RINGKASAN EKSEKUTIF DAMARIS BARUS Marimin Sri Hartoyo.

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ISI. Daftar Tabel... xiv Daftar Gambar... xv Daftar Lampiran... xvi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

BAB I PENDAHULUAN. Menuju Swasembada Gula Nasional Tahun 2014, PTPN II Persero PG Kwala. Madu yang turut sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang

SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN. zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa.

BAB II PABRIK GULA KWALA MADU (PGKM) SEBELUM TAHUN 1984

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA),

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

Jl. Raya Bandung Sumedang KM 21, Jatinangor ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

BAB I PENDAHULUAN. keuangan suatu perusahaan yang akan dianalisis dengan alat-alat analisis

UPAYA MERAIH LABA DENGAN CARA MENEKAN KEHILANGAN TEBU DAN MENINGKATKAN RENDEMEN SELAMA TEBANG GILING

PERENCANAAN BAHAN BAKU PADA PRODUKSI GULA TEBU (Studi Kasus PTPN XI PG Djatiroto Kabupaten Lumajang)

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

APLIKASI METODE REGRESI LINIER BERGANDA DALAM MENCARI FORMULASI PERSEDIAAN BAHAN BAKU GULA TEBU

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara

BAB I PENDAHULUAN. akan dilakukan pada periode berikutnya. Jika tidak dilakukan penentuan. solusi terbaik dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.

ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT. Oleh: VIDY HARYANTI F

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. impor gula. Kehadiran gula impor ditengah pangsa pasar domestik mengakibatkan

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD "P3GI" 2017

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS.

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA

I. PENDAHULUAN. zaman pendudukan Belanda. Pabrik-pabrik gula banyak dibangun di Pulau Jawa,

NASKAH SEMINAR HASIL. Oleh : Vinna Nour Windaryati NIM

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

BAB I PENDAHULUAN. Gula pasir merupakan kebutuhan pokok strategis yang memegang peran

Program Bimas lntensifikasi Tebu Rakyat (TR1) adalah salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

KODE JUDUL : X.46 AGROEKOLOGI WILAYAH PENGEMBANGAN VARIETAS TEBU DI LAHAN KERING SULAWESI SELATAN MENDUKUNG PERCEPATAN PENCAPAIAN SWASEMBADA GULA

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 45 TAHUN 2006 TENTANG PETUNJUK TEKNIS GERAKAN PENINGKATAN RENDEMEN TEBU DI JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. Kebiasaan masyarakat Indonesia mengonsumsi gula akan berimplikasi pada

TEBU. (Saccharum officinarum L).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok, sebagai subyek penelitian, masih dalam masa

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan alih fungsi lahan pertanian. Di satu pihak, pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. gula ke II di Sumatera Utara sesudah Pabrik Gula Sei Semayang.

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

ANALISIS NILAI TAMBAH TEBU DI PABRIK GULA SEI SEMAYANG PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. berkembang yaitu untuk memberikan suatu kebutuhan masyarakat sehari-hari. Pabrik

USAHA MIKRO GULA MERAH TEBU DI DESA MANGUNREJO KECAMATAN NGADILUWIH DAN DESA CENDONO KECAMATAN KANDAT KABUPATEN KEDIRI

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Tebu merupakan tumbuhan sejenis rerumputan yang dikelompokkan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan

KARYA AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan. Oleh TENGKU EMRI FAUZAN

pengusaha mikro, kecil dan menegah, serta (c) mengkaji manfaat ekonomis dari pengolahan limbah kelapa sawit.

DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA

RANCANG BANGUN DASHBOARD UNTUK VISUALISASI PRODUKTIVITAS BAHAN BAKU TEBU PADA PABRIK GULA GEMPOLKREP

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat di Indonesia. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi

Tanggung Jawab Pabrik Gula Trangkil dalam Kerja Sama dengan Petani Tebu Rakyat di Trangkil Kabupaten Pati. Ema Bela Ayu Wardani

I.1 Latar Belakang. (Sumber: Badan Pusat Statistik) Sumber : Annual Report PTPN VIII Tahun Tabel I. 1 Perkembangan Ekspor Teh di Indonesia

KEMITRAAN ANTARA PETANI TEBU DENGAN PG. DJOMBANG BARU DI KABUPATEN JOMBANG SKRIPSI

DWIYANlP HENDRAWATL Efisiensi Pengusahaan Gula Tebu di Lahan Sawah Dengan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik (Dibawah biiigan RITA NJRMALINA SURYANA)

Sekilas tentang Per-GULA-an Jember

7 SIMULASI MODEL DINAMIS

MANAJEMEN RISIKO KINERJA AGROINDUSTRI GULA DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA X

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian yang terjadi di Indonesia sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. ekspedisi. Permasalahan distribusi tersebut mencakup kemudahan untuk

JSIKA Vol. 5, No. 8, Tahun 2016 ISSN X RANCANG BANGUN DASHBOARD UNTUK VISUALISASI PRODUKTIVITAS BAHAN BAKU TEBU PADA PABRIK GULA GEMPOLKREP

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan nasibnya bekerja disektor pertanian (Husodo, dkk, 2004:23- meningkatnya peranan sektor-sektor industri.

Analisis Penawaran dan Permintaan Pupuk di Indonesia

ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN PROGRAM KEMITRAAN PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II DENGAN PETANI TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI ( TRI )

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA

STRATEGI BISNIS DALAM MENGHADAPI PELEMAHAN EKONOMI DUNIA 2017 CORPORATE ENTREPRENEURSHIP

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

SIMUlASI MODEL ANTRIAN SISTEM TRANSPORTASS

PENENTUAN RENDEMEN GULA TEBU SECARA CEPAT 1

KEADAAN UMUM Sejarah PG Cepiring

FAKTOR FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP RENDEMEN TEBU STUDI KASUS DI PABRIK GULA TOELANGAN SIDOARJO JAWA TIMUR SKRIPSI

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

ANALISIS KEGIATAN PRODUKSI PABFUK GULA JATIWANGI (Kasus PTPG Rajawali I1 Unit PG Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat)

yang tinggi dan ragam penggunaan yang sangat luas (Kusumaningrum,2005).

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini banyak industri yang membutuhkan hasil. yang berada di Yogyakarta dan memiliki 2 jenis kemasan, jenis jemasan di

IV. METODE PENELITIAN

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik. Oleh : GIO FANDRI TARIGAN NIM.

BAB II PROFIL PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) KEBUN SAWIT LANGKAT

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

KUESIONER. a. Nama Responden : b. AlamatResponden : c. Jenis kelamin : d. Umur Responden : e. Pekerjaan : 1. Bekerja 2.

ANALISA FAKTOR-FAKTOR SIX BIG LOSSES PADA MESIN CANE CATTER I YANG MEMPENGARUHI EFESIENSI PRODUKSI PADA PABRIK GULA PTPN II SEI SEMAYANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh subur di tanah air Indonesia tercinta ini. Contohnya tanaman tebu yang

TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PETANI DALAM USAHATANI TEBU

BAB I PENDAHULUAN. tersebut ( 10,27 % dari luas wilayah Kab. Tanah karo ). dan produksi sebanyak ton sehingga produktivitasnya adalah 56,10

BAB I PENDAHULUAN. tebu, tembakau, karet, kelapa sawit, perkebunan buah-buahan dan sebagainya. merupakan sumber bahan baku untuk pembuatan gula.

Transkripsi:

RINGKASAN EKSEKUTIF DAMARIS BARUS, 2005. Analisis Sistem Antrian dan Penjadwalan Tebang Muat Angkut Tebu di Pabrik Gula Sei Semayang - PTPN II Sumatera Utara. Di bawah bimbingan Marimin dan Sri Hartoyo. Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok rakyat Indonesia. Produksi gula nasional mengalami penurunan, tahun 2003 hanya 1,64 ton. Tingkat konsumsi gula di Indonesia terus meningkat, tahun 2002 mencapai 3,63 juta ton. Untuk menutupi kebutuhan konsumsi tersebut, Indonesia harus mengimpor gula dalam jumlah besar. Menurut Tien (2003) banyak faktor yang mempengaruhi penurunan produksi gula, antara lain adalah turunnya produktivitas tebu dan rendemen gula. Menurut Supriyadi (2002) untuk meningkatkan rendemen tebu maka perlu diperhatikan masa tanaman yang optimal, pemakaian bibit yang bermutu, pengolahan tanah dan pemeliharaan yang optimal, pengairan yang sesuai, penggunaan zat pengatur tumbuh dan waktu penebangan yang optimal. Total waktu tunggu mulai tebang sampai giling tidak boleh melebihi 36 jam, bila penimbunan tebu lebih dari 36 jam maka tebu tidak segar lagi. Tujuan penelitian analisis sistem antrian tebang muat dan angkut tebu ini adalah identifikasi model antrian, analisis sistem antrian dan analisis sistem penjadwalan serta merekomendasikan strategi oprasional sistem antrian dan penjadwalan TMA tebu yang lebih tepat. Penelitian dilaksanakan di Pabrik Gula Sei Semayang, PT Perkebunan Nusantara II-Medan, Propinsi Sumatera Utara. Penelitian di lapangan dilaksanakan pada tanggal 17 Januari sampai 19 Maret 2005. Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah dengan pengamatan langsung ke lokasi penelitian, wawancara dengan petugas di lapangan dan kuisoner pada pakar antrian dan penjadwalan tebang muat angkut tebu. Data yang digunakan untuk analisis sistem antrian dan penjadwalan tebang muat angkut tebu adalah data hasil pengamatan langsung. Untuk

mengetahui kecukupan data yang diambil maka dilakukan uji kecukupan data. Teknik penentuan responden dalam strategi oprasional adalah secara sengaja, dimana responden yang dipilih adalah orang-orang pakar pada masalah tebang muat dan angkut, sebanyak tiga orang. Pengolahan data antrian, terlebih dahulu dilakukan uji kesesuaian distribusi antar kedatangan dan pelayanan menggunakan metoda goodness of fit dengan bantuan sofware Bestfit 4.5.4. Setelah itu, dibangun simulasi antrian dengan Microsoft Visual Basic 6.0 dan Microsoft Acsses 2000. Pengolahan dan analisa penjadwalan TMA tebu dengan menggunakan model heuristik. Pengolahan data strategi oprasional sistem antrian dan penjadwalan menggunakan teknik AHP dengan bantuan software experts choice 2000. Berdasarkan hasil uji kecukupan data menunjukkan bahwa jumlah seluruh data yang akan digunakan untuk analisa lebih lanjut telah cukup. Data-data tersebut dinyatakan valit, dengan tingkat kepercayaan 95%. Analisis pendahuluan yang dilakukan Devisi Risbang Distrik Tebu PTPN II bekerjasama dengan P3GI Medan menghasilkan faktor kemasakan tebu dari masing-masing kebun yang memasok bahan baku tebu ke PGSS. Berdasarkan data tersebut maka dapat disusun urutan prioritas penebangan tebu masing-masing kebun. Kegiatan pasca panen tebu adalah mulai dari tebang, muat, angkut, timbang dan bongkar tebu. Sistem penebangan tebu di PTPN II masih menggunakan sistem manual dengan cara Cut And Go. Tenaga tebang yang dipekerjakan adalah masyarakat di sekitar Medan, pada umumnya dari daerah Langkat. Kendala dalam proses penebangan ini adalah kurangnya tenaga tebang. Bahkan tenaga tebang yang ada bukan tenaga profesional. Sistem perhitungan pretasi kerja tenaga tebang berdasarkan jumlah ikatan tebu yang dapat ditebang. Dalam satu ikatan ada 20 batang tebu. Kegiatan penebangan dimulai dari pukul 07:00-16:30 WIB, waktu kerja efektif proses penebangan 8 jam/hari. Prestasi kerja masing-masing tenaga tebang sebesar 2.212,22 kg/hari/orang. Total tebu yang dapat dihasilkan dari satu DP adalah sebanyak 154.838,71 kg tebu /hari.

Truk di PTPN II terdiri atas dua jenis berdasarkan kapasitas muatnya yaitu truk besar dan truk kecil. Kapasitas angkut jenis truk besar sebanyak 7-12 ton/trip, sedangkan kapasitas truk kecil sebesar 4-6 ton/trip. Proses muat tebu ke truk dilakukan dengan cara manual. Rata-rata waktu muat yang dibutuhkan untuk mengisi truk besar selama 106,3 menit/truk. Sedangkan untuk jenis truk kecil, membutuhkan waktu 102, 35 menit/truk. Truk dinyatakan berada di kawasan pabrik, jika truk telah memasuki Pos 1 untuk proses cek in. Setelah truk melalui Pos 1 maka truk tersebut memasuki halaman parkir luar dan menunggu sampai nomor antri proses bongkar dipanggil. Sebelum truk tersebut di bongkar, terlebih dahulu melalui proses timbangan masuk. Timbangan masuk adalah kegiatan penimbangan truk yang akan memasuki proses bongkar. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk proses timbangan masuk tersebut selama 0,974 menit/truk. Setelah selesai proses bongkar maka truk kembali ke timbangan, kegiatan ini selanjutnya disebut timbang keluar. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk proses timbangan keluar adalah selama 1,06 menit/truk. Teknik bongkar tebu di PGSS ada tiga cara yakni Hillo, Tipper dan Jumping Truck. Teknik bongkar dengan Hillo dikhususkan untuk bongkar truk besar. Jumlah alat untuk bongkar Hillo ada dua unit. Pada pelaksanaannya, kedua Hillo ini tidak bisa melayani dalam waktu yang bersamaan. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk bongkar dengan Hillo selama 29,45 menit/truk. Teknik bongkar dengan Tipper, khusus digunakan untuk truk kecil. Jumlah alat bongkar Tipper di PGSS hanya satu unit. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk bongkar dengan Tipper selama 32,23 menit/truk. Teknik bongkar Hillo dan Tipper digunakan untuk membongkar tebu langsung ke cane carrier (stasiun gilingan). Sedangkan teknik bongkar dengan Jumping Truck digunakan untuk membongkar tebu yang akan dijadikan stok. Rata-rata waktu bongkar yang dibutuhkan dengan menggunkan Jumping Truck selama 9,14 menit/truk. Hasil identifikasi antrian yang terjadi di PGSS pada proses TMA tebu mulai dari kebun sampai pabrik menunjukkan bahwa antrian hanya terjadi

pada proses bongkar tebu di pabrik. Model antrian yang terjadi pada proses TMA tebu di PGSS adalah model satu tahap-banyak pelayanan, dimana kedatangan truk melalui Pos 1 akan dilayani dengan menggunakan delapan alat bongkar pada waktu yang bersamaan. Alat bongkar tersebut adalah satu unit Hillo, satu unit Tipper dan tiga unit Jumping Truck, masing-masing Jumping Truck melayani dua truk. Disiplin antrian truk tebu di PG Sei Semayang juga menerapkan FCFS. Berdasarkan hasil uji Goodness Of Fit distribusi data, maka dapat diketahui bahwa distribusi antar kedatangan truk ke Pos 1 dan waktu pelayanan alat bongkar tidak mengikuti distribusi teoritis, oleh sebab itu analisa antrian harus dibangun simulasi antrian yang sesuai dengan kondisi di lapangan. Hasil dari simulasi antrian diperoleh jam antri alat bongkar terjadi pada pukul 07:00 19:59 WIB. Analisa antrian juga merekomendasikan untuk menambah satu unit Hillo dan mengurangi satu unit tiang Jumpping Truck. Batas toleransi kesibukan alat bongkar pada analisa ini adalah 70%. Hasil penyusunan penjadwalan tebang harian dengan mengacu pada kuota masing-masing kebun, maka jumlah hari atau lama tebang dan giling di PGSS hanya membutuhkan waktu 104 hari dengan total tebang tebu sebanyak 352.651,42 ton. Tenaga tebang perlu direkrut sebanyak 61 orang, untuk kebun SS 6 orang, KL sebanyak 24 orang dan 38 orang untuk KP. Jumlah truk yang tersedia, telah memenuhi kebutuhan pengangkutan tebu dari kebun. Bahkan ada beberapa kebun yang kelebihan truk. Penyusunan jadwal TMA tebu membedakan waktu angkut dari masing-masing kebun, jenis truk dan jenis alat bongkar. Berdasarkan hasil perhitungan, waktu maksimal TMA tebu di PG SS hanya 5,73 jam dan penurunan rendemen sebesar 1,101% yakni tebu yang diangkut dari kebun Klumpang DP I dan dibongkar dengan Hillo. Angka ini menunjukkan bahwa tebu-tebu yang dikirim ke PGSS masih dalam kondisi segar, karena waktu tunggu tebu untuk digiling < 36 jam.

Pada level faktor, yang menjadi prioritas utama adalah produksi tebu, dengan bobot 0,261. Pelaku atau aktor utama yang berperan dan bertanggung jawab terhadap kondisi ini adalah pihak tanaman, dimana nilainya yang tertinggi yakni sebesar 0,475. Tujuan utama dari pemilihan strategi ini adalah untuk memenuhi kapasitas giling pabrik, dimana menjadi bobot tertinggi (0,035). Prioritas utama alternatif strategi yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah ini adalah dengan cara mendatangkan tenaga tebang yang profesional, dengan bobot 0,425. Untuk pengembangan penelitian ini, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang memperhatikan kondisi tanaman dan alam dalam menyusun penjadwalan tebang muat angkut tebu serta perlu dilakukan penelitian analisa kelayakan ekonomi dalam pengadaan tenaga tebang profesional. kata Kunci : Tebu, Pabrik Gula Sei Semayang, Manajemen Operasional, Manajemen Strategi, Antrian, Penjadwalan, Software Bestfit 4.5.4, AHP.