617 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 PERTUMBUHAN DAN VITALITAS LARVA UDANG WINDU DENGAN PENAMBAHAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) ABSTRAK Ike Trismawanti, Syarifuddin Tonnek, dan Agus Nawang Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail: ic_ast@yahoo.co.id Antibiotik pada budidaya udang windu (Penaeus monodon) sudah dilarang oleh pemerintah dikarenakan meninggalkan residu. Alternatif pengganti antibiotik diperlukan agar dapat meningkatkan status kesehatan udang windu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bubuk bawang putih pada pemeliharaan larva udang windufase naupli sampai Post Larva 12 (PL-12) terhadap pertumbuhan dan vitalitas larva. Hewan uji yang digunakan adalah naupli udang windu dengan kepadatan 50 ekor/l. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan, yaitu penambahan ekstrak bawang putih dengan dosis 0 ppm, 5 ppm, 10 ppm dan 15 ppm dengan tiga ulangan. Penggunaan bubuk bawang putih sebagai antibiotik alami diberikan setiap 3 hari sekali. Pengamatan lanjutan setelah panen yakni uji vitalitas larva udang windu secara fisik melalui pengeringan selama 5 dan10 menit sedangkan perendaman dengan air tawar selama 15 menit serta uji kimiawi dengan menggunakan formalin 200 ppm selama 30, 60 dan 90 menit. Variabel yang diamati meliputi sintasan hidup, pertambahan bobot dan panjang, serta pemantauan kualitas air pada setiap stadia larva udang windu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan bubuk bawang putih dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap sintasan dan pertambahan panjang sedangkan untuk pertambahan bobot larva udang windu menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan. Uji vitalitas secara fisik dengan pengeringan selama 5 dan 10 menit terhadap larva udang windu menunjukkan perbedaan yakni perlakuan C mampu bertahan hidup hingga 100% dibandingkan dengan perlakuan B (98,35%; 90%), D (98,35%; 76,67%) dan A (56,60%; 60%) sedangkan perendaman dengan air tawar berturut-turut C (95%), B (90%),D (86,65%) dan A (80%). Uji secara kimiawi dengan perendaman formalin 200 ppm selama 30 dan 60 menit menunjukkan bahwa semua perlakuan mampu bertahan hidup hingga 100% sedangkan dalam jangka waktu 90 menit berturut-turut A(98,35%), B (100%), C (100%) dan D (100%). KATA KUNCI: bubuk bawang putih, udang windu dan vitalitas PENDAHULUAN Budidaya udang windu memainkan peranan penting bagi pendapatan devisa negara di Indonesia. Budidaya udang penaeid di tambak sampai saat ini masih memberikan harapan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat disebabkan pasar komoditas udang masih terbuka, khususnya pasar ekspor. Udang windu (Penaeus monodon) yang menjadi primadona perikanan dalam pengembangannya banyak mengalami permasalahan. Salah satu masalah yang sering dihadapi adalah penyakit dan lingkungan. Sampai saat ini masih dicari alternatif untuk mengatasi penyakit kunang-kunang yang disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi. Pembudidaya masih bergantung pada penggunaan bahan-bahan kimia untuk meningkatkan status kesehatan udang windu yakni antibiotik yang telah dilarang oleh pemerintah, sehingga berakibat produk Indonesia sulit bersaing dalam pasar global karena isu penggunaan antibiotik yang menyisakan residu. Oleh karena itu, perlu diupayakan pengganti bahan kimia tersebut diantaranya penggunaan bahan dari alam berupa tanaman obat, salah satunya yakni bawang putih. Bawang putih mengandung alisin yakni zat yang aktif yang mempunyai daya antibiotik cukup ampuh. Banyak yang membandingkan alisin dengan si raja antibiotik yaitu penisilin (Iyam dan Tajudin, 2003). Lebih lanjut dikatakan Amagase et al. (2001) umbi bawang putih mengandung polisakarida, protein, enzim, asam-amino, S-alilsistein, sulfoksida dan ã-glutamylcysteines. Kandungan tersebut dapat membentuk alliin melalui pemecahan sel. Apabila bawang putih mengalami proses Page 633 of 1000 Page 1 of 7 Page 1 of 14
Pertumbuhan dan vitalitas larva udang windu... (Ike Trisnawanti) 618 pemotongan, enzim allinase dengan cepat menguraikan alliin untuk membentuk cytotoxic dan odoriferus alkyl alkane-thiosulfinates seperti allicin. Allicin melalui jalur dekomposisi cepat menghasilkan bahan lainnya seperti diallyl sulfida, diallyl disulfida dan diallyl trisulfida. Pada saat yang bersamaan ã- glutamylcysteines pada umbi bawang putih diubah menjadi S-allyl cysteine (SAC) melalui penuaan alami. Kandungan protein pada bubuk bawang putih berperan penting pada pertumbuhan larva udang windu. Kualitas air merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam keseimbangan ekosistem. Oleh karena itu, air harus dijaga dengan baik agar tidak mendorong tersebarnya organisme-organisme pathogen yang berdampak buruk terhadap pertumbuhan udang. Air adalah media hidup utama udang, maka keseimbangan ekosistemnya harus dijaga. Apabila air tersebut terus-menerus dipakai tanpa ada sedikit perbaikan pada sifat biologi, kimia, dan fisika, air tersebut tentunya kurang layak bagi kehidupan udang (Buwono, 1993). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuipengaruh pemberian bubuk bawang putih pada pemeliharaan larva udang windu fase naupli sampai Post Larva 12 (PL-12) terhadap pertumbuhan dan vitalitas larva. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Broodstock Center Udang Windu (BCUW) Instalasi Barru, Sulawesi Selatan dengan menggunakan 12 buah wadah berupa akuarium. Akuarium diisi air laut dengan volume 16 liter. Hewan uji yang digunakan adalah naupli udang windu (Penaeus monodon)dengan bahan-bahan meliputi bubuk bawang putih, Artemia sp., Chaetoceros sp., formalin 200 ppm, kertas saring dan pellet. Alat-alat yang digunakan meliputi tabung reaksi, DO meter, baskomblender, ayakan (40 mash), oven, erlenmeyer dan spektrofotometer. Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan pada penelitian ini meliputi: A = Penambahan bubuk bawang putih dosis 0 mg/l B = Penambahan bubuk bawang putih dosis 5 mg/l C = Penambahan bubuk bawang putih dosis 10 mg/l D = Penambahan bubuk bawang putih dosis 15 mg/l Proses pembuatan bubuk bawang putih terlihat pada Gambar 1 Pemberian bubuk bawang putih diberikan pada stadia Zoea 2, Mysis 2, PL-2, PL-5 dan PL-8. Pemberian Bubuk bawang putih diberikan dengan cara mencampurkan sedikit air laut kemudian di tebar ke dalam wadah pemeliharaan. Variabel yang diamati selama penelitian meliputi sintasan hidup, pertambahan bobot dan panjang, serta pemantauan kualitas air. Pengamatan selanjutnya Pengupasan kulit Pengirisan tipis (2-3 mm) Pengovenan pada suhu 40 o C Bubukbawang putih Pengayakan (40 mash) Gambar 1. Proses pembuatan bubuk bawang putih Penghalusan dengan blender Page 634 of 1000 Page 2 of 7 Page 2 of 14
619 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 setelah panen (PL-12) yaitu uji vitalitas larva udang windu (Penaeus monodon) secara fisik melalui pengeringan selama 5 dan 10 menit dengan menggunakan kertas saring danperendaman dengan air tawar selama 15 menit. Uji vitalitas dengan pengeringan selama 5 menit menggunakan larva yang berbeda dengan uji pengeringan selama 10 menit. Uji kimiawi dengan menggunakan formalin 200 ppm selama 30, 60, dan 90 menit. Sampel udang yang digunakan sebanyak 20 ekor setiap wadah. Pengukuran beberapa variabel kualitas air pada media penelitian meliputi oksigen terlarut, suhu, ph, salinitas, amonia dan nitrit. Oksigen terlarut, suhu, ph, salinitas diukur menggunakan DO meter sedangkan nitrit dan ammonia dengan spektofotometer. Pemantauan kualitas air ini dilakukan setiap 3 hari. Sintasan udang windu dihitung dengan menggunakan rumus Effendie (1997): di mana: SR = Sintasan hewan uji (%) No = Jumlah hewan uji pada awal penelitian (ekor) Nt = Jumlah hewan uji yang hidup pada akhir penelitian (ekor) Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dengan menggunakan Software SPSS- 16 dan dilanjutkan dengan uji LSD (Least significant different by students) dan dianalisa proksimat bubuk bawang putih. HASIL DAN BAHASAN Analisis Proksimat Bubuk Bawang Putih Hasil analisis proksimat dari bubuk bawang putih yang digunakan pada penelitian ini tersaji pada Tabel 1. Dari data hasil analisis proksimat tersebut diketahui bahwa bubuk bawang putih mengandung protein yang cukup tinggi yakni 21,21% dan kadar lemak yang rendah (0,21%). Kadar Protein yang tinggi pada bubuk bawang putih berpengaruh pada pertumbuhanlarvaudangwindu (Penaeus monodon). Menurut Mudjiman (1992), zat-zat gizi yang diperlukan untuk menghasilkan tenaga, mengganti sel-sel tubuh yang rusak dan untuk tumbuh antara lain protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan air. Zat yang paling berperan dalam pertumbuhan adalah protein. Sintasan SR Nt No x 100% Tabel 1. Analisis proksimat dari bubuk bawang putih Komposisi (%) Jumlah Kadar Protein 21,21 Kadar lemak 0,21 Kadar air 7,77 Serat kasar 1,93 Sintasan larva udang windu dengan penambahan bubuk bawang putih untuk perlakuan A, B, C dan D dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa penambahan bubuk bawang putih memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap sintasan larva udang windu (P<0,05) pada stadia Mysis dan PL-12. Data pada Tabel 2 dan Gambar 2 menunjukkan bahwa pemberian bubuk bawang putih pada stadia mysis dan PL-12 untuk perlakuan A tidak berbeda nyata dengan perlakuan B, C dan D, akan tetapi perlakuan B (58,67± 4,619 ab dan 41,88± 4,625 ab ) berbeda nyata dengan perlakuan D (34,67± 15,144 ac dan 21,71 ± 12,446 ac ). Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian bubuk bawang putih Page 635 of 1000 Page 3 of 7 Page 3 of 14
Pertumbuhan dan vitalitas larva udang windu... (Ike Trisnawanti) 620 Tabel 2. Sintasan (%) larva udang windu (Penaeus monodon) pada setiap stadia Dosis bawang Zoea Mysis putih (%) (%) PL-12 A (0) 50,67 ± 10,066 a 49,33 ± 16,166 a 34,62 ± 12,817 a B (5) 56,00 ± 8,000 a 58,67 ± 4,619 ab 41,88 ± 4,625 ab C (10) 58,67 ± 18,037 a 52,00 ± 4,000 a 35,88 ± 6,110 a D (15) 50,67 ± 6,110 a 34,67 ± 15,144 ac 21,71 ± 12,446 ac 60 Sintasan (%) 40 20 0 A B C D Perlakuan Zoea Mysis PL-12 Gambar 2. Sintasan larva udang windu pada setiap stadia dengan dosis yang tidak optimal pada perlakuan D dapat mempengaruhi sintasan larva udang windu. Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Nuryanti et al. (2008) yakni pemberian ekstrak bawang putih terhadap ketahanan tubuh ikan mas dimana pemberian optimal pada dosis 50 g/ml dengan sintasan 91,7%.Pertambahan Bobot dan Panjang Penambahan bubuk bawang putih (Allium sativum) dengan dosis yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda secara nyata (P>0,05) terhadap pertambahan bobot larva udang windu sedangkan pada pertambahan panjang memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05). Data pertambahan bobot dan panjang dapat dilihat pada Tabel 3. Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan B (1,020 ± 0,04359 b ) berbeda nyata dengan perlakuan A (0,8967±0,04619 a ). Hal ini menjelaskan bahwa penambahan bubuk bawang putih mempengaruhi pertambahan panjang pada larva udang windu dibandingkan dengan kontrol. Tabel 3. Pertambahan panjang dan bobot larva udang windu (Penaeus monodon) setiap perlakuan Dosis bawang putih Bobot (g) Panjang (cm) A (0) 0,003 ± 0,0005 a 0,8967 ± 0,04619 a B (5) 0,004 ± 0,0005 a 1,0200 ± 0,04359 b C (10) 0,004 ± 0,0005 a 0,9367 ± 0,04509 ab D (15) 0,004 ± 0,0005 a 0,9700 ± 0,04243 ab Page 636 of 1000 Page 4 of 7 Page 4 of 14
621 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 Uji Vitalitas Performa larva udang windu melalui uji vitalitas dilakukan secara fisik melalui pengeringan dan perendaman air tawar serta secara kimiawi dengan perendaman formalin tertera pada Tabel 4, 5, dan 6. Tabel 4. Sintasan (%) larva udang windu melalui uji vitalitas dengan perendaman formalin 200 ppm selama 30, 60 dan 90 menit Dosis bawang putih Sintasan (%) 30 menit 60 menit 90 menit A (0) 100 100 98,33 ± 2,89 a B (5) 100 100 100 ± 0,00 a C (10) 100 100 100 ± 0,00 a D (15) 100 100 100 ± 0,00 a Tabel 5. Sintasan (%) larva udang windu melalui uji vitalitas dengan pengeringan selama 5 dan 10 menit Dosis bawang putih Sintasan (%) 5 menit 10 menit A (0) 56,65 ± 14,43 b 60 ± 5,00 a B (5) 98,35 ± 2,89 a 90 ± 5,00 bc C (10) 100 ± 0,00 a 100 ± 0,00 c D (15) 98,35 ± 2,88 a 76,67 ± 353 ab Tabel 6. Sintasan (%) larva udang windu melalui uji vitalitas dengan perendaman air tawar selama 15 menit Dosis bawang putih A (0) B (5) C (10) D (15) Sintasan (%) 80 ± 10,00 a 90 ± 5,00 ab 95 ± 5,00 b 86,65 ± 2,89 ab Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda secara nyata (P>0,05) Uji vitalitas larva dengan perendaman formalin 200 ppm selama 30 menit, 60 menit dan 90 menit pada semua perlakuan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa larva udang windu untuk semua perlakuan mampu bertahan hidup hingga 100%. Dari hasil tersebut menyatakan bahwa larva udang windu untuk semua perlakuan dikatakan sehat melalui uji perendaman formalin. Menurut Farhan (2006) bahwa Larva yang direndam dengan formalin dengan dosis 200 ppm selama 30 menit dapat dikatakan baik apabila lebih dari 96% hidup sedangkan benur yang tidak sehat atau lemah tidak tahan melalui test ini. Dari Tabel 5 uji vitalitas larva secara fisik melalui pengeringan selama 5 dan 10 menit menunjukkan bahwa sintasan larva tertinggi pada perlakuan C(100%) dibandingkan dengan perlakuan B (98,35%; Page 637 of 1000 Page 5 of 7 Page 5 of 14
Pertumbuhan dan vitalitas larva udang windu... (Ike Trisnawanti) 622 90%), D (98,35%; 76,67%) dan A (56,65%; 60%). Sedangkan uji vitalitas dengan perendaman air tawar selama 15 menit menunjukkan bahwa sintasan tertinggi pada perlakuan C (95%) dibandingkan dengan B (90%), D (86. 65%) dan A (80%). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan bubuk bawang putih berpengaruh pada kekebalan tubuh larva udang windu. Hal ini sesuai dengan pendapat Holladay (1997) dalam Amrullah et al. (2006) bahwa bawang putih mempunyai efek terhadap peningkatan respon kekebalan dengan cara merangsang aktivitas macrophage dan meningkatkan aktivitas sel T. juga efektif terhadap penekanan infeksi viral dan melindungi membran sel dari kerusakan DNA. Kualitas Air Hasil pengamatan kualitas air selama pemeliharaan larva udang windu disajikan pada Tabel 7. Dalam hal ini kualitas air pemeliharaan terlihat masih terjaga dan cukup mendukung kehidupan larva hingga akhir penelitian. Tabel 7. Kisaran variabel kualitas air pada pemeliharaan larva windu dengan penambahan bubuk bawang putih Dosis bubuk Parameter bawang putih Suhu DO Salinitas Nitrit Amonia ph (ºC) (ppm) (ppt) A (0) 27,17-33,92 8,06-8,79 4,05-6,25 30,64-34,07 0,03-0,12 0,02-0,77 B (5) 27,15-33,84 8,12-8,83 4,02-6,36 30,16-34,16 0,03-0,11 0,01-0,68 C (10) 27,27-33,86 8,09-8,8 4,05-6,39 30,29-33,87 0,02-0,07 0,02-0,66 D (15) 27,20-34,02 8,06-8,82 3,96-6,49 30,51-34,21 0,01-0,07 0,02-0,55 Hastuti et al. (1987) mengatakan bahwa kisaran salinitas yang optimal bagi pemeliharaan larva udang windu adalah 25-35 ppt. Penambahan bubuk bawang putih pada semua perlakuan menunjukkan bahwa kisaran salinitas berada dalam kisaran yang optimal untuk pemeliharaan larva udang windu. Suhu air sangat mempengaruhi proses yang penting dalam budidaya udang. Kisaran suhu dalam penelitian ini berada dalam kisaran optimal. Udang mengalami stress pada suhu kurang dari 20ºC dan lebih dari 32ºC dan akan mengalami kematian pada suhu 35ºC, sedangkan kisaran toleransi udang terhadap suhu antara 21-32ºC dengan kisaran suhu optimal (28±1ºC) (Wardoyo dan Djokosetiyanto, 1988). Sedangkan menurut Manik dan Mintardjo,menyatakan bahwa larva udang windu mempunyai kisaran suhu optimal bagi pertumbuhannya yaitu 29 31ºC. Pertumbuhan udang windu yang normal membutuhkan ph air antara 7,5-8,7 dengan batas optimum antara 8,0-8,5 dan kandungan oksigen terlarut yang dapat mendukung kehidupan udang minimal 3 mg/l sedangkan kandungan yang optimal untuk pertumbuhan udang adalah 4,3-7 mg/l (Poernomo, 1988). ph dan oksigen terlarut selama penelitian berada dalam kisaran yang optimal. Suyanto & Mujiman (2004) menjelaskan bahwa Amonia dalam air terdiri dari dua bentuk, yaitu amonia (NH3) yang bersifat racun dan amonium (NH4) yangtidak bersifat racun, dimana amonia dihasilkan dari perombakan bahan-bahan organik. Kadar amonia yang baikuntuk budidaya udang windu kurang dari 0,1 mg/l. Menurut Wickins (1976) bahwa kandungan ammonia 0,1 mg/l dapat menurunkan pertumbuhan 1-2% dan pada konsentrasi 0. 45 mg/l, pertumbuhan menurun hingga 50%. Udang memiliki toleransi yang cukup besar terhadap keberadaan nitrit. Namun kadarnitrit yang aman bagi pertumbuhan udang sebaiknya tidak lebih dari 4,5 ppm (Boyd, 1990). KESIMPULAN Penambahan bubuk bawang putih (Allium sativum) berpengaruh terhadap sintasan dan pertambahan panjang dan vitalitas larva. Dosis bubuk bawang putih yang memiliki sintasan, pertambahan panjang tertinggi selama penelitian yakni 5 mg/l sedangkan pada uji vitalitas larva pada dosis 10 mg/l. Pemberian bubuk bawang putih yang berlebihan dapat menyebabkan kematian pada larva udang windu. Page 638 of 1000 Page 6 of 7 Page 6 of 14
623 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 DAFTAR ACUAN Amagase H.,B. L. Petesch, H. Matsuura, S. Kasuga and Y. Itakura, 2001. Intake of garlic and its bioactive components. J. Nutrisi. 131:955S-962S. Amrullah, Wahidah dan Ratnasari, 2006. Pemanfaatan Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) untuk Mengendalikan Penyakit Kunang-kunang yang Disebab-kan oleh Bakteri Vibrio Harveyi Pada Larva Udang Windu. Pangkep: Politani. 63 hlm. Boyd CE, 1990. Water Quality in Ponds For Aquaculture. Alabama: Birmingham Publishing CO. Buwono, I. D, 1993. Tambak Udang Windu Sistem Pengelolaan Berpola Intensif. Bandung: Kanasius. Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Pustaka Nusatama. Yogyakarta, 163 hlm. Farhan, M. 2006. Teknik Budidaya Udang Vanname (Litopenaeus vannamei). Serang: Bagian Administrasi Pelatihan Perikanan Lapangan. 112 hlm. Hastuti, W. S., C. Kokarkin dan M. L. Nurdjana, 1987. Teknologi Pemeliharaan Larva (Larvae Rearing Technology). Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan. INFIS Manual Seri No. 52. 22 hlm. Iyam, S. S dan Tajudin, 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih, Raja Antibiotik Alami. Manik, R. dan K. Mintardjo, 1983. Kolam Ipukan Dalam Pedoman Pemlarvaan Udang Penaeid. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. Mudjiman, A. 1992. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta, 190 hlm. Nuryati, S, Giri. P dan Hadiroseyan. Y. 2008. Efektifitas ekstrak bawang putih (Allium sativum) terhadap tubuh ikan mas (Cyprinus carpio) yang diinfeksi koi herpes. Jurnal Akuakultur Indonesia, 7(2): 139-150. Poernomo, A., 1988. Faktor Lingkungan Dominan Pada Budidaya Udang Windu. Seri F. Ujung Pandang. Suyanto SR, dan Mujiman A., 2004. Budidaya Udang Windu. Jakarta: Penebar Swadaya. Wardoyo, S. T. H dan D. Djokosetiyanto, 1988. Pengelolaan Kualitas Air di Tambak Udang. Makalah seminar Memacu Keberhasilan dan pengembangan Usaha Pertambakan Udang. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. 25 hlm. Wickins, J. F., 1976. The tolerance of warmwater prawn to recirculated water. Aquaculture, 9 : 19-37 hlm. Page 639 of 1000 Page 7 of 7 Page 7 of 14
617 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 PERTUMBUHAN DAN VITALITAS LARVA UDANG WINDU DENGAN PENAMBAHAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) ABSTRAK Ike Trismawanti, Syarifuddin Tonnek, dan Agus Nawang Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail: ic_ast@yahoo.co.id Antibiotik pada budidaya udang windu (Penaeus monodon) sudah dilarang oleh pemerintah dikarenakan meninggalkan residu. Alternatif pengganti antibiotik diperlukan agar dapat meningkatkan status kesehatan udang windu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bubuk bawang putih pada pemeliharaan larva udang windufase naupli sampai Post Larva 12 (PL-12) terhadap pertumbuhan dan vitalitas larva. Hewan uji yang digunakan adalah naupli udang windu dengan kepadatan 50 ekor/l. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan, yaitu penambahan ekstrak bawang putih dengan dosis 0 ppm, 5 ppm, 10 ppm dan 15 ppm dengan tiga ulangan. Penggunaan bubuk bawang putih sebagai antibiotik alami diberikan setiap 3 hari sekali. Pengamatan lanjutan setelah panen yakni uji vitalitas larva udang windu secara fisik melalui pengeringan selama 5 dan10 menit sedangkan perendaman dengan air tawar selama 15 menit serta uji kimiawi dengan menggunakan formalin 200 ppm selama 30, 60 dan 90 menit. Variabel yang diamati meliputi sintasan hidup, pertambahan bobot dan panjang, serta pemantauan kualitas air pada setiap stadia larva udang windu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan bubuk bawang putih dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap sintasan dan pertambahan panjang sedangkan untuk pertambahan bobot larva udang windu menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan. Uji vitalitas secara fisik dengan pengeringan selama 5 dan 10 menit terhadap larva udang windu menunjukkan perbedaan yakni perlakuan C mampu bertahan hidup hingga 100% dibandingkan dengan perlakuan B (98,35%; 90%), D (98,35%; 76,67%) dan A (56,60%; 60%) sedangkan perendaman dengan air tawar berturut-turut C (95%), B (90%),D (86,65%) dan A (80%). Uji secara kimiawi dengan perendaman formalin 200 ppm selama 30 dan 60 menit menunjukkan bahwa semua perlakuan mampu bertahan hidup hingga 100% sedangkan dalam jangka waktu 90 menit berturut-turut A(98,35%), B (100%), C (100%) dan D (100%). KATA KUNCI: bubuk bawang putih, udang windu dan vitalitas PENDAHULUAN Budidaya udang windu memainkan peranan penting bagi pendapatan devisa negara di Indonesia. Budidaya udang penaeid di tambak sampai saat ini masih memberikan harapan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat disebabkan pasar komoditas udang masih terbuka, khususnya pasar ekspor. Udang windu (Penaeus monodon) yang menjadi primadona perikanan dalam pengembangannya banyak mengalami permasalahan. Salah satu masalah yang sering dihadapi adalah penyakit dan lingkungan. Sampai saat ini masih dicari alternatif untuk mengatasi penyakit kunang-kunang yang disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi. Pembudidaya masih bergantung pada penggunaan bahan-bahan kimia untuk meningkatkan status kesehatan udang windu yakni antibiotik yang telah dilarang oleh pemerintah, sehingga berakibat produk Indonesia sulit bersaing dalam pasar global karena isu penggunaan antibiotik yang menyisakan residu. Oleh karena itu, perlu diupayakan pengganti bahan kimia tersebut diantaranya penggunaan bahan dari alam berupa tanaman obat, salah satunya yakni bawang putih. Bawang putih mengandung alisin yakni zat yang aktif yang mempunyai daya antibiotik cukup ampuh. Banyak yang membandingkan alisin dengan si raja antibiotik yaitu penisilin (Iyam dan Tajudin, 2003). Lebih lanjut dikatakan Amagase et al. (2001) umbi bawang putih mengandung polisakarida, protein, enzim, asam-amino, S-alilsistein, sulfoksida dan ã-glutamylcysteines. Kandungan tersebut dapat membentuk alliin melalui pemecahan sel. Apabila bawang putih mengalami proses Page 633 of 1000 Page 8 of 14
Pertumbuhan dan vitalitas larva udang windu... (Ike Trisnawanti) 618 pemotongan, enzim allinase dengan cepat menguraikan alliin untuk membentuk cytotoxic dan odoriferus alkyl alkane-thiosulfinates seperti allicin. Allicin melalui jalur dekomposisi cepat menghasilkan bahan lainnya seperti diallyl sulfida, diallyl disulfida dan diallyl trisulfida. Pada saat yang bersamaan ã- glutamylcysteines pada umbi bawang putih diubah menjadi S-allyl cysteine (SAC) melalui penuaan alami. Kandungan protein pada bubuk bawang putih berperan penting pada pertumbuhan larva udang windu. Kualitas air merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam keseimbangan ekosistem. Oleh karena itu, air harus dijaga dengan baik agar tidak mendorong tersebarnya organisme-organisme pathogen yang berdampak buruk terhadap pertumbuhan udang. Air adalah media hidup utama udang, maka keseimbangan ekosistemnya harus dijaga. Apabila air tersebut terus-menerus dipakai tanpa ada sedikit perbaikan pada sifat biologi, kimia, dan fisika, air tersebut tentunya kurang layak bagi kehidupan udang (Buwono, 1993). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuipengaruh pemberian bubuk bawang putih pada pemeliharaan larva udang windu fase naupli sampai Post Larva 12 (PL-12) terhadap pertumbuhan dan vitalitas larva. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Broodstock Center Udang Windu (BCUW) Instalasi Barru, Sulawesi Selatan dengan menggunakan 12 buah wadah berupa akuarium. Akuarium diisi air laut dengan volume 16 liter. Hewan uji yang digunakan adalah naupli udang windu (Penaeus monodon)dengan bahan-bahan meliputi bubuk bawang putih, Artemia sp., Chaetoceros sp., formalin 200 ppm, kertas saring dan pellet. Alat-alat yang digunakan meliputi tabung reaksi, DO meter, baskomblender, ayakan (40 mash), oven, erlenmeyer dan spektrofotometer. Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan pada penelitian ini meliputi: A = Penambahan bubuk bawang putih dosis 0 mg/l B = Penambahan bubuk bawang putih dosis 5 mg/l C = Penambahan bubuk bawang putih dosis 10 mg/l D = Penambahan bubuk bawang putih dosis 15 mg/l Proses pembuatan bubuk bawang putih terlihat pada Gambar 1 Pemberian bubuk bawang putih diberikan pada stadia Zoea 2, Mysis 2, PL-2, PL-5 dan PL-8. Pemberian Bubuk bawang putih diberikan dengan cara mencampurkan sedikit air laut kemudian di tebar ke dalam wadah pemeliharaan. Variabel yang diamati selama penelitian meliputi sintasan hidup, pertambahan bobot dan panjang, serta pemantauan kualitas air. Pengamatan selanjutnya Pengupasan kulit Pengirisan tipis (2-3 mm) Pengovenan pada suhu 40 o C Bubuk bawang putih Pengayakan (40 mash) Gambar 1. Proses pembuatan bubuk bawang putih Penghalusan dengan blender Page 634 of 1000 Page 9 of 14
619 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 setelah panen (PL-12) yaitu uji vitalitas larva udang windu (Penaeus monodon) secara fisik melalui pengeringan selama 5 dan 10 menit dengan menggunakan kertas saring danperendaman dengan air tawar selama 15 menit. Uji vitalitas dengan pengeringan selama 5 menit menggunakan larva yang berbeda dengan uji pengeringan selama 10 menit. Uji kimiawi dengan menggunakan formalin 200 ppm selama 30, 60, dan 90 menit. Sampel udang yang digunakan sebanyak 20 ekor setiap wadah. Pengukuran beberapa variabel kualitas air pada media penelitian meliputi oksigen terlarut, suhu, ph, salinitas, amonia dan nitrit. Oksigen terlarut, suhu, ph, salinitas diukur menggunakan DO meter sedangkan nitrit dan ammonia dengan spektofotometer. Pemantauan kualitas air ini dilakukan setiap 3 hari. Sintasan udang windu dihitung dengan menggunakan rumus Effendie (1997): di mana: SR = Sintasan hewan uji (%) No = Jumlah hewan uji pada awal penelitian (ekor) Nt = Jumlah hewan uji yang hidup pada akhir penelitian (ekor) Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dengan menggunakan Software SPSS- 16 dan dilanjutkan dengan uji LSD (Least significant different by students) dan dianalisa proksimat bubuk bawang putih. HASIL DAN BAHASAN Analisis Proksimat Bubuk Bawang Putih Hasil analisis proksimat dari bubuk bawang putih yang digunakan pada penelitian ini tersaji pada Tabel 1. Dari data hasil analisis proksimat tersebut diketahui bahwa bubuk bawang putih mengandung protein yang cukup tinggi yakni 21,21% dan kadar lemak yang rendah (0,21%). Kadar Protein yang tinggi pada bubuk bawang putih berpengaruh pada pertumbuhanlarvaudangwindu (Penaeus monodon). Menurut Mudjiman (1992), zat-zat gizi yang diperlukan untuk menghasilkan tenaga, mengganti sel-sel tubuh yang rusak dan untuk tumbuh antara lain protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan air. Zat yang paling berperan dalam pertumbuhan adalah protein. Sintasan SR Nt No x 100% Tabel 1. Analisis proksimat dari bubuk bawang putih Komposisi (%) Jumlah Kadar Protein 21,21 Kadar lemak 0,21 Kadar air 7,77 Serat kasar 1,93 Sintasan larva udang windu dengan penambahan bubuk bawang putih untuk perlakuan A, B, C dan D dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa penambahan bubuk bawang putih memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap sintasan larva udang windu (P<0,05) pada stadia Mysis dan PL-12. Data pada Tabel 2 dan Gambar 2 menunjukkan bahwa pemberian bubuk bawang putih pada stadia mysis dan PL-12 untuk perlakuan A tidak berbeda nyata dengan perlakuan B, C dan D, akan tetapi perlakuan B (58,67± 4,619 ab dan 41,88± 4,625 ab ) berbeda nyata dengan perlakuan D (34,67± 15,144 ac dan 21,71 ± 12,446 ac ). Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian bubuk bawang putih Page 635 of 1000 Page 10 of 14
Pertumbuhan dan vitalitas larva udang windu... (Ike Trisnawanti) 620 Tabel 2. Sintasan (%) larva udang windu (Penaeus monodon) pada setiap stadia Dosis bawang Zoea Mysis putih (%) (%) PL-12 A (0) 50,67 ± 10,066 a 49,33 ± 16,166 a 34,62 ± 12,817 a B (5) 56,00 ± 8,000 a 58,67 ± 4,619 ab 41,88 ± 4,625 ab C (10) 58,67 ± 18,037 a 52,00 ± 4,000 a 35,88 ± 6,110 a D (15) 50,67 ± 6,110 a 34,67 ± 15,144 ac 21,71 ± 12,446 ac 60 Sintasan (%) 40 20 0 A B C D Perlakuan Zoea Mysis PL-12 Gambar 2. Sintasan larva udang windu pada setiap stadia dengan dosis yang tidak optimal pada perlakuan D dapat mempengaruhi sintasan larva udang windu. Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Nuryanti et al. (2008) yakni pemberian ekstrak bawang putih terhadap ketahanan tubuh ikan mas dimana pemberian optimal pada dosis 50 g/ml dengan sintasan 91,7%.Pertambahan Bobot dan Panjang Penambahan bubuk bawang putih (Allium sativum) dengan dosis yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda secara nyata (P>0,05) terhadap pertambahan bobot larva udang windu sedangkan pada pertambahan panjang memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05). Data pertambahan bobot dan panjang dapat dilihat pada Tabel 3. Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan B (1,020 ± 0,04359 b ) berbeda nyata dengan perlakuan A (0,8967±0,04619 a ). Hal ini menjelaskan bahwa penambahan bubuk bawang putih mempengaruhi pertambahan panjang pada larva udang windu dibandingkan dengan kontrol. Tabel 3. Pertambahan panjang dan bobot larva udang windu (Penaeus monodon) setiap perlakuan Dosis bawang putih Bobot (g) Panjang (cm) A (0) 0,003 ± 0,0005 a 0,8967 ± 0,04619 a B (5) 0,004 ± 0,0005 a 1,0200 ± 0,04359 b C (10) 0,004 ± 0,0005 a 0,9367 ± 0,04509 ab D (15) 0,004 ± 0,0005 a 0,9700 ± 0,04243 ab Page 636 of 1000 Page 11 of 14
621 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 Uji Vitalitas Performa larva udang windu melalui uji vitalitas dilakukan secara fisik melalui pengeringan dan perendaman air tawar serta secara kimiawi dengan perendaman formalin tertera pada Tabel 4, 5, dan 6. Tabel 4. Sintasan (%) larva udang windu melalui uji vitalitas dengan perendaman formalin 200 ppm selama 30, 60 dan 90 menit Dosis bawang putih Sintasan (%) 30 menit 60 menit 90 menit A (0) 100 100 98,33 ± 2,89 a B (5) 100 100 100 ± 0,00 a C (10) 100 100 100 ± 0,00 a D (15) 100 100 100 ± 0,00 a Tabel 5. Sintasan (%) larva udang windu melalui uji vitalitas dengan pengeringan selama 5 dan 10 menit Dosis bawang putih Sintasan (%) 5 menit 10 menit A (0) 56,65 ± 14,43 b 60 ± 5,00 a B (5) 98,35 ± 2,89 a 90 ± 5,00 bc C (10) 100 ± 0,00 a 100 ± 0,00 c D (15) 98,35 ± 2,88 a 76,67 ± 353 ab Tabel 6. Sintasan (%) larva udang windu melalui uji vitalitas dengan perendaman air tawar selama 15 menit Dosis bawang putih A (0) B (5) C (10) D (15) Sintasan (%) 80 ± 10,00 a 90 ± 5,00 ab 95 ± 5,00 b 86,65 ± 2,89 ab Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda secara nyata (P>0,05) Uji vitalitas larva dengan perendaman formalin 200 ppm selama 30 menit, 60 menit dan 90 menit pada semua perlakuan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa larva udang windu untuk semua perlakuan mampu bertahan hidup hingga 100%. Dari hasil tersebut menyatakan bahwa larva udang windu untuk semua perlakuan dikatakan sehat melalui uji perendaman formalin. Menurut Farhan (2006) bahwa Larva yang direndam dengan formalin dengan dosis 200 ppm selama 30 menit dapat dikatakan baik apabila lebih dari 96% hidup sedangkan benur yang tidak sehat atau lemah tidak tahan melalui test ini. Dari Tabel 5 uji vitalitas larva secara fisik melalui pengeringan selama 5 dan 10 menit menunjukkan bahwa sintasan larva tertinggi pada perlakuan C(100%) dibandingkan dengan perlakuan B (98,35%; Page 637 of 1000 Page 12 of 14
Pertumbuhan dan vitalitas larva udang windu... (Ike Trisnawanti) 622 90%), D (98,35%; 76,67%) dan A (56,65%; 60%). Sedangkan uji vitalitas dengan perendaman air tawar selama 15 menit menunjukkan bahwa sintasan tertinggi pada perlakuan C (95%) dibandingkan dengan B (90%), D (86. 65%) dan A (80%). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan bubuk bawang putih berpengaruh pada kekebalan tubuh larva udang windu. Hal ini sesuai dengan pendapat Holladay (1997) dalam Amrullah et al. (2006) bahwa bawang putih mempunyai efek terhadap peningkatan respon kekebalan dengan cara merangsang aktivitas macrophage dan meningkatkan aktivitas sel T. juga efektif terhadap penekanan infeksi viral dan melindungi membran sel dari kerusakan DNA. Kualitas Air Hasil pengamatan kualitas air selama pemeliharaan larva udang windu disajikan pada Tabel 7. Dalam hal ini kualitas air pemeliharaan terlihat masih terjaga dan cukup mendukung kehidupan larva hingga akhir penelitian. Tabel 7. Kisaran variabel kualitas air pada pemeliharaan larva windu dengan penambahan bubuk bawang putih Dosis bubuk Parameter bawang putih Suhu DO Salinitas Nitrit Amonia ph (ºC) (ppm) (ppt) A (0) 27,17-33,92 8,06-8,79 4,05-6,25 30,64-34,07 0,03-0,12 0,02-0,77 B (5) 27,15-33,84 8,12-8,83 4,02-6,36 30,16-34,16 0,03-0,11 0,01-0,68 C (10) 27,27-33,86 8,09-8,8 4,05-6,39 30,29-33,87 0,02-0,07 0,02-0,66 D (15) 27,20-34,02 8,06-8,82 3,96-6,49 30,51-34,21 0,01-0,07 0,02-0,55 Hastuti et al. (1987) mengatakan bahwa kisaran salinitas yang optimal bagi pemeliharaan larva udang windu adalah 25-35 ppt. Penambahan bubuk bawang putih pada semua perlakuan menunjukkan bahwa kisaran salinitas berada dalam kisaran yang optimal untuk pemeliharaan larva udang windu. Suhu air sangat mempengaruhi proses yang penting dalam budidaya udang. Kisaran suhu dalam penelitian ini berada dalam kisaran optimal. Udang mengalami stress pada suhu kurang dari 20ºC dan lebih dari 32ºC dan akan mengalami kematian pada suhu 35ºC, sedangkan kisaran toleransi udang terhadap suhu antara 21-32ºC dengan kisaran suhu optimal (28±1ºC) (Wardoyo dan Djokosetiyanto, 1988). Sedangkan menurut Manik dan Mintardjo,menyatakan bahwa larva udang windu mempunyai kisaran suhu optimal bagi pertumbuhannya yaitu 29 31ºC. Pertumbuhan udang windu yang normal membutuhkan ph air antara 7,5-8,7 dengan batas optimum antara 8,0-8,5 dan kandungan oksigen terlarut yang dapat mendukung kehidupan udang minimal 3 mg/l sedangkan kandungan yang optimal untuk pertumbuhan udang adalah 4,3-7 mg/l (Poernomo, 1988). ph dan oksigen terlarut selama penelitian berada dalam kisaran yang optimal. Suyanto & Mujiman (2004) menjelaskan bahwa Amonia dalam air terdiri dari dua bentuk, yaitu amonia (NH3) yang bersifat racun dan amonium (NH4) yangtidak bersifat racun, dimana amonia dihasilkan dari perombakan bahan-bahan organik. Kadar amonia yang baikuntuk budidaya udang windu kurang dari 0,1 mg/l. Menurut Wickins (1976) bahwa kandungan ammonia 0,1 mg/l dapat menurunkan pertumbuhan 1-2% dan pada konsentrasi 0. 45 mg/l, pertumbuhan menurun hingga 50%. Udang memiliki toleransi yang cukup besar terhadap keberadaan nitrit. Namun kadarnitrit yang aman bagi pertumbuhan udang sebaiknya tidak lebih dari 4,5 ppm (Boyd, 1990). KESIMPULAN Penambahan bubuk bawang putih (Allium sativum) berpengaruh terhadap sintasan dan pertambahan panjang dan vitalitas larva. Dosis bubuk bawang putih yang memiliki sintasan, pertambahan panjang tertinggi selama penelitian yakni 5 mg/l sedangkan pada uji vitalitas larva pada dosis 10 mg/l. Pemberian bubuk bawang putih yang berlebihan dapat menyebabkan kematian pada larva udang windu. Page 638 of 1000 Page 13 of 14
623 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 DAFTAR ACUAN Amagase H.,B. L. Petesch, H. Matsuura, S. Kasuga and Y. Itakura, 2001. Intake of garlic and its bioactive components. J. Nutrisi. 131:955S-962S. Amrullah, Wahidah dan Ratnasari, 2006. Pemanfaatan Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) untuk Mengendalikan Penyakit Kunang-kunang yang Disebab-kan oleh Bakteri Vibrio Harveyi Pada Larva Udang Windu. Pangkep: Politani. 63 hlm. Boyd CE, 1990. Water Quality in Ponds For Aquaculture. Alabama: Birmingham Publishing CO. Buwono, I. D, 1993. Tambak Udang Windu Sistem Pengelolaan Berpola Intensif. Bandung: Kanasius. Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Pustaka Nusatama. Yogyakarta, 163 hlm. Farhan, M. 2006. Teknik Budidaya Udang Vanname (Litopenaeus vannamei). Serang: Bagian Administrasi Pelatihan Perikanan Lapangan. 112 hlm. Hastuti, W. S., C. Kokarkin dan M. L. Nurdjana, 1987. Teknologi Pemeliharaan Larva (Larvae Rearing Technology). Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan. INFIS Manual Seri No. 52. 22 hlm. Iyam, S. S dan Tajudin, 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih, Raja Antibiotik Alami. Manik, R. dan K. Mintardjo, 1983. Kolam Ipukan Dalam Pedoman Pemlarvaan Udang Penaeid. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. Mudjiman, A. 1992. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta, 190 hlm. Nuryati, S, Giri. P dan Hadiroseyan. Y. 2008. Efektifitas ekstrak bawang putih (Allium sativum) terhadap tubuh ikan mas (Cyprinus carpio) yang diinfeksi koi herpes. Jurnal Akuakultur Indonesia, 7(2): 139-150. Poernomo, A., 1988. Faktor Lingkungan Dominan Pada Budidaya Udang Windu. Seri F. Ujung Pandang. Suyanto SR, dan Mujiman A., 2004. Budidaya Udang Windu. Jakarta: Penebar Swadaya. Wardoyo, S. T. H dan D. Djokosetiyanto, 1988. Pengelolaan Kualitas Air di Tambak Udang. Makalah seminar Memacu Keberhasilan dan pengembangan Usaha Pertambakan Udang. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. 25 hlm. Wickins, J. F., 1976. The tolerance of warmwater prawn to recirculated water. Aquaculture, 9 : 19-37 hlm. Page 639 of 1000 Page 14 of 14