BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet hasil pembuatan dan tahap analisa hasil karakterisasi. Pada tahap pertama, pembuatan magnet barium ferit dilakukan dengan teknologi metalurgi serbuk, yaitu meliputi persiapan bahan baku roasting, milling, kalsinasi, kompaksi, dan sintering. Pada tahap karakterisasi, dilakukan karakterisasi sifat magnet dengan alat permagraph, karakterisasi komposisi sampel dengan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD), dan karakterisasi struktur mikro sampel dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM). Tahap akhir adalah menganalisa hasil-hasil dari setiap karakterisasi yang telah dilakukan. 3.2. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian karakteristik magnet barium ferit yang dibuat dengan variasi temperatur kalsinasi, variasi tekanan kompaksi, dan zat aditif NdFeB 20% dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Desember 2008 di Laboratorium Sifat Magnet yang berada pada Pusat Pengembangan Elektronika dan Telekomunikasi Lembaga Pusat Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPET-LIPI) di jalan Sangkuriang Bandung. 37
Proses pengujian XRD (X-Ray Diffractometry) dilakukan di Laboratorium Departemen Pertambangan, Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan menggunakan Philip Analytical X-Ray B. V, sedangkan pengujian SEM (Scanning Electron Microscopy) dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL). 3.3. BAHAN Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut : 1. Barium karbonat (BaCO 3 ) dengan kemurnian 66,4 % 2. Oksida Besi (Fe 2 O ) 3 dengan kemurnian 99,03 % 3. Silikon Dioksida (SiO 2 ) > 99% 4. Neodybium Iron Boron (NdFeB) dengan kemurnian >99% 5. Kalsium Oksida (CaO) dengan kemurnian > 99% 6. Alkohol teknis. 3.4. PERALATAN Peralatan untuk pembuatan pelet yang digunakan terdiri dari : 1. Ball milling stainless stell dengan mixer 2. Alat pengepresan 3. Tungku pembakar 4. Penghalus 5. Penyaring dengan 400 mesh atau 38 µ m 6. Gelas Ukur 38
7. Die (cetakan) 8. Cawan keramik 9. Spatula 10. Gelas beker Peralatan untuk karakterisasi : 1. Jangka sorong digital dan neraca digital untuk perhitungan dimensi dan massa sampel untuk mendapatkan densitas sampel. 2. Permagraph untuk menganalisa sifat kemagnetan dari sampel. 3. SEM (Scanning Electron Microscope) untuk menganalisa topologi permukaan dan struktur mikro sampel. 4. XRD (X-Ray Diffraction) untuk menganalisa komposisi sampel. 39
3.5. ALUR PROSES PENELITIAN PENGERINGAN T = 27 O C / t = 48 Jam PENGERINGAN T = 27 O C / t = 24 Jam ROASTING F 2 O 3 T =600 O C / t = 4 Jam BALL MILLING t = 35 Jam MIXING BaCO 3 + Fe 2 O 3 ( Perhitungan Kimia ) BALL MILLING t = 16 Jam TAMBAH ZAT ADDITIF NdFeB, CaO, SiO 2 PENGERINGAN T = 27 O C / t = 24 Jam BALL MILLING t = 6 Jam KALSINASI T = (5 Variasi) O C / t = 3 Jam (holding) KOMPAKSI P = (4 variasi) kg / cm 2 GERUS dan saring 400 mesh SINTERING: 1250 o C XRD KARAKTERISASI MAGNET SEM 40
3.6. PROSEDUR PENELITIAN Prosedur penelitian ini adalah mulai dari tahap roasting, pencampuran bahan dasar dengan cara milling, pencampuran zat aditif, milling bahan dasar dengan zat aditif, kalsinasi, penghalusan, kompaksi, sintering dan tahap karakterisasi sampel. 3.6.1. Roasting Limbah Fe 2 O 3 dengan kemurnian 99,03 % yang sebelumnya dibakar (roasting) pada temperatur 600 o C didalam tungku selama 4 jam kemudian dikeringkan dalam wadah pada temperatur ruang selama 48 jam. 3.6.2. Milling Fe 2 O 3 hasil roasting digiling dengan menggunakan ball milling yang dicampur alkohol teknis 100 ml selama 36 jam, dan dikeringkan kembali selama 24 jam. Kemudian Fe 2 O 3 dicampur dengan serbuk Barium Karbonat (BaCO 3 ) dengan perbandingan mol = 6:1. Setelah itu digiling kembali memakai alkohol selama 16 jam. 6Fe 2 O 3 + BaCO 3 BaFe 12 O 19 + CO 2 Molekul relatif dari barium ferit adalah : Mr(BaFe 12 O 19 ) = (137,34 + 16) + 6 [ (2 x 55,85) + (3 x 16) ] = 1111,54 gram/mol Apabila barium ferit = 100 gram, maka : 41
Mol ferit =, / = 0,090 mol Mol BaCO 3 = x 0,090 = 0,090 mol Massa BaCO 3 = 0,090 x 197,34 = 17,76 gram Mol Fe 2 O 3 = x 0,090 = 0,54 mol Massa Fe 2 O 3 = 0,54 x 159,7 = 86,24 gram Total massa bahan baku = ( 17,08 gram + 86,24 gram) = 104 gram % Berat (%wt) BaCO 3 =, x 100% = 17,08 %wt % Berat (%wt) Fe 2 O 3 =, x 100% = 82,92 %wt Persentase berat bahan berdasarkan kemurniannya : BaCO 3 Fe 2 O 3 = 17,08 x, = 17,25 % = 82,92 x, = 124,88 % % Berat bahan baku adalah : BaCO 3 Fe 2 O 3 = 100 x,, = 100 x,, = 12,14 % = 87,86 % 3.6.3. Pencampuran Zat Aditif Bahan campuran Fe 2 O 3 yang dicampur dengan Barium karbonat (BaCO 3 ) dicampur dengan zat aditif CaO 0,75%, SiO 2 0,60%, dan NdFeB 20% dari berat kalsin kemudian dimilling kering selama 6 jam. 42
3.6.4. Kalsinasi Serbuk bahan campuran yang telah ditambahkan zat aditif kemudian dikalsinasi dalam tungku dengan laju pemanasan 10 o C/menit sampai temperatur 500 o C ditahan selama 30 menit kemudian dilanjutkan mencapai temperatur 1200 o C dengan laju pemanasan 10 o C/menit dan ditahan selama 3 jam. Selanjutnya proses yang sama dilakukan untuk temperatur kalsinasi 700 o C, 900 o C, 1100 o C, dan 1200 o C dengan sampel berbeda-beda hingga diperoleh lima sampel serbuk bahan untuk lima variasi temperatur kalsinasi. Barium ferit dikalsinasi dengan variasi lima temperatur kalsinasi 500 o C, 700 o C, 900 o C, 1100 o C, dan 1200 o C dengan waktu penahanan (holding time) selama 3 jam, penambahan zat aditif Nd 2 Fe 14 B sebesar 20 %. Berikut adalah grafik kenaikan temperatur kalsinasi terhadap lama waktu kalsinasi. T ( O C TEMPERATUR KALSINASI 500 O C, 700 O C, 900 O C, 1100 O C, 1200 O C Hold = 3jam 10 O 40 O C/menit C/menit WAKTU KALSINASI t ( menit ) Gambar 3.1. Trayek proses Kalsinasi. 43
Serbuk setiap bahan dengan setiap temperatur kalsinasinya di timbang dengan neraca digital dengan massa setiap sampel sebesar 3 gram. Kemudian setiap sampel di kompaksi dengan tekanan 50 kg/cm 2. Sampel yang berbentuk pelet ditimbang massa pelet dan diukur dimensi pelet dengan jangka sorong digital untuk memperoleh data perhitungan densitas setiap sampel (pelet). Densitas magnet barium ferit diperoleh dengan cara pengukuran berdasarkan perumusan : ρ =. (3.1) ρ = densitas (kg/m 3 ) m = massa magnet barium ferit (gram) V = volume pelet barium ferit (m 3 ). V = π d2 h.... (3.2) V = volume pelet barium ferit (mm 3 ) π = 3.14 d = diameter pellet (mm) h = tinggi pellet (mm) Kemudian kelima pelet dikarkaterisasi sifat magnetnya dengan alat permagraph untuk mengetahui karakteristik magnet yang dimiliki setiap pelet. Data hasil pengukuran yang diperoleh adalah berupa densitas setiap sampel dan kurva histerisis setiap sampel [lampiran:c]. 44
3.6.5. Penghalusan Setiap sampel dengan masing-masing temperatur kalsinasinya digerus dan disaring hingga lolos 400 mesh. 3.6.6. Pencetakan Serbuk kalsin dengan temperatur kalsinasinya dari hasil karakterisasi magnet terbaik pada pengukuran pertama, kalsin ditimbang 3 gram sebanyak 4 sampel. Serbuk yang telah ditimbang dicetak berbentuk pelet dengan besar variasi tekanan kompaksi 25 kg/cm 2, 50 kg/cm 2, 100 kg/cm 2, dan 150 kg/cm 2. Pelet hasil kompaksi diukur kembali massa dan dimensi untuk mendapatkan besar densitas setiap sampel. Kemudian sampel dikarakterisasi dengan alat permagraph. Data hasil pengukuran adalah berupa densitas dan kurva histeris setiap sampel [lampiran: E]. 3.6.7. Sintering Kelima sampel variasi temperatur kalsinasi dan empat sampel variasi tekanan kompaksi disinter dengan temperatur sinter 1250 O C. Pertamatama temperatur ditingkatkan sampai 500 o C dengan laju pemanasan 10 o C/menit supaya zat-zat oksida tersebut bereaksi, kemudian setelah mencapai 500 o C temperatur tungku ditahan selama 30 menit. Peningkatan temperatur dilanjutkan dengan laju pemanasan 10 o C/menit sampai temperatur sintering 1250 o C dicapai kemudian ditahan selama 3 jam. Setelah 3 jam pemanasan diturunkan sampai 475 o C dengan laju 40 o C/menit. Sampel-sampel hasil sintering ditimbang massanya dan 45
diukur dimensinya untuk mendapatkan densitas setiap sampel, kemudian dikarakterisasi kembali dengan permagraph untuk mengetahui karakteristik magnetnya. Data yang diperoleh adalah berupa besar densitas dan kurva histerisis setiap sampel [lampiran:d,f]. 3.7. Tahap karakterisasi Karakterisasi yang dilakukan meliputi karakterisasi sifat magnet, analisis difraksi sinar X (XRD) dan Scanning Elelctron Microscope (SEM). Analisis Struktur Kristal dengan XRD Analisis difraksi sinar-x (XRD) dilakukan untuk mengetahui sejauh mana struktur kristal barium ferit terbentuk dari sampel yang telah melalui proses kalsinasi. Sampel dikarakterisasi dengan cara ditembak dengan sinar-x sehingga diperoleh gambaran pola difraksi sinar-x dalam bentuk grafik dengan hubungan antara intensitas relatif terhadap 2θ. Dari pola difraksi tersebut dapat dianalisis struktur dan kualitas kristal Barium Ferit yang terbentuk dengan menggunakan software X-Powder. Proses pengambilan data XRD dilakukan di Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung dengan menggunakan sistem peralatan XRD, Philip Analytical X-Ray B. V. Data yang diperoleh berupa grafik XRD dari setiap sampel dengan masing-masing temperatur kalsinasinya [lampiran:b]. 46
Analisis Struktur Morfologi dengan SEM Analisis SEM (Scanning Electron Microscopy) dilakukan untuk mendapatkan gambaran morfologi dari sampel. Dari citra morfologi permukaan ini dapat diamati ukuran butir kristal dan porositas dari setiap sampel. Data yang diperoleh berupa foto-sem dari setiap sampel dengan masing-masing tekanan kompaksinya [lampiran :G]. Analisa Sifat Magnet Karakterisasi magnet setiap sampel dilakukan dengan menggunakan alat permagraph yang terdapat di Laboratorium Magnet PPET-LIPI Bandung. Prinsip pengukuran ini adalah dengan cara memberikan medan magnet luar terhadap sampel yang diuji sehingga ditampilkan dalam kurva histerisis. Dari kurva tersebut sifat-sifat magnet dari bahan tersebut dapat terukur yaitu: induksi remanen (Br), koersifitas (Hc)dan energi magnetik maksimum ( BH maks ). Data yang diperoleh adalah berupa kurva histeris yang memberikan informasi besar Induksi Remanen (Br), Koersifitas (Hc), dan Energi Maksimum (BH maks ) dari setiap sampel yang diukur [lampiran :C,D,E,F] 47