RESPON PERTUMBUHAN DOMBA PADA BERBAGAI TARAF PROTEIN DALAM RANSUM

dokumen-dokumen yang mirip
Efisiensi Penggunaan Protein pada Substitusi Hidrolisat Bulu Ayam di dalam Ransum Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

PENGARUH SUBSTITUSI PROTEIN BY-PASS HIDROLISAT BULU AYAM TERHADAP KETERSEDIAAN NITROGEN DAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DOMBA

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

PROTEIN TAHAN DEGRADASI RUMEN UNTUK DOMBA BUNTING DAN LAKTASI: RESPON PERTUMBUHAN ANAK PRASAPIH

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SUBSTITUSI BUNGKIL KEDELAI TERPROTEKSI GETAH PISANG SEBAGAI SUMBER PROTEIN TAHAN DEGRADASI TERHADAP FERMENTASI RUMEN

HASIL DAN PEMBAHASAN

RESPON DOMBA YANG MENDAPAT RANSUM DENGAN SUMBER PROTEIN BERBEDA: TINJAUAN PADA KOMPOSISI KIMIA TUBUH DAN PERTUMBUHAN WOOL

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

PENGANTAR. Latar Belakang. 14,8 juta ekor adalah sapi potong (Anonim, 2011). Populasi sapi potong tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

KETERSEDIAAN NITROGEN DARI BEBERAPA SUMBER PROTEIN RANSUM DAN PENGARUHNYA TERHADAP RETENSI NITROGEN SERTA PERTUMBUHAN DOMBA

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PENGARUH RANSUM DENGAN SUMBER PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN DEPOSIT PROTEIN WOOL

TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

HASIL DAN PEMBAHASAN M0 9,10 MJ 6,92 MIL 7,31 MILT 12,95 SEM 1.37

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

MENDUGA BOBOT HIDUP DOMBA YANG DIBERI RANSUM BERBASIS KULIT BUAH KAKAO PADA UMUR SATU TAHUN

PEMANFAATAN TANDAN KOSONG SAWIT FERMENTASI YANG DIKOMBINASIKAN DENGAN DEFAUNASI DAN PROTEIN BY PASS RUMEN TERHADAP PERFORMANS TERNAK DOMBA

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

PAKAN LENGKAP BERBASIS BIOMASSA SAWIT: PENGGEMUKAN SAPI LOKAL DAN KAMBING KACANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

Bungkil Kedelai Terproteksi Cairan Batang Pisang sebagai Pakan Imbuhan Ternak Domba: In Sacco dan In Vivo

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

Respon Domba Jantan Muda pada Berbagai Tingkat Substitusi Hidrolisat Bulu Ayam dalam Ransum

ABSTRACT. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Yeteriner BATUBARA, MERUWALD DOLOKSARIBU dan JUNJUNGAN SIANIPAR

Nutrisi dan Pakan Kambing dalam Sistem Integrasi dengan Tanaman

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

FLUKTUASI BOBOT HIDUP KAMBING KACANG INDUK YANG DIKAWINKAN DENGAN PEJANTAN BOER DARI KAWIN SAMPAI ANAK LEPAS SAPIH

UREA DALAM PAKAN DAN IMPLIKASINYA DALAM FERMENTASI RUMEN KERBAU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

PERFORMA DOMBA LOKAL JANTAN YANG MENDAPAT SUMBER SERAT TONGKOL JAGUNG DENGAN BEBERAPA KOMBINASI SUMBER PROTEIN SKRIPSI IKKA F. M.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

Seminar Nasional Fakultas Peternakan Unpad ke-2 Sistem Produksi Berbasis Ekosistem Lokal

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

TINGKAT PENGGUNAAN ONGGOK SEBAGAI BAHAN PAKAN PENGGEMUKAN SAPI BAKALAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRAT DENGAN KADAR PROTEIN KASAR YANG BERBEDA PADA RANSUM BASAL TERHADAP PERFORMANS KAMBING BOERAWA PASCA SAPIH

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak produk samping agroindustri perkebunan. Dari pe

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

EFEK PROBIOTIK DAN SELUBIOSE TERHADAP VOLATILE FATTY ACIDS (VFA) DAN NH3 RUMINAL DOMBA GARUT

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

PENGARUH AMPAS TEH DALAM PAKAN KONSENTRAT TERHADAP KONSENTRASI VFA DAN NH 3 CAIRAN RUMEN UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara lain terdapat benjolan sebesar kacang di leher atas, bertubuh kecil, leher

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

Respon Fermentasi Rumen dan Retensi Nitrogen dari Domba yang Diberi Protein Tahan Degradasi dalam Rumen

K. A. P. Hartaja, T. H. Suprayogi, dan Sudjatmogo Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

STATUS NUTRISI SAPI PERANAKAN ONGOLR DI KECAMATAN BUMI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINGKAH LAKU MAKAN KAMBING KACANG YANG DIBERI PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN-ENERGI BERBEDA

Pelatihan Teknis Formulator Pakan Ternak Bagi Petugas

PROTEIN PAKAN TAHAN DEGRADASI RUMEN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI SUSU

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

Penggunaan Bungkil Inti Sawit Terfermentasi untuk Sapi Perah

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

Transkripsi:

RESPON PERTUMBUHAN DOMBA PADA BERBAGAI TARAF PROTEIN DALAM RANSUM WISRI PUASTUTI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK Upaya untuk mendapatkan ternak dengan potensi genetik unggul melalui pemuliabiakan tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan. Potensi genetik seekor ternak akan muncul dengan optimal bila didukung dengan faktor lingkungan yang sesuai, salah satunya adalah faktor pakan. Penelitian pemberian ransum dengan kadar protein mulai taraf rendah hingga tinggi (PK = 12 18%) pada domba yang ada di Indonesia, baik dari bangsa lokal maupun persilangannya menghasilkan pertambahan bobot hidup harian (PBHH) yang beragam. Faktor-faktor yang mempengaruhi PBHH domba antara lain perbedaan bangsa dan kualitas ransum. Secara umum domba lokal memiliki pertumbuhan relatif lebih lambat dibandingkan dengan domba persilangan. Apabila dilihat dari taraf protein dalam ransum, maka dengan taraf protein yang semakin tinggi dihasilkan PBHH domba yang semakin besar. Jika hanya memperhitungkan kadar protein dalam ransum tanpa melibatkan unsur nutrien lain dengan asumsi semua dianggap sama, dapat diprediksi besarnya PBHH domba. Terdapat hubungan yang erat antara kadar protein dalam ransum (x) dengan PBHH (y) domba yakni mengikuti pesamaan y = 0,367x3 + 17,108x2 255,87x + 1317,9 dengan R2 = 0,8826. Peningkatan PBHH tampak nyata pada taraf protein 14% hingga 18%. Adapun peningkatan kadar protein ransum yang paling efisien untuk mendukung PBHH yaitu sebesar PK 15 16% dengan PBHH sebesar 90 100 g/e. Berdasarkankan persamaan tersebut dapat diprediksi bobot hidup domba umur setahun yang diberi ransum dengan kadar protein 15 16% adalah 34,5 38,2 kg. Kata kunci: Domba, protein, ransum, pertumbuhan PENDAHULUAN Perbaikan mutu genetik domba terus dilakukan untuk mendapatkan domba dengan tampilan produksi yang baik dan memiliki efisiensi ekonomi yang tinggi. Seperti yang dilakukan SUBANDRIYO et al. (2005) dengan menyilangkan tiga bangsa domba yaitu Sumatera, Barbados Blackbally dan St. Croix untuk mendapatkan domba Komposit Sumatera dengan komposisi genotipe 50% domba Sumatera, 25% St. Croix dan 25% B Blackbally. Sementara INOUNU et al., (2005) menyilangkan tiga bangsa yaitu Garut, St Croix dan Moulton Charollais untuk mendapatkan domba Komposit Garut dengan komposisi darah 50% domba Garut, 25% St. Croix dan 25% M Charollais. Keduanya berusaha menghasilkan bangsa domba dengan performan yang baik dan memiliki daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan. Upaya untuk mendapatkan ternak dengan potensi genetik unggul melalui pemuliabiakan tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa potensi genetik seekor ternak akan muncul dengan optimal bila didukung dengan faktor lingkungan yang sesuai, salah satunya adalah faktor pakan. Pakan yang sesuai kebutuhan dan status fisiologis merupakan faktor lingkungan yang sangat berperan dan harus diperhatikan, disamping harus memperhatikan aspek ekonomi agar dapat diaplikasikan secara luas. Upaya memunculkan produktivitas sesuai potensi genetik ternak domba telah dilakukan melalui perbaikan kualitas protein ransum. Penelitian pemberian protein dalam ransum mulai taraf rendah hingga tinggi (PK = 12 18%) pada domba yang ada Indonesia, baik dari bangsa lokal maupun persilangannya memberikan hasil yang beragam (Tabel 1). Pemberian protein ransum diikuti dengan kadar energi yang berbeda-beda pula. Berbagai sumber protein ransum seperti bungkil kedelai, hidrolisat bulu ayam, ampas tahu, ampas tebu fermentasi maupun berbagai taraf pemberian konsentrat telah diberikan pada ternak domba untuk mendapatkan tingkat pertumbuhan yang 149

baik. Dalam makalah ini disajikan rangkuman beberapa hasil penelitian pemberian protein ransum dengan taraf yang berbeda-beda dan prediksi taraf yang paling optimal untuk pertumbuhan domba. PENGGUNAAN PROTEIN RANSUM PADA DOMBA Seperti halnya ternak ruminansia lainnya, domba memperoleh pasokan protein dari ransum dan mikroba rumen. Protein ransum yang dikonsumsi sebagian besar didegradasi di dalam rumen dan sebagian lainnya lolos dari pencernaan mikroba rumen. Banyaknya protein yang dapat didegradasi di dalam rumen bergantung pada karakteristik dari protein ransum yang diberikan. Protein dengan tingkat degradasi tinggi bersifat mudah larut atau memiliki fermentabilitas tinggi dapat mendukung sintesis protein mikroba rumen, sebaliknya protein tahan degradasi dalam rumen memiliki fermentabilitas rendah atau sering disebut dengan protein bypass rumen. Protein mikroba dan protein ransum yang lolos degradasi rumen selanjutnya akan dicerna oleh enzim pencernaan pascarumen kemudian memasok protein ke usus untuk memenuhi kebutuhan hewan induk semang. Dalam memformulasi ransum, sudah selayaknya kita memperhatikan proporsi protein yang mudah didegradasi dan yang tahan degradasi guna memaksimalkan pasokan protein mikroba dan protein bypass. Terhadap protein yang berkualitas namun memiliki fermentabilitas tinggi perlu dilakukan perlindungan guna mengurangi perombakan protein dalam rumen. Perlindungan protein bungkil kedelai telah dilakukan dengan formalin (KANJANAPRUTHIPONG et al., 2002) dan tanin yang berasal dari batang pisang (PUASTUTI et al., 2006). Penelitian dengan bermacam-macam tingkat degradasi protein ransum terus dilakukan pula guna memaksimalkan pasokan protein ke dalam tubuh. PUASTUTI et al., (2006) melaporkan bahwa meningkatnya kadar protein tahan degradasi dengan substitusi sebesar 50% bungkil kedelai terproteksi memberikan respon pertumbuhan domba yang lebih baik dibanding kontrolnya (120,9 vs 138,1 g/e). Perbedaan sumber protein dalam ransum menghasilkan perbedaan kadar amonia dalam rumen. Hal ini menggambarkan tingkat degradasi protein ransum yang berbeda-beda (KANJANAPRUTIPONG et al., 2002; PUASTUTI, 2005). Sebaliknya pemberian ransum dengan sumber protein bypass tinggi memerlukan tambahan urea sebagai sumber nitrogen mudah tersedia untuk sintesis protein mikroba. Domba yang diberi ransum mengandung urea menghasilkan amonia rumen yang lebih tinggi (PUASTUTI, 2005) dan konsentrasi amonia rumen meningkat dengan semakin meningkatnya penambahan urea (KOZLOSKI et al., 2000). Kadar amonia yang mendukung pertumbuhan mikroba rumen berkisar antara 4 12 mm (SUTARDI, 1994). Untuk mengoptimalkan pemberian protein pada domba, beberapa hal perlu dipertimbangkan: 1). Ketersediaan protein bypass rumen sepertiga dari total protein, 2). Sumber protein hewani dan nabati dapat saling melengkapi, 3). Tidak disarankan memberikan protein dalam jumlah berlebihan, karena akan mempertinggi kadar urea darah yang mempengaruhi fertilitas, disamping itu akan dibuang lewat feses dan urin (WAND, 2007). PERTAMBAHAN BOBOT HIDUP DOMBA PADA BERBAGAI TARAF PROTEIN DALAM RANSUM Penelitian terhadap bermacam-macam sumber protein dan taraf protein dalam ransum telah dilakukan, seperti yang disajikan pada Tabel 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot hidup harian (PBHH) domba antara lain bangsa dan kadar protein dalam ransum. Secara umum terlihat bahwa domba lokal memiliki pertumbuhan relatif lebih lambat dibandingkan dengan domba persilangan. Apabila dilihat kadar protein dalam ransum, maka dengan taraf protein yang semakin tinggi dihasilkan PBHH domba yang semakin besar. Peningkatan kadar protein ransum akan meningkatkan asupan protein ke dalam tubuh sehingga meningkatkan ketersediaan asam amino dalam tubuh, yang salah satunya digunakan untuk pertumbuhan. 150

Tabel 1. Respon pertumbuhan domba terhadap kadar protein ransum yang berbeda No: Kadar PK (%) PBHH (g/e) Bangsa domba Pustaka 1. 12,7 104 Sumatera x St. Croix BATUBARA et al. (2002 a ) 108 Sumatera x Barbados Black Belly 100 Sumatera x Domba Ekor Gemuk 106 Sumatera 2. 15.8 98 Barbados x Sumatera BATUBARA et al. (2002 b ) 95 Sumatera x St. Croix 79 Sumatera 3. 14 85.96 Barbados Cross YULISTIANI et al. (2002) 81 Lokal 64.28 Barbados Cross 68.88 Lokal 4. 18 108 Garut HIDAYATI et al. (2002) 91,25 118,33 128 5. 15 90,91 Lokal PUASTUTI et al. (2004) 17,87 123,38 17,97 13,77 18,3 127,27 18,36 116,88 6. 15 113 Garut HANDIWIRAWAN et al. (2004) 8 50.1 7. 12 73,8 Domba Ekor Gemuk SUPRIYATI et al. (2004) 8. 14,19 82 Sumatera SIREGAR (2003) 16,94 79 16,94 108 16,94 119 14,19 107 Persilangan Sei Putih 16,94 132 16,94 152 16,94 167 9. 16,64 104 Lokal ZAIN (1999) 10. 11,97 69,6 Lokal PURBOWATI et al. (2004) 13,32 104,57 14,68 98,73 11. 11 25 Domba Ekor Tipis BUDIARSANA et al. (2005) 13 68 15 87 12. 13 90 Lokal MATHIUS et al. (1996) 13. 15,47 71,4 Priangan TARMIDI (2004) 14,59 67,6 13,70 66,5 13,04 62,4 11,92 49,6 15,01 60,94 15,36 96,95 18,11 69,4 17,93 80,5 14. 18 127 Komposit Garut PUASTUTI et al. (2006) 151

130 120 110 y = -0,367x 3 + 17,108x 2-255,87x + 1317,9 R 2 = 0,8826 PBHH (g/e) 100 90 80 70 60 50 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 20,00 Kadar PK Ransum (%) Gambar 1. Grafik hubungan antara kadar protein ransum dengan PBHH domba fase pertumbuhan Walaupun demikian PBHH tersebut tidak mutlak akibat pemberian protein ransum. HABIB et al. (2000) menyatakan bahwa faktor yang mendukung PBHH ternak tidak hanya dari pasokan protein, tetapi melibatkan sumber energi, baik karbohidrat maupun lemak. Hal ini seperti yang ditunjukkan oleh korelasi antara PK terhadap PBHH bersifat nyata (P<0,01) dengan R 2 = 0,5684. Dengan hanya memperhitungkan kadar protein dalam ransum tanpa melibatkan unsur nutrien lain dengan asumsi semua dianggap sama, dapat diprediksi besarnya PBHH. Berdasarkan data-data hasil penelitian pada Tabel 1 dapat diprediksi besarnya PBHH yang optimal domba yang ada di Indonesia sesuai dengan kualitas ransum yang diberikan. Pada Gambar 1, ditunjukkan hubungan antara protein ransum dengan pertumbuhan mengikuti pola regresi kubik. Pola regresi kubik dipilih karena memiliki nilai R 2 yang paling besar dibandingkan dengan regresi linier sederhana maupun kuadratik. Hubungan antara kadar protein dalam ransum (x) dengan PBHH (y) domba mengikuti pesamaan y = 0,367x 3 + 17,108x 2 255,87x + 1317,9 dengan R 2 = 0,8826. Regresi ini menggambarkan hubungan yang sangat erat (R 2 = 0,8826) antara kadar protein ransum dengan PBHH. Pada taraf protein ransum 12%, peningkatan kadar protein menjadi 13% tidak menunjukkan kenaikkan PBHH yang nyata. Peningkatan tampak nyata pada taraf protein 14% hingga 18%, dengan nilai PBHH tertinggi (114,88 g/e) pada taraf protein ransum 18%, sebaliknya peningkatan kadar protein ransum menjadi >18% mulai menunjukkan penurunan PBHH. Hal ini berarti peningkatan suplai protein akan diikuti dengan pembuangan protein yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Hasil ini mendukung pernyataan SANNES et al. (2002) bahwa konsumsi PK ransum akan meningkat seiring meningkatnya kadar PK dalam ransum. Besarnya konsumsi nitrogen, eksresi N feses dan urine meningkat sebagai akibat meningkatnya kadar protein ransum (PUASTUTI et al., 2004). Ditambahkan oleh DEVAN et al. (2000) bahwa meningkatnya nitrogen dalam urin yang diekskresikan pada sapi dara yang mendapat ransum dengan kadar protein tinggi (17%) menunjukkan intake nitrogen dalam tubuh melebihi kebutuhan. Pemberian ransum dengan kadar protein tinggi tanpa diikuti dengan peningkatan PBHH tidak menguntungkan. Peningkatan kadar protein ransum yang paling efisien untuk mendukung PBHH yaitu sebesar PK 15-16% dengan PBHH sebesar 90 100 g/e. Nilai ini mendukung pernyataan TILMAN et al. (1986) bahwa ternak domba saat pertumbuhan dengan rataan bobot hidup 21,55 kg membutuhkan protein kasar sebesar 15,58%. Nilai rataan bobot lahir anak domba Komposit Sumatera sebesar 2,45 kg, St. Croix 2,23 kg, persilangan 152

Barbados 2,15 kg dan domba Sumatera 1,68 (SUBANDRIYO et al., 1998) dan Komposit Garut dan Garut sebesar 2,4 kg/ekor (HANDIWIRAWAN et al., 2006). Menggunakan persamaan di atas dapat diprediksi bobot hidup domba umur setahun yang diberi ransum dengan kadar protein 15 16% adalah berkisar 34,5 38,2 kg. Nilai ini sebanding dengan bobot hidup domba Garut dan Komposit umur 360 hari yang dilaporkan HANDIWIRAWAN et al. (2006) masing-masing sebesar 33,67 kg dan 34,45 kg. KESIMPULAN Taraf protein dalam ransum sangat berpengaruh terhadap PBHH domba. Terdapat hubungan yang erat antara kadar protein dalam ransum (x) dengan PBHH (y) domba mengikuti pesamaan y = 0,367x 3 + 17,108x 2 255,87x + 1317,9 dengan R 2 = 0,8826. Peningkatan PBHH tampak nyata pada taraf protein ransum sebesar 14% hingga 18%. Taraf protein ransum yang paling efisien untuk mendukung PBHH yaitu sebesar PK 15 16% dengan PBHH sebesar 90 100 g/ekor. Menggunakan persamaan tersebut dapat diprediksi bobot hidup domba umur setahun yang diberi ransum dengan kadar protein 15 16% adalah 34,5 38,2 kg. DAFTAR PUSTAKA BATUBARA, L.P., J. SIANIPAR. P. HORNE dan K. POND. 2002 a. Growth responses of ram lambs from four sheepbreed types to diets varying in energy content. Prosiding. Seminar Nasional. 30 September 1 Oktober 2002. Pusat Pertanian. Departemen Pertanian. Hlm: 123 127. BATUBARA, L.P., M. DOLOKSARIBU dan J. SIANIPAR. 2002 b. Pengaruh tingkat energi dan pemanfaatan bungkil inti sawit dalam ransom terhadap persentase karkas domba persilangan. Prosiding. Seminar Nasional. 30 September 1 Oktober 2002. Pusat Pertanian. Departemen Pertanian. Hlm: 128 134. BUDIARSANA, I-G. M., B. HARYANTO dan S.N. JARMANI. 2005. Nilai ekonomis penggemukan domba ekor tipis yang diberi pakan jerami padi terfermentasi. Prosiding. Seminar Nasional. Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12 13 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Hlm: 445 454. DEVANT M., A. FERRET, S. CALSAMIGLIA, R. CASALS and J. GASA. 2001. Effect of nitrogen source in high-concentrate, low-protein beef cattle diets on microbial fermentation studied in vivo and in vitro. J. Anim. Sci. 79:1944 1953. HABIB G., M.M. SIDDIQUI, F.H. MIAN, J. JABBAR and F. KHAN. 2001. Effect of protein supplements of varying degradability on growth rate, wool yield and wool quality in grazing lambs. Small Ruminant Res. 41:247 256. HANDIWIRAWAN, E., H. HASINAH, I-G.A.P MAHENDRI., A. PRIYANTI dan I. INOUNU. 2004. Produktivitas anak domba garut di dua agroekosistem yang berbeda. Prosiding. Seminar Nasional. Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 5 Agustus 2004. Pusat Pertanian. Departemen Pertanian. Hlm: 335 340. HANDIWIRAWAN, E., I. INOUNU, B. SETIADI, SUBANDRIYO, N. HIDAYATI dan S.A. ASMARASARI. 2006. Pemantapan produktivitas dan seleksi domba komposit Garut. Laporan Kegiatan Penelitian APBN T.A. 2006. HIDAYATI, N., M. MARTAWIDJAJA dan I. INOUNU. 2002. Peningkatan energi ransum untuk pertumbuhan domba persilangan. Prosiding. Seminar Nasional. Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 30 September 1 Oktober 2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Hlm: 202 205. INOUNU, I., B. SETIADI, N. HIDAYATI, E. HANDIWIRAWAN dan S.A. ASMARASARI. 2005. Pemantapan produktivitas dan seleksi domba Komposit Garut. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian APBN. Tahun Angaran 2005. Buku I Ruminansia. Balai Penelitian Ternak. Bogor. 153

KANJANAPRUTHIPONG J., C.VAJRABUKKA and S. SINDHUVANICH. 2002. Effect of formalin treated soy bean as a source of rumen undegradable protein on rumen functions of non lactating dairy cows on concentrate based diets. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 15:1439 1444. KOZLOSKI G.V., H.M.N. RIBEIRO and J.B.T. ROCHA. 2000. Effect of the substitution of urea for soybean meal on digestion in steer. Can. J. Anim. Sci. 80:713 719. MATHIUS, I-W., M. MARTAWIDJAJA, A. WILSON dan T. MANURUNG. 1996. Studi strategi kebutuhan energi dan protein untuk domba lokal: I Fase Pertumbuhan. JITV. 2(2): 84 91. PUASTUTI, W., D. YULISTIANI dan I W. MATHIUS. 2004. Pengaruh substitusi protein by-pass hidrolisat bulu ayam terhadap ketersediaan nitrogen dan pertambahan bobot badan domba. Prosiding. Seminar Nasional. 4-5 Agustus 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Hlm: 292 297. PUASTUTI, W. 2005. Tolok Ukur Mutu Protein Ransum dan Relevensinya dengan Retensi Nitrogen serta Pertumbuhan Domba. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. PUASTUTI, W., I W. MATHIUS dan D. YULISTIANI. 2006. Bungkil kedelai terproteksi cairan batang pisang sebagai pakan imbuhan ternak domba: In sacco dan in vivo. JITV.11(2): 106 115. PURBOWATI, E., E. BILIARTI dan S.P.S. BUDHI. 2004. Feed cost per gain domba yang digemukkan secara feedlot dengan pakan dasar jerami padi dan level konsentrat berbeda. Prosiding. Sistem Integasi Tanaman-Ternak. Denpasar, 20 22 Juli 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Hlm: 169 174. SANNES, R.A., M.A. MESSMAN and D.B. VAGNONI. 2002. Form of rumen-undegradable carbohydrate and nitrogen on microbial protein synthesis and protein efficiency of dairy cows. J. Dairy Sci. 85:900 908. SIREGAR Z. 2004. Peningkatan Kinerja Pertumbuhan Domba Persilangan dan Lokal Melalui Suplementasi Hidrolisat Tepung Bulu Ayam dan Mineral Esesnsial dalam Ransum Berbasis Limbah Perkebunan. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. SUBANDRIYO, B. SETIADI, E. HANDIWIRAWAN, M. DOLOKSARIBU, E. ROMJALI dan K. DIWYANTO. 1998. Pre-weaning performance of crossbreeding between local Sumaera sheep and Hairsheep. Bulletin of Animal Science. Suplement Edition 1998. Faculty of Animal Science. Gadjah Mada University. Yogyakarta. Pp. 63 69. SUBANDRIYO, B. SETIADI, B. TIESNAMURTI, U. ADIATI, E. HANDIWIRAWAN, M SYAERI, S. AMINAH dan E. SOPIAN. 2005. Pemantapan produksi dan seleksi domba Komposit Sumatera. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian APBN. Tahun Angaran 2005. Buku I Ruminansia. Balai Penelitian Ternak. Bogor. SUTARDI T. 1994. Peningkatan Produksi Ternak Ruminansia melalui Amoniasi Pakan Serat Bermutu Rendah, Defaunasi dan Suplementasi Sumber Protein Tahan Degradasi dalam Rumen. Laporan Penelitian Hibah Bersaing 1993/1994. Institut Pertanian Bogor, Bogor. TARMIDI, A.R. 2004. Pengaruh pemberian ransum yang mengandung ampas tebu hasil biokonservasi oleh jamur tiram putih (Pleurotus astreatus) terhadap performans domba Priangan. JITV. 9(3): 157 163. TILLMAN, A.D., H. HARTADI, S. REKSOHADIPROJO dan S. LEBDOSOEKOJO. 1986. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. WAND, C. 2007. Protein Content in Modern Sheep Ration. htth://www.omafra.gov.on.ca/english/ livestock/sheep/facts/03-019.ttm. 25/07/2007. YULISTIANI, D., I-W. MATHIUS, M. MARTAWIDJAJA, W. PUASTUTI dan SUBANDRIYO. 2002. Uji genotipa terhadap pakan pada domba Komposit Sumatera dan Persilangan Barbados. Prosiding. Seminar Nasional. 30 September 1 Oktober 2002. Pusat Pertanian. Departemen Pertanian. Hlm: 178 181. ZAIN M. 1999. Substitusi Rumput dengan Sabut Sawit dalam Ransum Pertumbuhan Domba: Pengaruh Amoniasi, Defaunasi dan Suplementasi Analog Hidroksi Metionin serta Asam Amino Bercabang. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 154

155