BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD NRI 1945, Ini berarti bahwa negara yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD NRI 1945, Ini berarti bahwa negara yang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD NRI 1945, Ini berarti bahwa negara yang bersusunan negara Kesatuan, maka segenap kekuasaan/kewenangan serta tanggung jawab pelaksanaan pemerintahan guna mewujudkan kesejahteraan dan kelangsungan hidup bangsa berada dibawah kendali satu pemegang kekuasaan terpusat yang terdapat pada pemerintah pusat. Dengan demikian corak pemerintahan yang cenderung bersifat sentralisasi. Berbeda halnya dengan negara bersusunan serikat (Federasi) dimana corak pemerintahannya lebih cenderung bersifat Desentralisasi. 1 Namun karena wilayah negara Republik Indonesia sedemikian luasnya dan didiami berbagai jenis suku bangsa yang beraneka ragam (Bhineka Tunggal Ika) serta diperkaya lagi dengan latar belakang sejarah perjuangan dalam melepaskan diri dari belenggu kekuasaan penjajahan bangsa selama berabad-abad lamanya. 2 Para pendiri negara (founding fathers) kita menyadari keadaan alamiah yang terdapat dalam masyarakat Indonesia yang sangat beragam tersebut. Dalam menyikapi heterogenitas bangsa tersebut maka diaturlah masalah corak pemerintahan di Indonesia berdasarkan sistem pembagian kekuasaan antara menyebabkan corak 1 Bambang Yudoyono, 2001, Otonomi Daerah:Disentralisasi dan Pengembangan SDM Aparatur Pemda dan Anggota DPRD, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,), hlm Ibid, hlm

2 pemerintahan sentralisasi bukanlah merupakan tipe ideal sistem pemerintahan yang cocok buat mengatur wilayah dan penduduk yang demikian banyak dan beragam itu. Pemerintah pusat dengan kelompok-kelompok masyarakat didaerah yang akhirnya menciptakan Pemerintahan daerah berdasarkan sistem desentralisasi sebagaimana yang tercemin dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar Secara Ketatanegaraan pengertian desentralisasi adalah dimaksudkan untuk menggambarkan usaha dalam melepaskan diri dari pusat pemerintahan dengan jalan pelimpahan kewenangan pemerintahan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah tingkat atasan kepada daerah-daerah untuk dapat mengurus kepentingan rumah tangga daerah itu sendiri. Dalam hal ini sudah tentu usaha untuk pelimpahan kewenangan dari pusat bukanlah berarti lepas sama sekali dari ikatan negara (apalagi dalam negara Indonesia), melainkan dengan diserahkannya beberapa kekuasaan dari pemerintah pusat kepada daerah-daerah dimaksudkan agar tidak terlalu bergantung sama sekali kepada pusat. Beberapa urusan yang telah dapat dan lebih tepat diurus sendiri oleh daerah dan bersifat khas daerah,sudah tentu akan lebih efektif dan memberikan hasil guna yang lebih baik bila dipercayakan kepada masing-masing daerah untuk mengurusnya, dibandingkan jika urusan tersebut masih ditangani oleh pemerintah pusat. 3 Dengan dilaksanakannya desentralisasi sebagai suatu asas penyelenggaraan pemerintah daerah dalam susunan negara Indonesia maka akan melahirkan wewenang 3 Faisal Akbar Nasution, 2009, Pemerintah Daerah dan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah, (Jakarta: PT. Sofmedia,), hlm

3 atau kekuasaan dan hak kepada nasyarakat didaerah-daerah untuk mengurus sendirisendiri urusan yang bersifat khas (spesifik) sebagai urusan/kekuasaan yang menjadi urusan rumah tangga daerahnya tanpa perlu diatur lagi oleh Pemerintah Pusat yang pada perkembangan selanjutnya menurunkan pengertian otonomi daerah. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah ini pemerintah pusat menyerahkan kepada masyarakat daerah (pemerintah daerahnya) sejumlah urusan yang kelak akan menjadi urusan rumah tangganya sendiri dengan mengingat kondisi dan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan dan keamanan (hankam), serta faktor-faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, dari daerah yang bersangkutan dalam rangka meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksana pembangunan secara merata diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan diserahkannya sesuatu urusan menjadi urusan rumah tangga daerah, mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan daerah adalah menjadi urusan pemerintah daerah kecuali yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang sebagai wewenang pemerintah pusat. Salah satu yang paling esensial dalam Undang-Undang. Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ditentukan menjadi urusan pemerintahan. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluasluasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan otonomi dan tugas pembantuan Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 3

4 2004. Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Sesuai isi Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, urusan pemerintah yang tidak menjadi urusan pemerintahan daerah adalah : a. Pertahanan; b. Keamanan; c. Politik luar negeri; d. Yustisi; e. Moneter dan fiskal nasional;dan f. Agama Berarti bidang-bidang lain diluar 6 (enam) diatas menjadi urusan pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi luas dan nyata. Kemudian untuk mewujudkan dan menyelenggarakan pemerintahan daerah sebagaimana tersebut diatas secara efektif dan efesien tidaklah mudah, karena selain dibutuhkannya lembaga eksekutif daerah tetapi juga keterlibatan lembaga legislatif daerah dan seluruh elemen yang ada dalam masyarakat. Dengan demikian untuk mewujudkan pemerintahan daerah yang baik (good local government) akan sangat ditentukan oleh format lain dan pola hubungan antara lembaga eksekutif daerah dan lembaga legislatif daerah serta seluruh elemen masyarakat. APBD adalah anggaran keuangan dalam satu tahun kerja yang terdiri atas penerimaan dan pengeluaran daerah, yang mencerminkan RKPD dan bagi satuan kerja perangkat daerah, anggaran satuan kerjanya merupakan bagian dari pelaksanaan Renstra SKPD dan Renja SKPD nya. APBD ditetapkan dengan peraturan daerah setelah mendapat evaluasi; bagi APBD 4

5 provinsi mendapat evaluasi dari Menteri Dalam Negeri, bagi APBD Kabupaten/Kota mendapat evaluasi dari Gubernur. 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menempatkan Pemerintah Daerah dan DPRD selaku penyelenggara pemerintahan daerah. Sesama unsur pemerintahan daerah pada dasarnya kedudukan Pemerintah Daerah (eksekutif) dan DPRD (legislatif) adalah sama, yang membedakannya adalah fungsi, tugas dan wewenang serta hak dan kewajibannya. Karena itu hubungan yang harus dibangun antara Pemerintah Daerah dan DPRD mestinya adalah hubungan kemitraan dalam rangka mewujudkan pemerintahan daerah yang baik (good local governance). Dalam hal pengelolaan keuangan daerah, pada tahap perencanaan pemerintah daerah dan DPRD duduk bersama-sama sebagai mitra untuk merumuskan suatu kebijakan mengenai rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah. Kemudian setelah rencana anggaran tersebut disahkan menjadi APBD, pemerintah daerah yang akan melaksanakan pengelolaan dari APBD tersebut. Untuk mewujudkan pengelolaan keuangan daerah yang baik diperlukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan keuangan daerah yang dilakukan oleh lembaga legislatif (DPRD). Adapun proses penyusunan APBD sebagai berikut: Kepala daerah menetapkan prioritas dan platfon anggaran sebagai dasar penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Kemudian kepala SKPD menyusun rencana kerja dan anggaran SKPD dengan pendekatan berdasarkan prestasi 4 Diharna, 2008, Administrasi Pemerintah Daerah, (Cirebon: Swagati Press), hlm

6 kerja yang akan dicapai. Rencana kerja dan anggaran SKPD tersebut disampaikan kepada Pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan perda tentang APBD tahun berikutnya. 5 Kepala daerah mengajukan rancangan perda tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama. Kemudian dibahas Pemda bersama DPRD berdasarkan kebijakan umum APBD, serta prioritas dan platfon anggaran. Selambat-lambatnya 1 bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan, DPRD telah mengambil keputusan untuk menyetujui rancangan perda diatas. Atas dasar persetujuan DPRD, kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah (PKD) tentang penjabaran APBD dan rancangan dokumen pelaksanaan anggaran SKPD. Langkah selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap rancangan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah tentang APBD oleh instansi atasan yaitu kabupaten/kota oleh Gubernur dan provinsi oleh Menteri Dalam Negeri. Rancangan Perda Kab/Kota (Provinsi) tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan peraturan Bupati/Walikota (Gubernur) tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota (Gubernur) paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada Gubernur/Menteri Dalam negeri untuk dievaluasi. Hasil evaluasi disampaikan oleh Gubernur (Mendagri) kepada Bupati/Walikota (Gubernur) paling lama 15 hari terhitung sejak diterimanya rancangan perda Kab/Kota (Provinsi) dan rancangan peraturan Bupati/Walikota (Gubernur) tentang penjabaran APBD. 5 Ibid, hlm

7 Apabila Gubernur (Mendagri) menyatakan hasil evaluasi rancangan perda tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota (Gubernur) tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota (Gubernur) menetapkan rancangan dimaksud menjadi Perda dan Peraturan Bupati/Walikota (Gubernur). Dan apabila Gubernur (Mendagri) menyatakan hasil evaluasi rancangan perda tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota (Gubernur) tentang penjabaran APBD tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/ Walikota (Gubernur) bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Bupati/Walikota (Gubernur) dan DPRD, dan Bupati/ Walikota (Gubernur) tetap menetapkan rancangan perda tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota (Gubernur) tentang penjabaran APBD menjadi Perda dan peraturan Bupati/Walikota (Gubernur), Gubernur (Mendagri) membatalkan perda dan peraturan Bupati/Walikota (Gubernur) dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya APBD tahun sebelumnya. Apabila 1 bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan, DPRD tidak mengambil keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD, kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan yang disusun dalam rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD. 7

8 Rancangan peraturan kepala daerah tersebut dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Mendagri bagi provinsi dan Gubernur bagi kabupaten/kota. Untuk memperoleh pengesahan, RPKD tentang APBD beserta lampirannya disampaikan paling lambat 15 hari terhitung sejak DPRD tidak mengambil keputusan bersama dengan Kepala Daerah terhadap rancangan perda tentang APBD. Apabila dalam batas waktu 30 hari Mendagri atau Gubernur tidak mengesahkan RPKD tersebut. Kepala Daerah menetapkan RPKD tersebut menjadi peraturan Kepala Daerah. Salah satu format dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah ditandai dengan adanya penanggungjawaban kepala daerah terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Mengingat bahwa laporan keuangan pemerintahan sebagai sarana pertanggungjawaban keuangan pemerintahan yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyar daerah (DPRD) setiap akhir tahun anggaran adalah salah satu wujud dari sistem pemerintahan demokrasi. Tanpa sarana seperti itu hilanglah arti demokrasi karena pemerintah telah berubah menjadi penguasa yang tidak perlu memberikan pertanggungjawaban keuangan. Hal dianggap perlu karena ciri khas dari demokrasi konstitusionil adalah gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenangwenang terhadap warga negaranya, pembatasan-pembatasan atas kekuasaan pemerintah tercantum dalam konstitusi, maka dari itu sering disebut pemerintah berdasarkan konstitusi. 8

9 Gagasan bahwa kekuasaan pemerintah perlu dibatasi pernah dirumuskan oleh seorang ahli sejarah Inggris yang bernama Lord Acton, dengan mengingat bahwa pemerintahan selalu diselenggarakan oleh manusia dan bahwa pada manusia itu tanpa kecuali melekat banyak kelemahan. Dalilnya yang kemudian menjadi termashur bunyinya sebagai berikut: power tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely, yang berarti bahwa manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tak terbatas pasti akan menyalahgunakannya. 6 Oleh karena itu, dari berbagai ukuran penilaian keberhasilan suatu daerah dalam melaksanakan otonominya, maka yang menjadi pusat perhatian adalah masalah efisiensi penyelenggaraan pemerintah daerah, khususnya yang terkait dengan masalah keuangan daerah. Keuangan merupakan faktor penting dalam suatu negara, disebabkan pengaruhnya yang demikian menentukan terhadap kompleksitas kelangsungan hidup negara dan masyarakatnya. Pengaruh dari aspek keuangan antara lain juga mencerminkan kualitas kenegaraannya. Apabila keberadaan keuangan negara yang dimiliki semakin baik, maka kedudukan pemerintah dalam menjalankan keorganisasian negara baik dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan dalam melayani kepentingan masyarakatnya maupun dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan untuk mensejahterakan warganya akan semakin stabil. Sebaliknya, suatu pemerintahan dipandang akan menghadapi 6 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Jakarta, 1977), hlm

10 problema pelik dalam memperlancar pelaksanaan segenap fungsi dan tugas kenegaraan jika tidak didukung oleh kondisi keuangan yang baik pula. Mengingat eksistensi keuangan demikian vital bagi Negara, maka segala daya upaya akan dilakukan oleh pemerintah untuk menciptakan dan memanfaatkan segenap sumber keuangan yang ada. Hasil-hasil yang diperoleh selanjutnya akan dipergunakan untuk membiayai pengeluaran kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Menanggapi akan arti pentingnya keuangan dalam mencapai keberhasilan suatu daerah,maka dalam pelaksanaannya harus pula dibarengi dengan pertanggungjawaban sebagai bentuk pengawasan agar tidak terjadinya penyalahgunaan wewenang. Kegiatan pengawasan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan yang terjadi setelah perencanaan dibuat dan dilaksanakan. Untuk itulah, pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran perlu dilaksanakan sedini mungkin, agar diperoleh umpan balik (feed back) untuk melaksanakan perbaikan apabila terdapat kekeliruan atau penyimpangan sebelum menjadi lebih buruk dan sulit diperbaiki. Sehubungan dengan latar belakang di atas maka mendorong penulis untuk membahas dan memilih skripsi dengan judul PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH SEBAGAI PELAKSANA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH. 10

11 Dimana penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengkaji lebih lanjut tentang pertanggungjawaban kepala daerah sebagai pelaksana APBD dalam tugasnya menyelanggarakan pemerintahan daerah. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas, maka terdapat beberapa rumusan masalah yang dianalisa yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimana pertanggungjawaban kepala daerah dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menurut Perundang undangan di Indonesia? 2. Bagaimana mekanisme pertanggungjawaban kepala daerah dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menurut Perundang undangan di Indonesia? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dan keluar dari permasalahan yang dibahas maka perlu terdapat pembatasan dalam ruang lingkup masalah, adapun pembatasannya adalah sebagai berikut : 1. Pertama akan membahas tentang pertanggungjawaban kepala daerah dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) diatur dalam Perundang undangan di Indonesia. 2. Kedua akan membahas tentang mekanisme pertanggungjawaban kepala daerah dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menurut Perundang undangan di Indonesia 11

12 1.4 Orisinalitas Penelitian Berdasarkan penelusuran terhadap judul penelitian ini, penulis kali ini penulis menampilkan dua skripsi yang penelitiannya hampir mirip dengan penelitian penulis. Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat didalam dunia pendidikan di indonesia, maka mahasiswa di wajibkan untuk mampu menunjukkan orisinalitas dari penelitian yang sedang ditulis dengan menampilkan beberapa judul penelitian skripsi yang terdahulu sebagai pembanding. Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa penelitian yang dilakukan penulis terjamin orisinalitasnya. Pembanding kedua dengan judul Perbandingan pengaturan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.atas nama Andhika Putra Negara, asal Universitas Islam Indonesia, dengan permasalahan, Bagaimana perbedaan pertanggungjawaban Kepala Daerah menurut UU No.22 Tahun 1948, UU No.1 Tahun 1957, UU No.18 Tahun Berdasarkan dari bentuk pertanggungjawaban Kepala Daerah yang diatur Dalam Undang-undang pemerintahan daerah yang pernah berlaku dan sedang berlaku manakah yang lebih sejalan dalam bentuk konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia? Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa penelitian yang dilakukan penulis terjamin orisinalitasnya, dikarnakan aspek penelitian penulis bertitik pada Pertangungjawaban Kepala Daerah dalam mengelola APBD dalam melaksanakan Pemerintahan Daerah. 12

13 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penulisan ini ada dua, yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan tersebut antara lain: Tujuan umum Tujuan umum penulisan adalah sebagai berikut; 1. Untuk menganalisis lebih mendalam mengenai pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam mengelola Anggaran. 2. Untuk menganalisis mengenai pertanggungjawaban kepala daerah dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) diatur dalam Perundang undangan di Indonesia Tujuan khusus Sedangkan yang menjadi tujuan penulisan yang penulis lakukan adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pertanggungjawaban kepala daerah dalam pelaksanaan Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) berdasarkan dengan Perundang undangan di Indonesia 2. Untuk mengetahui mekanisme pertanggungjawaban kepala daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menurut Perundang undangan di Indonesia. 3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa yang dihadapi oleh kepala daerah 13

14 1.6.Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Secara teoritis, penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi pengembangan ilmu hukum di bidang hukum administrasi negara (pemerintahan), khususnya pemahaman teoritis mengenai pertanggungjawaban yang dilakukan oleh kepala daerah dalam mengelola APBD dalam rangka melaksanakan pemerintahan daerah berdasarkan Perundang undangan di Indonesia Manfaat Praktis Secara praktis, penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran, serta dapat memberikan kontribusi kepada elemen pemerintahan baik Daerah maupun Pusat. 1.7.Landasan Teoritis Pertanggungjawaban kepala daerah adalah Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD yang selanjutnya disebut LKPJ adalah laporan yang berupa informasi penyelenggaraan pemerintahan daerah selama 1 (satu) tahun anggaran atau akhir masa jabatan yang disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD (Pasal 1 angka 9 Peraturan Pemerintahan Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat). Sebagaimana kita 14

15 ketahui bersama bahwa penyampaian LKPJ Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan pelaksanaan dari amanat Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah termuat dalam Pasal 27 ayat (2) yang menyebutkan bahwa Kepala Daerah mempunyai kewajiban untuk memberikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, dan memberikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban kepada DPRD serta menginformasikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada masyarakat. Selanjutnya sesuai Pasal 184 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah Kota juga berkewajiban menyampaikan Raperda tentang Pertanggung jawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa Laporan Keuangan setelah dilakukan audit oleh BPK. Laporan keuangan tersebut sekurangkurangnya meliputi laporan realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, dilampirkan dengan Laporan Keuangan BUMD, yang disusun sesuai Standar Akuntansi Pemerintah. Pelaksanaan laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah secara teknis diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat. Peraturan Pemerintah inilah yang menjadi acuan dalam penyusunan LKPJ. 15

16 Amanat dari peraturan tersebut di atas menyatakan LKPJ Pemerintah Daerah merupakan progress report pelaksanaan tugas atau laporan pencapaian kinerja dalam satu tahun anggaran. Dalam perspektif amanah dan substansi kepemerintahan, penyampaian progress report kepada DPRD, sekaligus merefleksikan akuntabilitas bersama antara kelembagaan Pemerintah Daerah dan DPRD. Progress report pada DPRD sifatnya mengikat, karena progress report merupakan bahan masukan bagi DPRD dalam rangka pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan pemda sebagai manifestasi dari fungsi kontrol yang dilakukan oleh DPRD. Progress report sangat penting oleh DPRD agar bisa memberikan rekomendasi atau catatan-catatan strategis terhadap penyempurnaan kinerja pengelolaan pemerintahan, pembangunan, pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Dengan LKPJ ini juga diharapkan dapat terwujud adanya akuntabilitas dan transparansi pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan guna mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance). Pertanggungjawaban kepala daerah dalam pengelolaan keuangan daerah, dapat dikatakan tujuan umumnya adalah: 1. Untuk memberikan informasi yang digunakan dalam pembuatan keputusan ekonomi, sosial dan politik serta sebagai bukti pertanggungjawaban (accountability) dan pengelolaan (stewardship). 16

17 2. Untuk memberikan informasi yang digunakan dalam mengevaluasi kinerja manajerial dan organisasional. 7 Secara khusus, tujuan pertanggungjawaban keuangan daerah oleh kepala daerah adalah sebagai berikut: 1. Memberikan informasi keuangan guna menentukan dan memprediksi aliran kas, saldo neraca, dan kebutuhan sumber daya finansial jangka pendek unit pemerintah. 2. Memberikan informasi keuangan untuk menentukan dan memprediksi kondisi ekonomi suatu unit pemerintahan dan perubahan-perubahan yang terjadi didalamnya. 3. Memberikan informasi keuangan untuk memonitor kinerja, kesesuaiannya dengan peraturan perundang-undangan, kontrak yang telah disepakati, dan ketentuan lain yang disyaratkan. 4. Memberikan informasi untuk perencanaan dan penganggaran, serta untuk memprediksi pengaruh pemilikan dan pembelanjaan sumber daya ekonomi terhadap pencapaian tujuan operasional. 5. Memberikan informasi untuk mengevaluasi kinerja manajerial dan organisasional. 8 7 Soekarwo, 2005, Hukum Pengelolaan keuangan Daerah Berdasarkan Prinsip-Prinsip Good Financial Governance, (Surabaya: Airlangga University Press), hlm

18 Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada pemerintahan yang selanjutnya disebut LPPD adalah laporan atas penyelenggaraan pemerintah daerah selama 1 (satu) tahun anggaran berdasarkan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) yang disampaikan oleh kepala daerah kepada pemerintah (Pasal 1 angka 8 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat). Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat dianggap diterima apabila sampai dengan 1 (satu) bulan sejak penyerahan dokumen, penilaian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah belum dapat diselesaikan, maka pertanggungjawaban ahkir tahun anggaran tersebut dianggap diterima. Apabila pertanggungjawaban kepala daerah terdapat perbedaan yang nyata antara rencana dengan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang merupakan penyimpangan yang alasannya tidak dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan tolak ukur RENSTRA, maka pertanggungjawaban kepala daerah tersebut dapat ditolak. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dapat diartikan sebagai rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan 8 Ibid, hlm

19 peraturan daerah (Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah). Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) adalah merupakan suatu rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD, adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD. 9 Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari: a. Pendapatan Daerah; b. Belanja Daerah; c. Pembiayaan. Sebagai satu kesatuan, dokumen APBD merupakan rangkuman seluruh jenis pendapatan, jenis belanja, dan sumber-sumber pembiayaannya. 10 Dari struktur APBD diatas ada kemungkinan surplus atau defisit. Surplus anggaran terjadi jika terdapat selisih lebih Pendapatan Daerah terhadap Belanja Daerah. Sebaliknya defisit terjadi jika terdapat selisih kurang Pendapatan Daerah terhadap Belanja Daerah, sedangkan jumlah pembiayaan sama dengan jumlah surplus/defisit anggaran. 11 Didalam Penyususnan APBD terdapat formalitas yang perlu diperhatikan dalam penyusunan anggaran yang terdiri atas : 1. Transparansi dan akuntabilitas; 9 Ahmad Yani, 2002, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah DI Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,). Hal Ibid, hlm Ibid 19

20 2. Disiplin anggaran; 3. Keadilan anggaran; 4. Efisiensi dan efektivitas anggaran; 5. Format anggaran. 12 APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Kepala daerah dalam penyusunan Rancangan APBD (RAPBD) menetapkan prioritas dan plafon anggaran sebagai dasar penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja (RKASK) perangkat daerah. Berdasarkan prioritas dan plafon anggaran tersebut kepala satuan kerja perangkat daerah menyusun (RKASK) perangkat daerah dengan pendekatan prestasi kerja yang akan dicapai. RKSAK perangkat daerah disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan Perda tentang APBD tahun berikutnya. 13 Setiap perangkat Daerah yang mempunyai tugas memungut atau menerima Pendapatan Daerah wajib melaksanakan intensifikasi pemungutan pendapatan tersebut adalah orang/lembaga pada pemerintah Daerah yang bertanggungjawab kepada Daerah dan membantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintah yang terdiri atas sekretaris daerah dinas daerah dan lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan sesuai dengan kebutuhan Daerah. 12 Muhamad Djumhana, 2007, Pengantar Hukum Keuangan Daerah, (Bandung: Citra Aditya Bakti,), hlm Siswanto Sunarno, 2009, Hukum Pemerintahan Daerah, (Jakarta: Sinar Grafika), h

21 1.8. Metode Penelitian Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Dipilihnya jenis penelitian hukum normatif karena penelitian ini menguraikan permasalah-permasalahan yang ada, untuk selanjutnya dibahas dengan kajian berdasarkan teori-teori hukum kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang undangan yang berlaku dalam praktek hukum. 14 Penelitian hukum normatif digunakan dalam penelitian ini beranjak dari adanya persoalan dalam aspek norma hukum, yaitu norma kabur, yaitu kekaburan dalam formulasi mengenai bagaimana alur pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daeerah sebagai pelaksana APBD, yang mana dari perkembangan Undang-Undang Pemerintahan Daerah, tidak adanya kejelasan alur pertanggungjawabannya Ke DPRD atau secara mandiri, terkait juga dengan system otonomi daerah dalam sistem pemerintahan Presidensial Jenis Pendekatan Skripsi ini ingin menganalisis aspek pertanggungjawaban kepala daerah dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) diatur dalam Perundang undangan di Indonesia dalam melaksanakan pemerintahan daerah, sehingga metode pendekatan yang relevan dipergunakan 14 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1995, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), PT. Grafindo Persada, Jakarta, hlm

22 dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan perundang undangan (satutory approach). a) Pendekatan PerUndang undangan (statutory approach). Pendekatan perundang undangan (statutory approach), yang oleh Peter Mahmud Marzuki disebut pendekatan Undang undang (satute approach) 15 dilakukan dengan menelah semua undang undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Bagi penelitian untuk kegiatan akademis, peneliti perlu mencari ratio legis dan dasar ontologis lahirnya undang undang tersebut. Dengan mempelajari ratio legis dan dasar ontologis suatu undang undang, peneliti sebenarnya mampu menangkap kandungan filosofi yang ada di belakang undang undang itu. Memahami kandungan filosofi yang ada di belakang Undang undang itu, peneliti tersebut akan dapat menyimpulkan mengenai ada tidaknya benturan filosofis antara undang undang dengan isu yang dihadapi. 16 Pendekatan ini digunakan in casu terhadap Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. b) Pendekatan Analitis (analitical conseptual approach) Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Penerbit Prenada Media Group, Jakarta, Cetakan ke-6, hlm Ibid., hlm Johlmny Ibrahlmim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Penerbit Bayumedia Publishing, Malang, Cetakan Ke-dua, 2006, hlm

23 Pendekatan analitis ini diperlukan terutama dikarenakan penulisan skripsi ini terutama menggunakan data-data sekunder yang berwujud bahan-bahan hukum, yaitu Undang undang Sumber Bahan Hukum Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari : 1. Sumber bahan hukum primer 18 Sumber bahan hukum primer adalah sumber bahan hukum yang bersifat mengikat yakni berupa norma, kaidah dasar dan peraturan yang berkaitan. Sumber bahan hukum primer yang digunakan adalah : - Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Undang Undang Nomor 23 Tahun Ditulislah peraturan perencanaan terkait lainnya. 2. Sumber bahan hukum sekunder Sumber bahan hukum sekunder yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah literatur-literatur yang relevan dengan topik yang dibahas, baik literatur-literatur hukum (buku-buku hukum (textbook) yang ditulis para ahli yang berpengaruh (de hersender leer), 18 Lihat Buku Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, hlm

24 pendapat para sarjana, maupun literatur non hukum dan artikel atau berita yang diperoleh via internet Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian ini adalah teknik kepustakaan (study document). Cara mencatat dan memahami isi dari masing-masing informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang relevan, kemudian dikelompokkan secara sistematis sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini Teknik Analisis Bahan Hukum Untuk menganalisis bahan-bahan hukum yang telah terkumpul dapat digunakan berbagai teknik analisis. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskripsi, teknis interpretasi, teknik evaluasi, teknik argumentasi dan teknik sistematisasi. Teknik deskripsi adalah teknik dasar analisis yang tidak dapat dihindari penggunaannya, deskripsi berarti uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non-hukum. 24

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik. 1

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik. 1 Ini berarti bahwa negara yang bersusunan negara Kesatuan, maka segenap kekuasaan/kewenangan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemerintah pusat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun

I. PENDAHULUAN. pemerintah pusat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah sebagai bagian dari adanya reformasi atas kehidupan bangsa termasuk reformasi pengelolaan pemerintahan di daerah, oleh pemerintah pusat telah diatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD)

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) Semenjak lahirnya Negara kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1945, prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten/Kota di Indonesia bersifat otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPADA PEMERINTAH, LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPADA PEMERINTAH, LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pemerintah Daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP

BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah merupakan arah pembangunan yang ingin dicapai daerah dalam kurun waktu masa bakti Kepala Daerah terpilih yang disusun

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR... TAHUN... TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR... TAHUN... TENTANG RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR... TAHUN... TENTANG LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPADA PEMERINTAH, LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal. daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal. daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA TAHUN 2015 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH BAGIAN HUKUM DAN ORGANISASI SEKRETARIAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 599 TAHUN : 2002 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 16 TAHUN 2002 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2008 91 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG POKOK - POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH UMUM Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik. Oleh karena itu, dalam pengelolaannya harus

Lebih terperinci

Kata Kunci : Pengawasan DPRD, dan Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah serta DPRD.

Kata Kunci : Pengawasan DPRD, dan Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah serta DPRD. Kolaborasi Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Kepala Daerah Kota Tanjungbalai di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah 1. RAHMAT, S.H.,M.H 2. JUNINDRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan

Lebih terperinci

APA ITU DAERAH OTONOM?

APA ITU DAERAH OTONOM? APA OTONOMI DAERAH? OTONOMI DAERAH ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN DAERAH OTONOM UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS SENDIRI URUSAN PEMERINTAHAN DAN KEPENTINGAN MASYARAKATNYA SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2013 BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam satu dekade terakhir ini, bangsa Indonesia sedang berupaya memperbaiki kinerja pemerintahannya melalui berbagai agenda reformasi birokrasi dalam berbagai sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang merupakan peraturan yang

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang merupakan peraturan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang merupakan peraturan yang ditetapkan oleh Presiden dalam keadaan genting dan memaksa. Dalam hal kegentingan tersebut, seorang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode dalam sebuah penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu hukum yang berusaha mengungkapkan

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; SALINAN Menimbang PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN APBD DIATUR DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB II PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN APBD DIATUR DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BAB II PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN APBD DIATUR DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Semenjak lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1945, prinsip penyelenggaraan otonomi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPADA PEMERINTAH, LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPADA PEMERINTAH, LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

BAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah Negara demokrasi yang menganut sistem perwakilan di dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam sistem perwakilan ini masing-masing anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK 63 BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK A. Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Menurut Freedman dalam anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun masyarakat, dalam artian terbebas dari penyimpangan-penyimpangan yang

BAB I PENDAHULUAN. ataupun masyarakat, dalam artian terbebas dari penyimpangan-penyimpangan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelanggaraan pemerintahan yang baik merupakan cita-cita setiap negara ataupun masyarakat, dalam artian terbebas dari penyimpangan-penyimpangan yang dapat

Lebih terperinci

Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Asahan Kata Kunci : Pengawasan DPRD, Pemerintah Daerah, Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah dan DPRD

Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Asahan Kata Kunci : Pengawasan DPRD, Pemerintah Daerah, Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah dan DPRD Kolaborasi Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Kepala Daerah Kota Tanjungbalai di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Lebih terperinci

MEKANISME PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN PUSAT DAN KEUANGAN DAERAH YANG DILAKUKAN OLEH BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK) ABSTRACT

MEKANISME PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN PUSAT DAN KEUANGAN DAERAH YANG DILAKUKAN OLEH BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK) ABSTRACT 1 MEKANISME PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN PUSAT DAN KEUANGAN DAERAH YANG DILAKUKAN OLEH BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK) Oleh : Ni Made Yuliandari I Gusti Nyoman Agung Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan pemerintah di Kabupaten yang mencerminkan peranan rakyat. Salah satunya adalah peranan lembaga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah merupakan penyelenggara seluruh urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip

Lebih terperinci

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang BAB III SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN E-GOVERNMENT Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah. Disini keterangan tentang pemerintah daerah diuraikan pada beberapa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pemerintah Daerah Dan Fungsi Pemerintah Daerah 1. Pengertian Pemerintah Daerah Menurut Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (5), pengertian pemerintahan daerah adalah sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPADA PEMERINTAH, LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Awal mula dibuatnya Undang-Undang tentang pemerintah daerah karena pada saat diberlakukannya sistem pemerintah terpusat dimana sentralisasi pemerintah berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan Negara khususnya dalam sistem perencanaan dan penganggaran telah banyak membawa perubahan yang sangat mendasar dalam pelaksanaannya.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa salah satu cara dalam penyelenggaraan sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2012-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

20 Pertanyaan dan Jawaban mengenai Pengelolaan keuangan daerah:

20 Pertanyaan dan Jawaban mengenai Pengelolaan keuangan daerah: 20 Pertanyaan dan Jawaban mengenai Pengelolaan keuangan daerah: 1. Jelaskan pengertian dari penglolaan keuangan daerah? Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa salah satu cara dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7 OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7 A. Ancaman Disintegrasi 1. Ancaman bermula dari kesenjangan antar daerah Adanya arus globalisasi, batas-batas negara kian tipis, mobilitas faktor produksi semakin tinggi, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Negara ini lahir dari perjuangan bangsa Indonesia yang bertekad mendirikan Negara kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat di dunia memiliki kewajiban untuk secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good

Lebih terperinci

SIKLUS ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH

SIKLUS ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH MAKALAH SIKLUS ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH Untuk memenuhi tugas kelompok presentasi mata kuliah Sistem Informas Akuntnasi Sektor Publik KELAS CA Fanditama Akbar Nugraha 115020307111029 Rendy Fadlan Putra

Lebih terperinci

3. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara

3. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN Menimbang

Lebih terperinci

RENCANA KERJA SKPD JANGAN ASAL JADI

RENCANA KERJA SKPD JANGAN ASAL JADI RENCANA KERJA SKPD JANGAN ASAL JADI http://prfmnews.com/images/apbd.jpg Tilongkabila Ketua Dewan Kabupaten Bone Bolango (Dekab Bonbol) Faisal Mohie menghimbau Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reformasi yang semakin luas dan menguat dalam satu dekade terakhir. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. reformasi yang semakin luas dan menguat dalam satu dekade terakhir. Tuntutan A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Penyelenggaraan akuntansi di instansi-instansi pemerintahan di Indonesia sudah mulai menjadi keharusan dan tuntutan jaman seiring dengan tuntutan reformasi yang

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 39 TAHUN 2011 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2011

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 39 TAHUN 2011 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2011 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 39 TAHUN 2011 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2012-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada

BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah, LKPJ Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN 2016

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: PP 7-2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 77, 2001 Pemerintah Daerah.Tugas Pembantuan.APBN.APBD.Pembinaan.Pengawasan. (Penjelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik. Dari segi pemerintahan salah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Rizkyana Zaffrindra Putri 1, Lita Tyesta A.L.W. 2 litatyestalita@yahoo.com ABSTRAK Undang-Undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENYUSUNAN, PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNJAWABAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA SERTA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENEGUHKAN PROFESIONALISME DPRD SEBAGAI PILAR DEMOKRASI DAN INSTRUMEN POLITIK LOKAL DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT H. Marzuki Alie, SE. MM. Ph.D. KETUA DPR-RI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NO : 13 2001 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 29 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BEKASI Menimbang

Lebih terperinci

14. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 31,

14. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 31, BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG POKOK-POKOK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DAN PENGELOLAAN KEUANGAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DAN PENGELOLAAN KEUANGAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DAN PENGELOLAAN KEUANGAN 2.1 Tinjauan Umum Tentang Badan Layanan Umum Daerah 2.1.1. Definisi dan Dasar Pengaturan Badan Layanan Umum Daerah Sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi di Indonesia yang masih berlangsung hingga sekarang telah menghasilkan berbagai perubahan khususnya dalam hal tata kelola pemerintahan. Salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah pula kemajuan suatu bangsa tersebut tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. mudah pula kemajuan suatu bangsa tersebut tercapai. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Majunya suatu Negara memiliki keterkaitan dengan kemajuan pendidikan yang ada pada suatu Negara tersebut. Pendidikan dapat mencetak suatu generasi yang berintelektual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong pemerintah pusat dan pemerintah

Lebih terperinci

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda YURISKA, VOL. 2, NO. 1, AGUSTUS 2010 72 PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda ABSTRAK Hubungan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik 2.1.1 Pengertian Akuntansi Sektor Publik Definisi Akuntansi Sektor Publik menurut Bastian (2006:15) adalah sebagai berikut : Akuntansi Sektor Publik adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang No.32 Tahun 2004, terjadi perubahan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DI DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN MINAHASA. Oleh : RENALDO DELEON PAULUS

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DI DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN MINAHASA. Oleh : RENALDO DELEON PAULUS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DI DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN MINAHASA Oleh : RENALDO DELEON PAULUS Salah satu urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom adalah bidang pendidikan. Penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN LEMBATA TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN LEMBATA TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN LEMBATA TAHUN 2011-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu cara dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lampiran Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2011-2015

Lebih terperinci

PENGINTEGRASIAN SPM DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN KABUPATEN/KOTA

PENGINTEGRASIAN SPM DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN KABUPATEN/KOTA SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

TULISAN HUKUM. Transparansi-dan-Akuntabilitas-Pengelolaan. m.tempo.co

TULISAN HUKUM. Transparansi-dan-Akuntabilitas-Pengelolaan. m.tempo.co TINJAUAN HUKUM BATAS PENYAMPAIAN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA BANTUAN KEUANGAN PARTAI POLITIK DAN PERAN BPK DALAM PENGELOLAAN DANA BANTUAN KEUANGAN PARTAI POLITIK m.tempo.co I. PENDAHULUAN Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 91 TAHUN No. 91, 2016 TENTANG

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 91 TAHUN No. 91, 2016 TENTANG - 1 - S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 91 TAHUN 2016 NOMOR 91 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT NOMOR 852 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945), Negara Indonesia secara tegas dinyatakan sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 19, 2008 PEMERINTAHAN. PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Evaluasi. (Penjelasan dalam

Lebih terperinci

SKRIPSI PELAKSANAAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH KEPADA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN APBD KOTA PADANG

SKRIPSI PELAKSANAAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH KEPADA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN APBD KOTA PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH KEPADA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN APBD KOTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Disusun Oleh : CHANDRA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 32. berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 32. berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pemerintahan sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, yang menjadi

Lebih terperinci

WALIOTA S WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

WALIOTA S WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG WALIOTA S WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

KOTA NOMOR SERI : A TENTANG APBD, a. bahwa. pelaksanaan. Menimbang. antar. perubahan APBD (APBD) yang

KOTA NOMOR SERI : A TENTANG APBD, a. bahwa. pelaksanaan. Menimbang. antar. perubahan APBD (APBD) yang LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 12 2011 PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2011 12 TAHUN 2011 SERI : A TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARANN 2011 DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah, termasuk dalam ranah konsep kebijakan keuangan negara. Fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SERANG SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SERANG SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SERANG SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk BAB I PENDAHULUAN Bab I dalam penelitian ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian dan kontribusi penelitian.

Lebih terperinci