BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

SKRIPSI PELAKSANAAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH KEPADA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN APBD KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. bentuk negara kesatuan ini maka penyelenggaraan pemerintahan pada prinsipnya

BAB I PENDAHULUAN. merdeka dan berdaulat yang mempunyai tujuan dalam pemerintahannya. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah. dana, menentukan arah, tujuan dan target penggunaan anggaran.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah yang dilaksanakan dalam Negara kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

BAB I PENDAHULUAN. sekedar cita-cita hukum ketika tidak didukung oleh keuangan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara, hal ini terlihat dalam Undang-Undang Dasar 1945

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. bersifat istimewa yang diatur dengan Undang- Undang dan negara mengakui dan. menghormati ke satuan-kesatuan masyarakat hukum

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 18 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

BAB I PENDAHULUAN. yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat) dalam arti negara pengurus. 1 Selain itu,

TINJAUAN YURIDIS ATAS PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PADA PEMERINTAH DAERAH. 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir ini merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. betapa besar potensi laut sebagai sumber daya alam. Laut tidak saja

SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. reformasi yang semakin luas dan menguat dalam satu dekade terakhir. Tuntutan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal. daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

Asas Dekonsentrasi dan Asas Tugas Pembantuan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. dalam konsep kesejahteraan (welfare) dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

III. METODE PENELITIAN. Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD NRI 1945, Ini berarti bahwa negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. perwakilan. Partai politik melalui anggota-anggotanya yang duduk di lembaga

BAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan.

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERANAN DANA PERIMBANGAN DALAM MENUNJANG PEMBANGUNAN DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN SKRIPSI OLEH : MARNI OKTAVIA

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar 1945 yang berbunyi Negara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan

PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK

I. PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan gerakan

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB III METODE PENELITIAN. normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEWENANGAN GUBERNUR DALAM URUSAN AGAMA DI DAERAH SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat

BAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

SKRIPSI. Pemekaran Nagari Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pemerintahan Nagari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD)

BAB I PENDAHULUAN. pembaruan dan perubahan untuk menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini dituntut seluruh elemen masyarakat termasuk perusahaan baik

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia yang sesuai dengan sila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi keuangan pemerintah yang dilaksanakan pada awal

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan melalui tiga asas yaitu desentralisasi, dekosentrasi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. mobilisasi sumber dana, menentukan arah, tujuan dan target pengguanaan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. lain-lain yang sah dan tidak bertentangan dengan perundangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagian sudah diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. 1

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kekayaan alam yang tersedia di dalam bumi ini. Salah satu sumber daya

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik. 1

Volume 11 Nomor 1 Maret 2014

BAB I PENDAHULUAN. Undang Undang (UU) No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok. pemerintahan daerah, diubah menjadi Undang-Undang (UU) No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting dalam menjalankan pemerintahan daerah. Dewan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. semua pihak. Keinginan untuk mewujudkan good government merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun. transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

BAB I PENDAHULUAN. implementasi dari pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. teknologi, dibidang pemerintah telah terjadi perubahan yang mendasar. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan diterapkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya prinsip transparansi dan akuntabilitas. Berdasarkan Undang-Undang

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan dikeluarkannya undang-undang (UU) No.32 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. pembagiaan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan indonesia

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. melakukan kegiatan-kegiatan dalam pembangunannya khususnya kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Akuntanbilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

BAB II PENGATURAN TENTANG HIBAH DAERAH DI INDONESIA. A. Pengaturan Tentang Hibah Daerah di Indonesia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini didukung dengan adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 ayat (5) BAB VI UUD 1945 setelah amandemen mengenai pemerintahan daerah bahwa Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat. Dalam ketentuan itu dapat disimpulkan bahwa pemerintahan daerah diberikan otonomi yang seluas-luasnya, namun ada beberapa urusan yang masih ditangani oleh pemerintah pusat. Ketentuan otonomi daerah lebih khususnya diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disingkat UU Pemerintahan Daerah) dikatakan bahwa Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Pasal ini dijelaskan bahwa pemerintahan daerah merupakan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan oleh pemerintah daerah yaitu 1

gubernur, bupati, walikota dan perangkat daerah bersama DPRD berdasarkan prinsip otonomi daerah. Menurut Pasal 1 ayat (6) UU Pemerintahan Daerah, asas otonomi adalah prinsip dasar penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan otonomi daerah, dimana prinsip penyelenggaraannya menggunakan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. 1 Penyelenggaraan asas desentralisasi secara utuh dan bulat dilaksanakan didaerah kabupaten dan daerah kota. Asas dekonsentrasi tercermin dari pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Sementara itu, Tugas pembantuan (medebewind) adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah provinsi kepada daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi (Pasal 1 ayat (11) UU Pemerintahan Daerah). Medebewind dalam bahasa belanda lebih dikenal dengan selfbestuur, yang berarti pembantu penyelenggara dari pemerintah pusat atau daerah yang tingkatnya lebih atas dari alat-alat perlengkapan daerah yang lebih bawah. 2 Penyelenggaraan pemerintahan daerah terdapat beberapa urusan yang didelegasikan oleh pemerintah kepada pemerintah daerah. Urusan ini kemudian dibagi dalam 3 (tiga) bagian, yaitu urusan pemerintahan absolut, 1 Ahmad Yani, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah Di Indonesia,.Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada. 2002. hlm.7 2 Koesoemahatmadja, Pengantar Kearah Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia. Bandung, Percetakan Ekonomi1979. hlm. 21 2

urusan pemerintahan konkuren dan urusan pemerintahan umum. Pembagian urusan inilah yang membagi daerah-daerah di Indonesia berdasarkan otonominya. Di daerah-daerah yang bersifat otonom (streek dan locale rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya berjalan menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-Undang 3. Pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya memaksimalkan hasil yang akan dicapai sekaligus menghindari kerumitan dan hal-hal yang menghambat pelaksanaan otonomi daerah. 4 Menurut Pasal 1 angka 3 UU Pemerintahan daerah, pemerintah daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Suatu daerah dapat menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri jika memiliki sumber-sumber keuangan yang memadai. Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri adalah dalam bidang keuangan. Faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otominya. Keuangan daerah memiliki posisi yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, sebagaimana dinyatakan bahwa pemerintahan daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan, pembangunan dan keuangan inilah yang merupakan salah satu kreteria untuk 3 Siswanto Sunarto, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta, Sinar Grafika. 2012 hlm.2 4 Haw Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta, Rajawali Pers. 2002. hlm 2 3

dapat mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri. Pemerintah daerah harus mampu menggali seluruh potensi yang dimilikinya untuk kemudian dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat didaerahnya. Rencana penggalian sumber-sumber keuangan dan bagaimana mengelola keuangan yang diperoleh dari sumbersumber yang ada, yang dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah pada umumnya dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Menurut Pasal 1 angka 8 PP Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, APBD adalah anggaran keuangan dalam satu tahun kerja yang terdiri atas penerimaan dan pengeluaran daerah, yang mencerminkan RKPD (Rencana Kerja Pembangunan Daerah) dan bagi satuan kerja perangkat daerah, anggaran satuan kerjanya merupakan bagian dari pelaksanaan Renstra SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dan Renja SKPD nya. 5 APBD dibuat antara lain untuk membantu menentukan tingkat kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan sosial dasar, kesehatan dan pendidikan agar dapat terjamin secara layak, termasuk juga bagaimana pemerintah daerah menyiapkan pelayanan dibidang transportasi, pemukiman dan akses pengelolaan sumber daya alam. 6 Penyusunan APBD menggunakan prinsip transparansi yang mengandung makna bahwa penyusunan perencanaan anggaran daerah harus dibangun dalam kerangka kebebasan aliran informasi. Berbagai proses kelembagaan 5 Ahmad Yani, Op Cit, hlm. 239. 6 Mailinda Eka Yuniza dan Andrianto Dwi Nugroho, Mekanisme Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Yogyakarta, Jurnal UGM. 2013 hlm.233 4

dan informasi harus dapat disediakan secara memadai dan mudah dimengerti sehingga dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi. Semua aktivitas tersebut dalam pelaksanaannya menggunakan dana yang pada hakekatnya bersumber dari masyarakat dan dapat melakukan optimalisasi belanja. Penggunaan anggaran dalam pelaporannya sehingga masyarakat dapat memberikan petunjuk seberapa besar anggaran yang dialokasikan dapat menunjang proses peningkatan kesejahteraan kehidupan mereka. Oleh karena itu diperlukan suatu bentuk pertanggungjawaban terhadap APBD disuatu daerah. Para pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan diharapkan untuk memiliki pertanggungjawaban kepada publik. UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, khususnya Pasal 30 sampai dengan Pasal 32 menjelaskan tentang bentuk pertanggungjawaban keuangan negara. Dalam ketentuan tersebut, baik Presiden maupun Kepala Daerah diwajibkan untuk menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD kepada DPR/DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan tersebut setidak-tidaknya berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang mana penyajiannya berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), dengan lampiran laporan keuangan perusahaan negara/bumn pada LKPP dan lampiran laporan keuangan perusahaan daerah/bumd pada LKPD. 5

Pertanggungjawaban keuangan Negara/Daerah dijelaskan secara rinci pada Bab II Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah yaitu mengenai pelaporan keuangan dan kinerja, dinyatakan bahwa dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD, setiap Entitas Pelaporan wajib menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan dan Laporan Kinerja. Karena semua komponen dalam pemerintahan daerah terutama pada level yang berhubungan langsung dengan pelayanan masyarakat dan pengambilan keputusan yang memiliki implikasi pada setiap aktivitas social, politik dan ekonomi serta berbagai aktivitas lainnya harus merupakan akuntabilitas publik. Semua aktivitas tersebut dalam pelaksanaanya menggunakan dana yang pada hakekatnya bersumber dari masyarakat dan dapat melakukan optimalisasi belanja. Penggunaan anggaran dalam pelaporannya sehingga masyarakat dapat memberikan petunjuk seberapa besar anggaran yang dialokasikan dapat menunjang proses peningkatan kesejahteraan kehidupan mereka. Salah satu tujuan pengawasan ini adalah terpenuhinya asas akuntabilitas dalam penyelenggaraan Negara sesuai dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Oleh karena itu diperlukan suatu rangkaian prosedur yang melibatkan beberapa instansi yang memiliki fungsi pengawasan anggaran seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), DPRD dan Kementrian dalam Negeri. APBD ditetapkan dengan peraturan daerah setelah mendapat evaluasi, bagi APBD provinsi mendapat evaluasi dari Menteri 6

Dalam Negeri, bagi APBD Kabupaten/Kota mendapat evaluasi dari Gubernur. 7 Bentuk utama pertanggungjawaban pelaksanaan APBD adalah adanya kewajiban pemerintah daerah sebagai pengguna anggaran untuk membuat laporan keuangan dan laporan kinerja yang kemudian dievaluasi dan diklarifikasi oleh BPK, DPRD, dan Kementrian Dalam Negeri. Mengingat eksistensi keuangan demikian vital bagi Negara, maka segala daya upaya dilakukan oleh pemerintah untuk menciptakan dan memanfaatkan segenap sumber keuangan yang ada juga menanggapi arti pentingnya keuangan dalam mencapai keberhasilan suatu daerah, maka dalam pelaksanaannya harus pula dibarengi dengan pertanggungjawaban sebagai bentuk pengawasan agar tidak terjadinya penyalahgunaan wewenang. Penelitian ini memberikan penjelasan mengenai pertanggungjawaban pelaksanaan APBD khususnya oleh kepala daerah. Secara normatif, mekanisme tersebut dinilai kesesuaiannya dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, khususnya asas akuntabilitas dan asas kepastian hukum. Sementara itu secara empiris penelitian ini mendeskipsikan dan menganalisis pertanggungjawaban pelaksanaan APBD di daerah Kota Pariaman. Dengan memenuhi prinsip transparansi atau keterbukaan sebagai perwujudan dari tata kelola pemerintahan yang baik. Namun dalam hal ini pemerintah daerah Kota Pariaman kurang memberikan informasi kepada masyarakat mengenai bagaimana pelaksanaan 7 Diharna, Administrasi Pemerintah Daerah. Cirebon, Swagati Press. 2008. hlm. 30. 7

pertanggungjawaban keuangan daerah dalam pengelolaan APBD yang dilakukan oleh kepala daerah, sehingga ada beberapa hal yang sudah diamati penulis tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bahwa kepala daerah Kota Pariaman terlambat dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban anggaran kepada DPRD yang diatur dalam Undang- Undang diatur dalam Pasal 17 PP No 3 Tahun 2007 bahwa LKPJ (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban) Akhir Tahun Anggaran disampaikan oleh Kepala Daerah kepada DPRD paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir, namun kenyataannya kepala daerah Kota Pariaman menyampaikan LKPJ kepada DPRD pada bulan 4, hal ini yang membuat penulis tertarik menggali informasi lebih mengenai pertanggungjawaban kepala daerah ini di Kota Pariaman dan bagaimana kelanjutan sikap dari DPRD atas ketidaksesuaian tersebut. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dengan mengingat akan arti pentingnya keuangan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang harus dipertanggungjawabkan oleh kepala daerah, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH SEBAGAI PELAKSANA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PENYELENGGARAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KOTA PARIAMAN 8

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yang meliputi : 1. Bagaimanakah Mekanisme Pertanggungjawaban Kepala Daerah Sebagai Pelaksana APBD Dalam Rangka Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Di Kota Pariaman? 2. Bagaimanakah Kendala Dalam pelaksanaan Pertanggunggjawaban APBD Oleh Kepala Daerah Di Kota Pariaman? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan yang hendak penulis capai dalam penelitian ini antara lain : 1. Untuk Mengetahui Mekanisme Pertanggungjawaban Kepala Daerah Sebagai Pelaksana APBD Dalam Rangka Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Di Kota Pariaman 2. Untuk Mengetahui Kendala Dalam pelaksanaan Pertanggunggjawaban APBD Oleh Kepala Daerah Di Kota Pariaman D. Manfaat Penelitian Setelah menguraikan tujuan dari penulisan ini, penulis menemukan beberapa manfaat dalam pembahasan proposal ini, yaitu : 1. Manfaat teoritis a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai penambah bahan bacaan khususnya tentang bentuk pertanggungjawaban kepala daerah 9

sebagai pelaksana APBD dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Kota Pariaman tahun 2015 b. Melatih kemampuan penulis untuk melakukan penelitian ilmiah sekaligus menuangkan hasilnya dalam bentuk tulisan c. Agar dapat menerapkan ilmu yang secara teoritis diperoleh dibangku perkuliahan dan menghubungkannya dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat d. Agar penelitian ini mampu menjawab keingintahuan penulis tentang bagaimana bentuk pertanggungjawaban kepala daerah sebagai pelaksana APBD di Kota Pariaman. 2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak terkait agar pelaksanaan pemerintahan daerah berjalan dengan optimal. E. Metode Penelitian Guna memperoleh data yang konkrit sebagai bahan dalam penelitian skripsi ini, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Pendekatan Masalah Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, atau socio legal approuch yaitu penerapan norma hukum dalam kehidupan bermasyarakat dikaji dengan perundang-undangan yang berlaku. 10

2. Spesifikasi atau sifat penelitian Spesifikasi penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk melakukan pemahaman yang cermat terhadap fenomena sosial berdasarkan gejala gejalanya. Dalam penelitian ini penulis ingin menggambarkan hasil penelitian mengenai Pertanggungjawaban Kepala Daerah Sebagai Pelaksana APBD Dalam Rangka Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Di Kota Pariaman 3. Jenis dan Sumber Data a. Data primer adalah data yang belum diolah dan diperoleh langsung dari kegiatan penelitian yang dilakukan. Data primer yang dikumpulkan adalah berkenaan dengan pertanggungjawaban kepala daerah sebagai pelaksana APBD dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah di Kota Pariaman pada tahun 2015. Data primer yang akan digunakan adalah seluruh rekapan hasil wawancara yang akan dilakukan penulis. b. Data sekunder 1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. 8 Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 8 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2010. hlm. 13. 11

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara; c) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara; d) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah; e) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; f) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan Dan Kinerja Instansi Pemerintah; g) Peraturan Pemerintahan Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah h) Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; i) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah pada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, 12

Dan Informasi Laporan Penyelengaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat j) Peraturan perundang undangan lainnya yang berhubungan dengan judul skripsi 2. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. 9 Bahan hukum sekunder ini erat kaitannya dengan bahan hukum yang dapat membantu menganalisis, memahami, menjelaskan bahan hukum primer, antara lain hasil-hasil penelitian, karya tulis dari ahli hukum, serta teori dari para sarjana yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. 3. Bahan hukum tertier Yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder. 10 Bahan hukum tersier berupa yang berasal dari kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan sebagainya. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara (interview) dapat dipandang sebagai metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab terhadap kedua belah pihak, yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penelitian. Teknik ini biasanya digunakan untuk 9 Ibid, hlm. 114. 10 Bambang Sunggono, Loc. Cit., 13

mengumpulkan data primer. Wawancara pada penelitian ini dilakukan secara semi terstruktur dengan menggunakan pedoman wawancara (guidance) atau daftar pertanyaan baik yang bersifat terbuka maupun tertutup, guna menggali sebanyak-banyaknya informasi dari pihak yang dijadikan responden. Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan di gedung DPRD Kota Pariaman, hal ini dikarenakan pertanggungjawaban kepala daerah terhadap APBD ini dilakukan di depan anggota DPRD. b. Studi Dokumen Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data sekunder berupa pendapat-pendapat atau tulisan para ahli atau pihak lain mempelajari bahan-bahan kepustakaan dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. 5. Analisis data Analisis data dapat dirumuskan sebagai suatu proses penguraian secara sistematis dan konsisten terhadap gejala-gejala tertentu. 11 Data yang terkumpul dalam penelitian ini baik berupa data kepustakaan maupun data lapangan akan dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif, yaitu uraian data penelitian berwujud kata-kata tanpa menggunakan angka-angka dengan berpangkal pada hukum atau norma yang berlaku. hlm. 37 11 Soerjono soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta, Rajawali, 1992, 14

15