BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik. 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik. 1"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik. 1 Ini berarti bahwa negara yang bersusunan negara Kesatuan, maka segenap kekuasaan/kewenangan serta tanggung jawab pelaksanaan pemerintahan guna mewujudkan kesejahteraan dan kelangsungan hidup bangsa berada dibawah kendali satu pemegang kekuasaan terpusat yang terdapat pada pemerintah pusat. Dengan demikian corak pemerintahan yang cenderung bersifat sentralisasi. Berbeda halnya dengan negara bersusunan serikat (Federasi) dimana corak pemerintahannya lebih cenderung bersifat Desentralisasi. 2 Namun karena wilayah negara Republik Indonesia sedemikian luasnya dan didiami berbagai jenis suku bangsa yang beraneka ragam (Bhineka Tunggal Ika) serta diperkaya lagi dengan latar belakang sejarah perjuangan dalam melepaskan diri dari belenggu kekuasaan penjajahan bangsa selama berabad-abad lamanya, 3 menyebabkan corak pemerintahan sentralisasi bukanlah merupakan tipe ideal sistem pemerintahan yang cocok buat mengatur wilayah dan penduduk yang demikian banyak dan beragam itu. Para pendiri negara (founding fathers) kita menyadari keadaan alamiah yang terdapat dalam masyarakat Indonesia yang sangat beragam tersebut. Dalam menyikapi heterogenitas bangsa tersebut maka diaturlah masalah corak pemerintahan di Indonesia berdasarkan sistem pembagian kekuasaan antara 1 Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Dasar Bambang Yudoyono, Otonomi Daerah:Disentralisasi dan Pengembangan SDM Aparatur Pemda dan Anggota DPRD, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,2001), hlm Ibid, hlm

2 2 pemerintah puat dengan kelompok-kelompok masyarakat didaerah yang akhirnya menciptakan Pemerintahan daerah berdasarkan sistem desentralisasi sebagaimana yang tercemin dalam pasal 18 Undang-undang Dasar Secara Ketatanegaraan pengertian desentralisasi adalah dimaksudkan untuk menggambarkan usaha dalam melepaskan diri dari pusat pemerintahan dengan jalan penyerahan kekuasaan pemerintahan dari pemerintah pusat atau pemerintahdaerah tingkat atasan kepada daerah-daerah untuk dapat mengurus kepentingan rumah tangga daerah itu sendiri. Dalam hal ini sudah tentu usaha untuk melepaskan diri dari pusat bukanlah berarti lepas sama sekali dari ikatan negara (apalagi dalam negara Indonesia), melainkan dengan diserahkannya beberapa kekuasaan dari pemerintah pusat kepada daerah-daerah dimaksudkan agar tidak terlalu bergantung sama sekali kepada pusat. Beberapa urusan yang telah dapat dan lebih tepat diurus sendiri oleh daerah dan bersifat khas daerah,sudah tentu akan lebih efektif dan memberikan hasil guna yang lebih baik bila dipercayakan kepada masing-masing daerah untuk mengurusnya, dibandingkan jika urusan tersebut masih ditangani oleh pemerintah pusat. 4 Dengan dilaksanakannya desentralisasi sebagai suatu asas penyelenggaraan pemerintah daerah dalam susunan negara Indonesia maka akan melahirkan wewenang atau kekuasaan dan hak kepada nasyarakat didaerah-daerah untuk mengurus sendiri-sendiri urusan yang bersifat khas (spesifik) sebagai urusan/kekuasaan yang menjadi urusan rumah tangga daerahnya tanpa perlu diatur lagi oleh Pemerintah Pusat yang pada perkembangan selanjutnya menurunkan pengertian otonomi daerah. 4 Faisal Akbar Nasution, Pemerintah Daerah dan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah, (Jakarta: PT. Sofmedia, 2009), hlm. 10.

3 3 Untuk menyelenggarakan otonomi daerah ini pemerintah pusat menyerahkan kepada masyarakat daerah (pemerintah daerahnya) sejumlah urusan yang kelak akan menjadi urusan rumah tangganya sendiri dengan mengingat kondisi dan kemampuan ekonomi, potensi daerah, soaial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan dan keamanan (hankam), serta faktorfaktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, 5 dari daerah yang bersangkutan dalam rangka meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksana pembangunan secara merata diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan diserahkannya sesuatu urusan menjadi urusan rumah tangga daerah, mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan daerah adalah menjadi urusan pemerintah daerah kecuali yang telah ditetapkan oleh Undang- Undang sebagai wewenang pemerintah pusat. Salah satu yang paling esensial dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah adalah pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah (Presiden) dan pemerintah daerah. Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan, kecuali urusan pemerintah yang oleh Undang-Undang ditentukan menjadi urusan pemerintah. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan otonomi dan tugas pembantuan. 5 Pasal 5 ayat 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Sebagaimana Diubah Dengan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

4 4 Sesuai isi pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, urusan pemerintah yang tidak menjadi urusan pemerintahan daerah adalah: a. Pertahanan; b. Keamanan; c. Politik luar negeri; d. Yustisi; e. Moneter dan fiskal nasional;dan f. Agama Berarti bidang-bidang lain diluar 6 (enam) diatas menjadi urusan pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi luas dan nyata. Kemudian untuk mewujudkan dan menyelenggarakan pemerintahan daerah sebagaimana tersebut diatas secara efektif dan efesien tidaklah mudah, karena selain dibutuhkannya lembaga eksekutif daerah tetapi juga keterlibatan lembaga legislatif daerah dan seluruh elemen yang ada dalam masyarakat. Dengan demikian untuk mewujudkan pemerintahan daerah yang baik (good local government) akan sangat ditentukan oleh format lain dan pola hubungan antara lembaga eksekutif daerah dan lembaga legislatif daerah serta seluruh elemen masyarakat. APBD adalah anggaran keuangan dalam satu tahun kerja yang terdiri atas penerimaan dan pengeluaran daerah, yang mencerminkan RKPD dan bagi satuan kerja perangkat daerah, anggaran satuan kerjanya merupakan bagian dari pelaksanaan Renstra SKPD dan Renja SKPD nya. APBD ditetapkan dengan peraturan daerah setelah mendapat evaluasi; bagi APBD provinsi mendapat

5 5 evaluasi dari Menteri Dalam Negeri, bagi APBD Kabupaten/Kota mendapat evaluasi dari Gubernur. 6 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menempatkan Pemerintah Daerah dan DPRD selaku penyelenggara pemerintahan daerah. Sesama unsur pemerintahan daerah pada dasarnya kedudukan Pemerintah Daerah (eksekutif) dan DPRD (legislatif) adalah sama, yang membedakannya adalah fungsi, tugas dan wewenang serta hak dan kewajibannya. Karena itu hubungan yang harus dibangun antara Pemerintah Daerah dan DPRD mestinya adalah hubungan kemitraan dalam rangka mewujudkan pemerintahan daerah yang baik (good local governance). Dalam hal pengelolaan keuangan daerah, pada tahap perencanaan pemerintah daerah dan DPRD duduk bersama-sama sebagai mitra untuk merumuskan suatu kebijakan mengenai rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah. Kemudian setelah rencana anggaran tersebut disahkan menjadi APBD, pemerintah daerah yang akan melaksanakan pengelolaan dari APBD tersebut. Untuk mewujudkan pengelolaan keuangan daerah yang baik diperlukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan keuangan daerah yang dilakukan oleh lembaga legislatif (DPRD). Adapun proses penyusunan APBD sebagai berikut: Kepala daerah menetapkan prioritas dan plafon anggaran sebagai dasar penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Kemudian kepala SKPD menyusun rencana kerja dan anggaran SKPD dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Rencana kerja dan anggaran SKPD tersebut 6 Diharna, Administrasi Pemerintah Daerah, (Cirebon: Swagati Press, 2008), hlm. 30.

6 6 disampaikan kepada Pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan perda tentang APBD tahun berikutnya. 7 Kepala daerah mengajukan rancangan perda tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama. Kemudian dibahas Pemda bersama DPRD berdasarkan kebijakan umum APBD, serta prioritas dan plafon anggaran. Selambat-lambatnya 1 bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan, DPRD telah mengambil keputusan untuk menyetujui rancangan perda diatas. Atas dasar persetujuan DPRD, kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah (PKD) tentang penjabaran APBD dan rancangan dokumen pelaksanaan anggaran SKPD. Langkah selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap rancangan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah tentang APBD oleh instansi atasan yaitu kabupaten/kota oleh Gubernur dan provinsi oleh Menteri Dalam Negeri. 8 Rancangan perda Kab/Kota (Provinsi) tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan peraturan Bupati/Walikota (Gubernur) tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota (Gubernur) paling lama 3 hari disampaikan kepada Gubernur/Menteri Dalam negeri untuk dievaluasi. Hasil evaluasi disampaikan oleh Gubernur (Mendagri) kepada Bupati/Walikota (Gubernur) paling lama 15 hari terhitung sejak diterimanya rancangan perda Kab/Kota (Provinsi) dan rancangan peraturan Bupati/Walikota (Gubernur) tentang penjabaran APBD 9 7 Ibid, hlm Ibid, hlm Ibid.

7 7 Apabila Gubernur (Mendagri) menyatakan hasil evaluasi rancangan perda tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota (Gubernur) tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota (Gubernur) menetapkan rancangan dimaksud menjadi Perda dan Peraturan Bupati/Walikota (Gubernur). Dan apabila Gubernur (Mendagri) menyatakan hasil evaluasi rancangan perda tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota (Gubernur) tentang penjabaran APBD tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/ Walikota (Gubernur) bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 hari sejak diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Bupati/Walikota (Gubernur) dan DPRD, dan Bupati/ Walikota (Gubernur) tetap menetapkan rancangan perda tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota (Gubernur) tentang penjabaran APBD menjadi Perda dan peraturan Bupati/Walikota (Gubernur), Gubernur (Mendagri) membatalkan perda dan peraturan Bupati/Walikota (Gubernur) dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya APBD tahun sebelumnya. 10 Apabila 1 bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan, DPRD tidak mengambil keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD, kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan yang disusun dalam rancangan peraturan 10 Ibid, hlm. 37.

8 8 kepala daerah tentang APBD. Rancangan peraturan kepala daerah tersebut dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Mendagri bagi provinsi dan Gubernur bagi kabupaten/kota. 11 Untuk memperoleh pengesahan, RPKD tentang APBD beserta lampirannya disampaikan paling lambat 15 hari terhitung sejak DPRD tidak mengambil keputusan bersama dengan Kepala Daerah terhadap rancangan perda tentang APBD. Apabila dalam batas waktu 30 hari Mendagri atau Gubernur tidak mengesahkan RPKD tersebut. Kepala Daerah menetapkan RPKD tersebut menjadi peraturan Kepala Daerah. 12 Salah satu format dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah ditandai dengan adanya penanggungjawaban kepala daerah terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Mengingat bahwa laporan keuangan pemerintahan sebagai sarana pertanggungjawaban keuangan pemerintahan yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyar daerah (DPRD) setiap akhir tahun anggaran adalah salah satu wujud dari sistem pemerintahan demokrasi. Tanpa sarana seperti itu hilanglah arti demokrasi karena pemerintah telah berubah menjadi penguasa yang tidak perlu memberikan pertanggungjawaban keuangan. Hal dianggap perlu karena ciri khas dari demokrasi konstitusionil adalah gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya, pembatasan-pembatasan atas kekuasaan pemerintah tercantum dalam konstitusi, maka dari itu sering disebut pemerintah berdasarkan konstitusi. 11 Ibid. 12 Ibid.

9 9 Gagasan bahwa kekuasaan pemerintah perlu dibatasi pernah dirumuskan oleh seorang ahli sejarah Inggris yang bernama Lord Acton, dengan mengingat bahwa pemerintahan selalu diselenggarakan oleh manusia dan bahwa pada manusia itu tanpa kecuali melekat banyak kelemahan. Dalilnya yang kemudian menjadi termashur bunyinya sebagai berikut: power tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely, yang berarti bahwa manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tak terbatas pasti akan menyalahgunakannya. 13 Oleh karena itu, dari berbagai ukuran penilaian keberhasilan suatu daerah dalam melaksanakan otonominya, maka yang menjadi pusat perhatian adalah masalah efisiensi penyelenggaraan pemerintah daerah, khususnya yang terkait dengan masalah keuangan daerah. Keuangan merupakan faktor penting dalam suatu negara, disebabkan pengaruhnya yang demikian menentukan terhadap kompleksitas kelangsungan hidup negara dan masyarakatnya. Pengaruh dari aspek keuangan antara lain juga mencerminkan kualitas kenegaraannya. Apabila keberadaan keuangan negara yang dimiliki semakin baik, maka kedudukan pemerintah dalam menjalankan keorganisasian negara baik dalam rangka melaksanakan urusan pemrintahan dalam melayani kepentingan masyarakatnya maupun dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan untuk mensejahterakan warganya akan semakin stabil. Sebaliknya, suatu pemerintahan dipandang akan menghadapi problema pelik dalam memperlancar pelaksanaan segenap fungsi dan tugas kenegaraan jika tidak didukung oleh kondisi keuangan yang baik pula. Mengingat eksistensi keuangan demikian vital bagi Negara, maka segala daya 13 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Jakarta, 1977), hlm. 53.

10 10 upaya akan dilakukan oleh pemerintah untuk menciptakan dan memenfaatkan segenap sumber keuangan yang ada. Hasil-hasil yang diperoleh selanjutnya akan dipergunakan untuk membiaayai pengeluaran kegiatan pemerintahan dan pembangunan. 14 Menanggapi akan arti pentingnya keuangan dalam mencapai keberhasilan suatu daerah,maka dalam pelaksanaannya harus pula dibarengi dengan pertanggungjawaban sebagai bentuk pengawasan agar tidak terjadinya penyalahgunaan wewenang. Kegiatan pengawasan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan yang terjadi setelah perencanaan dibuat dan dilaksanakan. Untuk itulah, pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran perlu dilaksanakan sedini mungkin, agar diperoleh umpan balik (feed back) untuk melaksanakan perbaikan apabila terdapat kekeliruan atau penyimpangan sebelum menjadi lebih buruk dan sulit diperbaiki. Selanjutnya, Muchsan menyatakan bahwa untuk adanya tindakan pengawasan diperlukan unsur-unsur sebagai berikut: a. Adanya kewenangan yang jelas yang dimiliki oleh aparat pengawas. b. Adanya suatu rencana yang mantap sebagai alat penguji terhadap pelaksanaan suatu tugas yang akan diawasi. c. Tindakan pengawasan dapat dilakukan terhadap suatu proses kegiatan yang sedang berjalan maupun terhadap hasil yang dicapai dari kegiatan tersebut. 14 Faisal Akbar Nasution, op.cit, hlm. 14.

11 11 d. Tindakan pengawasan akan diteruskan dengan tindak lanjut, baik secara administratif maupun secara yuridis. 15 Berkaitan dengan unsur-unsur pengawasan tersebut diatas, maka pengawasan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Pengawasan intern (internal control). Pengawasan yang yang dilakukan suatu badan/organ yang secara struktural masih termasuk organisasi dalam lingkungan pemerintah. Misalnya: pengawasan yang dilakukan oleh pejabat atasan terhadap bawahannya secara hierarkis. Bentuk kontrol semacam itu dapat digolongkan sebagai jenis kontrol teknis-administratif atau built-in control. b. Pengawasan ekstern (eksternal control). Pengawasan yang dilakukan oleh badan/organ yang secara struktur organisasi berada diluar pemerintah dalam arti eksekutif. Misalnya, kontrol yang dilakukan secara langsung, seperti kontrol keuangan yang dilakukan BPK, kontrol sosial yang dilakukan oleh masyarakat yang berminat pada bidang tertentu, dan kontrol politis yang dilakukan oleh DPRD terhadap pemerintah (eksekutif). Kontrol reaktif yang dilakukan secara tidak langsung melalui badan peradilan (judicial control) antara lain peradilan umum dan peradilan administrasi, maupun badan lain seperti komisi Ombudsman Nasional. 16 Pertanggungjawaban kepala daerah terhadap Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, salah satu bentuk hubungan kewenangan antara badan legislatif daerah dan badan eksekutif daerah ditandai dengan adanya pertanggungjawaban 15 W. Riawan Tjandra, Hukum Keuangan Negara, (Jakarta: Grasindo, 2006), hlm Ibid, hlm. 133.

12 12 kepala daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, baik itu pertanggungjawaban akhir tahun anggaran, pertanggungjawaban akhir masa jabatan, maupun pertanggungjawaban karena hal tertentu. Akan tetapi setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah maka kepala daerah tidak lagi bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang disebabkan oleh karena dalam hal pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak lagi dilaksanakan oleh dewan Perwakilan Rakyat Daerah tetapi dipilih secara langsung oleh rakyat. Memang harus diakui, bahwa pertanggungjawaban kepala daerah dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah merupakan penyimpangan dari sistem pemerintahan Presidensil yang salah satu cirinya adalah presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan rakyat, namun dengan tidak bertanggungjawabnya kepala daerah terhadap Dewan Perwakilan rakyat Daerah maka pengawasan dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) akan lebih sulit untuk dilakukan. Arifin P Soeria Atmadja mengatakan: Dari segi mekanisme pertanggungnjawaban keuangan negara dalam arti luas dijumpai kelemahan sebagai berikut ini: a. Tidak jelasnya akhir pertanggungjawaban keauangan negara, mengurangi rasa tanggungjawab pelaksanaan anggaran. b. Adanya berbagai lembaga pengawas dan tumpang tindih fungsi pengawasan disebabkan oleh tidak jelasnya ruang lingkup pengawasan. c. Pengawasan yang kurang berdaya guna sebagai akibat tidak jelasnya tindak lanjut, memberikan peluang bagi kebocoran anggaran negara.

13 13 d. Pertanggungjawaban keuangan negara yang tidak didukung oleh mekanisme yang jelas mengakibatkan pertanggungjawaban yang tidak jelas pula, dan tidak dapat dipergunakan sebagai tolak ukur keberhasilan pembangunan. e. Usaha koordinasi pengawasan akan tidak berdaya guna bilamana tidak diletakkan pada mekanisme pertanggungjawaban keuangan negara yang jelas. 17 Pendapat diatas seakan-akan menjadi fakta yang tidak terbantahkan lagi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, dimana banyaknya kepala daerah yang tidak dapat mempertanggungjawabkan keuangan daerah yang dikelolanya sehingga berakhir dimeja hijau dan sudah tentu membawa akibat kerugian pada keuangan negara/daerah. Berdasarkan uraian tersebut diatas, dengan mengingat akan arti pentingnya keuangan daerah yang dituangkan dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah ynag harus dipertanggungjawabkan oleh kepala daerah, maka penulis tertarik memilih dan menetapkan judul tentang Pertanggungjawaban Kepala Daerah Sebagai pelaksana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Dalam Rangka Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Menurut UU No 32 Tahun 2004 untuk di teliti. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang sebagaimana dikemukakan diatas, maka penulis membuat perumusan masalah yang berkenaan dengan pertanggungjawaban kepala daerah dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sebagai berikut: 17 Arifin P. Soeria Atmadja, Mekanisme Pertanggungjawaban Keuangan Negara, Suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta: PT. Gramedia, 1986), hlm. 7.

14 14 1. Bagaimana pertanggungjawaban kepala daerah dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) diatur dengan Undang-Undang No 32 Tahun 2004? 2. Bagaimana mekanisme pertanggungjawaban kepala daerah dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menurut Undang-Undang No 32 Tahun 2004? 3. Hambatan-hambatan apa yang dihadapi oleh kepala daerah dalam mempertanggungjawabkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menurut Undang-Undang No 32 Tahun 2004? C. Tujuan Penulisan Sedangkan yang menjadi tujuan penulisan yang penulis lakukan adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pertanggungjawaban kepala daerah dalam pelaksanaan Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) diatur dengan Undang- Undang No 32 Tahun Untuk mengetahui mekanisme pertanggungjawaban kepala daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menurut Undang-Undang No 32 Tahun Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa yang dihadapi oleh kepala daerah dalam mempertanggungjawabkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menurut Undang-Undang No 32 Tahun 2004.

15 15 D. Manfaat Penulisan Kegunaan atau manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang penulis lakukan ini antara lain adalah sebagai berikut: 1. Secara Teoritis. a. Hasil penulisan ini akan melahirkan beberapa konsep ilmiah yang pada gilirannya akan memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya yang berkaitan dengan pengaruh pertanggungjawaban kepala daerah dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). b. Sebagai bahan kajian bagi kalangan akademis untuk menambah wawasan dalam bidang ilmu hukum, khususnya yang berkaitan dengan pertanggungjawaban kepala daerah dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 2. Secara Praktis. a. Sebagai pedoman dan masukan bagi Lembaga Hukum, Institusi Pemerintah dan Penegak Hukum dikalangan masyarakat luas. b. Sebagai bahan informasi bagi semua kalangan yang berkaitan dengan penegakan dan pengembangan ilmu hukum. E. Keaslian Penulisan Berdasarkan penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, karya ilmiah ini menulis tentang Pertanggungjawaban Kepala Daerah Sebagai pelaksana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Dalam Rangka Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Menurut UU No 32 Tahun

16 adalah asli tulisan penulis sendiri, apabila ada karya ilmiah lain yang serupa mungkin hanya judul saja, sedangkan pendekatan yang digunakan untuk menganalisis permasalahan jelas berbeda, maka penulis menuangkan tulisan ini berdasarkan literatur yang penulis peroleh dari perpustakaan dan analisis terhadap UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah daerah. Bila ternyata dikemudian hari ditemukan skripsi yang sama sebelum skripsi ini di buat, penulis siap bertanggung jawab sepenuhnya untuk diuji. F. Tinjauan Kepustakaan Pertanggungjawaban kepala daerah adalah Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD yang selanjutnya disebut LKPJ adalah laporan yang berupa informasi penyelenggaraan pemerintahan daerah selama 1 (satu) tahun anggaran atau akhir masa jabatan yang disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD (pasal 1 angka 9 Peraturan Pemerintahan Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat). Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa penyampaian LKPJ Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan pelaksanaan dari amanat Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah termuat dalam Pasal 27 Ayat (2) yang menyebutkan bahwa Kepala Daerah mempunyai kewajiban untuk memberikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, dan memberikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban kepada DPRD serta

17 17 menginformasikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada masyarakat. Selanjutnya sesuai pasal 184 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 jo Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah Kota juga berkewajiban menyampaikan Raperda tentang Pertanggung jawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa Laporan Keuangan setelah dilakukan audit oleh BPK. Laporan keuangan tersebut sekurang-kurangnya meliputi laporan realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, dilampirkan dengan Laporan Keuangan BUMD, yang disusun sesuai Standar Akuntansi Pemerintah. Pelaksanaan laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah secara teknis diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat. Peraturan Pemerintah inilah yang menjadi acuan dalam penyusunan LKPJ. Amanat dari peraturan tersebut di atas menyatakan LKPJ Pemerintah Daerah merupakan progress report pelaksanaan tugas atau laporan pencapaian kinerja dalam satu tahun anggaran. Dalam perspektif amanah dan substansi kepemerintahan, penyampaian progress report kepada DPRD, sekaligus merefleksikan akuntabilitas bersama antara kelembagaan Pemerintah Daerah dan DPRD. Progress report pada DPRD sifatnya mengikat, karena progress report merupakan bahan masukan bagi DPRD dalam rangka pengawasan terhadap

18 18 pelaksanaan kebijakan pemda sebagai manifestasi dari fungsi kontrol yang dilakukan oleh DPRD. Progress report sangat penting oleh DPRD agar bisa memberikan rekomendasi atau catatan-catatan strategis terhadap penyempurnaan kinerja pengelolaan pemerintahan, pembangunan, pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Dengan LKPJ ini juga diharapkan dapat terwujud adanya akuntabilitas dan transparansi pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan guna mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance). Pertanggungjawaban kepala daerah dalam pengelolaan keuangan daerah, dapat dikatakan tujuan umumnya adalah: 1. Untuk memberikan informasi yang digunakan dalam pembuatan keputusan ekonomi, sosial dan politik serta sebagai bukti pertanggungjawaban (accountability) dan pengelolaan (stewardship). 2. Untuk memberikan informasi yang digunakan dalam mengevaluasi kinerja manajerial dan organisasional. 18 Secara khusus, tujuan pertanggungjawaban keuangan daerah oleh kepala daerah adalah sebagai berikut: 1. Memberikan informasi keuangan guna menentukan dan memprediksi aliran kas, saldo neraca, dan kebutuhan sumber daya finansial jangka pendek unit pemerintah. 2. Memberikan informasi keungan untuk menentukan dan memprediksi kondisi ekonomi suatu unit pemerintahan dan perubahan-perubahan yang terjadi didalamnya. 18 Soekarwo, Hukum Pengelolaan keuangan Daerah Berdasarkan Prinsip-Prinsip Good Financial Governance, (Surabaya: Airlangga University Press, 2005), hlm. 243.

19 19 3. Memberikan informasi keuangan untuk memonitor kinerja, kesesuaiannya dengan peraturan perundang-undangan, kontrak yang telah disepakati, dan ketentuan lain yang disyaratkan. 4. Memberikan informasi untuk perencanaan dan penganggaran, serta untuk memprediksi pengaruh pemilikan dan pembelanjaan sumber daya ekonomi terhadap pencapaian tujuan operasioanl. 5. Memberikan informasi untuk mengevaluasi kinerja manajerial dan organisasional. 19 Yang dimaksud dengan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada pemerintahan yang selanjutnya disebut LPPD adalah laporan atas penyelenggaraan pemerintah daerah selama 1 (satu) tahun anggaran berdasarkan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) yang disampaikan oleh kepala daerah kepada pemerintah (pasal 1 angka 8 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat). Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat dianggap diterima apabila sampai dengan 1 (satu) bulan sejak penyerahan dokumen, penilaian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah belum dapat diselesaikan, maka pertanggungjawaban ahkir tahun anggaran tersebut dianggap diterima. Apabila pertanggungjawaban kepala daerah terdapat perbedaan yang nyata antara rencana dengan realisasi Anggaran Pendapatan dan 19 Ibid, hlm. 44.

20 20 Belanja Daerah yang merupakan penyimpangan yang alasannya tidak dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan tolak ukur RENSTRA, maka pertanggungjawaban kepala daerah tersebut dapat ditolak. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dapat diartikan sebagai rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah (Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah). Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) adalah merupakan suatu rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD, adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD. 20 Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari: a. Pendapatan Daerah; b. Belanja Daerah; c. Pembiayaan. Sebagai satu kesatuan, dokumen APBD merupakan rangkuman seluruh jenis pendapatan, jenis belanja, dan sumber-sumber pembiayaannya. 21 Dari struktur APBD diatas ada kemungkinan surplus atau defisit. Surplus anggaran terjadi jika terdapat selisih lebih Pendapatan Daerah terhadap Belanja Daerah. Sebaliknya defisit terjadi jika terdapat selisih kurang Pendapatan Daerah terhadap Belanja Daerah, sedangkan jumlah pembiayaan sama dengan jumlah surplus/defisit anggaran Ahmad Yani, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah DI Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm Ibid, hlm Ibid.

21 21 Didalam Penyusunan APBD terdapat formalitas yang perlu di perhatikan dalam penyusunan anggaran yang terdiri atas: a. Transparansi dan akuntabilitas; b. Disiplin anggaran; c. Keadilan anggaran; d. Efisiensi dan efektivitas anggaran; e. Format anggaran. 23 APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Kepala daerah dalam penyusunan Rancangan APBD (RAPBD) menetapkan prioritas dan plafon anggaran sebagai dasar penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja (RKASK) perangkat daerah. Berdasarkan prioritas dan plafon anggaran tersebut kepala satuan kerja perangkat daerah menyusun (RKASK) perangkat daerah dengan pendekatan prestasi kerja yang akan dicapai. RKSAK perangkat daerah disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan Perda tentang APBD tahun berikutnya. 24 Setiap perangkat Daerah yang mempunyai tugas memungut atau menerima Pendapatan Daerah wajib melaksanakan intensifikasi pemungutan pendapatan tersebut adalah orang/lembaga pada pemerintah Daerah yang bertanggungjawab kepada Daerah dan membantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintah yang terdiri atas sekertaris daerah dinas daerah dan lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan sesuai dengan kebutuhan Daerah. 23 Muhamad Djumhana, Pengantar Hukum Keuangan Daerah, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hlm Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 87.

22 22 Pengguna Anggaran Daerah mengajukan Surat Permintaan Pembayaran untuk melaksanakan pengeluaran. Pembayaran yang membebani APBD dilakukan dengan Surat Perintah Membayar. Surat Perintah Membayar merupakan dokumen APBD yang menjadi dasar untuk melakukan pembayaran atas beban APBD. Surat Perintah Membayar ditetapkan oleh Bendahara Umum Daerah atau pejabat yang ditetapkan oleh Bendahara Umum Daerah. Bendahara Umum Daerah dapat menetapkan pejabat yang melakukan tugas pembayaran atas dasar Surat Perintah Membayar. 25 Penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah derah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan tugas pembantuan degan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah). Sedangkan yang dimaksud dengan pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah (Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah). Adapun yang menjadi asas-asas dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana dimaksud diatas adalah sebagai berikut: 1. Asas Desentralisasi. Adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepala daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem 25 Ahmad Yani, op.cit, hlm. 247.

23 23 Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan daerah). 2. Asas Dekonsentrasi. Adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintahan dan/atau kepada instansi vertikal diwilayah tertentu (Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah). 3. Tugas Pembantuan. Adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desadari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu (Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah). G. Metode Penelitian Untuk mendukung penulisan ini maka metode yang dipakai adalah menggunakan metode penelitian normatif. Penelitian hukum biasanya dilakukan dengan metode penelitian kepustakaan yang biasa disebut dengan penelitian hukum normatif. 26 Penelitian hukum normatif ini dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dalam melakukan penulisan ini, penelitian yang dilakukan pada prinsipnya mengacu kepada penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan (library research) adalah penelitian yang berkenaan dengan bacaan yang berisi buku-buku, peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan 26 Jhonny Ibrahim, Teori Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Banyumedia, 2007), hlm. 295

24 24 topik yang dijadikan sebagai landasan guna menguatkan argumentasi didalam penyusunan penulisan ini. Penulisan ini menggunakan bahan hukum primer yaitu perundang-undangan yang mengikat, bahan hukum sekunder yaitu memberikan penjelasan bahan hukum primer, yaitu hasil karya para ahli hukum yaitu buku-buku yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini, bahan hukum tersier atau bahan penunjang yang mencakup media massa dan media internet. H. Sistematika Penulisan Skripsi ini diuraikan dalam 5 Bab, dan tiap tiap Bab terbagi atas beberapa sub sub Bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan. Di dalam Bab ini merupakan gambaran umum yang menguraikan tentang : Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Keaslian Penelitian, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab II : Pertanggungjawaban Kepala Daerah Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Diatur Dalam Peraturan Perundang-undangan. Pada bab yang kedua ini akan membahas tentang pengaturan Pertanggungjawaban kepala daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, serta pengaturan Pertanggungjawaban Kepala Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.

25 25 Bab III : Mekanisme Pertanggungjawaban Kepala daerah Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pada bab yang ketiga ini akan membahas mengenai Mekanisme Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Berdasarkan Prinsip Good Financial Governance, mekanisme Pertanggungjawaban Kepala Daerah Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD), dan analisis terhadap Pertanggungjawaban Kepala Daerah Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD). Bab IV : Hambatan-hambatan Yang Dihadapi Oleh Kepala Daerah Dalam Mempertanggungjawabkan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD). Pada bab yang keempat ini akan membahas tentang hambatan yang bersifat Politis, hambatan yang bersifat Prosedural, dan Hambatan yang bersifat Ekonomis. Bab V : Kesimpulan dan Saran. Dalam Bab yang kelima ini diuraikan tentang kesimpulan dan saransaran yang dapat berguna sebagai perkembangan mengenai Pertanggungjawaban Kepala Daerah Sebagai Pelaksana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Dalam Rangka Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD NRI 1945, Ini berarti bahwa negara yang

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD NRI 1945, Ini berarti bahwa negara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD NRI 1945, Ini berarti bahwa negara yang bersusunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemerintah pusat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun

I. PENDAHULUAN. pemerintah pusat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah sebagai bagian dari adanya reformasi atas kehidupan bangsa termasuk reformasi pengelolaan pemerintahan di daerah, oleh pemerintah pusat telah diatur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPADA PEMERINTAH, LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR... TAHUN... TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR... TAHUN... TENTANG RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR... TAHUN... TENTANG LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPADA PEMERINTAH, LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD)

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) Semenjak lahirnya Negara kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1945, prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP KEMENTERIAN DALAM NEGERI TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pemerintah Daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1344, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pemerintahan. Pelimpahan. Penugasan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pemerintah Daerah Dan Fungsi Pemerintah Daerah 1. Pengertian Pemerintah Daerah Menurut Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (5), pengertian pemerintahan daerah adalah sebagai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPADA PEMERINTAH, LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2008 91 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG POKOK - POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH UMUM Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana telah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPADA PEMERINTAH, LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2012 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Urusan Pemerintah. Pelimpahan dan Penugasan. Tahun Anggaran 2012. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Negara ini lahir dari perjuangan bangsa Indonesia yang bertekad mendirikan Negara kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat di dunia memiliki kewajiban untuk secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik. Dari segi pemerintahan salah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 25, 2006 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten/Kota di Indonesia bersifat otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71...TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71...TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71...TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KOTA BANJAR TAHUN 2012

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KOTA BANJAR TAHUN 2012 WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KOTA BANJAR TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN APBD DIATUR DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB II PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN APBD DIATUR DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BAB II PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN APBD DIATUR DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Semenjak lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1945, prinsip penyelenggaraan otonomi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk menciptakan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan pemerintah di Kabupaten yang mencerminkan peranan rakyat. Salah satunya adalah peranan lembaga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah merupakan penyelenggara seluruh urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip

Lebih terperinci

2017, No Pengelolaan Perbatasan Negara Lingkup Badan Nasional Pengelola Perbatasan Tahun Anggaran 2017; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 T

2017, No Pengelolaan Perbatasan Negara Lingkup Badan Nasional Pengelola Perbatasan Tahun Anggaran 2017; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.764, 2017 BNPP. Pelimpahan sebagian Urusan dan Penugasan. TA 2017. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Keuangan Negara Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa

Lebih terperinci

APA ITU DAERAH OTONOM?

APA ITU DAERAH OTONOM? APA OTONOMI DAERAH? OTONOMI DAERAH ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN DAERAH OTONOM UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS SENDIRI URUSAN PEMERINTAHAN DAN KEPENTINGAN MASYARAKATNYA SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Provinsi Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 2008 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2009

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 2008 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2009 Menimbang : a. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 2008 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPADA PEMERINTAH, LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENYUSUNAN, PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNJAWABAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA SERTA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, berisi mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, berisi mengenai BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, berisi mengenai indikasi terjadinya permasalahan. Bab ini juga berisi rumusan masalah yang merupakan identifikasi masalah yang akan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA TAHUN 2015 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH BAGIAN HUKUM DAN ORGANISASI SEKRETARIAT

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 39 TAHUN 2011 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2011

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 39 TAHUN 2011 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2011 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 39 TAHUN 2011 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPADA PEMERINTAH, LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 599 TAHUN : 2002 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 16 TAHUN 2002 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 32. berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 32. berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pemerintahan sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, yang menjadi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN DARI PEMERINTAH PROVINSI KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN PEMERINTAH DESA DAN DARI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Awal mula dibuatnya Undang-Undang tentang pemerintah daerah karena pada saat diberlakukannya sistem pemerintah terpusat dimana sentralisasi pemerintah berada

Lebih terperinci

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK 63 BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK A. Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Menurut Freedman dalam anggaran

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP

BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah merupakan arah pembangunan yang ingin dicapai daerah dalam kurun waktu masa bakti Kepala Daerah terpilih yang disusun

Lebih terperinci

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda YURISKA, VOL. 2, NO. 1, AGUSTUS 2010 72 PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda ABSTRAK Hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar, karena terjadinya krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan khususnya penyelenggaraan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan khususnya penyelenggaraan pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan khususnya penyelenggaraan pemerintahan daerah, instrumen pemerintahan memegang peran yang sangat penting dan vital guna melancarkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMERINTAH DAERAH, KECAMATAN DAN DESA. Bagian Pemerintahan Setda Kab. Lamongan

HUBUNGAN PEMERINTAH DAERAH, KECAMATAN DAN DESA. Bagian Pemerintahan Setda Kab. Lamongan HUBUNGAN PEMERINTAH DAERAH, KECAMATAN DAN DESA Bagian Pemerintahan Setda Kab. Lamongan DASAR HUKUM UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa FILOSOFI PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DAN PENGELOLAAN KEUANGAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DAN PENGELOLAAN KEUANGAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DAN PENGELOLAAN KEUANGAN 2.1 Tinjauan Umum Tentang Badan Layanan Umum Daerah 2.1.1. Definisi dan Dasar Pengaturan Badan Layanan Umum Daerah Sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia dari pola sentralisasi menjadi pola desentralisasi membawa konsekuensi terhadap makin besarnya

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI DALAM PERATURAN DAERAH. Oleh : Michael Barama 1

PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI DALAM PERATURAN DAERAH. Oleh : Michael Barama 1 Barama M : Pelaksanaan Pemerintah Daerah... Vol.22/No.5/Januari /2016 Jurnal Hukum Unsrat PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI DALAM PERATURAN DAERAH Oleh : Michael Barama

Lebih terperinci

TAHUN : 2006 NOMOR : 07

TAHUN : 2006 NOMOR : 07 LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2006 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2006 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDUNG,

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS DAN WEWENANG GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244) sebagaimana t

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244) sebagaimana t No.33, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAGRI. Urusan Pemerintahan. Tahun 2015. Penugasan. Pelimpahan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 11 Tahun 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR : 11 TAHUN 2009 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA,

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2012-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOALEMO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO SERI. E

NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 11 2008 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

Asas Dekonsentrasi dan Asas Tugas Pembantuan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

Asas Dekonsentrasi dan Asas Tugas Pembantuan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Asas Dekonsentrasi dan Asas Tugas Pembantuan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahannya menganut asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang No.32 Tahun 2004, terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

BAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah Negara demokrasi yang menganut sistem perwakilan di dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam sistem perwakilan ini masing-masing anggota masyarakat

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN KESATUAN BANGSA, POLITIK DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam satu dekade terakhir ini, bangsa Indonesia sedang berupaya memperbaiki kinerja pemerintahannya melalui berbagai agenda reformasi birokrasi dalam berbagai sektor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerapan Undang-Undang tentang Otonomi Daerah menuntut good government dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang harus mengedepankan akuntanbilitas dan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP TIGA UNDANG- UNDANG TERKAIT DENGAN KEUANGAN NEGARA

TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP TIGA UNDANG- UNDANG TERKAIT DENGAN KEUANGAN NEGARA TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP TIGA UNDANG- UNDANG TERKAIT DENGAN KEUANGAN NEGARA (Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Undang-Undang

Lebih terperinci

20 Pertanyaan dan Jawaban mengenai Pengelolaan keuangan daerah:

20 Pertanyaan dan Jawaban mengenai Pengelolaan keuangan daerah: 20 Pertanyaan dan Jawaban mengenai Pengelolaan keuangan daerah: 1. Jelaskan pengertian dari penglolaan keuangan daerah? Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reformasi yang semakin luas dan menguat dalam satu dekade terakhir. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. reformasi yang semakin luas dan menguat dalam satu dekade terakhir. Tuntutan A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Penyelenggaraan akuntansi di instansi-instansi pemerintahan di Indonesia sudah mulai menjadi keharusan dan tuntutan jaman seiring dengan tuntutan reformasi yang

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN DRAF MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dengan seringnya pergantian penguasa di negara ini telah memicu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dengan seringnya pergantian penguasa di negara ini telah memicu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Dengan seringnya pergantian penguasa di negara ini telah memicu perubahan perubahan penting di dalam pemerintahan, termasuk pemerintahan daerah.

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2015 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NO : 13 2001 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 29 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BEKASI Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN DAN PENUGASAN PENGELOLAAN PERBATASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diserahkan kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak sekedar

BAB I PENDAHULUAN. diserahkan kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak sekedar BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO SERI C

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO SERI C 22 Pebruari 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO SERI C 2 / C PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu dekade dan hal itu menandakan pula bahwa pelaksanaan otonomi dalam penyelenggaraan pemerintah

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA HAK KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH PUSAT DAFTAR ISI BAB I KETENTUAN UMUM BAB II KEDUDUKAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini sedang melaksanakan pembangunan nasional yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini sedang melaksanakan pembangunan nasional yang dilaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini sedang melaksanakan pembangunan nasional yang dilaksanakan secara berkesinambungan meliputi seluruh bidang kehidupan, maka masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG POKOK - POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG POKOK - POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG POKOK - POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATU BARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal. daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal. daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan

Lebih terperinci

Volume 11 Nomor 1 Maret 2014

Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 ISSN 0216-8537 9 7 7 0 2 1 6 8 5 3 7 2 1 11 1 Hal. 1-102 Tabanan Maret 2014 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 PENYERAHAN WEWENANG

Lebih terperinci