Kuznet, pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan kesanggupan negara tersebut menyediakan barang-barang yang terus dibutuhkan bagi rakyatnya. Kesanggunpan ini didasari pada keberhasilan penguasaan teknologi dan birokrasi serta akselerasi pertumbuhan ekonominya dengan ideologi yang diantut. Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah, apabila pemerintah telah memerintahkan telah menetapkan suat kebijakan untuk membeli barang dan jasa, biaya harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut, masyarakat mempunyai tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarat memahami pemrintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga masyarakat mempunyai tingkat kesedian masyarakat untuk membayar pajak (Guritno, 2001).

12 Investasi pemerintah pada penelitian ini di proxy menggunakan belanja modal pemerintah daerah dalam APBD.Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Tabel 6. Belanja Modal Provinsi Lampung Periode 2002-2011 Tahun Belanja Modal Daerah Pertumbuhan Ekonomi (%) 2002 212.909.568.000 5,62 2003 228.041.807.000 5,07 2004 90.761.645.000 4,02 2005 174.393.394.000 4,93 2006 326.507.852.000 4,98 2007 269.809.535.000 5,94 2008 208.831.677.000 5,35 2009 233.290.049.000 5,26 2010 425.809.200.000 5,85 2011 499.168.983.000 6,39 Sumber : Statistik Keuangan Daerah Propinsi Lampung, 2011 Muana Nanga (2001) menyatakan bahwa akumulasi modal atau tambahan bersih terhadap stok kapital di definisikan sebagai investasi. Peningkatan investasi mendorong peningkatan kapasitas produksi yang diharapkan, selanjutnya meningkatkan produktivitas yang menghasilkan output dan nilai tambah, sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran

13 investasi Provinsi Lampung periode 2002-2011 dapat dilihat pada Tabel 6 di atas. Menurut Tabel 6, Belanja Modal Daerah Provinsi Lampung terendah terjadi pada tahun 2004 sebesar Rp. 90.761.645.000 dan tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar Rp. 499.168.983.000. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan adalah pertumbuhan yang ditopang oleh investasi. Pertumbuhan yang ditopang oleh investasi dianggap akan dapat meningkatkan produktivitas sehingga membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Mankiw (2003) dalam teori pertumbuhan model Solow bahwa pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan, apabila tingkat pertumbuhan perekonomian mencapai kondisi mapan, kemajuan teknologi perlu dimasukkan ke dalam model, yang meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berproduksi sepanjang waktu. Kebijakan pemerintah yang berorientasi terhadap pertumbuhan pembangunan diharapkan akan memberikan dampak terhadap perubahan ekonomi menjadi lebih baik diberbagai sektor, karma pertumbuhan ekonomi akan mencerminkan adanya peningkatan dari perekonomian yang buruk kedalam perekonomian yang lebih baik dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita maupun pendapatan dari sektor PDRB. Dana pemerintah harus dapat diarahkan secara lebih baik. Sementara pendekatan pembangunan berbasis masyarakat akan memungkinkan

14 penanganan kerentanan dengan fokus yang luas, yang juga penting adalah mengarahkan pengeluaran pemerintah pada kelompok termiskin yang tertinggal dari sisi non-pendapatan, mengingat aspek multidimensi kemiskinan. Hanya melalui pengeluaran pemerintah yang lebih terarah dan efektif, maka pemerintah mampu mencapai kemajuan pada indikatorindikator pembangunan manusia. Secara spesifik, pemerintah perlu terns mencoba untuk mengarahkan upaya transfer kepada penduduk miskin. Hal ini dapat dilakukan melalui bantuan tunai bersyarat (BTB) yang ditujukan kepada layanan berkualitas pada bidang yang paling dibutuhkan. Pengeluaran pemerintah juga bisa menjadi instrumen yang tepat untuk menyikapi ketimpangan antarwilayah dalam hal kemiskinan, baik dari dimensi pendapatan maupun non pendapatan. Perlu dibuat sistem transfer dari pusat ke daerah yang lebih berpihak kepada masyarakat miskin, serta membangun kemampuan dan menciptakan insentif bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan perhatian mereka terhadap pelaksanaan kebijakan yang berpihak kepada penduduk miskin. Teori ekonomi menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat kemiskinan, yang menunjukkan semakin banyaknya output nasional yang menyebabkan kenaikan pendapatan perkapita, mengindikasikan semakin banyaknya tenaga kerja karena kenaikan jumlah penduduk sehingga seharusnya akan mengurangi kemiskinan dan pengangguran akan tetapi mengapa pertumbuhan ekonomi meningkat namun angka kemiskinan di Provinsi Lampung masih relatif tinggi.

15 Dari uraian diatas menarik untuk dibahas mengenai pertumbuhan ekonomi di Propinsi Lampung. Oleh karena itu penelitian ini berjudul Pengaruh Pengeluaran Konsumsi dan Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Lampung. B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh pengeluaran konsumsi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung? 2. Bagaimana pengaruh pengeluaran investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung? 3. Bagaimana pengaruh pengeluaran konsumsi dan investasi pemerintah secara bersama-sama terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung? C. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk : 1. Untuk mengetahui pengaruh pengeluaran konsumsi pemerintah secara parsial terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung. 2. Untuk mengetahui pengaruh pengeluaran konsumsi pemerintah secara parsial terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung. 3. Untuk mengetahui pengaruh pengeluaran konsumsi dan investai pemerintah secara bersama-sama terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung

16 D. Kerangka Pemikiran Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu kapasitas suatu perekonomian dalam menghasilkan barang dan jasa, yang diukur melalui peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam kerangka teori keynesan, berbagai jenis pengeluaran publik ini memberikan kontribusi yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Tingkat pengelaran pemerintah yang tingi dapat meningkatkan jumlah tenaga kerja dan meningkatkan jumlah investasi melalui angka pengganda (multiplier effect) permitaan agregat, Dengan demikian, Pengeluaran pemerintah dapat meningkatkan output tergantung pada besanya dan efektifitas angka pengganda pengeluaran. Pengeluran konsumsi pemerintah di gunakan untuk membiayai belanja pegawai, tunjangan, belanja barang seperti pengeluran untuk pembelian barang dan jasa dalam penyelenggaraan pertahanan, kesehatan, pendidikan, biaya pemeliharaan, dan pengeluarn lain yang bersifat rutin. Selain itu Provinsi Lampung bila dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang cenderung mengalami peningkatan seharusya bisa meningkatakan investasi dan percepatan pertumbuhan ekonomi. Dimna pertumbuhan ekonomi meningkatkan pendapatan perkapita karena meningkatnya kesempatan kerja. Namun ironisnya pengeluaran konsumsi pemerintah yang terus meningkat dan pertumbuhan ekonomi yang cenderung meningkat ternyata Provinsi Lampung merupakan provinsi termiskin ke-2 di Sumatera dan menduduki peringkat ke-8 Se Indonesia (Siswoyo,2007).

17 Pendapat WW Rostowdan RA Musgrave dalam buku Ekonomi Publik (Georitno:1995) Menghubungkan pengeluaran pemerintah dengan tahaptahap pembangunan ekonomi. Pada tahap awal rasio investasi pemeritah terhadap pendapatan nasional relatif besar. Hal ini disebabkan karena pada tahap ini pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarana. Pada tahap mencegah investasi pemerintah tetap di perlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan prasarana investasi swasta pda tahap ini sudah semakin besar. Teori petumbuhan Neoklasik melihat dari sudut pandang yang berbeda, yaitu segi penawaran. Teori ini pertumbuhan ekonmi tergantung pada pengembangan faktor-faktor produksi, yaitu pertambahan modal marjinal, serta perkembangan tegnologi (Todaro, 1990). Dengan melihat dari kajian pengeluaran konsumsi dan investasi pemerintah terhadap pretumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung maka diperlukan kesinambungan antara pengeluaran konsumsi, investasi pemerintah untuk peningkatkan pertumbuhan ekonomi yang bisa meningkatkan pendapata perkapita akibat banyaknya angktan kerja yangikut berpartisipasi dalam kegiatan pemerintah.

18 Berdasarkan uraian diatas, maka apat digambarkan skema penelitian : Pengeluaran Konsumsi Pertumbuhan Ekonomi Investasi Pemerintah Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran E. Hipotesis Berdasarkan pada uraian sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Diduga pengeluaran konsumsi pemerintah behubungan positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung. 2. Diduga pengeluaran investasi pemerintah behubungan positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung. 3. Diduga bahwa pengeluaran konsumsi dan investasi pemerintah secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung.